Home / Pendekar / Bimantara Pendekar Kaki Satu / Chapter 381 - Chapter 390

All Chapters of Bimantara Pendekar Kaki Satu: Chapter 381 - Chapter 390

582 Chapters

381. Sarkam

Ratusan pendekar sudah berkumpul di lapangan Perguruan Matahari. Langit di atas sana tampak cerah hingga menara tinggi terlihat jelas di mata siapapun yang melihatnya. Semuanya menunggu kedatangan Kepala Perguruan. Para guru pembantu mengurus para pendekar yang sudah datang itu. Termasuk dari Perguruan Elang Putih. Kakek itu sudah hadir di sana bersama murid-muridnya. Tak lama kemudian, Kakek Sangkala bersama murid-muridnya dari kediaman Tuan Kepala Wilayah di ujung Nusantara juga datang. Dia membawa Senja. Mereka berjalan memasuki gerbang disambut oleh para guru pembantu.“Bagaimana jika ayahmu mencarimu?” tanya Kakek Sangkala pada Senja. Dia khawatir karena Senja diam-diam menyusul mereka saat mereka sudah berjalan jauh.“Ayah tak akan khawatir jika aku pergi bersama Kakek,” jawab Senja. “Lagipula aku sudah menuliskan surat dan aku letakkan di kamarku. Ayah pasti sudah membacanya dan dia akan tenang karena tahu tujuanku kemana.”“Tapi sebelumnya ayahmu tidak mengizinkan kau ikut kam
Read more

382. Tamu Tak Diundang

“Iya,” jawab Kakek Sangkala. “Begitu yang dikatakannya, sementara aku sangat sulit untuk percaya karena aku tahu, anakku yang menikah dengan bangsa peri tidak memiliki anak sama sekali.”Sarkam tampak berpikir. “Mungkin yang dikatakan di sebuah kitab itu benar.”“Kitab apa?”“Katanya siapapun yang menjadi Chandaka Uddhiharta akan lupa dari mana dia berasal dan orang-orang yang pernah mengenalnya akan melupannya juga,” jawab Sarkam.Kakek itu terkejut mendengarnya.“Tunggu!” ucap Sarkam terkejut.“Kenapa?”“Sepertinya aku pernah menuliskan sesuatu untuk diriku di atas bukit tempatku bersemayam saat ini,” ucap Sarkam.Kakek Sangkala mengernyit heran.“Menuliskan apa?”“Aku menuliskan rahasia untuk diriku sendiri mengenai Chandaka Uddhiharta. Jika pertemu ini sudah selesai, kau harus membawa murid-muridmu ke perguruanku. Mungkin apa yang aku tuliskan itu adalah mengenai Chandaka Uddhiharta karena aku tahu akan melupakan segala tentangnya jika Chandaka Uddhiharta sudah diutus. Mungkin wak
Read more

383. Panggilan dari Perguruan Matahari

Di atas kapal itu berdiri Raja Dawuh bersama Panglima Adhira dan murid-muridnya. Matanya menatap pulau perguruan Matahari yang sudah terlihat meski agak samar.“Ampun Yang Mulia,” ucap Panglima Adhira pada Raja Dawuh. “Hamba hanya ingin mengingatkan bahwa Perguruan Matahari dijaga ketat oleh para leluhur. Hamba berharap Yang Mulia Raja tidak sembarang melakukan protes jika mereka benar ingin meyakinkan para pendekar bahwa Chandaka Udhiharta bukan musuh bersama kita.”“Tidak diingatkan pun aku sudah tahu itu,” jawab Raja Dawuh. “Kau jangan khawatir padaku.”Panglima Adhira tenang mendengarnya.“Justru aku ingin mendapatkan bukti dan jawaban apakah bisikan dari para leluhur padaku itu benar,” ucap Raja Dawuh.Kapal layar yang mereka naiki pun sebentar lagi tiba di dermaga. Para guru pembantu dan pengurus di perguruan matahari itu tampak berkumpul di atas dermaga, menyambut kedatangan mereka secara mendadak.“Segera bersiap-siap!” teriak Panglima Adhira pada para awak kapal.Para awak ka
Read more

384. Peti Pusaka

Bimantara mengulurkan tongkat hitamnya, dia hendak membuka gerbang cahaya agar bisa langsung tiba ke pulau di hadapannya. Namun seketika Aksara datang secara tiba-tiba.“Jangan ke sana, Bimantara,” ucap Aksara.Bimantara kembali menarik tongkat hitamnya dengan heran. “Kenapa?”“Mereka hendak membelamu,” jawab Aksara.“Maksudnya?”“Para pendekar di perguruan itu sengaja mengundang pendekar-pendekar lainnya di seluruh Nusantara untuk menyakinkan mereka bahwa kau bukan musuh dan tidak pantas dijadikan musuh,” jawab Aksara.Bimantara mengernyit mendengarnya.“Jadi mereka bukan hendak melawanku?” tanya Bimantara tak percaya.“Bukan,” jawab Aksara. “Sekarang biarkan saja mereka mengumpulkan para pendekar di sana, yang harus kau lakukan sekarang adalah memikirkan bagaimana caranya agar menemukan tempat persembunyian Penguasa Kegelapan dan menghancurkannya.”Bimantara mengangguk.“Ayo kembali ke istana,” ajak Aksara.Bimantara pun mengulurkan tongkat hitamnya hingga membentuk bola cahaya yang
Read more

385. Roh-Roh Hitam

Tak lama kemudian langit di atas sana tampak gelap, namun tidak ada petir yang menyertainya. Udara dingin tiba-tiba membuat bulu kuduk siapapun yang berada di sana berdiri. Setelah itu peti pusaka itu terbuka lalu beterbangan lembar-lembar kain ke atas langit dan menuju ke tangan-tangan para pandekerat yang hadir di tempat itu. Lembar-lembar kain itu tak hentinya keluar dari dalam peti sampai semuanya yang berada di sana mendapatkan semuanya.Raja Dawuh terbelalak ketika mendapati pesan dari tulisan di permukaan kain itu yang mengatakan bahwa Chandaka Uddhiharta adalah sahabat lamanya, sahabat yang dahulu pernah menolongnya, kalau bukan karena Chandaka Uddhiharta, Raja Dawuh mungkin sudah meninggal.Sementara Kancil mendapat pesan bahwa Chandaka Uddhiharta adalah sahabat setianya yang rela berkorban deminya. Semua yang berada di sana mendapatkan pesan masing-masing yang berbeda-beda. Kini Kakek Sangkala percaya bahwa Bimantara adalah cucunya yang sebenar-benarnya. Para leluhur berpesa
Read more

386. Perang Besar

Sementara itu, Raja Banggala dari Kerajaan Nusantara Barat sedang duduk di singgasananya bersama Panglimanya dan para pejabat istana. Tak lama kemudian di tengah-tengah mereka muncul asap hitam. Semuanya terkejut dan bersiap melindungi Raja.“Ada apa itu?” tanya Raja Banggala heran.“Sepertinya Yang Mulia Raja harus segera meninggalkan tempat ini,” pinta Panglima Aras padanya.Raja Banggala pun mengangguk, lalu Panglima Aras bersama prajurit terbaiknya mengelilingi Raja Banggala untuk melindunginya dari keburukan cahaya hitam yang datang. Mereka membawa Sang Raja ke tempat aman.Seketika cahaya hitam itu mengeluarkan roh-roh jahat lalu perlahan roh-roh jahat itu merasuki Raja Banggala, Panglima Aras, Pejabat Istana dan Para prajurit. Seketika semuanya terduduk lalu berucap serempak.“Ampun Yang Mulia! Hamba akan menuruti semua perintah yang mulia. Hamba rela mati demi mewujudkan keinginan Yang Mulia!”Dan cahaya hitam di tengah-tengah ruangan itu pun terus saja mengeluarkan roh-roh ja
Read more

387. Lasmi

Dahayu sedang berjalan di lembah sambil membawa bakul berisi bunga harendong, bunga yang tumbuh di lembah itu dan bisa dijadikan sayur. Tak berapa lama kemudian burung merpati datang berputar-putar di atas kepalanya. Dahayu heran melihatnya. Seketika burung merpati itu menjatuhkan selembar kain kepadanya. Dia langsung meletakkan bakulnya di atas bebatuan lalu meraih surat itu. Dahayu terbelalak ketika membacanya, rupanya surat dari Perguruan Matahari yang baru tiba. Dahayu meraih bakulnya kembali lalu membawa surat itu ke rumah kecilnya.“Nyi! Nyi!” teriak Dahayu memanggil-manggil Dhaksayini ketika dia baru tiba di hadapan rumah kecilnya.Dhayksayini keluar dengan heran.“Ada apa, Dahayu?”“Perguruan Matahari memintaku datang ke sana, sepertinya suratnya terlambat datang karena tempat ini sangat jauh dari perguruan Matahari,” jawab Dahayu.Dhaksayini pun meraih surat itu lalu membacanya.“Sepertinya kau terlambat,” ucap Dhaksayini. “Kau tak perlalu datang ke sana.”“Tapi aku murid dar
Read more

388. Kedatangan Wira

Bimantara sedang memacukan kudanya diiringi oleh para Pendekar dari Perguruan Matahari, Perguruan Elang Putih dan Perguruan yang dipimpin oleh Kakek Sangkala. Suara-suara kuda terdengar menghentak bumi. Mereka tengah melewati hutan menuju Kerajaan Nusantara Tengah. Pangeran Sakai, Kancil, Rajo dan Welas mengiringi mereka paling belakang.“Kemana Wira dan Dahayu?” tanya Rajo pada Pangeran Sakai dan Kancil sambil memacukan kudanya.“Aku tidak tahu,” jawab Pangeran Sakai.“Dahayu bersembunyi di suatu tempat, sementara Wira, sudah lama tidak ada kabar,” jawab Kancil.Tak lama kemudian Bimantara menghentikan kudanya saat di hadapan Wira datang dengan kudanya. Bimantara yang tidak lagi mengingatnya heran.“Siapa kamu?” tanya Bimantara.“Teman lamamu! Aku ingin bergabung bersama kalian,” jawab Wira.Bimantara mengernyit heran. Tak lama kemudian Kancil, Pangeran Sakai dan Rajo memacukan kudanya mendekati Wira.“Wira!” teriak Pangeran Sakai memanggilnya.Wira tersenyum padanya.“Apa kabar kali
Read more

389. Serangan Ke Istana

Bimantara dan pasukannya masih bertarung sengit melawan dua pasukan dari kerjaan Nusantara Timur dan Barat. Mereka masih berusaha menahan serangan mengikuti perintah Bimantara. Satu persatu dari roh-roh hitam itu berhasil keluar dari tubuh para prajurit-prajurit itu. Bimantara pun mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi. Tak alam kemudian cahaya keluar dari ujung tongkat hitamnya. Semua pendekar tercengang melihatnya. Tak berapa lama kemudian Bimantara mengarahkan cahaya tongkatnya itu ke seluruh para prajurit yang sedang kerasukan roh jahat itu, seketika semuanya terdiam bingung saat roh-roh hitam itu keluar dari tubuh para prajurit itu. Para pendekar pun tampak heran. “Mereka semua dirasuki roh jahat!” teriak Bimantara. “Sekarang semua roh jahat itu telah keluar dari tubuh mereka! Berhenti menyerang!” Semua lega mendengarnya. Para prajurit itu pun langsung berlutut ketika melihat Pangeran Sakai dan Kancil. “Ampun, Yang Mulia!” ucap para prajurit itu sambil berlutut. Pangeran Sakai
Read more

390. Kegelisahan Raja Dawuh

Raja Dawuh berdiri di hadapan Panglimanya dan para prajurit yang menjaganya. Mereka berada di atas Dermaga Perguruan Matahari. Langit tampak gelap, suram, sesuram keadaan Nusantara saat itu.“Apa yang sebenarnya terjadi pada Nusantara ini?” tanya Raja Dawuh dengan wajah sedih dan dipenuhi perasaan kalut.Panglima Adhira yang memang tidak tahu apa-apa hanya diam, begitupun dengan para prajurit yang menjaganya.“Aku tidak bisa diam saja, Panglima. Aku harus pergi dari sini dan turut membantu menyelamatkan kerajaanku,” ucap Raja Dawuh sambil menatap Panglima Adhira dengan sendu.“Ampun, Yang Mulia. Sesuai amanat Chandaka Udhiharta, Yang Mulia harus tetap di sini dan kami akan menjaga Yang Mulia hingga Chandaka Uddhiharta dan yang lainnya berhasil mengalahkan huru hara yang terjadi di pulau seberang sana,” pinta Panglima Adhira dengan gugup dan khawatir.“Bagaimana jika mereka kalah dan penduduk istana semuanya mati? Aku akan sangat merasa bersalah dan aku akan merasa tidak berguna karena
Read more
PREV
1
...
3738394041
...
59
DMCA.com Protection Status