Semua Bab Bimantara Pendekar Kaki Satu: Bab 391 - Bab 400

582 Bab

391. Cahaya Tongkat Hitam

Bimantara dan Pasukannya kini terpaksa bertarung dengan pasukan Panglima Aras dan Panglima Sada. Para pendekar dari Perguruan Matahari, Pasukan dari Perguruan Elang Putih dan Pasukan dari Kakek Sangkala kini bertarung melawan pasukan dari Panglima Sada dan Aras. Bimantara berusaha untuk meraih tongkatnya kembali, namun dengan gesit Panglima Sada menendang tongkatnya hingga terlempar jauh. Bimantara pun terpaksa melawan Panglima Sada dulu agar bisa kembali mengambil tongkatnya.Pertarungan pun terjadi dengan sengit selama hampir dua jam. Masing-masing pendekar telah mengeluarkan jurus masing-masing melawan pasukan Panglima Sada dan Aras yang menyerang mereka dengan membabi buta karena kerasukan roh jahat.“Jangan menyerang! Lakukan jurus pertahanan!” teriak Bimantara.“Kita harus menyerang mereka jika mau berhasil melawan mereka!” teriak Pendekar Pedang Emas.“Mereka tengah dirasuki roh jahat! Apa yang mereka lakukan bukan keinginan mereka!” teriak Bimantara.Pendekar Pedang Emas pun a
Baca selengkapnya

392. Dahayu VS Walat

Kuda yang ditunggangi Dahayu menghentakkan bumi. Dalam gendongannya seorang bayi tengah menangis. Dahayu menghentikan kudanya lalu memberikan susu yang dibawanya dari rumah kediaman bayi itu pada bayinya. Namun bayi itu tidak berhenti juga menangis. “Apa yang harus aku lakukan?” ucap Dahayu bingung. Dia mengitari sekitar. Dia masih berada di tengah-tengah hutan. “Aku harus tiba di perkampungan itu agar bayi ini kembali kepada ibunya lagi,” ucap Dahayu dengan panik. Tak lama kemudian datang tiga pendekar turun dari atas pohon sambil mengulurkan pedang mengelilingi Dahayu yang masih berada di atas kuda. Dahayu terkejut melihatnya. “Siapa kalian?” tanya Dahayu. “Serahkan bayi itu pada kami!” teriak salah satu dari pendekar itu. “Kenapa aku harus menyerahkannya pada kalian?” tanya Dahayu dengan tenang. Dia tidak ingin terlihat takut pada mereka. Lagipula dia sudah menjadi pendekar, tidak mudah baginya untuk melawan mereka. Namun Dahayu hanya ingin tahu siapa mereka dan apa tujuan me
Baca selengkapnya

393. Kekuatan Dhaksayini

Bimantara masih berdiri terpaku menghadap gerbang istana Kerajaan Nusantara Timur. Anehnya para prajurit di dalam sana berhenti menyerang. Kepala Perguruan dan para pendekarnya tampak menunggu keputusan Bimantara selanjutnya. Begitupun dengan Kakek Sangkala dan Kepala Perguruan Elang Putih bersama pasukannya.Wira tiba-tiba mendekati Bimantara.“Aku pernah mendengar, kalau kekuatan iblis tidak bisa ditaklukkan dengan kekuatan manusia,” ucap Wira tiba-tiba. Bagaimana pun dia adalah Dewa Angin yang menyamar menjadi murid Perguruan Matahari. Dia sengaja menemani Bimantara untuk memberi petunjuk-petunjuk, dia tidak boleh ikut campur dalam membasmi musuh, hanya boleh menggunakan ilmu yang diberikan oleh Perguruan Matahari saja padanya, hanya pada sampai tingkatan itu saja.“Dari mana kau tahu?” tanya Bimantara.“Sejak aku keluar dari Perguruan Matahari, ada seorang kakek-kakek yang memberitahuku,” jawab Wira.“L
Baca selengkapnya

394. Pertarungan Terakhir

Bimantara hampir saja merubuhkan dinding pembatas tak terlihat yang mengelilingi istana, tiba-tiba sebuah anak panah meluncur ke arah Dhaksayini, tepat di jantungnya. Seketika Dhaksayini rubuh dari duduknya. Kekuatannya tak lagi mengaliri tubuh Bimantara. Bimantara panik melihatnya.“Bibi!” teriak Bimantara.Seketika dinding Pembatas tak terlihat itu pecah. Cahaya mengaliri ke dalam istana. Hingga satu persatu para roh-roh jahat yang merasuki penduduk istana keluar dari tubuh masing-masing.Bimantara mendekat ke Dhaksayini yang tengah meregang nyawa.“Bibi!” teriak Bimantara. Semua mendekat lalu melihat Dhaksayini dengan sedih.“Bimantara... tolong cari Dahayu dan jaga dia...” ucap Dhaksayini lalu meregang nyawa hingga tak lagi bernapas.“Bibi!” teriak Bimantara sedih. Bagaimana pun, dialah sosok Ibu yang pertama kali ditemukannya sejak hilang ingatannya. Bimantara memeluk Dhaksayini dengan sed
Baca selengkapnya

395. Pengorbanan Dahayu

Dahayu membuka mata. Dia terkejut berada di dalam sebuah gua batu yang pengap dan gelap. Tiba-tiba dia mencoba duduk. Namun saat menggerakkan tubuhnya dia merasa lemah. Dia teringat bertemu dengan Walat saat terakhir kalinya sebelum dia berada di sana.“Mungkin dia yang mengurungku di sini,” ucap Dahayu. Dahayu mencari selendangnya, namun selendangnya tidak ada di tubuhnya.“Kemana selendangku?” tanya Dahayu dengan bingung.Tiba-tiba terdengar suara tawa di luar sana.“Selendangmu sudah aku bakar wahai perempuan berdarah peri,” ucap Kakek Penguasa Kegelapan di luar sana.Mendengar itu Dahayu langsung berdiri. “Siapa kamu?!” tanya Dahayu dengan geram.Kakek itu kembali tertawa.“Aku adalah Penguasa Iblis!” teriak Kakek itu.Dahayu semakin terkejut mendengarnya.“Penguasa Iblis?!”Kakek itu kembali tertawa.“Kau sedang berada di pul
Baca selengkapnya

396. Perjanjian dengan Penguasa Iblis

“Sudah aku bilang! Turuti permintaanku jika kekasihmu itu ingin selamat, wahai manusia berkaki satu!” teriak Penguasa Iblis.Mendengar itu Bimantara semakin brutal mengeluarkan jurus-jurusnya untuk menyerang Penguasa Iblis. Penguasa Iblis pun tak mau kalah. Dia lawan Bimantara dengan jurus pertahanannya. Sementara itu, aliran cahaya dari tubuh Dahayu terus saja mengalir ke tubuh Bimantara. Seketika tubuh Bimantara menyala terang. Bulatan cahaya di tangannya terus membesar tanpa diinginkannya. Penguasa Iblis heran.“Aku tak akan membiarkan gadis itu menyerahkan seluruh kekuatannya pada pemuda pincang ini,” bisik hati Penguasa Iblis dengan geram. Dia pun mengarahkan tangannya pada arah gua hingga dinding yang mengelilingi Dahayu semakin menyempit.Bimantara mengetahui itu. Dia menggunakan indra penerawangannya untuk mengetahui keadaan Dahayu sesungguhnya dalam gua sana.“Dahayu! Aku mohon hentikan!” teriak Bimantara.Dahayu terus saja mengalirkan cahaya tubuhnya untuk Bimantara. Air mat
Baca selengkapnya

397. Kekuatan Tersisa

Cahaya di atas pedang perak cahaya merah akhirnya menyala. Tak lama kemudian cahaya itu melesat ke atas langit, mengenai atap dinding pembatas tak terlihat. Penguasa Iblis tertawa senang melihatnya. Sebentar lagi dia akan bebas dan bisa keluar dari pulau itu.“Bimantara! Hentikan!” teriak Dahayu yang terkapar lemah.Bimantara tidak menggubrisnya. Dia tidak sadarkan diri lagi karena fokus dengan pedang itu. Matanya terpejam, telinganya terhenti mendengar. Tak lama kemudian, dinding pembatas tak terlihat itu sudah mulai retak. Penguasa Iblis sudah tidak sabar menunggunya runtuh. Dahayu tampak cemas, dia pun membacakan mantra. Tak lama kemudian selendang merahnya terbang di atas langit menujunya. Selendang itu menghilang sejak dia ditangkap oleh Walat, murid dari Penguasa Kegelapan yang sudah mati itu.Penguasa Iblis tampak terkejut ketika melihat selendang merahnya datang lalu hinggap ke tangan Dahayu. Dengan selendang itu Dahayu kembali bertenaga. Dia bangkit berdiri lalu mengulurkan s
Baca selengkapnya

398. Bimantara VS Penguasa Kegelapan

Bimantara pun menidurkan Dahayu di atas pasir sambil memejamkan matanya. Isak tangisnya belumlah reda. Petir menyambar-nyambar di atas sana. Tak lama kemudian hujan turun begitu derasnya. Amarah di dadanya pada Penguasa Iblis telah membuat matanya menyala. Bimantara pun meraih tongkatnya lalu melesat terbang mengejar Penguasa Iblis.Penguasa kegelapan yang berada di puncak gunung itu terkejut melihat kedatangan Bimantara. Dia sudah bersiap menyebarkan roh-roh jahat ke seluruh Nusantara untuk memporakporandakannya.“Kau memang tak dapat dipercaya!” teriak Bimantara.Penguasa Kegelapan tertawa. “Dia sendiri yang menginginkan kematian itu!”“Kau yang sengaja membunuhnya!” ucap Bimantara dengan geramnya.Penguasa Kegelapan kembali tertawa.“Kau tak akan bisa mengalahkanku! Kekuatan Peri itu tidak menyatu sempurna denganmu! Menyerahlah dan jadilah muridku!” ucap Penguasa Kegelapan. Dia tidak tahu kalau Dahayu telah mengalirkan seluruh kekuatannya pada Bimantara.“Meskipun aku tidak memilik
Baca selengkapnya

399. Saat Ingatan Kembali

Langit di atas Nusantara tampak cerah di pagi itu. Awan-awannya membentuk gumpalan-gumpalan kapas yang tidak begitu banyak. Kepala Perguruan Matahari tampak berdiri di pinggir laut, didampingi Pendekar Pedang Emas dan beberapa Guru Utama lainnya.“Aku yakin Chandaka Uddhiharta pasti akan berhasil memusnahkan Penguasa Kegelapan itu,” ucap Pendekar Pedang Emas.“Selama Chandaka Uddhiharta tidak kembali, berarti dia masih melawan Penguasa Kegelapan itu,” ucap Guru Utama lainnya.Pendekar Pedang Emas memandangi Kepala Perguruan dengan heran. Kepala Perguruan sejak tadi hanya diam dan sibuk memandangi ke arah lautan. Seolah sedang menunggu kedatangan seseorang.“Apakah Tuan Guru Besar yakin, jika Bimantara berhasil memusnahkan Penguasa Kegelapan itu dia akan kembali ke sini?” tanya Pendekar Pedang Emas padanya.Kepala Perguruan masih diam. Seketika dia melihat cahaya melintas di atas langit sana. Tiba-tiba dia memiliki firasat bahwa Penguasa Kegelapan telah musnah. Seketika senyumnya menge
Baca selengkapnya

400. Menanti Bimantara

Kancil yang sedang tertidur lelap di kamarnya tampak terkejut saat ingatan tentang Bimantara kembali datang.“Bimantara sahabatku! Dia teman seperguruanku!” teriak Kancil tak percaya.Pengawal yang menjaga pintu kamar di luar sana tampak heran. Sementara Kancil langsung bergegas keluar kamar dan berlari menuju kediaman ayahnya. Ketika dia sampai di sana, dia melihat ayahnya sedang menikmati secangkir teh di kedimannya. Raja itu heran.“Kenapa? Kau khawatir ayah masih dirasuki roh jahat dari Penguasa Iblis itu?” tanya Raja.“Aku telah mengingat bahwa Bimantara adalah murid perguruan matahari, ayah! Dia teman seperguruanku!” teriak Kancil.Ayahnya tertawa.“Ayah pun sudah mengingatnya. Kau harus mengundangnya ke sini! Kita harus menyambut kedatangannya dengan meriah! Bagaimana pun, selain dia teman baikmu, dia juga Chandaka Uddhiharta yang telah berhasil memusnahkan Penguasa Kegelapan!”Kancil mengangguk senang mendengarnya. Bagaimana pun dia rindu dengan sahabat lamanya itu.***Pangli
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
3839404142
...
59
DMCA.com Protection Status