Beranda / CEO / Terjerat Hasrat Boss / Bab 81 - Bab 90

Semua Bab Terjerat Hasrat Boss: Bab 81 - Bab 90

99 Bab

Bab 81

Pagi ini Diva kembali pada ritual setiap paginya sebelum dulu ia bekerja. Pergi ke pasar tradisional, belanja kebutuhan dapur dan juga kue-kue yang di jual pasar. Diva pulang membawa plastik yang berisi sayuran, buah-buahan, dan beberapa butir telur.Ia menyusun belanjaannya ke dalam kulkas setelah itu terdiam sejenak memandangi isi kulkasnya yang sudah penuh, tersenyum sendiri.Setelah selesai memasak, Diva menyibukkan diri membersihkan rumah. Menyapu, mengepel, dan menyingkirkan barang-barang yang tidak terpakai ke gudang. Pukul 12 lewat pekerjaan rumahnya selesai semua, ia duduk di bangku ruang makan menikmati makan siangnya seorang diri. Pagi tadi ia melewatkan sarapan makanya Diva sangat lahap menyantap makan siangnya. Sambil meneguk susu hangatnya, ia memandang ponselnya yang tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Mengapa rasa sepi itu terasa begitu kuat, padahal ia sudah meyakinkan bahwa dirinya tidak akan kesepian.Tiba-tiba dari pintu tam
Baca selengkapnya

Bab 82

POV : DivaAku masih tidak percaya Papa telah pergi meninggalkan aku. Kenapa bukan aku saja yang pergi, kenapa aku ditinggalkan lagi? Maaf Pah, jika perkataanku banyak menyakitimu."Bagaimana perasaanmu?" Tanya Renata sambil mengelus bahuku lembut. Kami duduk di bangku panjang di tengah-tengah mobil yang berparkir."Aku--aku gak punya siapa-siapa lagi, Re. Papa sudah pergi dan sebentar lagi Liam akan kembali dengan Samira." Ucapku. Kudengar helaan nafas Renata pelan."Jangan berpikir semua akan meninggalkanmu, Va. Bahkan kalaupun kamu bercerai, kamu gak sendiri," ujarnya memandang wajahku. Dia memakai baju serba hitam dan syal hitam yang melilit di lehernya. Mengingatkanku bahwa kami memang sedang berkabung. Ini bukan mimpi.Aku sendiri, ya... Aku sebatang kara.Kalau saja ceritanya lain, aku sangat yakin anak dalam kandungan Samira adalah anak Liam. Dan mereka sedang sibuk mempersiapkan masa depan untuk anak mereka. Liam juga memikirkan mas
Baca selengkapnya

Bab 83

Liam mengerang mendengar jawaban dan suara perempuan berkata, "Liam? Kamu denger gak aku bicara apa? Hari ini kamu harus anter aku cek up."Liam menghela nafas dan perlahan menarik diri dari tempat duduknya untuk menghadap jendela."Gak harus hari ini, kan?""Hari ini jadwalnya." Jawab diseberang.Dia menarik nafas. Mata hitamnya tertunduk, sedang berpikir. Lalu ia berkata lagi, "Saya harus nemenin istri saya sekarang. Dia masih berduka. Tolong kamu mengerti keadaan saya.""Menurutku dia harus diberitahu. Dia harus tau kamu sekarang adalah seorang calon ayah!""Samira--""Kamu jangan ngulur-ngulur waktu. Aku yakin dia sudah curiga  sewaktu dia mengikuti kamu ke rumah sakit siang itu." Ucap Samira, Liam terdiam, "kamu pikir dia bodoh?""Saya minta maaf, Sa. Mungkin saya terlihat kejam sama kamu, tapi saya benar-benar gak mau diganggu hari ini. Saya harus jaga perasaan Diva, dia istri saya. Saya tau kamu orang seperti apa, S
Baca selengkapnya

Bab 84

"Aku bilang, aku akan membawa anak ini ke luar negeri. Kamu gak akan bisa bertemu dengan anakmu! Puas! Sekarang kamu pergi dari sini!""Keluar!"Samira kehilangan kesabaran. Ia merasa lebih dipermainkan dengan sikap Liam yang tidak memikirkan perasaannya.Liam masih berdiri tepat di depan jendela yang terbuat dari kaca itu. Ia menarik nafas kasar, geram mendengar ancaman Samira."Kamu memang wanita gak punya perasaan." Liam bersuara pelan dan tajam."Aku belajar darimu. Kalau kamu datang ke sini untuk mengatakan omong kosong itu! Lebih baik pergi dari sini dan lupakan bayi dalam perutku.""Ini bukan semudah itu, Samira. Tapi ada hati Diva yang akan tersakiti."Liam menatap intens pada Samira yang tengah mengambil vas bunga lalu melemparnya ke arah Liam. Untuk pria itu dengan sigap menghindar dengan cepat."Tolong jangan jauhkan saya dari anak saya. Dia keturunan saya."Samira mendelik sejenak pada Liam, lalu kembali meng
Baca selengkapnya

Bab 85

BabJalan itu terasa licin pada kakinya yang memakai sendal jepit, tapi Diva berhasil menahan kakinya tepat di mobil Liam yang terparkir di depan gedung apartemen. Segera matanya menelusuri keadaan di gedung berlantai dua itu. Dia berharap tidak melihat sesuatu yang menyakiti hatinya. Diva yakin dengan apa yang dia lakukan sekarang ini. Jika ia menemukan Liam bersama Samira sedang membahas tentang hal pribadi mereka, ia akan menghampiri mereka dan bicara kepada Liam akan menerima anak mereka. Walaupun ia tidak ingin merawat anak dari Samira tapi Diva bukan tipe wanita yang membenci bayi kecil mungil yang tak berdosa. Akhirnya dari tempatnya berdiri ia bisa melihat Liam dan Samira sedang berdiri berhadapan, dan tampak Samira sedang mengamuk. Diva menunggu sampai beberapa menit, memberikan waktu mereka bicara setelah itu Diva berniat untuk mendatangi mereka. Diva mendongak. Di balik jendela kaca itu, dia bisa melihat dengan je
Baca selengkapnya

Bab 86

 POV Diva"Jam berapa pulang semalam?" tanyaku melihat Liam baru saja turun dari tangga. Ia duduk dengan santainya di ruang makan, seakan kelakuan bajingannya semalam bukanlah dosa. "Mukanya kelihatan sumringah. Apa terjadi sesuatu?" Tanyaku. Aku mencengkram kuat cangkir kopi, berusaha melawan rasa marah dan sakit hati di dalam hatiku. Aku melihat Liam yang duduk di depanku dengan wajah sumringah.Aku memberikan kopi di depannya dan roti bakar kepadanya dengan wajah seperti biasa. Aku sudah malas mendengar alasannya, tapi aku ingin tahu apa yang akan ia katakan."Subuh. Aku begadang di rumah Mas Ray karena mengerjakan proyek yang baru kami terima. Banyak hal yang harus kami bicarakan." Dia bicara tanpa melihat wajahku. Aku mengembangkan senyuman.Proyek? Apakah kalian berencana menambah anak setelah anak itu lahir? Dasar pembohong! Penghianat! Cabul! Aku mengangguk menanggapi ucapan pembohong ini. "Apa mbak Viona gak
Baca selengkapnya

Bab 87

POV DivaAku memandang wajahku di kaca meja rias. Mataku memerah karena kurang tidur. Terbayang olehku wajah Samira, dia berusia lebih tua dariku tapi wajahnya terawat dan sangat cantik. Aku mendengar dari Nara wanita itu sering melakukan perawatan mahal di klinik kecantikan. Dia wanita kompleks super berbahaya. Perfeksionis dan anggun. Aku memutuskan  untuk pergi ke pusat perbelanjaan membeli keperluan wajahku, banyak skincare yang bagus tanpa harus ke klinik kecantikan. Aku menggunakan mobilku yang baru dibelikaan Liam. "Diva!" Aku mendengar suara seorang pria memanggilku, aku kenal suara itu. Kakiku melangkah cepat untuk menghindar darinya. "Diva!""Oh, Bram. Apa kabar? Aku kira siapa  yang manggil." Aku tersenyum, seharusnya aku tidak bertemu dia. "Kamu menghindar dariku? Kamu gak bales chat dan gak angkat telepon dariku.""Kamu tahu kan? Kita gak harus ketemu, karena kamu akan membahas hal yang g
Baca selengkapnya

Bab 88

"Tapi Ma, Diva--""Jangan banyak bertanya dan cepat ke sini."Diva menatap layar ponselnya setelah panggilan terputus dari seberang. Kenapa tiba-tiba ibu mertuanya menyuruh dia ke rumah mereka? Diva yang baru saja selesai  makan malam sendiri, terlihat bingung.Beberapa menit kemudian, Diva mendial nomor Liam. Namun tidak ada jawaban dari Liam. Banyak pertanyaan yang muncul di pikirannya. Belum pernah ibu mertuanya menyuruh ke sana.Bagaimana ini, Diva sebenarnya tidak ingin menemui ibu mertuanya. Apalagi datang sendiri, tiga hari lagi Liam baru pulang dari luar kota. Diva tidak punya alasan menolak ajakan mertuanya.Diva keluar dari rumahnya, ia memakai blouse putih berenda dan celana panjang. Dia juga telah menyiapkan hadiah spesial untuk mertuanya."Bagus. Dari mana kamu tahu aku menyukai sepatu berkilau seperti ini?" Ucap ibu Liam seraya mengambil sepatu lepes berkilau dari kotaknya. Diva tersenyum, "Aku mendapatkan itu
Baca selengkapnya

Bab 89

POV Diva. Aku sedang berpikir tentang pembicaraanku dengan orang tua Liam dua hari yang lalu, kok bisa sih mereka bicara seperti itu padaku. Bukankah sama saja artinya mereka mendukung perselingkuhan Liam dengan Samira? Siang tadi Liam baru pulang, dan aku langsung memeriksa kopernya. Harum parfum wanita di pakaian bekasnya, aku juga menemukan kwitansi pembelian mobil. Entah sampai kapan aku harus diam saja seperti ini. Aku bergegas masuk kamar mandi dan menguncinya, mengambil nafas dan ya aku menangis lagi. Liam tidak boleh tahu aku sudah mengetahui perselingkuhan mereka. "Sayang? Kamu sudah lama banget lho di kamar mandi." Suara Liam dari balik pintu, "Ada apa? Kamu sakit?""Gak apa-apa. Perut aku sakit aja." Balasku seraya membuka pintu. Aku mencoba tenang dan seakan tidak pernah tahu kehamilan Samira dan hubungan gelapnya. "Kamu sakit? Salah makan?" Tanyanya dengan nada penuh perhatian. Brengsek! 
Baca selengkapnya

Bab 90

POV Diva.Amarah tidak sama sekali membuatku lebih baik. Saat pertama kali melihat mereka berciuman aku langsung pergi membiarkan mereka melanjutkan aktivitas mereka. Seharusnya aku mengambil kamera dan mendokumentasikan adegan itu untuk kujadikan bukti. Aku bergegas menuju mobil dan membawanya ke rumah Samira. Aku yakin Liam ada di sana. Aku tidak akan menerjang mereka dan menjambak Samira seperti apa yang dia lakukan padaku.Saat sampai aku melihat Liam dan Samira berpelukan dari tempatku berdiri. Apa aku harus berterimakasih karena jendela kaca besar itu membuatku bisa melihat jelas apa yang mereka lakukan.Aku mengambil kamera yang tadi kuambil dari ruang kerja Liam. Kamera ini biasa digunakan untuk memotret acara kumpul-kumpul keluarga. Dan sekarang aku gunakan untuk memotret Liam dan Samira. Menunggu mereka melakukan adegan-adegan yang aku yakin mereka sangat menikmati.Dulu Samira menuntut cerai dan Liam memberikan segalanya untuk Sami
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status