Home / Sci-Fi / Penyintas / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Penyintas: Chapter 1 - Chapter 10

57 Chapters

#0 Prolog

Ceklek! Krriiiieeettt…. Dengan perlahan aku mendorong pintu kayu yang sudah tua itu. “Permisi…” ucapku. Namun tidak ada balasan. Aku pun berjalan memasuki ruangan. Tidak lupa untuk menutup pintu. “Huu.. huu huu huu…” “Astaga!” Aku dikejutkan dengan seekor burung hantu yang sedang bertengger di atas sebuah tiang yang terletak persis di sebelah kiri pintu. Bulunya putih seperti salju. Matanya yang hitam bundar membuat keberadaannya menjadi menakutkan. Aku langsung menjauhkan diri darinya. Setelah berjarak kurang lebih lima langkah besar, mata burung hantu itu perlahan terpejam. “Dia… tidur?” Merasa sedikit aman, aku mulai melihat-lihat sekeliling ruangan. Sebagian besar isi ruangan tersebut ialah… buku. Sisanya hanyalah rak buku, kedua pintu, tiang beserta burung hantu itu, dan… aku. Tidak ada jendela satupun. Aku mendongak untuk melihat satu-satunya penerangan di ruangan itu. “Lah.. dimana atapnya..?” Ak
Read more

#1 Nona Kecil Anomen

Taman Air Mancur, nama dari ruangan seluas 418 meter itu. Bentuknya setengah lingkaran dan jarak antara lantai ke atap kira-kira delapan meter. Puluhan lampu menyinari seisi ruangan. Sesuai namanya, di pusat ruangan berdiri sebuah air mancur besar yang khas. Memang tempat yang tepat untuk bermain dan menghirup udara segar. Banyak anak-anak berkunjung ke tempat ini bersama dengan orang tua atau pengasuh mereka. “Satu…dua…tiga…” “Aah! Mama ngintipp! Ulang itungnya!” teriak seorang anak perempuan yang usianya masih bisa dihitung dengan jari. “Iya.. Iya.. ulang nih ya..? Satu.. dua.. jangan jauh-jauh nyumputnya! Empat..” ujar wanita muda yang merupakan ibu kandung dari anak tersebut. Kalo ga jauh, nanti cepet ketauan lah! balas anak itu dalam hati sambil berlari. Melewati jalan setapak berkelok-kelok, ia berhasil menemukan tempat persembunyiannya, di balik semak-semak. Satu menit.. dua menit.. tiga menit.. Hihihi.. mama pasti
Read more

#2 Manusia Besi

Namanya Dan. Orang pertama yang kutemui ketika berhasil sampai di lantai ini. | “Kkhh!” Satu per satu tetesan darah jatuh ke lantai. Gapapa.. ini ga sakit.. ini.. ga.. sakit.. Ditekannya kuat-kuat tangan kanannya itu dengan kain. “Darahnya akan berhenti.. darahnya pasti berhenti..” gumamnya hingga kain yang ia gunakan itu memerah hampir seluruhnya. Krriett… Perlahan pintu yang ada di hadapannya terbuka. Klak! Lampu pun menyala, menerangi seisi ruangan, termasuk dirinya dan seorang lelaki yang baru saja masuk itu. “Ha?” ucap lelaki itu dengan wajah bingungnya. Ah.. Apakah aku akan mati..? Penglihatannya menggelap dan tubuhnya terjatuh ke lantai. Sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya, samar-samar ia mendengar sebuah suara memanggil namanya.   ***   “Haa… pada akhirnya garam kita gabisa diambil lagi…” gumam Dan
Read more

#3 Ampersand

Tap.. tap.. tap.. Daritadi dia ga merespon apa-apa… ucap Dan dalam hati sambil melirik ke arah kanannya beberapa kali. Membawa Lizo yang masih tidak sadarkan diri, Dan dan Visera telah sampai di lorong penghubung Primus dengan Secundus. Dia terlihat seperti sudah tahu cara untuk menghentikan Kak Goden tadi itu. Aku yakin tadi itu… dia mengetahui sesuatu.. dia pasti mengetahui sesuatu! Apa… dia pernah ketemu AMAH yang menggila seperti Kak Goden tadi? Dan melirik kanan-nya lagi. Kalau dipikir, aku masih tidak tahu apapun tentangnya... Tentang perempuan ini... yang tiba-tiba muncul hari itu entah darimana. | Tingtung tingtung tingtung..! “Kak..! Kak..!” teriak Dan di depan pintu ruangan J3. Dododok! Ceklek.. “Kau mau menghancurkan bel dan pintuku?” Seorang wanita dewasa yang mengenakan piyama muncul dar
Read more

#4 Madame

 -Lantai 11- Ting! Pintu lift terbuka, para penumpang yang berada di dalamnya mengantri untuk keluar. Yang pertama adalah dua orang pria dewasa bertubuh tegap dan kekar. Kemudian disusul oleh tiga orang wanita. Samala–yang di kiri, memiliki sorot mata tajam dan postur tubuh tegap sepeti dua pria sebelumnya, sedangkan Kimberly–yang di kanan, memiliki sorot mata yang sayu dan terlihat sangat feminim seperti wanita pada umumnya. Keempatnya sama-sama mengiringi satu orang wanita yang kini telah berjalan di depan dan di samping mereka. Wanita tersebut mengenakan setelan blazer berwarna biru dongker yang dipadukan dengan kaus dan sepatu oxford hitam. Kalau bukan karena rambutnya yang telah memutih sebagian, orang-orang pasti akan sangat terkejut ketika mengetahui fakta bahwa usianya hampir menginjak kepala enam. “Memindai Identity Chip.” Terdengar sebuah suara mesin yang khas dari speaker yang ada di langit-langit.
Read more

#5 Monokrom

Hari ini hari keenam setelah kejadian di ruangan Secundus F6. Setelah memastikan Lizo mendapat perawatan di Lantai Medis lima hari yang lalu, Dan dan aku kembali menjalani rutinitas kami masing-masing seperti biasa.|-Lantai 75-Pip! “Silahkan masuk.”Terdengar suara bunyi mesin setiap kali terdeteksi keberadaan Identity Chip di antaranya. Pengunjung yang hendak masuk harus meletakkan terlebih dahulu lengan kanannya ke antara dua batang besi yang berdiri di atas sebuah meja itu. Tentu saja mereka yang merupakan AMAH tidak perlu mengikuti prosedur ini.Pip! “Silahkan masuk.”Hari ini juga ada petugasnya ya… pikir Visera dalam hati sambil mengintip-intip dari balik dinding. Kemudian dari dalam ranselnya, iamengeluarkan sebuah gelang tipis berwarna hitam. Dipasangnya gelang tersebut ke lengan kanannya. Lalu ia mengenakan jaket kuning khas miliknya sembari berj
Read more

#6 Isu

-Lantai 132, reaktor pendingin V- Cssshhhh…! Bunyi uap yang keluar dari sebuah mesin besar menuju sebuah pipa besi lebar yang mengarah ke atas. Tidak ada yang pernah melihat ujungnya, termasuk mereka yang sudah lama bekerja di sana. Namun, dalam buku manual dijelaskan bahwa ujung pipa yang lainnya berada di atas permukaan bumi. Dong..! Dong..! Dong..! Mendengar alarm khas itu, puluhan petugas yang tersebar dalam lantai tersebut langsung meninggalkan tempatnya dan bergegas menuju satu tempat untuk membuat tiga bersaf barisan. Setelah semuanya bergeming di barisan masing-masing, seorang pria paruh baya berjalan keluar dari ruangan yang ada di hadapan mereka. Tidak ada yang berani menatap matanya langsung. Ketika telah berdiri tepat di depan barisan, pria itu berdeham. “Mulai laporannya.” “Siap! Unit A, normal!’ “Unit B, normal!” “Unit C, normal!” “Unit D, normal!” Begitu seterusnya hingga
Read more

#7 Permintaan

Syuush! Trang! Sebilah pisau melesat melewati pelipis kirinya dan terjatuh akibat berbenturan dengan pintu. Saat itu belumlah lima menit sedari ia sampai di dalam ruangan blok H nomor 7. “Sa, sambutan yang sangat ramah y-ya, Sa-sangria..!” ucapnya tergagap karena masih mencerna situasi. Cimot? Cimot..? Cimot..??!! Dengan panik ia memanggil rekan suaranya yang tidak memiliki raga itu. Namun tidak ada jawaban. Pandangannya pun mulai menjadi waspada akan perempuan yang berdiri di hadapannya. “Kamu pikir aku akan mempercayaimu semudah itu?” tanya Visera sinis. Tangannya memegang ujung benang yang terikat pada ujung pisau tadi. Sambil menggulung benangnya, ia berjalan mendekat. Dan ketika pisau telah kembali berada di tangannya, ia menempelkan mata pisau tersebut ke leher wanita yang tadi menjadi salah satu pelanggannya itu. Normalnya seorang perempuan pasti sudah teriak ketakutan... pikir Visera. “Aku tanya sekali lagi,
Read more

#8 Cengkerama

Tes… tes… tes… Satu per satu tetesan air infus jatuh memasuki selang yang terhubung dengan lengan kanan bawahnya. Hari ini genap sudah seminggu Lizo dirawat. Selama tujuh hari itu juga, Megan lah yang secara rutin menjenguk teman dari sepupu jauhnya itu. Grrekk!! Dengan santai Dan membuka pintu gesernya. “Kamu ini buka pintu kenceng-kenceng…! Nanti Lizo kebangun..!” ujar Megan dari sofa di sudut ruangan. Terlihat sebuah jendela hologram yang memuat sebuah dokumen berisi penuh kalimat di depan matanya. “Lho? Dia tidur lagi?” tanya Dan menutup pintu ruangan kembali. Sekitar dua jam yang lalu Megan menghubunginya dan mengatakan kalau Lizo telah sadarkan diri. Di saat itu juga Dan secepat kilat mengganti pakaiannya dan bergegas menuju lantai tiga puluh enam, lantai medis tingkat tiga. “Iya, sehabis makan tadi. Sekarang sudah setengah jam. Waktu bangun tadi katanya kaki tangan badannya pegel semua, jadi si dokter nyuruh di
Read more

#9 Tempesse (bagian 1)

-Ruang Sondaica, dunia virtual- “Nah…” “Bisa kita mulai laporannya?” Semua yang ada di ruangan, baik yang sedang dibisukan maupun yang tidak, mengangguk tanda setuju. “Baiklah, kalau begitu mari kita mulai dengarkan laporannya dari…” matanya menangkap seorang peserta yang baru pertama kali ini ditemui secara langsung olehnya. Walaupun tidak bisa dibilang secara langsung karena sekarang mereka sedang berada di dalam dunia maya, sih. “Ah, Mister Osmus! Selamat datang di Konferensi Majelis Triwulan! Terimakasih telah setuju untuk bergabung dengan pemerintahan. Anda tentu telah diinformasikan mengenai prosedur dari kegiatan rapat ini bukan? Waktu dan tempat saya persilahkan…!” Sambutan dari Madame Dendrich itu membuat beberapa peserta lain begidik merinding. “Hyii! Benar-benar tidak dikasih napas..!” Sementara itu, peserta yang dipanggil beranjak dari duduknya dengan tetap mempertahankan senyuman bisnisnya. “Terima
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status