Home / Sci-Fi / Penyintas / Chapter 31 - Chapter 40

All Chapters of Penyintas: Chapter 31 - Chapter 40

57 Chapters

#30 Relasi

“Surat perjanjian itu… kamu setujui ya.” Keesokan harinya, tepatnya ketika aku baru saja sampai di lantai medis setelah susah payah menanjak mengendarai sekuterku selama kurang lebih 3,5 jam, aku mendapat kabar kalau Lizo telah sadar dari komanya. “Uwoohh!! Rasanya memang agak asing… tapi ini keren sih, keren banget!” teriak Lizo kegirangan sambil menggerak-gerakkan tangan, kaki, beserta tubuh barunya itu. Kuakui suara barunya juga terdengar sama persis seperti suara aslinya. “Dan, dan, coba pukul aku!” “Ehhh? Untuk apa??” “Haish, kamu ini…” Buk! Lizo meninju pipinya sendiri. “Wah, benar-benar tidak terasa sakit…” lanjutnya. “Hey bocah, walaupun tidak terasa sakit tapi bukan berarti tangan barumu itu tidak bisa copot!” ucap Kak Megan. Kemudian tidak berapa lama sampai-sampai si dokter koplak yang satu itu datang bersama dengan…. aku tidak yakin, tapi sepertinya kemarin paman itu dipanggil ‘Sean’? Seperti yang kuantisipasi, pria berpakaian formal itu lalu mewakili atasannya, Miste
Read more

#31 Rekan

Jam sebelas malam, waktu dimana sebagian besar para penghuni bungker telah tertidur pulas di ruangannya masing-masing, terutama bagi mereka yang masih anak-anak maupun yang telah cukup berumur. Namun itu tidak berlaku untuk salah satu dari enam pemilik ruangan di quintus, wilayah paling elit sebungker, ini. Ia terbaring di atas tempat tidurnya dengan menggunakan sebuah kacamata transparan khusus yang memiliki warna minimalis yang senada dengan dinding ruangannya. Pip… Pip… [memulai sistem…] Pats! Hal pertama yang dilihatnya ialah sebuah pintu besar dengan layar berisi tulisan ‘ABCD’ di atasnya. Ia menatap bayangannya yang terpantul di pintu. Bayangan seorang wanita belia yang tinggi, anggun dan rupawan. Ia berusaha menyentuh pipinya, tapi tidak terasa apa-apa. Ah iya, ini kan virtual… batinnya merasa malu tanpa sebab. Ia celingukan ke sekelilingnya dan merasa lega karena tidak mendapati keberadaan kamera. Ia lalu menekan tombol yang melayang-layang di samping pintunya. Klik! [Sila
Read more

#32 Pemberian

Sudah satu bulan semenjak Lizo pergi meninggalkan Primus. Rutinitas kami berjalan seperti biasanya, kecuali Dan yang sekarang menjadi lebih sering berada di ruangan. | “Sudah pulang?” ujar Visera pada rekan satu ruangannya yang baru saja membuka pintu. Dan mengangguk. Ia melepas sepatunya dan langsung berjalan menuju kamarnya. “Aku berangkat dulu.” sela Visera sebelum Dan menutup pintu kamarnya. “Hm.” Blam! . . . -Lantai 75, pintu masuk bagian barat daya- Pip! “Silahkan masuk.” Pip! “Silahkan masuk.” Selangkah demi selangkah ia maju mengikuti barisan antrian. Sesekali ia menyalakan layar gawainya untuk memeriksa kalau-kalau ada pesan masuk. Namun sedari tadi, hanya ada satu orang yang bolak balik mengirim pesan kepadanya. Ding! Rosa5 : Hai~ Ding! Rosa5 : Lagi jalan ke tempat kerja kan? Ding! Rosa5 : Semangat yaa! Ding! Rosa5 : (stiker) “Hmm...” Pip! [Notifikasi dibisukan selamanya] Sejak beberapa hari yang lalu entah bagaimana dan darimana, cewek ini bisa tahu akun ak
Read more

#33 Kontras

Ketika ia mendapatkan kesadarannya, ia dapat rasakan berbagai tatapan menusuk tajam ke arahnya. Ia membuka kedua matanya. Berbagai macam makhluk hidup, mulai dari yang seukuran telapak tangan hingga yang mengalahkan tinggi pepohonan sekalipun telah berdiri membuat lingkaran di sekeliingnya. Para makhluk udara meminjam tubuh para makhluk darat untuk bertengger di atasnya. Dan daripada semua itu, mata bulat mereka yang terbuka lebar membuat suasana menjadi cukup menyeramkan. Siapa dia? Siapa dia? Aku baru pertama kali melihat dia. Aku juga baru pertama kali melihat dia. Dia tidak memiliki bulu. Dia juga tidak memiliki sayap dan mulut. Tapi benda apa yang tergantung di belakangnya itu? Iya, benda apa itu? Apakah enak? “……..” Ia terdiam. Tidak tahu harus merespon apa. Apa ini? Jerapah bersayap angsa? Babi bertubuh serigala? Tupai berkepala kelelawar? Hah? Srek “!!” “Woi!” Ia refleks berbalik dan berteriak, membuat seekor makhluk yang menggunakan belalainya untuk mengangkat ram
Read more

#34 Anggota Baru

[Hari kesepuluh Rosa berlatih di bawah pengawasan seniornya] Wungg… drap drap drap drap… "Hosh.. hosh... Huff.." Dengan langkah yang panjang dan mantap, ia terus berlari di tempat lantaran terhalang oleh lingkaran besi yang membatasi perpindahannya.. "Lebih cepat lagi!” "Ba... Baik..!" jawabnya dengan napas yang tersengal. Aku memang tidak bisa merasakan sakit, tapi tubuh ini juga butuh istirahat hoi! Angka spidometer yang terpampang di layar monitor terus menunjukkan penurunan. Melihat itu, seniornya yang berdiri di sampingnya itu mengaktifkan sebuah layar pengaturan dan menekan beberapa tombol. Karena sibuk mengambil napas, ia jadi tidak bisa berbicara meskipun ingin bertanya. Pip! Pip…! "Hmm..." Pats! Tiba-tiba pandangannya yang semula adalah ruang latihan berubah menjadi sebuah stadion yang besar dan sangat luas. Sama sekali tidak terlihat ujungnya. Lalu, karena penasaran akan apa yang ada di belakangnya, ia mengambil ancang-ancang untuk menengok ke belakang. Dan ketika m
Read more

#35 Latihan

-Lantai 49, ruang utama- Masih dalam suasana yang kontras seperti sebelumnya. Rosa menghabiskan waktu dalam diam bersama dengan senior yang melatihnya di atas sofa, sementara dua seniornya yang lain masih memperdebatkan persoalan yang sama. “Keras kepala sekali sih! Kita udah empat tahun bareng-bareng kan? Harusnya kamu paham aku itu orang yang bagaimana!” “Justru karena tahu kamu itu orang yang seperti apa makanya aku tidak percaya kata-katamu!” “Oh, perlu bukti? Oke! Hey, Empat!” teriak Dua pada Barrelth yang baru saja masuk ke ruangan. Terlihat segelas minuman menyerupai kopi di tangannya. “Ck, apalagi…” Barrelth berjalan menghindari keduanya. “Perlihatkan rekaman cctv dari ruangan vr sampai ruang utama ini!” “….cari sendiri.” balas Barrelth yang kemudian menyeruput minumannya. “Hey… tolong seniormu ini lahhh…” rengek Dua. Barrelth masih tidak menghiraukan. Akhirnya Dua mengeluarkan jurus menyogoknya– “Nanti aku beliin cemilan deh. Mau yang mana, ambil saja semaumu.” “Di s
Read more

#36 Latihan...?

-Lantai 39, Toko Roti- Bip! "Silahkan melakukan pembayaran anda." Suara yang terdengar dari mesin yang berada di hadapannya. Bersamaan dengan itu, muncul sebuah nominal angka pada bagian layar. [Total : 1672 Am]. Rosa lalu mendekatkan lengannya ke mesin tersebut. Bip! [Pembayaran berhasil] "Terimakasih telah berbelanja." Wungg… tap.. tap.. tap.. "Balik ke arah jam delapanmu, lurus terus sampai ketemu pintu keluar. Dah, selesai." jelas Barrelth dari seberang telepon sebelum mematikan mikrofonnya. Tanpa menjawab, Rosa pun mengikuti instruksi tersebut. Sesekali ia mampir dan berhenti sebentar untuku melihat berbagai macam kue, roti, bolu, dan aneka macam hidangan penutup serta manisan dari berbagai belahan dunia. Tut! “Woi, jangan malah ngeluyur. Cepet balik.” ucap Barrelth yang menghidupkan kembali mikrofonnya. Mendengar itu, Rosa langsung mencuri-curi pandang ke arah langit-langit di sekitarnya hingga menemukan sebuah kamera cctv yang sedang menyorot ke arahnya. “……….” “Bwee
Read more

#37 Sisi Lain (bagian 1)

-Lantai 140.5, tangga antar lantai- Tep.. tep.. tep.. Haa... Kenapa dari kemarin aku tidak lewat sini... Rosa membatin ketika mengingat pengalamannya sewaktu turun melewati tangga darurat. Berbeda dengan tempat yang kotor dan sempit itu, tangga yang ia lewati terlihat bersih dan terawat. Cukup banyak juga orang-orang yang berlalu lalang naik dan menuruni tangga. Namun, meskipun memiliki umur, penampilan, maupun status pekerjaan yang berbeda, orang-orang itu memiliki satu persamaan yang cukup menojol. Mereka sedang turun tangga tapi mata mereka malah menatap ke layar hp... eh, benda apa ini namanya? Multifunction Gadget? Ah apalah itulah! Apa mereka tidak takut jatuh atau nabrak..? Di bawah sana kan banyak kendaraan lalu-lalang... pikir Rosa setiap kali berpapasan dengan orang-orang yang berjalan berlawanan dengannya. Kemudian dari kejauhan, terlihat sosok seseorang yang tidak asing di matanya. "Hey, Mari!" sapa Rosa. Yang dipanggil hanya menoleh dan mengatakan, "Hm? Kamu...?" "Ak
Read more

#38 Sisi Gelap (bagian 2)

-Lantai 49, lapangan serbaguna- Klang! Drap- drap- drap- drap- Dengan cekatan Rosa melompat dan menghindari seluruh rintangan yang dilihat oleh matanya. “Delapan langkah, lalu… oop!” teriaknya menghentikan lajunya sekuat tenaga. Jegrak! Setelah hologram yang menyerupai gergaji tersebut kembali masuk ke dalam tanah, ia pun lanjut berlari. Seperti game ‘Larian Kuil’ saja! batinnya setelah melompat, berbelok, dan ngesot berkali-kali. Ketika sudah tampak rintangan selanjutnya di ujung sana, ia menyeringai, lalu memakai hoodie-nya, langsung mempercepat larinya, kemudian mengambil ancang-ancang dan… Tep-Wush! Lompatan yang hampir melebihi tiga meter itu sukses membuat seniornya melongo kaget. Tapi belum cukup sampai disitu Satu dengan Tiga kembali dibuat kaget dengan Rosa yang menempelkan kedua kakinya di salah satu sisi dinding dan kedua tangannya di sisi lainnya untuk berjalan sembari menghindari sinar-sinar yang tampak. Kok bisa begitu…?! batin para senior. Setelah berguling dan ber
Read more

#39 Pertanyaan

Edan! Gila! Kelainan! Psikopat!! Dengan langkah yang terburu-buru, Rosa menerobos kerumunan dan berjalan menaiki tangga. Tak jarang ada orang yang berteriak karena tertabrak olehnya, tapi ia hanya membungkuk sebagai tanda meminta maaf dan lanjut berjalan tanpa menghentikan langkahnya sama sekali. . . . -Lantai 140, Primus blok S-64- Drap drap drap… Ceklek! Brak! Cklak! Dengan kasar ia menutup dan mengunci pintu ruangannya. Samar-samar terdengar teriakan penghuni ruangan sebelahnya, “Hey, siapa itu?! Ganggu tidur saja!” Namun ia sama sekali tidak menghiraukan. Aku ingin muntah…. “Haah… Haah…” Tapi tidak ada yang bisa kumuntahkan… Peristiwa tersebut masih teringat jelas olehnya. Lantas, berbagai pertanyaan terlintas di benaknya. Siapa sebenarnya orang-orang itu? Kenapa mereka dibawa dan di-isolasi di lantai itu? Dan kenapa orang-orang lain yang di luar lantai itu terlihat menjauhi dan menganggap mereka sebagai hal yang tabu? “!!” Tiba-tiba ia terpikirkan sebuah ide. Ia
Read more
PREV
123456
DMCA.com Protection Status