Home / Romansa / Love Is Complicated / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Love Is Complicated: Chapter 1 - Chapter 10

96 Chapters

Prolog: Putus

Roseletta Lee, wanita yang berkebangsaan Ukraina yang mengikuti program pertukaran pelajar internasional lima tahun lalu. Sebuah kesialan yang membawa keberuntungan. Indonesia bukan negara yang ingin ditujunya namun karena paksaan orang tuanya –yang memiliki mitra bisnis yang cukup banyak yang berasal dari Indonesia. Rose terpaksa menurut saja.    Lynn Meinen menjadi teman pertama Rose di universitas tersebut, keduanya menjadi lebih akrab. Awalnya, Rose merasa tak yakin bisa berteman dengan Lynn. Perawakan Lynn tampak bagai mahasiswi nakal, rambut berwarna-warni yang digonta-ganti tiap akhir bulan. Tampak mengerikan. Namun, nyatanya Lynn benar-benar gadis yang hangat, ceria, dan paling mudah mencairkan suasana canggung.   Sebuah kesalahan fatal Lynn yang memperkenalkan Rose pada Steve. Apa yang terjadi? Steve jatuh cinta pada pandang pertama dengan Rose, bukan karena perawakan cantik Rose melainkan apa yang ada dalam diri Rose memenuhi
Read more

Saksi Putus Kekasih di Tengah Jalan

  "Kapan kau akan masuk kerja? Kau sudah melebihi masa batas wajar izin sakit." Lynn mengalihkan topik pembicaraan, ditenggaknya kembali sodanya, netranya menatap Steve. Dalam hati, Steve membenarkan ucapan Lynn, atasannya tentu curiga jika Steve menambah masa cuti izinnya lagi.    "Besok," balas Steve.   "Aku akan menjemputmu besok!" Lynn mengelus punggung tangan Steve. Lagi-lagi Steve hanya menunduk melihat tangan Lynn yang masih mengelus tangannya.   Steve bekerja di salah satu cabang perusahaan multinasional, di divisi administrasi keuangan. Sedangkan Lynn berada di divisi manajemen personalia.   Steve tengah menikmati sarapan paginya bersamaan dengan Lynn yang datang dengan setelan kantornya. Tak ada pembicaraan berlangsung, Steve menenggak habis segelas susu, meraih tanda pengenalnya dan mengalungkannya di lehernya. Lynn duduk di kursi kemudi, Steve memaksa agar dirinya sa
Read more

Kenapa Donat Bolong?

Steve meraih kacamata di laci yang selalu dipakainya saat bekerja. Netranya mulai fokus menatap di layar monitor.   "Jadi, ceritakan!" tuntut Lynn sembari mengunyah nasi pecel lele-nya. Keduanya memutuskan makan siang di luar, tidak terlalu jauh dari kantornya.   "Setidaknya biarkan aku makan dulu. Aku lapar!" balas Steve membuat wajah Lynn berkali-kali lipat lebih cemberut dibanding paginya.   15 menit terasa lama bagi Lynn, dia menyedot es teh-nya menatap Steve yang masih menyantap makanannya. Steve tak menggubris Lynn yang sedari tadi menuntut penjelasan.   "Ayolah!!" rengek Lynn.    Steve tak habis pikir watak Lynn yang satu itu, terlalu penasaran dengan cerita orang terdekatnya. Bahkan Lynn mendapat julukan dari teman-temannya 'ratu kepo dari Belanda' Lynn memang setengah bule setengah indonesia. Namun, Lynn tak peduli dengan julukan itu, menuntaskan rasa penasarann
Read more

Cara Untuk Move On

"Itu karena donatnya gagal move on, hatinya sudah lebur jadi abu. Makanya bolong," jelas Lynn dalam satu tarikan napas.Wajah Steve langsung cengo, gigitan donat dalam mulutnya hampir jatuh.   "Teori macam apa itu?" sanggah Steve.   "Teori Lynn ulala yang membahanalah!" ujar Lynn dalam satu tarikan kecepatan penuh.   "Kau baru saja menyindirku?" Steve menyipitkan mata.   "Baguslah kalau kau merasa tersindir," jawab Lynn sambil lalu membawa cangkir teh kosong miliknya dan milik Steve. Steve memandang punggung Lynn yang tengah mencuci cangkir itu lalu meletakkannya di rak samping wastafel. Lynn mengeringkan tangannya kemudian mendekat ke arah meja.   "Berikan ponselmu!" Steve melihat Lynn bergantian dengan tangannya yang kini menadah meminta ponsel.   "Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Steve membuat bola mata Lynn berputar 360 derajat.
Read more

Membeli Hadiah Untuk Jessica

"Tragedi putus!!!" Lynn lantas berujar 'oh' mengingat Jessica adalah tokoh utama dalam cerita Steve kemarin. Wajar saja Lynn lupa, Lynn memang kategori pendengar yang tak menaruh minat pada nama seseorang yang tak dikenalnya.   "Jadi, kapan?" tanya Lynn mengambil donat rasa coklat dan mengunyahnya pelan.   "Aku akan menceritakannya saat makan siang nanti!" balas Steve sembari berbalik meninggalkan meja Lynn dengan cekikikan melihat wajah cemberut Lynn.   Netra Steve kembali fokus dengan layar monitornya, kesibukan kerja mengalihkan pusat pikiran Steve. Beberapa kali, Fianne berbalik ke arahnya untuk berbagi tugas mengerjakan laporan bulanan.   "Jadi?"   Steve dan Lynn baru saja menyelesaikan makan siangnya, Steve kembali memesan dua cappucino.   "Kami sepakat bertemu di malam minggu," jawab Steve lalu menyesap cappucino-nya.  
Read more

Bibir dan Petir

"Karena aku sudah memakai lipstik, maka kamu harus ...." Lynn berjinjit di hadapan Steve, melupakan sambungan ucapannya. Sedangkan, Steve mematung di tempat mendapati Lynn tengah menyapu kuas lipgloss di bibir bawah Steve. Jarak keduanya hanya tersisa beberapa senti saja, seorang pelanggan yang lewat di hadapan Steve sontak kaget, Steve menduga bahwa pelanggan itu mendapat perspektif pandang yang salah, mengira Steve dan Lynn tengah berciuman.   "Wuah!" puji Lynn menatap warna softpink lipstik itu di bibir Steve. Lynn lantas mengambil lipstik baru yang sama. Steve masih dalam diamnnya sembari mengusap bibirnya, menghapus warna lipstik tadi.   "Aku lapar," ujar Lynn lantas menarik tangan Steve menuju restoran mal di lantai tiga. Lynn memang tampak terlihat biasa saja. Namun jantungnya sudah berdegup kencang, Lynn juga tak mengerti darimana dia mendapatkan keberanian untuk melakukan hal tadi, Lynn meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya
Read more

Ketakutan Lynn

Steve menyaksikan punggung Jessica yang berlalu dan mulai menerka-nerka yang mana mobil Jessica.Steve menganga di tempat melihat Jessica dengan mobil Porsche putihnya, sangat kontras di malam yang pekat. Steve tersadar kala Jessica membunyikan klakson untuknya, tangan Steve terangkat melambai ke arah Jessica.   Steve berbalik menuju mobilnya yang masih berdecak mengagumi mobil Jessica. Dalam hati, Steve merasa tidak sepadan dengan Jessica jelas bahwa perbedaan gaya kehidupan dan selera keduanya. Steve memang berasal dari kalangan atas. Namun Steve tak memegang prinsip untuk memamerkan hartanya. Steve lebih menyimpan uangnya yang menurutnya akan berguna untuk masa depan. Rumah Steve bahkan bisa dibilang sederhana dengan gaya interior klasik. Ayah Steve pernah menyuruh Steve mengubah gaya rumahnya, tapi Steve menolaknya mentah-mentah, selain menghamburkan uang, Steve juga sudah merasa nyaman dengan rumahnya. Berbeda dengan rumah orang tuanya yang glamor. 
Read more

Pigura Keluarga Steve

"Lynn baik-baik saja, kan?" tanya Leiss kala mendapati Steve yang tengah melangkah masuk ruangannya.    Steve hanya mengangguk sekilas dan tersenyum ke arah Leiss. Wanita itu langsung mengelus dada disertai helaan napas lega.   "Aku tentunya akan menyalahkan diriku sendiri telah membiarkan Lynn pulang mengemudi sendiri. Syukurlah kalau dia baik-baik saja!. Aku terlalu khawatir saat melihatnya mual tadi pagi," jelas Leiss kemudian berbalik menuju mejanya.    Steve menatap kursi kosong Lynn lalu menghela napas berat. Fianne yang cukup peka dengan situasi tak bertanya apapun pada Steve. Padahal, wanita itu biasanya tak berhenti mencerocos.   Getaran di saku jas Steve mengintrupsinya, Steve merogoh sakunya mendapati pesan singkat dari Jessica.   [Hai! Apa kabar?]   Steve meletakkan ponselnya di meja tanpa niat membalasnya. Matanya berfokus di layar moni
Read more

Ajakan Keluar

"Kau pecinta seni?" tanya Jessica.   "Hm, sepertinya begitu," jawab Steve. Hening kembali mengudara.   "Aku ingin mengajakmu keluar!" ujar Jessica kemudian menatap manik mata Steve    "Tentu. Kau punya tempat pilihan?"    Senyum Jessica mengembang mendengar nada antusias Steve.   "Tidak. Terserah saja kemana nantinya kita pergi!" jawab Jessica diakhiri kekehan kecilnya. Steve beranjak berdiri menuju kamarnya meraih jaket dan kunci mobil lalu Jessica menyampirkan tas kecilnya di bahu. Keduanya berjalan beriringan keluar pintu.   "Maaf, tak se-mewah Porsche-mu!" ungkap Steve sembari membukakan pintu mobil untuk Jessica.   "Jangan membandingkan, Steve! Aku tentu tak mempermasalahkan hal itu," ujar Jessica kemudian masuk dalam mobil. Mobil Steve pun melaju menuju alun-alun kota.   "Kenapa kau tak ja
Read more

Klub Malam

"Dua gelas wine," ujar Jessica.    Steve menatap sekitar menyaksikan sekumpulan orang berjoget kesetanan, dentuman lagu terasa memecahkan kepala. Lalu, Steve bergeleng-geleng kepala melihat beberapa pasangan yang berhubungan intim secara buka-bukaan. Jessica menyodorkan segelas wine. Steve menatap bergantian wajah Jessica dan wine di tangannya. Jessica menatap balik Steve seolah menyiratkan kalimat, 'Ambillah!'. Steve mengambil wine tersebut.   Steve meneguknya dan langsung berkecut muka. Dua hal yang paling dibenci Steve, klub malam dan kepopuleran. Namun, malam ini Steve terpaksa menginjakkan kaki di tempat laknat ini demi Jessica.   "Pertama kalinya?" tanya Jessica lantas menenggak habis wine-nya.    Steve mengerutkan kening tak dapat menangkap ucapan Jessica akibat ributnya suara musik. Jessica tertawa kecil lalu menjulurkan badannya ke arah Steve, mengalungkan kedua len
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status