Home / Romansa / Love Is Complicated / Kenapa Donat Bolong?

Share

Kenapa Donat Bolong?

Author: Feroza
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Steve meraih kacamata di laci yang selalu dipakainya saat bekerja. Netranya mulai fokus menatap di layar monitor.

"Jadi, ceritakan!" tuntut Lynn sembari mengunyah nasi pecel lele-nya. Keduanya memutuskan makan siang di luar, tidak terlalu jauh dari kantornya.

"Setidaknya biarkan aku makan dulu. Aku lapar!" balas Steve membuat wajah Lynn berkali-kali lipat lebih cemberut dibanding paginya.

15 menit terasa lama bagi Lynn, dia menyedot es teh-nya menatap Steve yang masih menyantap makanannya. Steve tak menggubris Lynn yang sedari tadi menuntut penjelasan.

"Ayolah!!" rengek Lynn. 

Steve tak habis pikir watak Lynn yang satu itu, terlalu penasaran dengan cerita orang terdekatnya. Bahkan Lynn mendapat julukan dari teman-temannya 'ratu kepo dari Belanda' Lynn memang setengah bule setengah indonesia. Namun, Lynn tak peduli dengan julukan itu, menuntaskan rasa penasarannya lah  yang terpenting dari segala hal yang penting. Steve hanya menghela napas, menceritakan segala hal yang terjadi mulai dari menunggu taksi hingga menjadi saksi putusnya sepasang kekasih.

"Sedikit mengerikan dan mengesankan," komentar Lynn sembari melipat tangan di dada.

"Menurutku itu mengerikan," ujar Steve.

Steve membayar santapannya dan Lynn, berjalan berdampingan keluar dari warung tersebut.

"Lembur?"

"Mungkin tidak," balas Steve. 

Lynn melambaikan tangan berjalan keluar menuju ruang divisinya.

Steve menunggu Lynn di depan ruangannya. Ya, Steve nebeng kendaraan pada Lynn, tepatnya karena paksaan Lynn. Padahal Steve sudah merasa jauh lebih baik pengecualian hatinya. Hatinya masih dalam keadaan remuk seremuk-remuknya.

"Aku akan ke rumahmu besok!" ujar Lynn. 

"Kali ini kau akan menggangguku weekend-ku?" 

Lynn hanya terkekeh kecil mendengar penuturan Steve.

"Salah satunya. Ingat misiku untuk membantumu move on?"

"Kau bercanda?" Steve kira ucapan Lynn beberapa minggu lalu hanya sebatas ucapan penghibur.

"Kau tahu bahwa aku tak pernah bercanda dengan ucapanku," ucap Lynn menatap sekilas Steve. Mobilnya berbelok, arah rumah Steve. 

"Ups, lupa, haha ...," ujar Lynn menyadari pintu mobil masih terkunci.

"Sampai ketemu besok!!" ujarnya lagi setelah menurunkan kaca mobilnya. Melambai ke arah Steve yang sedang memegang handle pintu. Lynn tertawa kecil menyadari bahwa Steve tak menggubrisnya. Mobilnya melaju meninggalkan pelataran rumah Steve.

Steve memilih berendam terlebih dahulu, merilekskan tubuh letihnya. Steve tersenyum samar mengingat momen tak terduga minggu lalu.

"Kartunya?" ucap Steve mengingat bahwa Jessica memberikan kartu nama saat itu. Steve buru-buru menyelesaikan ritual berendamnya lantas meraih jubah mandi yang sudah tersedia di rak samping kamar mandi dan mengenakannya.

Steve membuka lemarinya, meraih celana kerjanya, merogoh sakunya dan untungnya kartu nama itu masih ada disana. Steve menghela napas, tulisan kartu nama itu sudah luntur untungnya Steve masih bisa membaca nomor kontaknya.

"Halo?" jawab suara di seberang telepon.

"Apa benar ini nomor Jessica Nova?" tanya Steve pelan.

"Ya, benar. Saya Jessica Nova. Dengan siapa saya berbicara?"

Steve menjauhkan ponselnya, menghela napas lega dan berdehem membersihkan tenggorokannya, didekatkannya kembali ponselnya.

"Aku Steve Robinson. Ingat?" tampak suara hening di seberang telepon. 

"Oh iya, kenapa kau baru menghubungiku, Steve? Aku sedari kemarin menunggu telepon darimu." 

Steve hanya terkekeh kecil mendengar nada ceria Jessica. Steve tak mungkin mengatakan bahwa dia lupa menghubungi Jessica terlebih dia sudah mencuci kartu nama itu.

"Maafkan aku. Aku sedang sibuk saat itu!" 

Jessica hanya berujar 'oh' di seberang telepon. 

"Jangan lupa kirimkan nomor rekeningmu." 

Steve tampak berkerut kening, memorinya berputar mencari kata 'rekening'. Seketika, Steve manggut-manggut.

"Tak usah! Itu terlalu berlebihan, aku tak membantu banyak bahkan boleh dikatakan hanya ketidaksengajaan," balas Steve.

"Tapi ... aku merasa tidak enak."

"Kau merasa seperti itu?" tanya Steve.

"Selalu."

Steve menerka mungkin Jessica wanita kaya. Ini pertama kalinya Steve membantu wanita yang tak diketahui yang justru ingin mengupahinya uang alih-alih hanya berujar terimakasih.

"Sudahlah. Kau tak perlu melakukan hal itu. Aku benar-benar tulus membantumu," jelas Steve.

"Benarkah?" Refleks Steve mengangguk yang tentunya tak dilihat Jessica lantas berkata, "Iya!"

Pembicaraan keduanya bertahan hingga satu jam, aneka topik saling tumpah ruah. Steve bahkan tak menyadari lama obrolan mereka, satu hal Steve tahu bahwa Jessica wanita yang menyenangkan. Sambungan telepon berhenti kala Jessica hendak bersiap hang out dengan teman-temannya. 

"Hang out jam sepuluh malam?" tanya Steve pada dirinya sendiri. Kemudian mengedikkan bahu. Hang out malam mungkin sudah lumrah adanya, mungkin diriku saja yang masih kolot, pikir Steve.

Steve meraih jubah tidurnya tahu bahwa dia masih mengenakan jubah mandi. Berburu-buru mencari kartu nama tadi telah membuatnya lupa berganti baju dahulu.

Steve menyetel alarm-nya lebih awal dibanding hari kerjanya, bangun pagi-pagi untuk berlari berkeliling taman, kebiasaan weekend-nya.

Lynn sudah mengetuk pintu dan membunyikan bel rumah Steve berkali-kali. Namun tak kunjung dibuka. Pikirnya, Steve masih tertidur pulas bahkan teleponnya tak diangkat. Jadinya, Lynn duduk menunggu Steve membuka pintu yang entah kapan akan dibuka. Lynn memangku dagunya, melirik jam tangannya. Sudah lima belas menit berlalu.

Steve tengah berlari pulang menuju rumahnya, irama lagu pop mengiringi langkahnya. Saat tiba di depan rumah, Steve melihat Lynn tengah duduk lesu bahkan tak menyadari kedatangan Steve.

Lynn menatap ubin hingga sebuah sepatu bertengger di hadapannya. Lynn mendongak menatap Steve yang penuh keringat, rambutnya sedikit basah, dada bidangnya menonjol dibalik kaus putihnya, napasnya masih terengah-engah. Tak sadar Lynn meneguk ludahnya sendiri, matanya masih terpaku pada penampilan Steve. Steve lalu mengibaskan tangannya di depan wajahnya membuyarkan lamunan Lynn. Lynn lantas tersentak kaget lantas membuang muka.

"Darimana?" Lynn merutuki pertanyaan bodohnya, jelas-jelas Steve baru saja berolahraga. Steve hanya terkekeh kecil, mengacak-acak rambut Lynn. Seketika, Lynn memberengut kesal, tangannya terangkat memperbaiki rambutnya yang sedikit berantakan. Namun, tak ayal wajahnya merona.

"Apa itu?" tanya Steve menunjuk kantong kresek di lantai.

"Oh, ya, itu donat!" jawab Lynn meraih kantong tersebut, melangkah masuk setelah Steve membuka kunci pintunya.

"Aku mandi dulu," ujar Steve dibalas anggukan.

Lynn langsung menuju dapur, mengeluarkan boks donat dari kantong itu dan menatanya di piring. Tak lupa, menyeduh teh hangat.

Lynn tersenyum melihat Steve bersandar di dinding dapur lantas mengajaknya menikmati donat di meja makan.

"Tahu kenapa donat itu tengahnya bolong?" tanya Lynn sambil mengunyah donat bertabur gula halus. 

"Itu karena memang sudah seharusnya begitu."

"Teng, salah!" balas Lynn menyilangkan tangan membentuk huruf X.

"Takdir si donat!" 

Sontak Lynn tertawa mendengar jawaban Steve. Lalu, kembali menyilangkan tangan 'salah'.

"Menyerah, nih?" 

Steve hanya menghela napas lalu menyesap teh-nya.

"Itu karena ...."

"Donatnya ...." Lynn memang sengaja menggantungkan kalimatnya membuat mata Steve terpaku padanya, benar-benar diliput penasaran. 

"Ayolah, jangan membuatku lebih penasaran," sebal Steve.

Related chapters

  • Love Is Complicated   Cara Untuk Move On

    "Itu karena donatnya gagal move on, hatinya sudah lebur jadi abu. Makanya bolong," jelas Lynn dalam satu tarikan napas.Wajah Steve langsung cengo, gigitan donat dalam mulutnya hampir jatuh. "Teori macam apa itu?" sanggah Steve. "Teori Lynn ulala yang membahanalah!" ujar Lynn dalam satu tarikan kecepatan penuh. "Kau baru saja menyindirku?" Steve menyipitkan mata. "Baguslah kalau kau merasa tersindir," jawab Lynn sambil lalu membawa cangkir teh kosong miliknya dan milik Steve. Steve memandang punggung Lynn yang tengah mencuci cangkir itu lalu meletakkannya di rak samping wastafel. Lynn mengeringkan tangannya kemudian mendekat ke arah meja. "Berikan ponselmu!"Steve melihat Lynn bergantian dengan tangannya yang kini menadah meminta ponsel. "Apa yang ingin kau lakukan?" tanya Steve membuat bola mata Lynn berputar 360 derajat.

  • Love Is Complicated   Membeli Hadiah Untuk Jessica

    "Tragedi putus!!!"Lynn lantas berujar 'oh' mengingat Jessica adalah tokoh utama dalam cerita Steve kemarin. Wajar saja Lynn lupa, Lynn memang kategori pendengar yang tak menaruh minat pada nama seseorang yang tak dikenalnya. "Jadi, kapan?" tanya Lynn mengambil donat rasa coklat dan mengunyahnya pelan. "Aku akan menceritakannya saat makan siang nanti!" balas Steve sembari berbalik meninggalkan meja Lynn dengan cekikikan melihat wajah cemberut Lynn. Netra Steve kembali fokus dengan layar monitornya, kesibukan kerja mengalihkan pusat pikiran Steve. Beberapa kali, Fianne berbalik ke arahnya untuk berbagi tugas mengerjakan laporan bulanan. "Jadi?" Steve dan Lynn baru saja menyelesaikan makan siangnya, Steve kembali memesan dua cappucino. "Kami sepakat bertemu di malam minggu," jawab Steve lalu menyesap cappucino-nya.

  • Love Is Complicated   Bibir dan Petir

    "Karena aku sudah memakai lipstik, maka kamu harus ...." Lynn berjinjit di hadapan Steve, melupakan sambungan ucapannya. Sedangkan, Steve mematung di tempat mendapati Lynn tengah menyapu kuas lipgloss di bibir bawah Steve. Jarak keduanya hanya tersisa beberapa senti saja, seorang pelanggan yang lewat di hadapan Steve sontak kaget, Steve menduga bahwa pelanggan itu mendapat perspektif pandang yang salah, mengira Steve dan Lynn tengah berciuman. "Wuah!" puji Lynn menatap warna softpink lipstik itu di bibir Steve. Lynn lantas mengambil lipstik baru yang sama. Steve masih dalam diamnnya sembari mengusap bibirnya, menghapus warna lipstik tadi. "Aku lapar," ujar Lynn lantas menarik tangan Steve menuju restoran mal di lantai tiga. Lynn memang tampak terlihat biasa saja. Namun jantungnya sudah berdegup kencang, Lynn juga tak mengerti darimana dia mendapatkan keberanian untuk melakukan hal tadi, Lynn meyakinkan dirinya bahwa apa yang dilakukannya

  • Love Is Complicated   Ketakutan Lynn

    Steve menyaksikan punggung Jessica yang berlalu dan mulai menerka-nerka yang mana mobil Jessica.Steve menganga di tempat melihat Jessica dengan mobil Porsche putihnya, sangat kontras di malam yang pekat. Steve tersadar kala Jessica membunyikan klakson untuknya, tangan Steve terangkat melambai ke arah Jessica. Steve berbalik menuju mobilnya yang masih berdecak mengagumi mobil Jessica. Dalam hati, Steve merasa tidak sepadan dengan Jessica jelas bahwa perbedaan gaya kehidupan dan selera keduanya. Steve memang berasal dari kalangan atas. Namun Steve tak memegang prinsip untuk memamerkan hartanya. Steve lebih menyimpan uangnya yang menurutnya akan berguna untuk masa depan. Rumah Steve bahkan bisa dibilang sederhana dengan gaya interior klasik. Ayah Steve pernah menyuruh Steve mengubah gaya rumahnya, tapi Steve menolaknya mentah-mentah, selain menghamburkan uang, Steve juga sudah merasa nyaman dengan rumahnya. Berbeda dengan rumah orang tuanya yang glamor.

  • Love Is Complicated   Pigura Keluarga Steve

    "Lynn baik-baik saja, kan?" tanya Leiss kala mendapati Steve yang tengah melangkah masuk ruangannya. Steve hanya mengangguk sekilas dan tersenyum ke arah Leiss. Wanita itu langsung mengelus dada disertai helaan napas lega. "Aku tentunya akan menyalahkan diriku sendiri telah membiarkan Lynn pulang mengemudi sendiri. Syukurlah kalau dia baik-baik saja!. Aku terlalu khawatir saat melihatnya mual tadi pagi," jelas Leiss kemudian berbalik menuju mejanya. Steve menatap kursi kosong Lynn lalu menghela napas berat. Fianne yang cukup peka dengan situasi tak bertanya apapun pada Steve. Padahal, wanita itu biasanya tak berhenti mencerocos. Getaran di saku jas Steve mengintrupsinya, Steve merogoh sakunya mendapati pesan singkat dari Jessica. [Hai! Apa kabar?] Steve meletakkan ponselnya di meja tanpa niat membalasnya. Matanya berfokus di layar moni

  • Love Is Complicated   Ajakan Keluar

    "Kau pecinta seni?" tanya Jessica. "Hm, sepertinya begitu," jawab Steve.Hening kembali mengudara. "Aku ingin mengajakmu keluar!" ujar Jessica kemudian menatap manik mata Steve "Tentu. Kau punya tempat pilihan?" Senyum Jessica mengembang mendengar nada antusias Steve. "Tidak. Terserah saja kemana nantinya kita pergi!" jawab Jessica diakhiri kekehan kecilnya. Steve beranjak berdiri menuju kamarnya meraih jaket dan kunci mobil lalu Jessica menyampirkan tas kecilnya di bahu. Keduanya berjalan beriringan keluar pintu. "Maaf, tak se-mewah Porsche-mu!" ungkap Steve sembari membukakan pintu mobil untuk Jessica. "Jangan membandingkan, Steve! Aku tentu tak mempermasalahkan hal itu," ujar Jessica kemudian masuk dalam mobil. Mobil Steve pun melaju menuju alun-alun kota. "Kenapa kau tak ja

  • Love Is Complicated   Klub Malam

    "Dua gelas wine," ujar Jessica. Steve menatap sekitar menyaksikan sekumpulan orang berjoget kesetanan, dentuman lagu terasa memecahkan kepala. Lalu, Steve bergeleng-geleng kepala melihat beberapa pasangan yang berhubungan intim secara buka-bukaan. Jessica menyodorkan segelas wine. Steve menatap bergantian wajah Jessica dan wine di tangannya. Jessica menatap balik Steve seolah menyiratkan kalimat, 'Ambillah!'. Steve mengambil wine tersebut. Steve meneguknya dan langsung berkecut muka. Dua hal yang paling dibenci Steve, klub malam dan kepopuleran. Namun, malam ini Steve terpaksa menginjakkan kaki di tempat laknat ini demi Jessica. "Pertama kalinya?" tanya Jessica lantas menenggak habis wine-nya. Steve mengerutkan kening tak dapat menangkap ucapan Jessica akibat ributnya suara musik. Jessica tertawa kecil lalu menjulurkan badannya ke arah Steve, mengalungkan kedua len

  • Love Is Complicated   Dasar Tidak Peka

    "Entahlah ... terkadang. Aku tak memahami Jessica, sebentar-sebentar dia tampak bagai wanita yang memang kuidamkan. Namun dia kadang bertingkah sebaliknya, wanita yang liar. Terkadang, aku jatuh hati padanya, terkadang pula aku merasa menyesal mendekatinya," jelas Steve. "Aku bahkan ragu akan perasaanku padanya," tambah Steve. Lynn menatap Steve, jelas sudah raut kebingungan di wajah Steve. Lynn hanya menghela napas, merasa lega dan gusar sekaligus. Dia bagai pecundang. "Kau sudah bertemu dengannya?"Steve hanya menatap Lynn tanpa membalasnya. "Belum. Dia hanya menelponku semalam, nada bicaranya sedikit marah."Lynn mengerutkan kening lalu tertawa. "Wanita siapa yang tak marah jika ditinggal sendiri di klub tanpa pamit?" sindir Lynn. Dalam hati, Lynn bersorak senang. Steve lebih memedulikan dirinya dibanding Jessica. "Ya

Latest chapter

  • Love Is Complicated   The End

    "Aku menolak."Rahang Steve terbuka. Apa yang baru saja dia dengar? Sebuah penolakan? Hell no."Kamu ...."Rose tersenyum kecil, kening Steve berkerut dibuatnya. Gelak tawanya terasa ingin meledak."Aku menolak menikahi pria lain selain Steve Robinson."Seketika tawa Rose meledak. Wajah cengo Steve jauh lebih buruk dibanding ekspresi kagetnya sebelumnya.Rose menepuk pipi Steve pelan, menyadarkan keterkejutannya. "Steve!""Maksudmu?"Ucapan Steve spontan membuat Rose memutar bola mata, merasa gemas dengan Steve."You look like an idiot. Just give me a propose, that is all you should do. Right now, in here!"(Kamu terlihat seperti idiot. Lamarlah aku, satu hal yang harus kamu lakukan sekarang.)Mata Steve berkilat-kilat. Diraihnya jemari Rose, menggenggamnya erat, lalu menciumi punggung tangannya lembut.Steve mengatur napasnya. "Roseletta Lee, menikahlah denganku."Sudut bibir Rose kian tertar

  • Love Is Complicated   Steve Menemui Lynn

    [Tepati ucapanmu semalam]Steve membaca pesan masuk. Dia tersenyum tipis. Dia pun menggeletakkan kembali ponselnya tanpa membalas pesan Rose.Steve mengatur napas, menatap pantulan dirinya di cermin. Hanya mengenakan pakaian kasual agar memberinya kesan santai, tapi wajahnya kendati demikian nampak tegang.Meraih kunci mobil di nakas, mengayun-ayunkannya di telunjuknya, ponsel yang hanya diselipkan di saku. Tak lama ponselnya ikut bergetar. Tertera nama Rose di sana.[Kamu akan berangkat, kan?]"Kau mengira aku ini apa? Tentu saja aku menepati omonganku. Namun ...."[Apa ada masalah, Steve?]Helaan napas berat lolos di bibir Steve."Kau benar-benar tak ingin menemaniku?"Rose menggigit pelan bibir bawahnya, dia bisa saja terlena dengan suara lesu Steve, tapi dia berusaha menahan diri.[Bukankah lebih baik jika kalian mengobrol empat mata?]Lagi dan lagi, Rose mendengar helaan napas di seberang.

  • Love Is Complicated   Rose Membujuk Steve

    Sore itu, Rose memutuskan tak langsung pulang ke rumah. Mobilnya berbelok memasuki kawasan kompleks perumahan Steve."Hai," sapa Rose saat pintu terbuka. Pria itu hanya tersenyum lebar, tapi Rose tahu sesuatu tengah menjanggal pikiran kekasihnya.Rose membalas tersenyum seraya menyelonong masuk rumah Steve."Ada apa kemari?" tanya Steve sedikit kikuk."Ada apa kemari?" ulang Rose. "Apa salah jika seorang pacarmu mendatangi rumahmu?"Steve menggelar tawa kecil sesaat sambil menekan pangkal hidungnya. "Bukan itu maksudku—""Terus?" Rose memangku dagu, tersenyum geli mendapati wajah kejut Steve.Sejenak kemudian, Steve memutar bola mata, sedang Rose sudah tertawa menyisakan garis lurus di matanya. Rose berpindah duduk di samping Steve. Menatap sejenak iris mata Steve, lalu menghembuskan napas."Kapan kamu akan mene

  • Love Is Complicated   Rose Menemui Lynn

    [Aku di perjalanan menuju rumahmu sekarang.]Lynn membaca pesan masuk dari Rose. Senyumnya terukir, senang rasanya bisa dimaafkan walau dia masih bisa belum bisa memaafkan dirinya seutuhnya.Lynn meletakkan ponsel di pangkuannya. Akhir-akhir ini, halaman belakang menjadi tempat favoritnya terlebih saat menjelang sore. Di dalam rumah hanya makan dan tidur saja, sisanya dia habiskan di taman, memandang air mancur lekat-lekat, atau hanya memejamkan mata menikmati semilir angin yang tak menenangkan gundahnya sedikitpun.Suara bel pintu terdengar. Rose sudah tiba.[Aku di halaman belakang.]Lynn mengirim pesan. Selang beberapa menit, Rose muncul. Kemeja kedodorannya berkibar-kibar seiring langkah besar-besarnya. Rambut pirangnya dikuncir rendah, nampak berkilau saat mentari sore menyoroti.Rose tersenyum lebar. "Hai!" Dia beralih duduk di bangku panjang depan Lynn. Kotak yang ditentengnya tadi dibuka dari kantongnya."Apa kabarmu?" tanyanya

  • Love Is Complicated   Jeff

    Lynn terduduk termangu, memandang kosong air mancur di halaman belakang rumahnya. Airnya berkilau seiring gemerlap lampu yang menyinari. Biasanya air mancur itu akan menenangkannya, deru airnya yang mengalun layaknya melodi yang indah, tapi kali ini tidak. Lynn tak merasakan ketenangan secuil pun.Jeff muncul dengan mug di tangan. Dadanya berdesir cemas melihat orang yang dicintainya masih terpuruk duka. Dia tahu betul bagaimana Lynn yang kini merasa hidup dalam bayang-bayang dosanya. Wanita itu belum memaafkan dirinya atas apa yang telah diperbuatnya."Kamu tak kedinginan?" Jeff memaksakan senyum tipisnya, dia menyodorkan mug berisi cokelat panas.Lynn membalas senyum Jeff kikuk. Dia menerima gelas itu, menghirup aroma manis dan wangi, tapi dia tak meminumnya. Dia hanya menggenggam mug itu, menatap kepulan kecil yang mengudara."Kamu tak boleh terus menerus seperti ini, Lynn. Bagaimanapun, kamu tetap harus melanjutkan hidup setelah—""Pantas

  • Love Is Complicated   Lynn Menemui Rose

    "Apa kabar, Rose?"Rose melirik ke arah Steve sebelum dia menjawab, "Lebih buruk!"Dia merasa lebih buruk, dia baru saja mendapat ingatannya dan Lynn menemuinya di hari itu juga. Sebut saja jackpot sialan."Maaf, aku baru menemuimu hari ini ...." Kalimat Lynn tercekat. Dia akui dirinya seperti pengecut. Terlalu takut dan malu menemui Rose.Rose melirik Steve dan pria di seberang kursi. Steve mengangguk kecil memahami arti tersirat tatapan Rose. Wanita itu ingin berempat mata saja dengan Lynn.Steve beranjak dari duduknya, merangkul Jeff meninggalkan ruangan itu. Sebelum Jeff benar-benar pergi, dia melirik Lynn seolah meyakinkan wanita itu akan baik-baik saja.Roe mengatur napasnya, berpindah duduk di samping Lynn yang duduk di kursi roda."Aku menyesal," lirih Lynn menatap Rose dan menunduk lagu.Rose memaksakan senyum tipisnya. Jika dia mau, dia bisa membalas perbuatan Lynn. Namun, dia enggan. Melihat kondisi Lynn yang cacat sep

  • Love Is Complicated   Rose Mendapatkan Ingatannya Kembali

    Kepalanya terasa disengat dan diikuti pukulan-pukulan yang mendentum. Sakitnya menyerangnya, hingga Rose lupa apa dia masih hidup atau mati.Sebelum penglihatannya gelap, dia menyerukan nama Steve.Lalu dia tersadar.Rose berada pada ruangan putih, sangat luas. Tak ada seorang pun disana selain dirinya. Rose berputar, barangkali dia akan menemukan pintu. Namun, tidak ada sama sekali."Apa aku sudah mati? Apa ini surga?" tanya Rose. Tapi itu terdengar mustahil baginya. Dia tak mungkin mati semudah itu. Mati karena menabrak pembatas jalan? Bah, keren sekali! Batin Rose.Lalu, dia memeriksa pakaiannya. Kalau dia mati, harusnya pakai putih-putih, tapi dia justru berbalut kaus kuning pucat dan legging, pakaian olahraganya tadi.Cahaya silau berpendar, dan dentum di kepalanya mendera."Akh!"Rose menahan kepalanya yang serasa ingin meledak. Dia berlutut. Lama-kelamaan dia bergelung di lantai putih itu."Kalau aku t

  • Love Is Complicated   Terpaksa Menabraknya

    Steve kian mendekap tubuh bergetar Rose, mengecup pucuk kepalanya setidaknya menenangkan wanita itu. Namun, tidak tenang sama sekali."Jangan paksakan dirimu," lirih Steve."Aku tak bisa seperti ini, Steve. Aku ... tersiksa!" ujarnya dengan suara terputus-putus.Steve memindahkan Rose ke ranjang, mengusap pipi Rose yang basah."Kau tentu akan mengingatnya!" ucap Steve, terdengar yakin. Namun, dia sendiri meragukannya.Rose tak menyahut lagi, dia masih terisak-isak. Ucapan terakhir Steve tak menenangkan sedikitpun baginya, justru dia muak mendengar kalimat itu. Dia akan mengingatnya, tapi kapan? Itu membuat Rose kian tersiksa."Tinggalkan aku sendiri," lirih Rose sambil menepis pelan tangan Steve di pipinya."Rose–""Keluar," katanya, "aku ingin sendiri!"Steve menghela napas. "Berjanji padaku, kau tak akan mengacau seperti itu!"Rose tak menggubrisnya. Dia merasa kesal dengan Steve."Aku tak akan kelu

  • Love Is Complicated   Rose Mengamuk

    Malam itu, Rose termenung dalam kamarnya, jendela sengaja dia buka, rembulan bersinar masuk dalam kamarnya yang gelap itu, Rose sengaja mematikan lampunya.Dia menyandarkan punggungnya di dinding, semilir angin menerpa menembus tulang. Rambutnya yang melorot terumbai-umbai.Rose memejamkan matanya, berusaha mengingat kembali ingatan yang dilupakannya. Dia mulai tersiksa dengan ketidaktahuan peristiwa yang dia alami."Argh!" erang Rose frustrasi, dia tak mengingatnya.Dia mengacak rambutnya, cepolan rambutnya sudah terurai dan nampak kian semrawut.Rose mengulangnya kembali. Memfokuskan titik pencariannya.Gelap.Suara datang bergemuruh.Gelap."Argghhh!"Deru napas Rose memburu, dia menyapu alat-alat kosmetiknya di meja rias, menendang kursi riasnya terpelanting menabrak pintu hingga terdengar suara gebuman."Kenapa aku tak bisa mengingatnya!" Rose menatap pantulan bayangannya di cermin yang kini tampak menye

DMCA.com Protection Status