Home / Romansa / Love Is Complicated / Kabanata 41 - Kabanata 50

Lahat ng Kabanata ng Love Is Complicated: Kabanata 41 - Kabanata 50

96 Kabanata

Mainkan Gitar Untukku

"Meja lipat disana," tunjuk Lynn pada lemari sudut kamarnya.Steve mengatur meja lipat tersebut di atas paha Lynn dan meletakkan semangkuk soto."Selang ini menggangguku. Tak bisakah aku lepas saja?""Nanggung, cairannya sisa sedikit, tuh. Mubazir dibuang begitu saja."Lynn mencebikkan bibir, menyendok malas sotonya."Mau kusuapi?""Terus kamu makannya gimana?" Lynn melirik mangkuk milik Steve. Terlebih, Steve memang lapar, sedari pagi perutnya belum terisi. Lynn juga tahu diri, dia tentunya tak ingin merepotkan Steve lagi.Pria itu menyengir.Keduanya menikmati hidangan dalam diam. Panasnya kuah mengucurkan peluh keringat di dahi Lynn."Fiuhh, aku sudah sehat kembali." Lynn menunjukkan keringatnya di dahi lalu mengelapnya.Steve menggeleng-gelengkan kepala."Mungkin sebaiknya kau pulang," ujar Lynn sekembalinya Steve dari dapur—membawa mangkuk kosong."Kau mengusirku, begitu?""Ish, tid
Magbasa pa

Kedai Bunga

"Ya, benar. Aku berencana menemui Jessica. Aku hanya sedikit penasaran kenapa dia tak menghubungiku akhir-akhir ini."Lynn menoleh, "Oh ya? Kau memang sebaiknya harus menemuinya." Lynn membuang wajah ke samping. Ia merasa jahat, trik liciknya tentu hanya akan berimpas pada Steve. Namun, wajah Lynn juga menyiratkan tatapan puas, sudah bisa dibayangkan bagaimana wajah masam Jessica yang penuh kekesalan.Steve berlalu keluar, melajukan mobilnya pulang ke rumah.Ternyata, Jessica sudah berdiri menantinya dengan tangan saling bersedekap di dada. Alisnya bertambah meliuk seiring mobil Steve memasuki pelataran rumahnya.Steve pun juga sama bingungnya. Tak biasanya wanita itu datang ke rumahnya tanpa pemberitahuan."Bersenang-senang di luar, huh?!" Jessica menatap tajam menusuk ke dalam manik mata Steve. "Sejak kapan kau disini?" tanya Steve langsung membuat Jessica memutar bola mata 360 derajat."Dua jam lalu." Jessica membuang tatapannya k
Magbasa pa

Marah (Lagi)

Setibanya di rumah Jessica, rupanya wanita itu sudah bediri tegang—kembali diliput amarah—kedua tangannya yang menjuntai di sisi badannya kini bersilangan depan dada."Kenapa kau lama sekali? Doyan sekali membuatku lumutan, iya?" semprot Jessica saat Steve sudah berdiri di hadapannya."Maaf, Jess. Tadi terhalang macet, " bela Steve.Jessica menyipitkan mata menatap Steve, mencari titik kebohongan di mata pria itu."Hm." Jessica menghela napas. Lalu matanya kembali menyipit, tangan kanan Steve sedari tadi bertengger sembunyi di belakangnya."Apa yang kau sembunyikan di belakangmu?"Steve tersenyum tipis lalu mengeluarkan sebuket bunga yang disembunyikannya."Untukku?" Jessica berpekik senang.Steve mengangguk.Jessica menerima bunga tersebut, membauinya. "Ah, romantis sekali. Dari mana kau tahu kalau aku menginginkan bunga saat ini?"Steve hanya menyengir. Dalam hati, ia juga berseru senang. Rasanya bag
Magbasa pa

Danau

Langkah Jessica terhenti, ia berbalik. Lantas maju satu meter."Apa yang harus aku katakan jika segala kepingan-kepingan yang tak disangka-sangka menjadi satu kesatuan unit cerita ... dan semuanya mengarah padamu." Jessica berlalu masuk ke mobilnya."Jess, aku tidak pernah melakukannya. Jess ... Jessica!!" Steve mengetuk pintu kaca mobil Jessica.Jessica menghela napas, ia menurunkan kaca mobilnya."Dengar, Steve. Aku ... aku bukan gantungan yang bisa seeenaknya kau gantung lama-lama."Ucapan Jessica bagai belati menusuk tepat ulu hati. Steve terdiam membatu di tempat hingga mobil Jessica kini sudah menjauh dari pelupuk mata.Steve mengacak frustasi rambutnya.Bulir-bulir air hujan satu per satu menetes dan semakin cepat laju tetesannya. Steve berteduh di halte bus, kedua kakinya sengaja ia selonjorkan hingga basah kuyup. Steve pulang ke rumahnya dengan perasaan kacau terombang-ambing. Ia menghempaskan tubuhnya di kasur empuk.
Magbasa pa

Babang Steve

Kedua mata Lynn terpejam, Steve melirik wajah teduh Lynn. Barangkali wanita itu tengah menyerukan deretan doa untuk saudaranya.Angin malam kembali mengembuskan dinginnya, ayunan tua yang menggantung di ranting pohon terayun pelan oleh ulah angin."Aku tak menyangka jika Cassandra meninggalkan kami begitu cepat. Tuhan seolah memang hanya ingin merengut Cassandra seorang ...."Lynn melempar batu-batu kecil ke tengah danau menimbulkan riak melingkar di permukaan air tenang tersebut."Boleh dikata, aku, ayah, dan ibu hanya mendapat luka ringan. Ibuku hampir gila melihat mayat Cassandra, ayah yang selalu mengumbar lelucon jenakanya mendadak jadi pendiam, dan aku ... air mataku kering ....""Tuhan tak pernah merenggutnya darimu. Cassandra akan selalu ada dalam hati kalian," ujar Steve menenangkan Lynn.Lynn menghela napas."Ayo pulang." Steve berdiri dengan mengulurkan tangan kanannya pada Lynn.Lynn tersenyum tipis lantas meraih ge
Magbasa pa

Hujan

"Ya deh, iya. Gak manggil Steve gitu lagi. Baliking dong keripiknya."Steve tersenyum tipis, keripik itu disodorkan lagi pada Fianne.Steve beranjak berdiri, menyusun duplikat berkas-berkas rekapitulasi di lemari rak belakangnya.Jam hampir menunjukkan pukul lima sore, Steve bergegas merapikan mejanya. Berbeda dengan Fianne yang kini mengoleskan lisptik di bibirnya dan merapikan geraian rambutnya."Aku pulang duluan," pamit Fianne seraya merebut tasnya.Lynn menaruh tasnya di jok tengah mobil, rambutnya ia kuncir rendah dengan beberapa helai menjuntai di belakang telinganya."Mampir di toko buku dulu, ya!" ujarnya.Steve membelokkan mobilnya, tepat di persimpangan jalan, ada toko buku disana."Di belokan sana juga ada toko buku," ujar Steve."Baiklah."Steve menepikan mobilnya, ia keluar berjalan beriringan dengan Lynn memasuki toko buku tersebut.Keduanya berpisah tujuan; Lynn menuju rak buku fantasi dan k
Magbasa pa

Aku Mencintaimu, Steve

"Hai," sapa Steve."Ya ... tidak masalah ... tentu." Sambungan telepon berakhir. Steve menghela napas."Ada apa?" tanya Lynn penasaran.Steve menoleh dengan senyum dikulum. Alis Lynn terangkat, berpikir apa yang Jessica katakan hingga Steve senyam-senyum seperti ini."Dia memintaku menjemputnya di studio," ujar Steve kemudian.Lynn seketika terdiam. Akankah keduanya akan segera baikan dan ... Lynn tak ingin praduganya akan segera terjadi."Kau tak apa, kan ikut denganku? Ya aku tahu, kau tak ingin bertemu dengan dia dan dia juga enggan bertemu denganmu. Kecuali, kalau kau ingin kuantar dulu. Mau yang mana?"Lynn menatap rintik hujan. Dia tak sudi bertemu dengan Jessica. Namun, mengantar dirinya pulang tentunya jauh lebih merepotkan, terlebih rumahnya jauh sedangkan jarak studio Jessica cukup dekat dari toko kaset tersebut. Taksi juga sepertinya susah—saat itu pukul sepuluh malam.Lynn menghela napas, ia mengangguk.
Magbasa pa

Bagai Orang Asing

Steve melangkahkan kakinya.Ia telah membuat keputusannya, entah dia akan menyesalinya atau ... justru sebaliknya.Lynn menahan napas.Kedipan matanya melambat seiring langkah kaki Steve yang berjalan mendekatinya.Kedua tangannya memegang dadanya. Entah diliput apa sekarang perasaannya.Dengan langkah kaki lebar Steve, dia kini berdiri dihadapan Lynn, hampir merapat agar Lynn bergabung dalam naungan payungnya.Dalam temaram lampu trotoar, Lynn melihat jelas ekspresi Steve yang entah apa artinya, mata cokelat gelap teduhnya entah ingin menyampaikan apa."Aku mencintaimu, Steve!" ujar Lynn dengan suara terisak-isak. Tangisnya sudah reda. Ia memandangi mata cokelat pekat milik Steve, walau sedikit buram, rembesan air hujan dari rambutnya mengalir di wajahnya.Steve menarik Lynn, mendekapnya. Dia tak tahu apa alasan dia memeluk Lynn. Dia hanya ingin saja. Steve mengelus-elus punggung Lynn. Segunung pertanyaan dalam kepalanya berke
Magbasa pa

Empat Mata Dengan Jessica

Steve mengeluarkan mobilnya dari bagasi. Ia meluncur dengan kelajuan di atas rata-rata.Namun, sesampainya di rumah Jessica—yang gelap gulita— Steve terduduk lesu di kursi teras.Dia menunggu hampir dua jam lamanya. Sesaat lampu sorot mobil menyorotinya, ia berdiri kaku di depan pintu.Jessica berjalan lenggok dengan anggunnya menuju Steve, rahangnya berubah kaku dengan pandangan yang tersulut marah."Ada apa kemari?" tanyanya ketus."Aku ingin menemuimu."Jessica membuang pandangannya ke dinding pembatas rumahnya."Masuk," titahnya setelah membuka kunci rumahnya.Jessica langsung menuju dapur, keluar dengan membawa segelas jus di tangannya."Aku tinggal sebentar, gerah. Gak apa-apa, kan?" Jessica meletakkan jus tersebut di hadapan Steve.Steve mengangguk. Jessica berbalik. Namun, belum beberapa langkah, ia melongokkan kepala dari dinding."Toplesnya dibuka sendiri, ya!" Jessica memang tak panda
Magbasa pa

Pertemuan Pertama Dengan Lynn

Steve meninggalkan rumah Jessica dengan perasaan lega menyergap. Kini, dia tak perlu mengkhawatirkan apapun tentang dia—perasaannya.Steve sengaja lewat depan rumah Lynn.Dia menghela napas. Masalahnya kini ada pada wanita itu. Steve berniat mampir di rumah Lynn. Namun, waktunya tidak tepat, pukul 23.00, Lynn sudan tertidur—biasanya, tapi entah sekarang. Barangkali pikirannya terganggu dengan insiden malam itu hingga membuatnya kesulitan tertidur, mungkin.**Steve bergerak gusar di kursinya, ujung sepatunya mengantuk-antuk ubin membuat suara tk ... tk.Fianne memutar kursinya menghadap Steve. "Bisakah kau diam? Kau mengganggu konsentrasiku," ujarnya menatap kesal ke arah Steve.Steve mengendikkan bahu. Fianne memutar kembali kursinya, suara ketikan jemarinya di atas keyboard terdengar menyakitkan. Wanita itu rupanya balas dendam.Steve kembali menghadapi komputernya.Sepuluh menit lagi jam istirahat.Fianne
Magbasa pa
PREV
1
...
34567
...
10
DMCA.com Protection Status