Home / Romansa / Love Is Complicated / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Love Is Complicated: Chapter 51 - Chapter 60

96 Chapters

Aku Akan Mencoba ... Mencintaimu

Steve memperbaiki posisi duduknya."Sejak kapan?"Lynn menunduk, ia menautkan jari-jemarinya. Ia menggigit bibir bawahnya."Aku tak tahu pasti kapan, tapi aku menyadari perasaanku untukmu sejak kau dan Rose menjalin hubungan. Aku tahu, saat itu kau milik Rose ... perasaanku semakin tumbuh tak tahu malu."Steve memejam matanya, menarik napasnya kuat. Apakah ada hubungan dengan Rose? (Lagi)"Selama itu?"Lynn mendongak, menatap Steve. Dia mengangguk pelan.Steve menghela napas.Keduanya kembali terdiam. Steve tengah menyusun pertanyaan keduanya. Pertanyaan menggunung di kepalanya menyulitkannya mengeluarkan satu per satu.Tatapan mata Lynn berubah sendu, memorinya kembali berputar mengingat insiden di bandara dua tahun lalu. Hari itu, hari dimulainya runtuhnya kehidupan Steve dan hari bangkitnya perasaan Lynn yang semakin menjadi-jadi.Lynn menyandarkan punggungngya di sandaran sofa."Kau tahu, di saat aku me
Read more

Kau Membuatku Berkeringat

"Apa kini semuanya berakhir?""Tidak, semuanya baru saja dimulai," jawab Steve.Steve membaringkan tubuhnya dengan kaki bersilangan. Senyumnya tak lepas dari wajahnya. Keputusan menerima Lynn sebagai kekasihnya tindakan yang benar dan sepenuhnya mengusir bayang-bayang Rose.Esok kembali memulai lembar memori baru**Cahaya matahari menyelisik masuk menembus tirai putih jendelanya. Steve membulatkan mata, melompat masuk ke kamar mandi.Sial, dia telat.Steve tak masalah jika dirinya telat barang lima menit—masih bisa ditoleransi. Namun, nahasnya, dia sudah sepakat dengan Lynn untuk ke kantor bersama hari ini.Steve merampas tasnya, memasang dasi sambil berjalan menuju mobilnya.Lynn mengetuk-ngetuk jam tangannya, sebentar lagi keduanya telat."Harusnya aku berangkat saja tadi," kesal Lynn.Mobil Steve memasuki pelataran rumah Lynn."Maaf, aku terlambat bangun," ujar Steve."Cepat!" titah Ly
Read more

Berdua di Tengah Malam

Steve mengangguk, "Hanya beberapa kaleng soda," ujarnya."Pas sek–""Dan piza," tambah Steve. Dia menyengir mendapat tatapan Lynn yang seolah berkata, "Lancang sekali kau memotong ucapanku."Lynn mengacungkan dua jempol. Steve mengartikannya sebagai "Bagus, balas dendam yang bagus."Steve menarik Lynn keluar dari kamar.Kini keduanya duduk di masing-masing seberang meja. Steve mengusap kedua tangannya kala Lynn membuka penutup piza. Steve meraih satu potongan dan tangan satunya menggeledah isi kotak pazel. Kepingan-kepingan pazel ia tumpahkan di atas meja.Selembar kertas kecil tentang hasil jadi pazel tersebut, seorang gadis bermahkota bunga duduk di atas batu di tengah-tengah air danau, satu tangannya memainkan riak danau, burung-burung beterbangan di langit yang mulai memerah."Sempurna."Lynn mengangkat kepala, "Belum dimulai, Steve."Steve hanya tertawa.Lynn mengambil kepingan pazel dengan satu tangan
Read more

Kalung Untukmu

Keduanya kini berada di taman."Kau dari dulu tak pernah berubah," ujar Lynn."Banyak yang berubah. Namun, tidak dengan tempat ini."Lynn menoleh menatap Steve. Pikirnya, yang dimaksud Steve adalah kisah dua tahun lalu.Steve tersenyum menoleh mendapati wajah diam Lynn."Salah satunya kau. Kemarin aku hanya sahabatmu yang bodoh dan hari ini aku pacarmu." Steve terkekeh kecil."Ya, aku juga tak pernah menyangka hal ini akan terjadi, padaku."Steve bangkit berdiri dari bangku taman. Lynn mendongak."Kau haus?" tanya Steve.Lynn mengangguk samar. Steve berbalik menuju kedai minuman yang tak jauh dari mobilnya terparkir. Lynn menoleh menatap punggung Steve yang menjauh.Lynn merogoh cincin dari dalam tas sampirnya. Ia mengangkat agak tinggi cincin tersebut hingga berkemilau diterpa sinar matahari."Apa dia pria yang masih sama dengan pria dua tahun lalu?" ujar Lynn, ia menggerak-gerakkan cincin tersebut."
Read more

Pesta Topeng

"Ingat, jangan coba-coba menjauh dariku. Kau tahu, beberapa pria belang mencoba menerkammu," bisik Steve."Dengan senang hati, Tuan Robinson."Steve tertawa kecil mendengar Lynn menyebutnya tuan. Tangan Steve terangkat. Namun, keburu Lynn menurunkannya."Jangan coba-coba mengacak rambutku. Kau tak tahu berapa lama aku menatanya."Kini keduanya sampai di pintu aula, dua penjaga meminta bukti undangan. Steve mengeluarkan dua undangan atas nama dirinya dan Lynn dari balik sakunya."Selamat datang Nona Meinen dan Tuan Robinson." Penjaga menyodorkan dua topeng untuk Lynn dan Steve, penjaga satunya membuka pintu aula.Aula gedung berubah layaknya istana dengan segala kemewahan di setiap mata memandang.Keduanya mengedarkan pandangan, rupanya sudah begitu ramai. Lynn menarik Steve mendekati seorang wanita yang nampak familiar.Lynn menyentuh pundak wanita itu lantas ia menoleh."Yes?""Leiss?" Leiss membuka topengn
Read more

Si X?

Steve datang di rumah Lynn begitu awal. Katanya ingin sarapan lama-lama berdua. Kalimat sederhana itu sudah membuat pipi Lynn memanas di pagi buta.Ada yang salah dengan dirinya, dia mudah sekali terbawa perasaan oleh Steve bahkan hanya kalimat sepele pun."Terimakasih," ujar Steve lalu menggigit rotinya.Pergerakan tangan Lynn yang sedang mengoles roti terhenti, dia menatap Steve, "Ada apa?""Untuk kirimannya," jawab Steve."Kiriman?" Lynn kembali mengernyit tak menangkap maksud Steve."Kau lupa?""Aku tak mengirim apapun padamu, Steve.""Kalau bukan kau, lalu siapa yang mengirimiku dua buku?" tanya Steve.Lynn mengedikkan bahu seraya menggigit rotinya."Salah kirim, mungkin," ujar Lynn.Steve mengedikkan bahu tak tahu."Waktunya berangkat," ujar Lynn membuyar lamunan pagi Steve. Ia meraih luaran kemejanya yang tersampir di kursi sebelahnya lalu memasangnya.Sesampainya di kantor, Steve kemba
Read more

Rel Kereta Api

Lynn membereskan mejanya cepat menyadari Steve sudah bersandar menunggunya di ambang pintu ruangannya. Setelahnya, dia berjalan bersejajaran dengan Steve keluar."Tiba-tiba saja aku teringat bubur kacang hijau Mbok Ibin," ujar Lynn setelah selesai memasang sabuk pengamannya."Mau kesana?" tanya Steve.Lynn mengangguk antusias, senyumnya melebar.Sesampainya di tempat tujuan, Lynn memberanikan diri menggenggam tangan Steve terlebih dahulu. Steve terkekeh kecil lalu mengambil alih tangan Lynn, menenggelamkan tangan kecil Lynn dalam genggamannya. Keduanya sontak tertawa dan menyusuri jalan setapak sepanjang lima meter menuju warung Mbok Ibin.Suasana warung Mbok Ibin cukup senyap di penghujung sore itu. Sesekali, Steve melirik Lynn menyantap lahap bubur kacang hijaunya.Sebelum mereka pulang, Mbok Ibin memberikan dua bungkus bubur."Ini untuk Neng Lynn dan si ganteng, ye. Jangan lupa dihangatkan lagi, ya." Mbok Ibin memang sedari dulu ke
Read more

Pengganti Tujuh Menit

Steve menoleh cepat, tapi tak ada siapapun disana, kecuali dahan pohon yang bergerak-gerak. Awalnya Steve ingin mengabaikannya, pikirnya barangkali tetangga. Namun, tak urung kakinya mengendap-endap menuju pohon tersebut. Hingga dia melihat siluet."Heyy!!" teriak Steve mendapati seseorang memanjat dinding pembatas. Steve berlari cepat hendak menarik kakinya. Namun, keburu orang tersebut berhasil melompat.Steve hanya mengingat jelas sepatu yang dipakai orang berbalut setelan hitam itu, sepatu converse hitam putih.Mungkingkah itu maling? Pikir Steve.Steve berbalik mengamati sekeliling rumahnya, tak ada tanda-tanda yang tertinggal. Steve berlalu masuk ke rumahnya.Steve langsung menuju komputernya, mengecek kamera pengawas. Tidak ada orang yang memasuki rumahnya sepanjang sore tadi. Bahkan rekaman sejam lalu, tak ada yang berlintas di depan rumah.Namun, satu rekaman—walau tidak terarah jelas ke are pohon. Steve melihat bayangan m
Read more

Kau Masih Mencintaiku, Kan?

  Lynn membaringkan tubuhnya, mengenyahkan pria asing tadi, menggantinya dengan wajah Steve. Senyumnya tiba-tiba melengkung, wajahnya kembali terasa panas. Lynn menangkup wajahnya, dinginnya tangannya setelah menyentuh es melelehkan panas di pipinya. Lynn menggigit bibir bawahnya. Bayangan Steve kini memenuhi ruang kepalanya. Akhir-akhir ini, Lynn terlalu sering jatuh terbuai dalam pesona pria itu. Ah, sial! Membayangkan Steve saja bisa membuatku gila! Batin Lynn. Kedua kakinya menendang-nendang ke udara. Hingga tanpa sadar, bayangan-bayangan Steve dalam kepalanya mengantarnya ke alam mimpi. "Pagi!" Steve muncul dengan senyum berbinar—terlalu berbinar malah—di pagi buta ini. Awal pagi Lynn menjadi begitu sempurna, dia lantas mempersilakan Steve masuk. Kini keduanya duduk berhadapan di meja makan. Lynn mengoles roti tawar dengan selai cokelat tebal, lalu menyerahkannya pada Steve. Dengan senang hati Steve menerima r
Read more

Membekuk Si Penguntit

"Kau masih mencintaiku, kan?"Steve berbalik, tersenyum menatap wajah sendu Lynn."Aku mencintaimu!" ujar Steve.Di kamar, Steve membolak-balik lembar buku bacaannya tanpa minat membacanya. Pikirannya kini berada jauh dari tempatnya. Seseorang bersetelan hitam, Steve bertemu dengannya di tempat yang sama. Namun, tak mungkin secara kebetulan berada pada empat tempat yang sama dengan tempat yang Steve dan Lynn kunjungi hari itu.Bahkan di tempat yang jauh dari keramaian, terdengar mustahil jika bukan dia seorang penguntit, menguntit Steve dan Lynn.Steve mengecap bibirnya, menutup kasar buku bacaannya lalu berpindah ke ranjangnya. Kedua tangannya berada di belakang kepalanya, kakinya saling menyilang, tatapanna menatap hampa langit-langit kamarnya hingga dia jatuh tertidur.Steve terbangun lebih awal—mendahului alarmnya— bahkan fajar saja masih belum menampakkan diri. Steve beralih duduk di kursi, meraih buku kiriman dari si
Read more
PREV
1
...
45678
...
10
DMCA.com Protection Status