Beranda / Romansa / Duda Tetangga / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Duda Tetangga: Bab 1 - Bab 10

44 Bab

Ica

 "Ica, kamu pulang, gih, antar kunci rumah sebelah ke orang yang mau ngontrak di sana!" seru Vina_ibu_Ica dari balik rak-rak sembako di tokonya. "Ibu aja lah, biar Ica yang jaga toko." Gadis bertubuh mungil itu enggan beranjak dari kegiatannya menimbang tepung dalam kemasan kiloan."Kalau Ibu yang pergi nanti siapa yang nerima sales gula?""Ica, lah.""Enggak, Ibu enggak percaya sama kamu. Kemarin disuruh nemuin sales minyak untuk ditolak dulu agar enggak ngambil lagi. Eh, kamu malah terima barang lagi."Ica tersenyum mendengar penuturan ibunya. Gadis itu teringat kembali peristiwa tiga hari lalu, saat ia ditugaskan oleh ibunya untuk menyetor uang pada sales minyak dan tidak mengambil barang dulu. Sayangnya, pesan ibu buyar begitu saja di kepalanya, ketika mata bening Ica, menangkap pemandangan indah di dalam truk kontainer pengiriman barang. Supir truk tersebut berwajah tampan, sekilas mirip artis Rizky Billar.
Baca selengkapnya

si Putri Tidur

Terdengar dengkuran halus yang keluar dari rongga hidung Ica ketika Vina dan temannya Fariz menghampiri Ica. "Kok, dia ngorok Riz?" tanya Vina yang keheranan setelah menghampiri anaknya. "Berarti dia bukan pingsan, hanya tidur." Fariz segera menggendong Ica dan membawanya ke kamar sesuai arahan Vina. "Riz, gimana menurut kamu tentang Ica? Dia nggak seperti biasanya seperti ini." Vina bertanya dengan suara yang pelan seolah tak ingin menggangu Ica yang sedang tertidur. "Sebaiknya kamu periksain Ica, deh." "Sudah. Dokter bilang androphobia." "Aku curiganya bukan itu. Kalau adrophobia itu kan rasa takut atau trauma, kalau Ica rasanya bukan." Betul, Ica nggak pernah cerita kalau dirinya takut melihat cowok ganteng, yang ada malah senang, batin Vina. "Iya juga, sih. Terus ini aneh, baru pertama kali terjadi dia mimisan dua kali setelah melihat orang yang sama." "Jadi maksudmu, dia nggak pernah mimis
Baca selengkapnya

Calon Mantu

Cataplexy, nama yang disematkan oleh Dokter Fariz setelah melihat hasil CT Scan, dan serangkaian tes, Ica. Merupakan penyakit langka yang menggangu fungsi bagian pada limbik otak, di mana kondisi emosi yang sangat kuat terjadi tiba-tiba seperti marah, takut, dan tertawa dapat memicu kelumpuhan pada otot tubuh."Jadi Ica bisa lumpuh?" tanya Vina, panik."Bukan begitu. Begini, secara gampangnya jika Ica memiliki perasaan bahagia yang berlebih akibat melihat pria tampan. Maka, dia akan mengalami kelumpuhan otot seperti tubuhnya lemas seketika. Dalam kasus Ica, cataplexy diawali dengan hidung mimisan dan tertidur," terang Fariz mencoba menenangkan sahabatnya."Apa bisa sembuh?" "Untuk sembuh, tidak. Tapi nerkolepsinya bisa diobati.”"Nerkolepsi? Apalagi itu?""Serangan tidur, Vin. Ica pasti sering mengantuk di siang hari dan tertidur ketika beraktivitas.""Tidak, Ica nggak pernah mengalami itu, serangan tidur terjadi s
Baca selengkapnya

Gosipin Om Duda

"Kamu serius mau nikahin, Ica?" Vina menatap lekat mata sahabatnya, mencari sebuah ketulusan di sana. Fariz menunduk, tak berani membalas tatapan Vina. Dalam hati ia menyesal telah mengucapkan pertanyaan itu. Pertanyaan yang dua hari lalu sempat dia tolak kala Vina memintanya di rumah sakit. Ponsel Fariz bergetar, sebuah pesan masuk di aplikasi WhatsApp-nya. Lelaki itu merasa terselamatkan oleh bunyi pesan tersebut."Nanti kita bicarakan lagi, ya, Vin. Pasienku sudah menuggu. Ica akan bangun setelah dua menit, beritahu aku jika waktu tidurnya lebih lama dari biasanya. Aku titip Caca, ya." Vina mengangguk."Kamu tak perlu melakukan itu, Riz. Lupakan permintaanku dua hari yang lalu," ucap Vina, sebelum Fariz menutup pintu.Pria yang bagi Vina seperti saudara lelakinya itu hanya mengangguk pelan dan menutup pintu perlahan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-hentinya Fariz berdecak menyesali ucapannya saat di rumah Vina. Harusnya dia tak
Baca selengkapnya

Dinner

 Fariz benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Vina dan anaknya. Kenapa Vina bisa begitu santainya menanggapi curhatan anaknya yang menyukai teman ibunya? Meski jujur, harus Fariz akui bahwa dirinya tersanjung karena ditaksir oleh gadis yang layak jadi ponakannya. Dokter bedah saraf itu pun tersenyum sendiri mengingat peristiwa di toko, tadi sore. Ia merasa dejavu, karena ditaksir oleh cewek yang usianya jauh lebih muda darinya. Hal ini pernah ia alami, dulu saat bersama Bella, mantan istrinya. Bella terpaut usia sepuluh tahun darinya. Fariz kira, pernikahannya dengan Bella akan berjalan lancar mengingat usia mereka sama-sama matang. Fariz yang kala itu berusia 35 tahun akhirnya memutuskan menikahi Bella yang berusia 25 tahun. Pandangan Bella yang tak ingin memiliki anak dalam pernikahannya, Fariz pikir akan hilang seiring berjalannya waktu, tetapi semua salah. Bella benar-benar tidak menikmati pernikahan mereka setelah mereka punya anak. Lima
Baca selengkapnya

Pernikahan

  Ica menangis tersedu setelah mendengar penuturan ibunya. Mau tidak mau, Vina harus menceritakan tentang penyakitnya kepada anak semata wayangnya. Ia pun menceritakan tentang rencananya untuk menikahkan Ica dengan sahabatnya.  "Ica nggak mau nikah, Ica maunya Ibu sembuh," isak gadis pengidap Cataplexy itu menangis di pangkuan ibunya.  "Ica doain, ya. Besok, Ibu udah harus operasi. Malam ini Ibu sudah panggil Pak RT." Vina mengusap lembut kepala anaknya. Mendengar kata Pak RT disebut, Ica bangun dari pangkuan Vina, menatap heran kepada Ibunya. "Ibu mau nitipin Ica ke Pak RT?" tanya Ica, panik.  Dulu, waktu Ica masih sekolah dan ibunya harus dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sama. Vina menitipkan gadis kecilnya di rumah Pak RT yang sudah menganggap Ica seperti anaknya sendiri.  "Nggak, Sayang."  "Alh
Baca selengkapnya

Ada yang Cemburu

_Kanker kolorektal stadium 4 any T any N M1a_ hasil dari tes CT scan, USG perut, rontgen dada, USG endorektal dan USG intraoperatif yang dijalani Vina.  "Ini artinya apa, Om?" tanya Ica yang tak paham akan hasil lab yang diberikan oleh dokter Rita untuknya.  Fariz tak menjawab, bibirnya terasa kelu untuk menjelaskan bahwa sahabat sekaligus mertuanya itu sangat tipis berkemungkinan untuk sembuh. "Dok, ini artinya apa?" Lagi, Ica bertanya mencoba minta penjelasan kepada dokter Rita, orang yang selama ini menangani penyakit ibunya. Dokter yang asli timur itu hanya bisa melirik ke arah Fariz. Pria itu sudah meminta ijin agar dirinya yang akan menjelaskan penyakit Vina kepada anaknya.  "Biar dokter Fariz yang akan menjelaskannya," jawab dokter Rita mengusap pundak Ica yang duduk mematung di kursinya lalu meninggalkan dua orang itu untuk berbicara. &
Baca selengkapnya

Janji Ica

 Fariz langsung membawa Ica masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya masih cemberut karena melihat pemuda asing yang tak dikenalnya itu mengikuti langkahnya. Tepat di depan pintu kamar Fariz menghentikan langkah dan memutar badan menghadap ke Reno.  "Sebaiknya Anda pulang saja, Ica baik-baik saja," ucap Fariz ketus. Reno terkejut, menyadari bahwa dirinya telah bertindak di luar kesadaran, karena panik melihat Ica yang berdarah dan pingsan ia malah ikut masuk ke rumah orang yang tak dikenalnya tanpa di undang. Ia pun bergegas pulang.  Di dalam kamar, Fariz masih terlihat khawatir dengan kondisi Ica yang belum sadar juga. Sampai akhirnya pria paruh baya itu menyadari ada yang aneh pada reaksi dirinya ke Ica. Ini terlalu berlebihan, kenapa pula aku mengecek suhu tubuh dan detak nadinya? Bukankah dua atau tiga menit lagi gadis ini akan sadar? Pikir Fariz.   
Baca selengkapnya

Jangan Jual Mahal

"Hai Sayang, perlu bantuan?" Ramah Fariz menyapa istrinya hingga membuat sang istri meneteskan darah dari hidungnya.  "Yah, Mama Ica mati lagi, deh," celetuk Caca yang panik melihat hidung Ica mulai mimisan.  Brug!  Suara rolling door terdengar keras ketika Ica menyandarkan tubuhnya, berusaha mengatur ritme jantungnya yang melonjak cepat ketika mendengar kata 'Sayang' dari Fariz.  "Kamu kenapa, Ca?" Reno kaget melihat Ica yang menyandar pada pintu toko dengan wajah yang pucat.  "Biar saya saja," cegah Fariz, saat Reno ingin memapah tubuh Ica.  Ica menunduk, ia tak ingin menatap wajah Fariz, karena tak ingin pingsan lagi. Sekuat tenaga ia mengatur napas dengan membuang dan menghirup udara dari mulut dan hidungnya. "Tetap lakukan itu, dan jangan membuka mata," bisik Fariz yang menyadari kalau Ica sedang mengatu
Baca selengkapnya

Tamu yang Barbar

Mata Fariz masih mendelik tajam, meminta kejelasan, bagaimana bisa Caca mengetahui istilah pancil dicicil? "Jelasin dulu kenapa Caca bisa tau istilah itu?" ancam Fariz yang enggan menjawab pertanyaan anaknya tentang kata 'istri'. "Ada sales panci yang datang ke toko menawari sistem pembayaran cicil, mungkin dari situ Caca tahu."  Caca mengangguk. "Betul. Kalau istri apa, Pa?"  "Istri itu ...." Suara bel pintu menghentikan mulut Ica untuk memberi penjelasan pada anak tirinya.  "Papa kamu aja yang jelasin, Mama Ica, mau bukain pintu dulu," ucap Ica sambil melirik kepada Fariz.  Pria senja itu mengangguk pelan tanda setuju, tetapi kembali mendelik setelah membaca gerakan bibir Ica, yang mengucapkan kata S U A M I kepadanya dengan kerlingan mata dan sun jauh.  Namun, ekspresi ketidak sukaan itu hanya ditunjukan sebent
Baca selengkapnya
Sebelumnya
12345
DMCA.com Protection Status