Share

Janji Ica

Author: Bia Hikawa
last update Last Updated: 2021-10-11 11:35:57

Fariz langsung membawa Ica masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya masih cemberut karena melihat pemuda asing yang tak dikenalnya itu mengikuti langkahnya. Tepat di depan pintu kamar Fariz menghentikan langkah dan memutar badan menghadap ke Reno. 

 

"Sebaiknya Anda pulang saja, Ica baik-baik saja," ucap Fariz ketus. 

Reno terkejut, menyadari bahwa dirinya telah bertindak di luar kesadaran, karena panik melihat Ica yang berdarah dan pingsan ia malah ikut masuk ke rumah orang yang tak dikenalnya tanpa di undang. Ia pun bergegas pulang. 

 

Di dalam kamar, Fariz masih terlihat khawatir dengan kondisi Ica yang belum sadar juga. Sampai akhirnya pria paruh baya itu menyadari ada yang aneh pada reaksi dirinya ke Ica. Ini terlalu berlebihan, kenapa pula aku mengecek suhu tubuh dan detak nadinya? Bukankah dua atau tiga menit lagi gadis ini akan sadar? Pikir Fariz. 

 

 

Ia pun menggelengkan kepalanya dan tersenyum menyadari kekonyolan dirinya. Caca yang masih telaten mengelap hidung Ica, melirik ke Papanya dan bertanya, 

 

"Papa kenapa senyum-senyum?"

 

"Oh, nggak. Eh, Ca, Kakak Ica kok bisa mimisan lagi, ya, hidungnya?" Fariz mencoba mengalihkan pertanyaan putrinya.

 

"Oh, itu gara-gara Mama Ica ditegur sama Om ganteng tadi." Caca tersenyum ketika mengucapkan kata 'Om ganteng' membuat Fariz membulatkan mata melihat ekspresi anaknya.

 

"Jadi Om itu yang negur Kakak Ica duluan?"

 

"Mama, Pa," ralat Caca, tak terima kalau Papanya masih memanggil Ica dengan kata 'Kakak'

 

"Oh iya, papa lupa. Kamu senang, ya, Kakak Ica jadi Mama kamu?" Gadis kecil itu mengangguk menjawab pertanyaan sang Papa, sehingga rambut mie nya ikut bergoyang.

 

"Seneng lah, walau Mama Ica sering mati."

 

"Pingsan Ca, bukan mati." Fariz merebahkan tubuhnya di atas kasur dan mencium lembut kening anaknya. 

 

"Papa tidur sebentar ya, kalau Mama Ica bangun, bilang aja nggak jadi joging. Papa ngantuk." Caca mengangguk lagi dan ikut rebahan di antara Ica dan dirinya. 

 

"Loh. Kok, Caca ikutan tidur?" 

 

"Caca juga masih ngantuk," jawab gadis kecil itu yang tersenyum bahagia akhirnya bisa tidur bersama dengan orangtua lengkap.

 

Selang lima menit ketika Fariz dan Caca tertidur, Ica terbangun dari tidurnya. Melihat bapak dan anak tertidur satu kasur dengannya, Ica tersenyum bahagia memandangi pria pujaannya.

 

"Ini baru nikah beneran. Suami istri tidur satu ranjang bareng anak," gumam Ica sambil cekikikan.

 

Sebuah ide jahil melintas di otaknya, pelan-pelan Ica menggeser kepala Caca yang menyender di lengannya, menaruh kepala mungil itu di lengan papanya. Lalu, ia pun pindah posisi ke samping Fariz dan kembali melanjutkan tidurnya bersama mereka.

 

______

 

Di rumah sakit, Fariz tidak bisa berkonsentrasi memeriksa pasiennya. Pikirannya selalu teralihkan di minggu siang kemarin, saat dirinya terbangun dan mendapati ada seorang wanita muda di dalam pelukannya. 

 

Siang itu, jika Caca tak menegur dirinya yang masih memejamkan mata sedang mengecup pipi Ica, mungkin adegan selanjutnya akan lebih horor. Karena gadis tengik itu sudah siap dengan bibir yang dimonyongkan ke arahnya.

 

"Papa sama Mama sudah bangun?" sapa Caca yang sukses membuat Fariz terlonjak dengan mata membulat menatap gadis yang sedang tersenyum di dalam pelukannya. 

 

 

"Ica, kamu kenapa bisa tidur di dekat saya?" pekik Fariz panik, berharap gadis itu tidak sadar akan tindakannya tadi, tapi rasanya mustahil. 

 

Melihat gelagat Ica yang tersenyum dengan mata penuh binar, serta rahang yang jatuh, hidung gadis itu pun pelan-pelan mengeluarkan tetesan darah, pertanda bahwa korteks limbiknya sedang menerima sinyal rasa bahagia.

 

"Aduh, Ica! Maafkan saya. Tadi tidak sengaja, saya kira kamu Caca, makanya ...." Gugup Fariz memberikan penjelasan pada istri belia-nya. 

 

"Nggak apa, kok, Om. Sengaja juga nggak papa, kan udah halal," jawab Ica, lalu pingsan.

 

Fariz mengusap wajahnya, berharap adegan kemarin siang hilang dari pikirannya. 

 

"Saya terkena stroke, ya, Dok?" tanya seorang pasien dengan bibir yang mengsong, membuyarkan lamunan Fariz. 

 

"Oh, tidak. Jika dilihat dari kelopak mata Ibu yang tak bisa menurun dan bibir yang miring. Ini cuma bell's palsy," jelas Fariz berusaha fokus pada pasiennya. Senyum dan wajah Ica kemarin siang masih terbayang-bayang di kepalanya, hingga sekali lagi Fariz mengusap wajahnya. 

 

 

"Tapi telinga saya sakit, Dok. Kalau wajah saya nggak bisa balik seperti semula gimana ini? Suami saya bisa selingkuh." Tangis si pasien pecah. Membuat Fariz merasa lega, karena ia akan bisa melupakan kejadian kemarin siang untuk beberapa menit kemudian. Semoga pasien selanjutnya juga bisa membuat pikirannya sibuk.

 

_____

 

Hampir sama dengan Fariz, Ica menjalani harinya dengan memikirkan sebuah cara bagaimana dirinya untuk tidak selalu pingsan saat bersama Fariz. Bagaimana Ica bisa menunaikan tugas sebagai istri kalau baru dikecup saja hidungnya sudah mimisan. Andai saja ibu ada di dekatnya, mungkin saat ini sudah memberikan masukan atau tips untuknya. 

 

 

Bahkan Ica sudah diperingatkan oleh dokter sekaligus suaminya itu agar tidak boleh pingsan lagi hari ini. Karena kemarin adalah rekor bagi Ica sepanjang sejarah mimisannya yang menyebabkan ia pingsang sebanyak sepuluh kali. 

 

 

"Diawali mimisan saat melihat Bang Reno, lalu mendengar Om Fariz mengucapkan kata 'Aku', terus dapat kecupan dari Om Fariz, sama ngelihat cowok-cowok ganteng saat Ica, Om Fariz, dan Caca makan di luar malam harinya, Ica kebanyakan pingsan kemarin," cerita Ica kepada Reno yang sedang mampir ke toko.

 

"Jadi, kamu akan mimisan dan pingsan kalau lihat cowok ganteng?" tanya Reno, memastikan penyakit aneh yang dimiliki Ica.

 

 

Ica mengangguk.

 

 

"Kok, kamu nggak nungguin aku, sih, Ca. Aku, kan, juga bisa menerima penyakitmu."

 

"Tapi Bang Reno nggak bisa nyembuhin."

 

 

"Memangnya dokter duda itu, bisa?

 

Lagi, Ica menggeleng.

 

 

"Penyakit Ica nggak bisa sembuh."

 

"Tau nggak bisa sembuh, kenapa mutusin nikah dengan pria yang cocok jadi bapakmu?" Ada rasa cemburu pada pertanyaan Reno.

 

"Kok, Bang Reno ngomongnya gitu, sih."

 

"Soalnya kamu ingkar janji, Ca."

 

"Janji apa? Ica nggak pernah janji sesuatu ke Bang Reno, deh, perasaan."

 

Pedih, itulah yang dirasakan oleh hati Reno saat ini. Gadis pujaannya tak mengingat janji yang dulu pernah diucapkannya dulu. 

 

 

Sebenernya, Ica bukan tak mengingatnya, gadis itu hanya mencoba menerima kenyataan kalau orang tua pujaan hatinya dulu, tak pernah benar-benar menyukainya sebagai calon kekasih anaknya. Kala itu, saat Ica masih sekolah dan selalu pulang dalam keadaan mimisan akibat melewati lapangan basket, di situlah Bu Herman, ibunya Reno untuk pertama kalinya mengetahui penyebab Ica selalu mimisan. 

 

 

Bu Herman menganggap Ica sebagai gadis yang genit dan ganjen. Karena selalu tersenyum bila melihat cowok ganteng. Lalu, tanpa sengaja dari mulutnya terlontar kata, tak akan menjodohkan anaknya dengan Ica yang memiliki penyakit aneh. Ica mendengar semua itu saat disuruh ibunya mengantarkan kue pesanan Bu Herman ke rumahnya.

 

 

"Udahlah Bang, nggak usah diingat-ingat lagi. Itu kan ucapan anak SMA yang masih labil," jawab Ica, mulai tak nyaman dengan percakapan ini. 

 

"Kamu mungkin masih labil saat itu, tapi aku nggak. Aku mau masuk Akabri pun karena kamu janji nggak akan punya kekasih selain diriku. Kamu mau nungguin aku sampai lulus." 

 

Ah, kenapa Bang Reno jadi cengeng begini, pikir Ica yang mulai risih dengan obrolan canggung ini.

 

"Caca, pulang, yuk! Udah sore," seru Ica, yang mulai tak enak mendapat tatapan aneh dari Reno.

 

"Ca, biar aku aja," cegah Reno saat Ica mencoba menutup rolling door toko.

 

"Papa!" seru Caca kegirangan mengetahui papanya pulang sore. 

 

Dari balik lengan Reno yang menggantung di udara karena menarik rolling door, Ica tersenyum menatap papanya Caca yang tak seperti biasanya, datang menjemput ke toko.

 

 

Namun senyuman Ica berubah menjadi sebuah ringisan, ketika menyadari posisinya yang sedang terjepit di antara rolling door dan Reno membuat Fariz menatapnya dengan sinis. 

 

 

"Hai Sayang, perlu bantuan?" Ramah Fariz menyapa istrinya hingga membuat sang istri meneteskan darah dari hidungnya. 

 

 

TBC.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Related chapters

  • Duda Tetangga   Jangan Jual Mahal

    "Hai Sayang, perlu bantuan?" Ramah Fariz menyapa istrinya hingga membuat sang istri meneteskan darah dari hidungnya."Yah, Mama Ica mati lagi, deh," celetuk Caca yang panik melihat hidung Ica mulai mimisan.Brug!Suara rolling door terdengar keras ketika Ica menyandarkan tubuhnya, berusaha mengatur ritme jantungnya yang melonjak cepat ketika mendengar kata 'Sayang' dari Fariz."Kamu kenapa, Ca?" Reno kaget melihat Ica yang menyandar pada pintu toko dengan wajah yang pucat."Biar saya saja," cegah Fariz, saat Reno ingin memapah tubuh Ica.Ica menunduk, ia tak ingin menatap wajah Fariz, karena tak ingin pingsan lagi. Sekuat tenaga ia mengatur napas dengan membuang dan menghirup udara dari mulut dan hidungnya."Tetap lakukan itu, dan jangan membuka mata," bisik Fariz yang menyadari kalau Ica sedang mengatu

    Last Updated : 2021-10-11
  • Duda Tetangga   Tamu yang Barbar

    Mata Fariz masih mendelik tajam, meminta kejelasan, bagaimana bisa Caca mengetahui istilah pancil dicicil?"Jelasin dulu kenapa Caca bisa tau istilah itu?" ancam Fariz yang enggan menjawab pertanyaan anaknya tentang kata 'istri'."Ada sales panci yang datang ke toko menawari sistem pembayaran cicil, mungkin dari situ Caca tahu."Caca mengangguk. "Betul. Kalau istri apa, Pa?""Istri itu ...." Suara bel pintu menghentikan mulut Ica untuk memberi penjelasan pada anak tirinya."Papa kamu aja yang jelasin, Mama Ica, mau bukain pintu dulu," ucap Ica sambil melirik kepada Fariz.Pria senja itu mengangguk pelan tanda setuju, tetapi kembali mendelik setelah membaca gerakan bibir Ica, yang mengucapkan kata S U A M I kepadanya dengan kerlingan mata dan sun jauh.Namun, ekspresi ketidak sukaan itu hanya ditunjukan sebent

    Last Updated : 2021-10-28
  • Duda Tetangga   Ica Cemburu

    Fariz kebingungan mendengar pertanyaan Caca yang begitu ingin tau siapa wanita yang barusan bertamu. Jika ia mengatakan wanita itu adalah Mama kandungnya, Caca pasti akan bingung dan menganggapnya pembohong. Karena selama ini Fariz selalu berkata bahwa Caca tak pernah memiliki mama sejak lahir. Bila tak menjelaskan sekarang, pasti Caca akan lebih kecewa bila mengetahuinya dari mulut Bella, langsung. Tanpa sadar Fariz menggaruk kepalanya yang tak gatal, sambil senyum ia menatap Caca dan Ica secara bergantian. Lalu sebuah ide jahil muncul begitu saja di kepalanya ketika untuk ketiga kalinya ia menatap wajah Ica yang sedang mengejeknya karena pertanyaan Caca."Tanya Mama Ica aja, ya. Dia tau siapa itu Bella Ayunda," jawab Fariz sambil mengerling dan tersenyum jahil pada Ica.Antara sebal dan bahagia, gadis penderita Cataplexy itu melotot mendengar penyataan Fariz dengan senyum dan kerlingannya yang menggoda. Otak Ica tak dapat merespon rasa bahagia yang mene

    Last Updated : 2021-10-28
  • Duda Tetangga   Berkabung

    Ruangan berdinding putih itu hanya boleh dimasuki oleh Ica, Fariz dan Dokter Rita. Pengunjung yang lain hanya boleh menunggu di luar pintu yang bertuliskan Ruangan ICU. Dari balik pintu, Bella dapat mengintip ada tubuh ringkih yang tengah terbujur lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh tersebut dililit oleh selang infus dan kabel elektroda yang terhubung ke monitor hemodinamik serta saturasi. Parameter di layar monitor menunjukan aktivitas denyut jantung di bawah 60. Angka yang tertera hanya 23.Dokter Rita hanya menggeleng kepada Fariz yang tengah memeluk Ica."Sejak kapan kondisinya melemah seperti ini?" tanya Fariz."Baru tadi pagi. Kankernya sudah menyebar ke jantung. Ica, ikhlasin Ibu, ya. Kami sudah nggak bisa berbuat apa-apa untuk kesembuhan Ibu."Mendengar kata-kata dari Dokter Rita, tangis Ica semakin menjadi

    Last Updated : 2021-11-06
  • Duda Tetangga   Amnesia Lakunar

    Sudah ada lima menit, Caca duduk menyender di pintu kamar Ica. Anak itu menuggu sang Mama keluar dari kamarnya. Sesekali dari mulut kecilnya terdengar gumaman,"Mama Ica keluar, dong.""Caca mau main sama Mama Ica."Meski tak terdengar suara isakan dari gumaman Caca, tetap saja bagi Fariz, suaranya terdengar seperti rengekan. Pikiran Fariz pun mulai disesapi rasa panik, ketika Caca kemabali bertanya kepadanya."Pa, Mama Ica nggak mati kan?" Mata mungil itu mulai berkaca-kaca."Biar Papa yang bujuk, siapa tau Mama Ica mau keluar."Pelan, Fariz mengetuk pintu kamar Ica sambil memanggil namanya. Tak ada respon dari dalam. Ketukan pun sedikit dikeraskan."Ca, buka, dong. Sudah sore ini, kamu baik-baik aja, kan?" Masih tak ada respon."Pa, dorong kencang aja pintunya." Caca memberi saran."Ah, iya juga. Ca

    Last Updated : 2021-11-06
  • Duda Tetangga   Kiss

    Sudah dua jam Ica pergi bersama Reno. Padahal lokasi pemakaman tidak begitu jauh dari kompleks rumah Ica, tapi kenapa mereka begitu lama untuk jiarah.Caca sedari tadi sudah menanyakan di mana Mama Ica kepada Papanya. Membuat Fariz semakin pusing dibuatnya. Baru saja Fariz ingin menghubungi ponsel Ica untuk menyuruhnya segera pulang. Tiba-tiba terdengar suara motor dari luar. Gegas, Fariz berlari menuju teras."Ica!" serunya sambil berlari menuju teras.Sesampainya di teras, ternyata tukang galon yang datang."Maman, Pak. Bukan Ica," jawab si tukang galon yang keheranan melihat wajah panik Fariz. Sambil menggedikan bahu, Maman si tukang galon pun lekas angkat kaki karena mendapati mata Fariz yang mendelik, kesal.Ah, sial! Fariz merutuk dalam hati kemudian tersenyum menyadari tingkahnya yang terlihat konyol dan berlebihan. Ia jadi terlihat sepe

    Last Updated : 2021-11-06
  • Duda Tetangga   Sengatan Listrik

    "Papa sama Mama Ica lagi ngapain?" Suara Caca dari belakang menghentikan gerakan tangan Fariz yang mulai tak terkontrol memegang tengkuk Ica.Fariz terkejut, menarik bibirnya dari pagutan Ica. Wajah mereka berdua memerah. Sementara Ica tersenyum, ada darah yang menetes dari hidungnya.Kilasan-kilasan memori terlintas di otak Ica saat mereka berciuman. Memberi informasi kilasan adegan saat Ica pertama kali bertemu dengan Fariz. Saat usianya lima tahun, lalu berlanjut ke potongan memori saat usia Ica delapan tahun. Ada pesta ulang tahun yang dibuat oleh ibunya, dan dihadiri oleh beberapa tamu undangan, salah satunya Fariz. Sahabat ibunya itu memberikan kalung kepada Ica sebagai kado ulang tahun.Vina memakaikan kalung bermata Rubi itu ke leher putrinya sambil berseloroh,"Sepertinya, kamu akan benar-benar terikat pada putriku nanti.""Ya, dia akan terikat menjadi

    Last Updated : 2021-11-06
  • Duda Tetangga   Pantaskah aku untuknya

    Mata Fariz fokus membaca rekam medis yang ada di tangannya. Ada beberapa lampiran kertas dari laboratorium tes darah dan hasil MRI juga EEG. Remaja berbadan kurus yang ada di hadapan Fariz, sesekali menggerakan bibirnya tanpa terkendali, dia juga mengedipkan mata sambil menatap Fariz."Jadi, apakah anak saya bisa di operasi Dokter?" tanya ibu si remaja yang duduk di samping putranya."Sepertinya tidak perlu operasi.""Kenapa? Kemarin Dokter bilang ada gangguan di sistem saraf otaknya, ada yang tersumbat di kepalanya. Masa tidak bisa di operasi?"Fariz mengangguk."Iya, tapi saya mengatakan kemungkinan. Itu sebabnya kemarin Ica menjalani tes darah dan MRI.""Ica? Ica siapa Dok?" Sang ibu keherenan mendengar penuturan Fariz."Astagfirullah," gumam Fariz pelan,

    Last Updated : 2021-11-07

Latest chapter

  • Duda Tetangga   fMRI

    Ragu-ragu Ica berdiri di depan pintu rumah sebelah. Kepalan tangannya menempel di daun pintu, hendak mengetuk, tetapi urung. Apa yang harus ia katakan jika si Tuan Rumah membukakan pintu teresebut. Apakah Ica harus mengakui bahwa dirinya bersalah dan meminta maaf karena telah menuduh hal yang tidak-tidak kepada suaminya sendiri. Yah, setelah mendapatkan penjelasan dari Bu Herman prihal status Om Fariz, serta bukti-bukti berupa foto, surat nikah dan cicin yang melingkar di jari manisnya, akhirnya Ica dapat menerima kenyataan bahwa Om Duda tetangga sebelah rumahnya adalah suaminya. Meskipun Ica tak mengingat kapan pernikahan itu berlangsung, tetapai Ica pun menjadi maklum setelah penjelasan dari Bu Herman yang menyatakan dirinya terkena amnesia. "Loh, Ica ngapain berdiri di depan pintu? Ayo, masuk!" ajak Fariz yang terkejut saat membuka pintu hendak membuang sampah ada Ica menghalangin jalannya. Ica menurut, ia sebenarnya terkejut dan malu dengan kemunculan

  • Duda Tetangga   Nggak Janji

    Usai melaksanakan salat subuh, Fariz memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rumah sebelah yang tidak ditempati oleh Ica. Ya, Fariz memutuskan untuk menunda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Ica. Ia lebih memilih untuk mendiskusikannya dahulu kepada senior nya, Dokter Lulu. Jika dugaaan Fariz benar, sepertinya Ica sedang mengalami Antarograde Amnesia, yaitu hilangnya memori jangka pendek secara berulang setelah penderita terbangun dari tidurnya."Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Dokter Lulu melalui sambungan Vidio call. Wajah bulat Dokter Lulu memenuhi layar ponsel."Ica. Emhhh, maksud saya memori Ica lompat ke ingatan setahun lalu saat kami pertama kali kenal dan dinner bersama. Dia sudah mengenali saya tapi hanya sebagai tetangga sebelahnya, bukan sebagai suaminya.""Sebaiknya bawa ke rumah sakit, Riz. Saya tak bisa menebak jika belum melakukan serangkaian tes. Bisa saja yang kamu katakan benar, tetapi tetap saja kita tak b

  • Duda Tetangga   Ica diperkosa

    Malam itu terasa indah bagi Fariz. Ica sama sekali tak menunjukan gejala cataplexy, istri belianya itu dapat mengimbangi permainannya. Bisa dikatakan saat itu Ica lah yang lebih bergairah, sementara Fariz masih takut Ica dipertengahan mengalami serangan cataplexy. Sampai mereka sama-sama mencapai klimaks, Ica baru menunjukan gejala cataplexy. Ada darah yang keluar dari hidungnya, ketika Fariz mengucapkan terimakasih dan mengecup keningnya."Hidung kamu berdarah, Sayang." Lembut, Fariz membersihkan hidung istrinya."Nggak papa,Ica sudah biasa seperti ini ketika hati Ica diliputi rasa bahagia." Fariz tersenyum mendengar penuturan istrinya."Kamu bahagia, Sayang?"Ica mengangguk lalu menutup mata sambil tersenyum. Otot leher dan wajahnya sudah tak mampu bekerja lantaran hipocretin dalam otaknya berkurang, Ica mengalami nerkolepsi--s

  • Duda Tetangga   Ica, ini Posisinya Bahaya

    Tiba-tiba sosok Fariz menghilang setelah mendengar teriakan dari Ica. Di situ Ica baru menyadari kalau dirinya telah berhalusinasi melihat Om Duda sebelah."Aish, kenapa jadi muncul bayangan Om sebelah. Sadar Ca, sadar. Fokus ke masalah Amel saja." Ica kembali berbicar dengan bayangannya di cermin.'Tunggu dulu, jika aku membantu Amel itu berarti aku akan kehilangan Bang Reno untuk selamanya. Lalu, kenapa Bang Reno harus berbohong dan berpura-pura kalau kita masih pacara, apakah dia sebenarnya masih memiliki perasaan cinta kepadaku dan Amel hanya dijadikan pelarian baginya.' Pikiran itu terlintas begitu saja di kepala Ica membuat dirinya tersenyum pada bayangan diri di cermin."Aku harus memastikan perasaan Bang Reno sebelum merencanakan misi 'doble date' bersama Amel dan Om Fariz," gumam Ica dengan suara yang penuh tekadBaru saja Ica ingin menghubungi R

  • Duda Tetangga   Curhatan Amel

    House of Yuen menjadi pilihan Bella untuk mengajak mantan suami, anak serta istri barunya dinner, malam ini. Karena restoran keluarga ini terbilang mewah, Bella pun menyarankan agar Ica mengenakan baju yang sedikit Formal. Dress selutut dengan potongan kerah Sabrina menjadi pilhan Ica.Ini adalah kali pertama bagi Ica dan Caca makan di restoran mewah. Restoran yang terletak di salah satu hotel bintang lima yang ada di Jakarta itu berada di lantai tiga. Selama memasuki ruangan restoran tersebut Fariz tak berhenti-hentinya mengkhawatirkan kondisi Ica yang dikit-dikit hidungnya berdarah. Mulai dari di sapa oleh pelayan restoran sampai ia melihat salah satu artis ibukota yang menyapa Bella."Nunduk Ca, jangan dilihat, tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan," bisik Fariz membimbing Ica agar tidak pingsan.Rupanya suara berbisik Fariz masih dapat didengar oleh sang artis."Eh, itu kenapa hidungnya berdarah?"

  • Duda Tetangga   Undanga Bella

    Caca tengah bahagia melihat dirinya berada di Chanel YouTube milik Bella Ayunda. Sudah seharian ia terus menceritakan dan pamer kepada Ica tentang vidionya di YouTube."Aku cantik ya, Mama Ica. Caca kepengin deh, kalau besar nanti seperti Tante Bella."Ica mulai bosan mendengar ocehan Caca. Pasalnya semenjak melihat video tersebut, Ica jadi melihat semua sosmed milik Bella Ayunda. Mulai dari Instagram, YouTube sampai Tiktok dan Facebook. Bella yang awalnya seorang selebgram itu mulai merambah menjadi YouTuber sekitar enam bulan lalu saat dirinya membuat Vlog tentang Ica saat di Bali. Di sanalah Ica menemukan kebenaran tentang dirinya yang ternyata benar sudah menikah dengan Fariz. Juga fakta bahwa Reno sudah bertunangan dengan seorang perawat bernama Amel.Jemari Ica terus berselancar di YouTube hingga ia memutuskan berhenti di sebuah Chanel yang menayangkan tentang dirinya. Dari sana Ica mengetahui bahwa dirinya sempat viral juga karena

  • Duda Tetangga   Siapa Amel?

    Demi membuat kondisi Ica tidak merasa canggung dan tak nyaman, akhirnya Fariz memutuskan untuk menerima usulan Ica yang meminta dirinya untuk pindah ke rumah sebelah. Mereka memulai dari awal lagi, membuat suasana rumah seperti Ica berusia 16 tahun, meski tanpa Ibu di sampingnya."Hanya untuk sementara sampai ingatan saya pulih," pinta Ica dengan bahasa yang sangat formal.Meski menyanggupinya setelah mengajukan syarat agar membiarkan Caca tetap memanggil Ica dengan kata 'mama' tetap saja Fariz merasa ini terlalu berlebihan. Kenapa dari semua kenangan yang dimiliki oleh Ica, harus dirinya yang dilupakan.Sesekali Ica ikut membantu memindahkan barang-barang Fariz dan Caca."Eh, gini Om. Gimana kalau Caca tetap tinggal di sini sama Ica. Jadi Om aja yang pindah ke ruamha sebelah," usul Ica tiba-tiba ketika hendak merapikan barang-barang Caca di kamarnya."Setuju!" Caca menjawab dengan kegirangan. Gadis kecil itu langsung memeluk dan mencium Ica.

  • Duda Tetangga   Memori

    Ica manggut-manggut ketika mendengar penjelasan dari Dokter Lulu mengenaiH penyakitnya. Meski sedikit tak percaya kalau ada penyakit seaneh itu di dunia ini._Cataplexy. Ah, aku pikir Adrophobia seperti yang Ibu katakan selama ini, tapi ternyata berbeda_ gerutu Ica dalam hati. Tunggu! Ibu? Di mana Ibu, kenapa dari tadi aku tak melihatnya? Tiba-tiba Ica teringat akan ibunya. Amnesia yang dideritanya membuat Ica masih merasa meliliki Ibu."Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Dokter Lulu yang keheranan melihat Ica celingak-celinguk memiringkan badannya serta sorot mata ke arah pintu seolah menunggu kedatangan seseorang."Dok, Ibu saya mana saya? Kok, dari tadi malam tidak kelihatan ya. Ibu saya tau kan kalau saya ada di rumah sakit, kalau belum tau tolong kasih tau Dok."Dokter Lulu menghela napas pelan, bingung harus menjelaskan dari mana tentang situasi ini kepada Ica.

  • Duda Tetangga   Ahjusi

    Setengah berlari, Fariz menyusuri garis berwarna merah yang ada di lantai. Langkahnya terhenti di depan brankar yang sedang di dorong oleh perawat untuk dipindahkan ke ruang perawatan."Ica!" Fariz berteriak mengikuti para petugas tersebut. Angga, dokter residen yang menyadari kehadiran Fariz pun mencegahnya untuk mengikuti para perawat."Dok, sebaiknya temui Prof Lulu. Beliau menunggu dokter di sana.""Tapi istri saya?""Istri dokter baik-baik saja, tadi Prof Lulu menyuruh Anda lekas menemuinya sebelum bertemu dengan istri Anda."Fariz mengangguk. Toh, tadi Ica sudah terlihat sadar ketika para perawat tersebut membawanya, Ica pun sempat tersenyum padanya. Berarti kondisinya memang sudah baik.Fariz mengetuk pintu ruangan Dokter Lulu dengan dua kali ketukan."Masuk." Suara dari dalam memerintahkan dirinya untuk masuk.&

DMCA.com Protection Status