Sudah ada lima menit, Caca duduk menyender di pintu kamar Ica. Anak itu menuggu sang Mama keluar dari kamarnya. Sesekali dari mulut kecilnya terdengar gumaman,
"Mama Ica keluar, dong."
"Caca mau main sama Mama Ica."
Meski tak terdengar suara isakan dari gumaman Caca, tetap saja bagi Fariz, suaranya terdengar seperti rengekan. Pikiran Fariz pun mulai disesapi rasa panik, ketika Caca kemabali bertanya kepadanya.
"Pa, Mama Ica nggak mati kan?" Mata mungil itu mulai berkaca-kaca.
"Biar Papa yang bujuk, siapa tau Mama Ica mau keluar."
Pelan, Fariz mengetuk pintu kamar Ica sambil memanggil namanya. Tak ada respon dari dalam. Ketukan pun sedikit dikeraskan.
"Ca, buka, dong. Sudah sore ini, kamu baik-baik aja, kan?" Masih tak ada respon.
"Pa, dorong kencang aja pintunya." Caca memberi saran.
"Ah, iya juga. Ca
Sudah dua jam Ica pergi bersama Reno. Padahal lokasi pemakaman tidak begitu jauh dari kompleks rumah Ica, tapi kenapa mereka begitu lama untuk jiarah.Caca sedari tadi sudah menanyakan di mana Mama Ica kepada Papanya. Membuat Fariz semakin pusing dibuatnya. Baru saja Fariz ingin menghubungi ponsel Ica untuk menyuruhnya segera pulang. Tiba-tiba terdengar suara motor dari luar. Gegas, Fariz berlari menuju teras."Ica!" serunya sambil berlari menuju teras.Sesampainya di teras, ternyata tukang galon yang datang."Maman, Pak. Bukan Ica," jawab si tukang galon yang keheranan melihat wajah panik Fariz. Sambil menggedikan bahu, Maman si tukang galon pun lekas angkat kaki karena mendapati mata Fariz yang mendelik, kesal.Ah, sial! Fariz merutuk dalam hati kemudian tersenyum menyadari tingkahnya yang terlihat konyol dan berlebihan. Ia jadi terlihat sepe
"Papa sama Mama Ica lagi ngapain?" Suara Caca dari belakang menghentikan gerakan tangan Fariz yang mulai tak terkontrol memegang tengkuk Ica.Fariz terkejut, menarik bibirnya dari pagutan Ica. Wajah mereka berdua memerah. Sementara Ica tersenyum, ada darah yang menetes dari hidungnya.Kilasan-kilasan memori terlintas di otak Ica saat mereka berciuman. Memberi informasi kilasan adegan saat Ica pertama kali bertemu dengan Fariz. Saat usianya lima tahun, lalu berlanjut ke potongan memori saat usia Ica delapan tahun. Ada pesta ulang tahun yang dibuat oleh ibunya, dan dihadiri oleh beberapa tamu undangan, salah satunya Fariz. Sahabat ibunya itu memberikan kalung kepada Ica sebagai kado ulang tahun.Vina memakaikan kalung bermata Rubi itu ke leher putrinya sambil berseloroh,"Sepertinya, kamu akan benar-benar terikat pada putriku nanti.""Ya, dia akan terikat menjadi
Mata Fariz fokus membaca rekam medis yang ada di tangannya. Ada beberapa lampiran kertas dari laboratorium tes darah dan hasil MRI juga EEG. Remaja berbadan kurus yang ada di hadapan Fariz, sesekali menggerakan bibirnya tanpa terkendali, dia juga mengedipkan mata sambil menatap Fariz."Jadi, apakah anak saya bisa di operasi Dokter?" tanya ibu si remaja yang duduk di samping putranya."Sepertinya tidak perlu operasi.""Kenapa? Kemarin Dokter bilang ada gangguan di sistem saraf otaknya, ada yang tersumbat di kepalanya. Masa tidak bisa di operasi?"Fariz mengangguk."Iya, tapi saya mengatakan kemungkinan. Itu sebabnya kemarin Ica menjalani tes darah dan MRI.""Ica? Ica siapa Dok?" Sang ibu keherenan mendengar penuturan Fariz."Astagfirullah," gumam Fariz pelan,
Ica begitu bingung mendengar cerita dari Mba Wati, pegawai toko ibunya. Kenapa wanita berusia tiga puluhan ini mengatakan kalau dia sudah menikah dengan Om Duda tetangga sebelah rumahnya, yaitu Fariz. Sedangkan dari penjelasan Bang Reno berbeda. Reno mengatakan kalau Fariz dan Ica belum menikah. Keberadaanya di rumah Ica lantaran amanah dari ibunya yang telah menitipkan Ica kepada si Om tampan itu."Kalau Mba Ica nggak percaya bisa cek buku nikahnya, toh," saran Wati."Bang Reno bilang, buku itu dibuat oleh ayahnya agar warga tak menaruh curiga atas keberadaan Om Fariz di rumah, Mba.""Bohong. Mas Reno itu berbohong.""Kenapa dia berbohong?""Karena dia naksir sama Mba Ica.""Ica kan emang pacarnya Bang Reno.""Wes, angel ini." Wati menggaruk kepalanya yang tak gatal.Meski Fariz sudah memberitahu Wati ten
"Katanya kita suami istri, jadi wajar, lah, Ica tidur di sini," ucap Ica memberanikan diri.Tiba-tiba dia teringat pesan Wati untuk mengatakan hal tadi jika Om Fariz menanyakan kenapa dirinya berada di dalam kamar Fariz.Mata Ica sudah tak terpejam lagi. Bola mata indahnya menatap lurus Fariz dengan penuh keyakinan. Fariz yang ditatap Ica seperti itu menjadi salah tingkah.Fariz pun memutar tubuhnya membelakangi Ica. Dia tak ingin menatap gadis itu dengan kondisi seperti ini. Imannya mungkin saja kuat, tapi 'Amin'?"Kok, diam? Kita suami istri, kan? Jadi wajar jika kita tidur dalam satu kamar siapa tau nanti ingatan Ica pulih jika kita melakukan hal yang biasa suami istri sering lakukan," oceh Ica santai. Kini Ica sudah duduk dengan santai di atas kasur. Meski bantal masih di dekapnya tapi kakinya sudah bebas berselonjor memarkan paha mulusnya.
Wati terlihat begitu gusar mendapati Ica yang terlihat murung sejak pagi. Bos nya itu menyuruhnya datang ke toko pagi sekali. Biasanya, toko beroprasi di jam sembilan, tetapi tadi pagi Ica menyuruhnya datang jam delapan. Sepanjang membuka toko Ica tak berhenti bercerita mengenai tamu wanita yang datang ke rumahnya pagi sekali.Diperhatikannya Ica, yang diam-diam mengusap air matanya menangis. Ica tak bisa melampiaskan kesedihannya karena ada Caca di sampingnya. Hari ini Caca libur sekolah, sehingga Ica membawanya ke toko.Beberapa pelanggan yang datang membuat Wati mengurungkan niat untuk bertanya kepada Ica, kenapa ia bersedih. Meski sesekali terdengar suara benda dibanting dengan begitu keras. Sehingga para pembeli bertanya-tanya, siapa kiranya yang ada di dalam gudang.Wati hanya tersenyum sambil menjelaskan kalau Ica sedang bongkar muat bersama dua karyawan pria di gudang."Tapi Ujang
Ica berjalan begitu saja melewati Fariz, masuk ke dalam rumah dengan berpegangan pada lengan Reno. Wajahnya terlihat pucat dengan tangan yang memegangi perut.Sementara Caca langsung menghambur memeluk Fariz yang masih bingung melihat kondisi Ica. Tanpa aba-aba, Bu Herman menarik kemeja Fariz dan berbisik dengan nada mengancam."Ica itu sudah saya anggap putri sendiri. Kalau gosip yang beredar benar adanya, saya minta kamu untuk mengakhiri perselingkuhan itu atau ceraikan Ica."Sejenak Fariz terdiam, tak mengerti harus menjelaskan apa kepada istri Pak RT ini. Namun tak begitu lama untuk terpaku, akhirnya Fariz tersadar dan ikut masuk ke dalam rumah."Ica nya mana?" tanya Bu Herman kepada Reno yang sendirian di ruang tengah."Masuk ke dalam kamar, pingin sendiri katanya.""Oh, ya sudah kita pulang s
"Kamu keguguran?" Bu Herman dan beberapa ibu komplek kompak bertanya kepada Ica."Bukan," jawab Ica, kaget melihat ekspresi ibu-ibu yang menjenguknya."Nggak ada bayi berarti keguguran, toh?" Bu Menik meyakinkan."Iya, kita semua lihat, kok, kalau Nak Ica pusing dan mual-mual." Bu Jayus menimpali."Yang sabar, ya Ca." Tiba-tiba Bu Herman memeluknya, seolah memberikan kekuatan agar Ica tidak merasa sedihMelihat Bu Herman memeluk Ica. Ibu-ibu yang lain pun ikutan memeluk. Kini mereka terlihat seperti Teletubbies sehingga suster yang baru masuk untuk memberikan obat kepada Ica sedikit bingung."Siang, Mba Aisyah. Ini obatnya ya." Suara suster membuat pelukan itu buyar. Ibu-ibu sontak menjauh dari Ica dan kembali bersikap elegan.Suster pun mendekati Ica guna melepaskan selang oksigen
Ragu-ragu Ica berdiri di depan pintu rumah sebelah. Kepalan tangannya menempel di daun pintu, hendak mengetuk, tetapi urung. Apa yang harus ia katakan jika si Tuan Rumah membukakan pintu teresebut. Apakah Ica harus mengakui bahwa dirinya bersalah dan meminta maaf karena telah menuduh hal yang tidak-tidak kepada suaminya sendiri. Yah, setelah mendapatkan penjelasan dari Bu Herman prihal status Om Fariz, serta bukti-bukti berupa foto, surat nikah dan cicin yang melingkar di jari manisnya, akhirnya Ica dapat menerima kenyataan bahwa Om Duda tetangga sebelah rumahnya adalah suaminya. Meskipun Ica tak mengingat kapan pernikahan itu berlangsung, tetapai Ica pun menjadi maklum setelah penjelasan dari Bu Herman yang menyatakan dirinya terkena amnesia. "Loh, Ica ngapain berdiri di depan pintu? Ayo, masuk!" ajak Fariz yang terkejut saat membuka pintu hendak membuang sampah ada Ica menghalangin jalannya. Ica menurut, ia sebenarnya terkejut dan malu dengan kemunculan
Usai melaksanakan salat subuh, Fariz memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rumah sebelah yang tidak ditempati oleh Ica. Ya, Fariz memutuskan untuk menunda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Ica. Ia lebih memilih untuk mendiskusikannya dahulu kepada senior nya, Dokter Lulu. Jika dugaaan Fariz benar, sepertinya Ica sedang mengalami Antarograde Amnesia, yaitu hilangnya memori jangka pendek secara berulang setelah penderita terbangun dari tidurnya."Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Dokter Lulu melalui sambungan Vidio call. Wajah bulat Dokter Lulu memenuhi layar ponsel."Ica. Emhhh, maksud saya memori Ica lompat ke ingatan setahun lalu saat kami pertama kali kenal dan dinner bersama. Dia sudah mengenali saya tapi hanya sebagai tetangga sebelahnya, bukan sebagai suaminya.""Sebaiknya bawa ke rumah sakit, Riz. Saya tak bisa menebak jika belum melakukan serangkaian tes. Bisa saja yang kamu katakan benar, tetapi tetap saja kita tak b
Malam itu terasa indah bagi Fariz. Ica sama sekali tak menunjukan gejala cataplexy, istri belianya itu dapat mengimbangi permainannya. Bisa dikatakan saat itu Ica lah yang lebih bergairah, sementara Fariz masih takut Ica dipertengahan mengalami serangan cataplexy. Sampai mereka sama-sama mencapai klimaks, Ica baru menunjukan gejala cataplexy. Ada darah yang keluar dari hidungnya, ketika Fariz mengucapkan terimakasih dan mengecup keningnya."Hidung kamu berdarah, Sayang." Lembut, Fariz membersihkan hidung istrinya."Nggak papa,Ica sudah biasa seperti ini ketika hati Ica diliputi rasa bahagia." Fariz tersenyum mendengar penuturan istrinya."Kamu bahagia, Sayang?"Ica mengangguk lalu menutup mata sambil tersenyum. Otot leher dan wajahnya sudah tak mampu bekerja lantaran hipocretin dalam otaknya berkurang, Ica mengalami nerkolepsi--s
Tiba-tiba sosok Fariz menghilang setelah mendengar teriakan dari Ica. Di situ Ica baru menyadari kalau dirinya telah berhalusinasi melihat Om Duda sebelah."Aish, kenapa jadi muncul bayangan Om sebelah. Sadar Ca, sadar. Fokus ke masalah Amel saja." Ica kembali berbicar dengan bayangannya di cermin.'Tunggu dulu, jika aku membantu Amel itu berarti aku akan kehilangan Bang Reno untuk selamanya. Lalu, kenapa Bang Reno harus berbohong dan berpura-pura kalau kita masih pacara, apakah dia sebenarnya masih memiliki perasaan cinta kepadaku dan Amel hanya dijadikan pelarian baginya.' Pikiran itu terlintas begitu saja di kepala Ica membuat dirinya tersenyum pada bayangan diri di cermin."Aku harus memastikan perasaan Bang Reno sebelum merencanakan misi 'doble date' bersama Amel dan Om Fariz," gumam Ica dengan suara yang penuh tekadBaru saja Ica ingin menghubungi R
House of Yuen menjadi pilihan Bella untuk mengajak mantan suami, anak serta istri barunya dinner, malam ini. Karena restoran keluarga ini terbilang mewah, Bella pun menyarankan agar Ica mengenakan baju yang sedikit Formal. Dress selutut dengan potongan kerah Sabrina menjadi pilhan Ica.Ini adalah kali pertama bagi Ica dan Caca makan di restoran mewah. Restoran yang terletak di salah satu hotel bintang lima yang ada di Jakarta itu berada di lantai tiga. Selama memasuki ruangan restoran tersebut Fariz tak berhenti-hentinya mengkhawatirkan kondisi Ica yang dikit-dikit hidungnya berdarah. Mulai dari di sapa oleh pelayan restoran sampai ia melihat salah satu artis ibukota yang menyapa Bella."Nunduk Ca, jangan dilihat, tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan," bisik Fariz membimbing Ica agar tidak pingsan.Rupanya suara berbisik Fariz masih dapat didengar oleh sang artis."Eh, itu kenapa hidungnya berdarah?"
Caca tengah bahagia melihat dirinya berada di Chanel YouTube milik Bella Ayunda. Sudah seharian ia terus menceritakan dan pamer kepada Ica tentang vidionya di YouTube."Aku cantik ya, Mama Ica. Caca kepengin deh, kalau besar nanti seperti Tante Bella."Ica mulai bosan mendengar ocehan Caca. Pasalnya semenjak melihat video tersebut, Ica jadi melihat semua sosmed milik Bella Ayunda. Mulai dari Instagram, YouTube sampai Tiktok dan Facebook. Bella yang awalnya seorang selebgram itu mulai merambah menjadi YouTuber sekitar enam bulan lalu saat dirinya membuat Vlog tentang Ica saat di Bali. Di sanalah Ica menemukan kebenaran tentang dirinya yang ternyata benar sudah menikah dengan Fariz. Juga fakta bahwa Reno sudah bertunangan dengan seorang perawat bernama Amel.Jemari Ica terus berselancar di YouTube hingga ia memutuskan berhenti di sebuah Chanel yang menayangkan tentang dirinya. Dari sana Ica mengetahui bahwa dirinya sempat viral juga karena
Demi membuat kondisi Ica tidak merasa canggung dan tak nyaman, akhirnya Fariz memutuskan untuk menerima usulan Ica yang meminta dirinya untuk pindah ke rumah sebelah. Mereka memulai dari awal lagi, membuat suasana rumah seperti Ica berusia 16 tahun, meski tanpa Ibu di sampingnya."Hanya untuk sementara sampai ingatan saya pulih," pinta Ica dengan bahasa yang sangat formal.Meski menyanggupinya setelah mengajukan syarat agar membiarkan Caca tetap memanggil Ica dengan kata 'mama' tetap saja Fariz merasa ini terlalu berlebihan. Kenapa dari semua kenangan yang dimiliki oleh Ica, harus dirinya yang dilupakan.Sesekali Ica ikut membantu memindahkan barang-barang Fariz dan Caca."Eh, gini Om. Gimana kalau Caca tetap tinggal di sini sama Ica. Jadi Om aja yang pindah ke ruamha sebelah," usul Ica tiba-tiba ketika hendak merapikan barang-barang Caca di kamarnya."Setuju!" Caca menjawab dengan kegirangan. Gadis kecil itu langsung memeluk dan mencium Ica.
Ica manggut-manggut ketika mendengar penjelasan dari Dokter Lulu mengenaiH penyakitnya. Meski sedikit tak percaya kalau ada penyakit seaneh itu di dunia ini._Cataplexy. Ah, aku pikir Adrophobia seperti yang Ibu katakan selama ini, tapi ternyata berbeda_ gerutu Ica dalam hati. Tunggu! Ibu? Di mana Ibu, kenapa dari tadi aku tak melihatnya? Tiba-tiba Ica teringat akan ibunya. Amnesia yang dideritanya membuat Ica masih merasa meliliki Ibu."Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Dokter Lulu yang keheranan melihat Ica celingak-celinguk memiringkan badannya serta sorot mata ke arah pintu seolah menunggu kedatangan seseorang."Dok, Ibu saya mana saya? Kok, dari tadi malam tidak kelihatan ya. Ibu saya tau kan kalau saya ada di rumah sakit, kalau belum tau tolong kasih tau Dok."Dokter Lulu menghela napas pelan, bingung harus menjelaskan dari mana tentang situasi ini kepada Ica.
Setengah berlari, Fariz menyusuri garis berwarna merah yang ada di lantai. Langkahnya terhenti di depan brankar yang sedang di dorong oleh perawat untuk dipindahkan ke ruang perawatan."Ica!" Fariz berteriak mengikuti para petugas tersebut. Angga, dokter residen yang menyadari kehadiran Fariz pun mencegahnya untuk mengikuti para perawat."Dok, sebaiknya temui Prof Lulu. Beliau menunggu dokter di sana.""Tapi istri saya?""Istri dokter baik-baik saja, tadi Prof Lulu menyuruh Anda lekas menemuinya sebelum bertemu dengan istri Anda."Fariz mengangguk. Toh, tadi Ica sudah terlihat sadar ketika para perawat tersebut membawanya, Ica pun sempat tersenyum padanya. Berarti kondisinya memang sudah baik.Fariz mengetuk pintu ruangan Dokter Lulu dengan dua kali ketukan."Masuk." Suara dari dalam memerintahkan dirinya untuk masuk.&