Home / Romansa / Duda Tetangga / Gosipin Om Duda

Share

Gosipin Om Duda

Author: Bia Hikawa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Kamu serius mau nikahin, Ica?" Vina menatap lekat mata sahabatnya, mencari sebuah ketulusan di sana.

Fariz menunduk, tak berani membalas tatapan Vina. Dalam hati ia menyesal telah mengucapkan pertanyaan itu. Pertanyaan yang dua hari lalu sempat dia tolak kala Vina memintanya di rumah sakit. Ponsel Fariz bergetar, sebuah pesan masuk di aplikasi W******p-nya. Lelaki itu merasa terselamatkan oleh bunyi pesan tersebut.

"Nanti kita bicarakan lagi, ya, Vin. Pasienku sudah menuggu. Ica akan bangun setelah dua menit, beritahu aku jika waktu tidurnya lebih lama dari biasanya. Aku titip Caca, ya." Vina mengangguk.

"Kamu tak perlu melakukan itu, Riz. Lupakan permintaanku dua hari yang lalu," ucap Vina, sebelum Fariz menutup pintu.

Pria yang bagi Vina seperti saudara lelakinya itu hanya mengangguk pelan dan menutup pintu perlahan. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, tak henti-hentinya Fariz berdecak menyesali ucapannya saat di rumah Vina. Harusnya dia tak perlu sok-sokan menjadi pahlawan buat Vina, tapi dia juga tak bisa abai begitu saja pada putri sahabatnya. Masih lekat dalam ingatan Fariz ketika kemarin Vina meminang dirinya untuk Ica.

"Kamu gila, Vin. Segitu frustrasinya kamu sama kondisi Ica, sampai punya usulan ngawur begini," tolak Fariz kala itu.

"Cuma kamu, Riz yang ngerti kondisi Ica."

"Yah, tapi nggak pake nikah juga, kali."

"Terus kamu maunya gimana? Nikah sama aku? Yah, aku nggak bisa Riz. Dari awal Ica lihat kamu, dia udah jatuh cinta, bahkan sampai pingsan segala padahal tadinya nggak kaya gitu."

"Yah, nggak ada nikah-nikahan baik aku ke kamu atau aku ke Ica. Duh, Vina ..., Kondisi Ica memang sudah begitu sebelum dia melihat aku, jadi jangan kamu salahkan aku penyebab Ica jadi suka tidur mendadak."

"Dasar nggak tanggung jawab!" maki Vina, kesal.

"Loh, nggak tanggung jawab gimana? Aku bela-belain, loh, pindah dari apartemen ke kompleks perumahanmu cuma untuk melihat kondisi anakmu."

"Alaaa! Pake alasan pindah karena anakku. Padahal emang kamu aja yang beneran kepo sama penyakit Ica, kan?"

Melihat reaksi Fariz yang tertawa mendengar ocehannya, Vina merasa semakin kesal, dengan wajah ditekuk, Vina keluar dari ruangan Fariz.

"Loh, mau kemana Vin?" tanya Fariz yang ikut mengekor Vina keluar.

Di luar, Vina disapa oleh seorang wanita yang mengenakan jas berwarna putih seperti Fariz. Dia dokter Rita Sp. PD-KHOM. Kening Fariz berkerut, menaruh curiga pada keakraban sahabatnya dan dokter onkologi tersebut. Diurungkan niat Fariz untuk mengejar Vina, ketika sahabatnya itu kelar berbasa-basi dengan dokter Rita. Fariz lebih memilih membuntuti rekan sejawatnya berjalan menuju lift.

"Hai, Rit," sapa Fariz mencegah Rita untuk memencet tombol pintu lift.

"Oh, hai. Naik?" Fariz pun iku masuk ke dalam lift.

"Kamu kenal sama perempuan yang tadi mengobrol di koridor?" tanya Fariz, langsung tanpa berbasabasi.

"Oh, Bu Vina? Dia pasienku."

"Pasien di sini?"

"Bukan, rumah sakit lain."

"Oo, sakit apa dia?" Rita mendelik heran, tak biasanya Fariz begitu antusias terhadap pasiennya, apakah karena wanita itu cantik?

"Dia sahabatku, Rit. Anaknya dalam perawatanku, Cataplexy."

"Wah, kebetulan. Coba kamu bujuk dia untuk menjalani operasi."

"Operasi?"

"Kanker kolon, masuk stadium tiga." Bagai memegang balon yang meletus tiba-tiba, seperti itulah ekspresi Fariz yang terkejut setelah mendengar penuturan Dokter Rita.

Kondisi Vina yang baru Fariz ketahui dua hari lalu itulah yang membuat dirinya memutuskan untuk menerima tawaran  untuk menjadi menantu sahabatnya.

***

Sejak Caca memberi tahu kalau Papanya akan menikahi dirinya, Ica selalu bertanya kebenarannya kepada Vina. Namun, Ibunya itu tak mau memberi tahu kebenarannya.

"Jangan percaya sama ucapan anak kecil, dong, Ca. Om Fariz nggak pernah ngomong apa-apa ke Ibu."

"Kalau gitu, Ibu aja yang tanyain ke Om Fariz.

"Ih, ogah. Kurang kerjaan. Kalau benar dia punya niatan seperti itu, kalau nggak, gimana?"

Ica cemberut, perkataan ibu ada benarnya. Ah, kenapa dia percaya begitu saja ucapan Caca, ya? Jangan-jangan bukan papanya yang ingin menikahinya, tetapi gadis cilik itu yang ingin aku menjadi ibunya, pikir Ica dalam hati.

"Ca, apa, sih, yang kamu lihat dari Om Fariz? Kok, sampai segitunya ngebet pengen jadi pacarnya?" tanya Vina yang penasaran akan perasaan anak gadisnya. Bukannya apa, selama ini Ica nggak pernah serius suka sama cowok. Putrinya itu memang mudah tertarik dan bahagia bila melihat cowok ganteng, tetapi tak pernah ada yg membuat Ica ngebet pengen jadi pacarnya. Hal gila yang pernah Ica lakukan ketika melihat cowok ganteng adalah saat dirinya mengikuti seorang guru SMA hingga ke tempatnya mengajar, dulu. Kekonyolan yang membuat Ica ngebet pengen pindah sekolah. Sejak saat itu, Vina sadar kalau putrinya menyukai sosok pria dewasa.

"Apa, ya, Bu? Ica juga nggak tau. Yang jelas hati Ica, tuh, penuh bunga-bunga kalau lihat Om Fariz," jawab Ica, sambil menciumi botol kecap yang sedang ia susun di rak toko.

"Kurang spesifik itu jawabannya. Kamu, kan, kalau nonton Drakor juga gitu."

"Beda Bu, kalau Drakor Ica cuma bisa ngehayal. Tapi kalau Om Fariz, Ica yakin bisa mendapatkan hatinya."

"Kamu tau nggak kalau mantan istrinya Om Fariz itu cantik, loh."

"Tapi kan tua."

"Eh, siapa bilang? Coba kamu cari di I*******m, ketik Bella Ayunda. Kamu lihat berapa followers nya."

Ica segera membuka ponselnya dan mengetik nama yang diucapkan ibunya di kolom pencarian aplikasi berlogo kamera itu. Foto wanita dewasa yang cantiknya begitu paripurna terpampang di layar ponsel Ica. Wanita sosialita dengan kegiatan travelingnya ke seluruh dunia.   

"Cantik sih, tapi buat apa kalau nggak mau ngasih anak ke Om Fariz." Vina tersenyum mendengar ucapan Ica.

"Ritme kerja Om Fariz itu beda, nggak seperti orang kantoran. Memang kamu siap ditinggal-tinggal sama Om Fariz malam hari hanya untuk melakukan panggilan tugasnya."

"Siap. Kan, ada Caca yang bakal nemenin jadi Ica nggak bakal kesepian. Ayo, dong, Bu, bujukin Om Fariz buat jadiin Ica istrinya."

Vina terbahak mendengar celotehan anaknya, tetapi tidak bagi pria yang sudah lima menit memasuki toko dan berdiri di dekat freezer ice krim bersama gadis kecilnya.

"Tante Vina, Caca mau beli ice krim!" seru gadis kecil itu mengejutkan Vina dan Ica yang tengah menyusun rak dagangannya. Ibu dan anak itu merasa terkejut dengan kemunculan Caca yang sudah berdiri di ujung lorong rak cemilan.

"Om Fariz denger nggak, ya, Ca? Kalau kita lagi ngomongin dia?" bisik Vina kepada putrinya.

"Nggak tau, sana gih, Ibu layanin dulu," jawab Ica yang juga sambil berbisik.

"Kamu ajalah, Ca. Hitung-hitung latihan pedekate," elak Vina, malu ketahuan lagi ngegosipin sahabat sendiri ke anaknya.

Ica menggeleng, ia pun malu kalau sampai pria pujaannya mendengar semua ucapannya. Tangan Ica melambai, menyuruh Caca untuk menghampiri mereka. Sementara itu, Vina mengintip dari balik rak, mencari keberadaan Fariz.

"Aman, Ca. Om Fariz nggak denger. Dia lagi berdiri dekat meja kasir."

"Tante Vina, Kakak Ica mau jadi istri Papa aku,ya?" tanya Caca polos, membuat ibu dan anak itu bengek seketika.

Related chapters

  • Duda Tetangga   Dinner

    Fariz benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Vina dan anaknya. Kenapa Vina bisa begitu santainya menanggapi curhatan anaknya yang menyukai teman ibunya? Meski jujur, harus Fariz akui bahwa dirinya tersanjung karena ditaksir oleh gadis yang layak jadi ponakannya. Dokter bedah saraf itu pun tersenyum sendiri mengingat peristiwa di toko, tadi sore. Ia merasa dejavu, karena ditaksir oleh cewek yang usianya jauh lebih muda darinya. Hal ini pernah ia alami, dulu saat bersama Bella, mantan istrinya.Bella terpaut usia sepuluh tahun darinya. Fariz kira, pernikahannya dengan Bella akan berjalan lancar mengingat usia mereka sama-sama matang. Fariz yang kala itu berusia 35 tahun akhirnya memutuskan menikahi Bella yang berusia 25 tahun. Pandangan Bella yang tak ingin memiliki anak dalam pernikahannya, Fariz pikir akan hilang seiring berjalannya waktu, tetapi semua salah. Bella benar-benar tidak menikmati pernikahan mereka setelah mereka punya anak. Lima

  • Duda Tetangga   Pernikahan

    Ica menangis tersedu setelah mendengar penuturan ibunya. Mau tidak mau, Vina harus menceritakan tentang penyakitnya kepada anak semata wayangnya. Ia pun menceritakan tentang rencananya untuk menikahkan Ica dengan sahabatnya."Ica nggak mau nikah, Ica maunya Ibu sembuh," isak gadis pengidap Cataplexy itu menangis di pangkuan ibunya."Ica doain, ya. Besok, Ibu udah harus operasi. Malam ini Ibu sudah panggil Pak RT." Vina mengusap lembut kepala anaknya. Mendengar kata Pak RT disebut, Ica bangun dari pangkuan Vina, menatap heran kepada Ibunya."Ibu mau nitipin Ica ke Pak RT?" tanya Ica, panik.Dulu, waktu Ica masih sekolah dan ibunya harus dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sama. Vina menitipkan gadis kecilnya di rumah Pak RT yang sudah menganggap Ica seperti anaknya sendiri."Nggak, Sayang.""Alh

  • Duda Tetangga   Ada yang Cemburu

    _Kanker kolorektal stadium 4 any T any N M1a_ hasil dari tes CT scan, USG perut, rontgen dada, USG endorektal dan USG intraoperatif yang dijalani Vina."Ini artinya apa, Om?" tanya Ica yang tak paham akan hasil lab yang diberikan oleh dokter Rita untuknya.Fariz tak menjawab, bibirnya terasa kelu untuk menjelaskan bahwa sahabat sekaligus mertuanya itu sangat tipis berkemungkinan untuk sembuh."Dok, ini artinya apa?" Lagi, Ica bertanya mencoba minta penjelasan kepada dokter Rita, orang yang selama ini menangani penyakit ibunya.Dokter yang asli timur itu hanya bisa melirik ke arah Fariz. Pria itu sudah meminta ijin agar dirinya yang akan menjelaskan penyakit Vina kepada anaknya."Biar dokter Fariz yang akan menjelaskannya," jawab dokter Rita mengusap pundak Ica yang duduk mematung di kursinya lalu meninggalkan dua orang itu untuk berbicara.&

  • Duda Tetangga   Janji Ica

    Fariz langsung membawa Ica masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya masih cemberut karena melihat pemuda asing yang tak dikenalnya itu mengikuti langkahnya. Tepat di depan pintu kamar Fariz menghentikan langkah dan memutar badan menghadap ke Reno."Sebaiknya Anda pulang saja, Ica baik-baik saja," ucap Fariz ketus.Reno terkejut, menyadari bahwa dirinya telah bertindak di luar kesadaran, karena panik melihat Ica yang berdarah dan pingsan ia malah ikut masuk ke rumah orang yang tak dikenalnya tanpa di undang. Ia pun bergegas pulang.Di dalam kamar, Fariz masih terlihat khawatir dengan kondisi Ica yang belum sadar juga. Sampai akhirnya pria paruh baya itu menyadari ada yang aneh pada reaksi dirinya ke Ica. Ini terlalu berlebihan, kenapa pula aku mengecek suhu tubuh dan detak nadinya? Bukankah dua atau tiga menit lagi gadis ini akan sadar? Pikir Fariz. 

  • Duda Tetangga   Jangan Jual Mahal

    "Hai Sayang, perlu bantuan?" Ramah Fariz menyapa istrinya hingga membuat sang istri meneteskan darah dari hidungnya."Yah, Mama Ica mati lagi, deh," celetuk Caca yang panik melihat hidung Ica mulai mimisan.Brug!Suara rolling door terdengar keras ketika Ica menyandarkan tubuhnya, berusaha mengatur ritme jantungnya yang melonjak cepat ketika mendengar kata 'Sayang' dari Fariz."Kamu kenapa, Ca?" Reno kaget melihat Ica yang menyandar pada pintu toko dengan wajah yang pucat."Biar saya saja," cegah Fariz, saat Reno ingin memapah tubuh Ica.Ica menunduk, ia tak ingin menatap wajah Fariz, karena tak ingin pingsan lagi. Sekuat tenaga ia mengatur napas dengan membuang dan menghirup udara dari mulut dan hidungnya."Tetap lakukan itu, dan jangan membuka mata," bisik Fariz yang menyadari kalau Ica sedang mengatu

  • Duda Tetangga   Tamu yang Barbar

    Mata Fariz masih mendelik tajam, meminta kejelasan, bagaimana bisa Caca mengetahui istilah pancil dicicil?"Jelasin dulu kenapa Caca bisa tau istilah itu?" ancam Fariz yang enggan menjawab pertanyaan anaknya tentang kata 'istri'."Ada sales panci yang datang ke toko menawari sistem pembayaran cicil, mungkin dari situ Caca tahu."Caca mengangguk. "Betul. Kalau istri apa, Pa?""Istri itu ...." Suara bel pintu menghentikan mulut Ica untuk memberi penjelasan pada anak tirinya."Papa kamu aja yang jelasin, Mama Ica, mau bukain pintu dulu," ucap Ica sambil melirik kepada Fariz.Pria senja itu mengangguk pelan tanda setuju, tetapi kembali mendelik setelah membaca gerakan bibir Ica, yang mengucapkan kata S U A M I kepadanya dengan kerlingan mata dan sun jauh.Namun, ekspresi ketidak sukaan itu hanya ditunjukan sebent

  • Duda Tetangga   Ica Cemburu

    Fariz kebingungan mendengar pertanyaan Caca yang begitu ingin tau siapa wanita yang barusan bertamu. Jika ia mengatakan wanita itu adalah Mama kandungnya, Caca pasti akan bingung dan menganggapnya pembohong. Karena selama ini Fariz selalu berkata bahwa Caca tak pernah memiliki mama sejak lahir. Bila tak menjelaskan sekarang, pasti Caca akan lebih kecewa bila mengetahuinya dari mulut Bella, langsung. Tanpa sadar Fariz menggaruk kepalanya yang tak gatal, sambil senyum ia menatap Caca dan Ica secara bergantian. Lalu sebuah ide jahil muncul begitu saja di kepalanya ketika untuk ketiga kalinya ia menatap wajah Ica yang sedang mengejeknya karena pertanyaan Caca."Tanya Mama Ica aja, ya. Dia tau siapa itu Bella Ayunda," jawab Fariz sambil mengerling dan tersenyum jahil pada Ica.Antara sebal dan bahagia, gadis penderita Cataplexy itu melotot mendengar penyataan Fariz dengan senyum dan kerlingannya yang menggoda. Otak Ica tak dapat merespon rasa bahagia yang mene

  • Duda Tetangga   Berkabung

    Ruangan berdinding putih itu hanya boleh dimasuki oleh Ica, Fariz dan Dokter Rita. Pengunjung yang lain hanya boleh menunggu di luar pintu yang bertuliskan Ruangan ICU. Dari balik pintu, Bella dapat mengintip ada tubuh ringkih yang tengah terbujur lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh tersebut dililit oleh selang infus dan kabel elektroda yang terhubung ke monitor hemodinamik serta saturasi. Parameter di layar monitor menunjukan aktivitas denyut jantung di bawah 60. Angka yang tertera hanya 23.Dokter Rita hanya menggeleng kepada Fariz yang tengah memeluk Ica."Sejak kapan kondisinya melemah seperti ini?" tanya Fariz."Baru tadi pagi. Kankernya sudah menyebar ke jantung. Ica, ikhlasin Ibu, ya. Kami sudah nggak bisa berbuat apa-apa untuk kesembuhan Ibu."Mendengar kata-kata dari Dokter Rita, tangis Ica semakin menjadi

Latest chapter

  • Duda Tetangga   fMRI

    Ragu-ragu Ica berdiri di depan pintu rumah sebelah. Kepalan tangannya menempel di daun pintu, hendak mengetuk, tetapi urung. Apa yang harus ia katakan jika si Tuan Rumah membukakan pintu teresebut. Apakah Ica harus mengakui bahwa dirinya bersalah dan meminta maaf karena telah menuduh hal yang tidak-tidak kepada suaminya sendiri. Yah, setelah mendapatkan penjelasan dari Bu Herman prihal status Om Fariz, serta bukti-bukti berupa foto, surat nikah dan cicin yang melingkar di jari manisnya, akhirnya Ica dapat menerima kenyataan bahwa Om Duda tetangga sebelah rumahnya adalah suaminya. Meskipun Ica tak mengingat kapan pernikahan itu berlangsung, tetapai Ica pun menjadi maklum setelah penjelasan dari Bu Herman yang menyatakan dirinya terkena amnesia. "Loh, Ica ngapain berdiri di depan pintu? Ayo, masuk!" ajak Fariz yang terkejut saat membuka pintu hendak membuang sampah ada Ica menghalangin jalannya. Ica menurut, ia sebenarnya terkejut dan malu dengan kemunculan

  • Duda Tetangga   Nggak Janji

    Usai melaksanakan salat subuh, Fariz memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rumah sebelah yang tidak ditempati oleh Ica. Ya, Fariz memutuskan untuk menunda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Ica. Ia lebih memilih untuk mendiskusikannya dahulu kepada senior nya, Dokter Lulu. Jika dugaaan Fariz benar, sepertinya Ica sedang mengalami Antarograde Amnesia, yaitu hilangnya memori jangka pendek secara berulang setelah penderita terbangun dari tidurnya."Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Dokter Lulu melalui sambungan Vidio call. Wajah bulat Dokter Lulu memenuhi layar ponsel."Ica. Emhhh, maksud saya memori Ica lompat ke ingatan setahun lalu saat kami pertama kali kenal dan dinner bersama. Dia sudah mengenali saya tapi hanya sebagai tetangga sebelahnya, bukan sebagai suaminya.""Sebaiknya bawa ke rumah sakit, Riz. Saya tak bisa menebak jika belum melakukan serangkaian tes. Bisa saja yang kamu katakan benar, tetapi tetap saja kita tak b

  • Duda Tetangga   Ica diperkosa

    Malam itu terasa indah bagi Fariz. Ica sama sekali tak menunjukan gejala cataplexy, istri belianya itu dapat mengimbangi permainannya. Bisa dikatakan saat itu Ica lah yang lebih bergairah, sementara Fariz masih takut Ica dipertengahan mengalami serangan cataplexy. Sampai mereka sama-sama mencapai klimaks, Ica baru menunjukan gejala cataplexy. Ada darah yang keluar dari hidungnya, ketika Fariz mengucapkan terimakasih dan mengecup keningnya."Hidung kamu berdarah, Sayang." Lembut, Fariz membersihkan hidung istrinya."Nggak papa,Ica sudah biasa seperti ini ketika hati Ica diliputi rasa bahagia." Fariz tersenyum mendengar penuturan istrinya."Kamu bahagia, Sayang?"Ica mengangguk lalu menutup mata sambil tersenyum. Otot leher dan wajahnya sudah tak mampu bekerja lantaran hipocretin dalam otaknya berkurang, Ica mengalami nerkolepsi--s

  • Duda Tetangga   Ica, ini Posisinya Bahaya

    Tiba-tiba sosok Fariz menghilang setelah mendengar teriakan dari Ica. Di situ Ica baru menyadari kalau dirinya telah berhalusinasi melihat Om Duda sebelah."Aish, kenapa jadi muncul bayangan Om sebelah. Sadar Ca, sadar. Fokus ke masalah Amel saja." Ica kembali berbicar dengan bayangannya di cermin.'Tunggu dulu, jika aku membantu Amel itu berarti aku akan kehilangan Bang Reno untuk selamanya. Lalu, kenapa Bang Reno harus berbohong dan berpura-pura kalau kita masih pacara, apakah dia sebenarnya masih memiliki perasaan cinta kepadaku dan Amel hanya dijadikan pelarian baginya.' Pikiran itu terlintas begitu saja di kepala Ica membuat dirinya tersenyum pada bayangan diri di cermin."Aku harus memastikan perasaan Bang Reno sebelum merencanakan misi 'doble date' bersama Amel dan Om Fariz," gumam Ica dengan suara yang penuh tekadBaru saja Ica ingin menghubungi R

  • Duda Tetangga   Curhatan Amel

    House of Yuen menjadi pilihan Bella untuk mengajak mantan suami, anak serta istri barunya dinner, malam ini. Karena restoran keluarga ini terbilang mewah, Bella pun menyarankan agar Ica mengenakan baju yang sedikit Formal. Dress selutut dengan potongan kerah Sabrina menjadi pilhan Ica.Ini adalah kali pertama bagi Ica dan Caca makan di restoran mewah. Restoran yang terletak di salah satu hotel bintang lima yang ada di Jakarta itu berada di lantai tiga. Selama memasuki ruangan restoran tersebut Fariz tak berhenti-hentinya mengkhawatirkan kondisi Ica yang dikit-dikit hidungnya berdarah. Mulai dari di sapa oleh pelayan restoran sampai ia melihat salah satu artis ibukota yang menyapa Bella."Nunduk Ca, jangan dilihat, tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan," bisik Fariz membimbing Ica agar tidak pingsan.Rupanya suara berbisik Fariz masih dapat didengar oleh sang artis."Eh, itu kenapa hidungnya berdarah?"

  • Duda Tetangga   Undanga Bella

    Caca tengah bahagia melihat dirinya berada di Chanel YouTube milik Bella Ayunda. Sudah seharian ia terus menceritakan dan pamer kepada Ica tentang vidionya di YouTube."Aku cantik ya, Mama Ica. Caca kepengin deh, kalau besar nanti seperti Tante Bella."Ica mulai bosan mendengar ocehan Caca. Pasalnya semenjak melihat video tersebut, Ica jadi melihat semua sosmed milik Bella Ayunda. Mulai dari Instagram, YouTube sampai Tiktok dan Facebook. Bella yang awalnya seorang selebgram itu mulai merambah menjadi YouTuber sekitar enam bulan lalu saat dirinya membuat Vlog tentang Ica saat di Bali. Di sanalah Ica menemukan kebenaran tentang dirinya yang ternyata benar sudah menikah dengan Fariz. Juga fakta bahwa Reno sudah bertunangan dengan seorang perawat bernama Amel.Jemari Ica terus berselancar di YouTube hingga ia memutuskan berhenti di sebuah Chanel yang menayangkan tentang dirinya. Dari sana Ica mengetahui bahwa dirinya sempat viral juga karena

  • Duda Tetangga   Siapa Amel?

    Demi membuat kondisi Ica tidak merasa canggung dan tak nyaman, akhirnya Fariz memutuskan untuk menerima usulan Ica yang meminta dirinya untuk pindah ke rumah sebelah. Mereka memulai dari awal lagi, membuat suasana rumah seperti Ica berusia 16 tahun, meski tanpa Ibu di sampingnya."Hanya untuk sementara sampai ingatan saya pulih," pinta Ica dengan bahasa yang sangat formal.Meski menyanggupinya setelah mengajukan syarat agar membiarkan Caca tetap memanggil Ica dengan kata 'mama' tetap saja Fariz merasa ini terlalu berlebihan. Kenapa dari semua kenangan yang dimiliki oleh Ica, harus dirinya yang dilupakan.Sesekali Ica ikut membantu memindahkan barang-barang Fariz dan Caca."Eh, gini Om. Gimana kalau Caca tetap tinggal di sini sama Ica. Jadi Om aja yang pindah ke ruamha sebelah," usul Ica tiba-tiba ketika hendak merapikan barang-barang Caca di kamarnya."Setuju!" Caca menjawab dengan kegirangan. Gadis kecil itu langsung memeluk dan mencium Ica.

  • Duda Tetangga   Memori

    Ica manggut-manggut ketika mendengar penjelasan dari Dokter Lulu mengenaiH penyakitnya. Meski sedikit tak percaya kalau ada penyakit seaneh itu di dunia ini._Cataplexy. Ah, aku pikir Adrophobia seperti yang Ibu katakan selama ini, tapi ternyata berbeda_ gerutu Ica dalam hati. Tunggu! Ibu? Di mana Ibu, kenapa dari tadi aku tak melihatnya? Tiba-tiba Ica teringat akan ibunya. Amnesia yang dideritanya membuat Ica masih merasa meliliki Ibu."Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Dokter Lulu yang keheranan melihat Ica celingak-celinguk memiringkan badannya serta sorot mata ke arah pintu seolah menunggu kedatangan seseorang."Dok, Ibu saya mana saya? Kok, dari tadi malam tidak kelihatan ya. Ibu saya tau kan kalau saya ada di rumah sakit, kalau belum tau tolong kasih tau Dok."Dokter Lulu menghela napas pelan, bingung harus menjelaskan dari mana tentang situasi ini kepada Ica.

  • Duda Tetangga   Ahjusi

    Setengah berlari, Fariz menyusuri garis berwarna merah yang ada di lantai. Langkahnya terhenti di depan brankar yang sedang di dorong oleh perawat untuk dipindahkan ke ruang perawatan."Ica!" Fariz berteriak mengikuti para petugas tersebut. Angga, dokter residen yang menyadari kehadiran Fariz pun mencegahnya untuk mengikuti para perawat."Dok, sebaiknya temui Prof Lulu. Beliau menunggu dokter di sana.""Tapi istri saya?""Istri dokter baik-baik saja, tadi Prof Lulu menyuruh Anda lekas menemuinya sebelum bertemu dengan istri Anda."Fariz mengangguk. Toh, tadi Ica sudah terlihat sadar ketika para perawat tersebut membawanya, Ica pun sempat tersenyum padanya. Berarti kondisinya memang sudah baik.Fariz mengetuk pintu ruangan Dokter Lulu dengan dua kali ketukan."Masuk." Suara dari dalam memerintahkan dirinya untuk masuk.&

DMCA.com Protection Status