Share

Pernikahan

Author: Bia Hikawa
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Ica menangis tersedu setelah mendengar penuturan ibunya. Mau tidak mau, Vina harus menceritakan tentang penyakitnya kepada anak semata wayangnya. Ia pun menceritakan tentang rencananya untuk menikahkan Ica dengan sahabatnya. 

"Ica nggak mau nikah, Ica maunya Ibu sembuh," isak gadis pengidap Cataplexy itu menangis di pangkuan ibunya. 

"Ica doain, ya. Besok, Ibu udah harus operasi. Malam ini Ibu sudah panggil Pak RT." Vina mengusap lembut kepala anaknya. Mendengar kata Pak RT disebut, Ica bangun dari pangkuan Vina, menatap heran kepada Ibunya.

"Ibu mau nitipin Ica ke Pak RT?" tanya Ica, panik. 

Dulu, waktu Ica masih sekolah dan ibunya harus dirawat di rumah sakit karena penyakit yang sama. Vina menitipkan gadis kecilnya di rumah Pak RT yang sudah menganggap Ica seperti anaknya sendiri. 

"Nggak, Sayang." 

"Alhamdulillah, kirain mau dititipin lagi. Ica, nggak mau kalo Ibu nitipin Ica ke sana."

"Kenapa?"

"Pak RT udah tua, Bu. Yang ada Ica yang jagain mereka, bukan mereka yang jagain Ica."

"Hus! Nggak boleh gitu, Ca. Mereka orang baik, kalau ada kesempatan apa salahnya membalas jasa mereka. Dulu kamu senang kalau bermain di rumah Pak RT, kan?"

Dari kecil hingga remaja, Ica memang suka bermain ke rumah Pak RT, dulu, saat Reno putra Pak RT masih ada. Semenjak Reno mengikuti pendidikan militer, Ica sudah jarang bermain ke rumah sesepuh warga itu. 

"Terus, Ibu manggil Pak RT buat apa?"

"Buat jadi saksi." 

"Saksi?" Ica tak mengerti akan ucapan Ibunya. Wajah pucat Vina hanya tersenyum menjawab keheranan Ica.

_______

Malam harinya ...

Wati, asisten Vina di toko tengah sibuk di dapur membantu Ica menyiapkan makanan dan minuman untuk para tamu yang sudah duduk melingkar di karpet ruang tamu. 

Sofa dan meja sudah disingkirkan ke teras oleh Wati tadi sore, agar ruang tamu tersebut mampu menampung tetangga satu gang.

Ica yang sudah dari sore kebingungan atas kedatangan para tamu belum sempat bertanya kepada ibunya, apa maksud dari pesta kecil ini. Yah, bisa dikatakan pesta, karena mereka yang datang berpakaian formal, bahkan Om Duda tetangga sebelah pun ikut hadir dengan tampilan terbaiknya, memakai jas. 

"Mba Wati, ini sebenarnya ada apa, sih? Kok, Ibu mengundang tetangga ke rumah," tanya Ica yang sibuk menyusun kue-kue basah ke dalam piring cantik koleksi ibunya. 

"Memangnya Ibu belum bilang ke Mba Ica?" Wati malah balik bertanya.

Ica menggeleng. "Lusa, Ibu mau operasi, kan, bukan pergi umroh?"

"Iya. Mana mungkin ibu pergi umroh, orang lagi sakit."

"Tapi, kok, ngudang orang. Ibu aneh, ya, Mba Wati?" ujar Ica, murung dan hanya ditanggapi senyum oleh Wati. 

Bu Herman, istri Pak RT datang menghampiri Ica di dapur. 

"Ca, ke depan dulu, gih, orang-orang sudah nungguin." Bu Herman menarik lengan Ica, hingga membuat dirinya mau tak mau ikut ke depan menyapa para tamu.

"Nah, ini mempelai wanitanya, Pak Penghulu," ucap Vina, mengenalkan Ica kembali kepada para tamu. 

Ica melongo tak mengerti atas perkataan ibunya, lalu tersenyum kecut setelah sudut hipokampus di otaknya berhasil mengingat kejadian lima menit yang lalu. Dirinya sempat duduk bersanding bersama Om Fariz, di depan penghulu. Kemudian usai para saksi mengucapkan kata "Sah" Ica sukses pingsan.

'Aneh, kenapa aku bisa lupa akan hal itu ya? padahal tadi sore Ibu sudah menjelaskan bahwa hari ini Om Fariz akan menikahiku,' gumam Ica dalam hati. 

"Yea. Kakak Ica sekarang jadi Mama Caca." Caca memeluk Ica dan menghujaninya dengan ciuman.

Tak ada pelaminan, dan gaun mewah di hari pernikahannya. Juga tak ada darah yang menetes dari hidung Ica. Perasaan yang sedang di alami oleh Ica tampaknya tidak terdeteksi oleh sistem limbik di otaknya. Sehingga tak dapat terbaca oleh korteks limbik rasa bahagia yang dimiliki Ica. Bisa dikatakan, saat ini perasaan yang dimiliki olehnya di dominasi oleh rasa sedih. Ica sadar, pernikahan ini mungkin pintu awal bagi dirinya berpisah dengan ibunya.

Tepat jam sepuluh, para tamu sudah bubar dari pesta kecil di rumahnya. Ica sudah mengganti baju kebaya dengan piyama hello kitty. Di dalam kamarnya, Caca sudah tertidur pulas. 

"Ca, kamu tidur aja, gih. Biar saya yang ngerapihin ini semua," ujar Fariz, mengambil sapu yang ada di tangan Ica.

"Om aja sana yang pulang buat istirahat." Ica menolak.

"Beneran? Kamu nggak apa ngerapihin ini sendirian?" Pria jangkung itu menatap gadis bau kencur yang sekarang sudah sah menjadi istrinya.

"Iya."

Fariz sedikit terkejut dengan jawaban Ica yang datar. Terdengar seperti tak ada ada gairah dalam suara Ica. Padahal ini hari pernikahannya. Kemana perginya sikap centil Ica? Seperti minggu lalu, saat mereka makan malam, batin Fariz, bertanya.

Kursi dan meja sudah tersusun kembali di ruang tamu. Wati juga sudah pulang membawa sisa kue yang tak disentuh tamu. Sementara Vina, sudah masuk ke dalam kamarnya sejak satu jam yang lalu.

"Om, nggak pulang?" tanya Ica, yang sepertinya lupa kalau pria tetangga sebelahnya ini sudah resmi jadi suaminya.

"Ca, saya sudah jadi suamimu, lo," jawab Fariz keheranan akan sikap Ica yang seperti orang linglung.

"Oh iya, lupa." Lagi, suara Ica terdengar datar.

"Kamu baik-baik saja, kan, Ca?" Fariz mendekat, memegang pundak Ica. 

Ica menggeleng.

"Kenapa?"

"Ica, takut."

"Tenang, saya nggak akan memintamu melakukannya malam ini." Ica bengong. 

"Ngelakuin apaan, Om?" Gantian Fariz yang bengong. 

"Ica takut, Om. Besok Ibu mau operasi. Ini sudah yang kedua kalinya Ibu operasi kangker. Ica takut Ibu nggak bisa sembuh."

'Ah, ternyata itu yang ditakutkan olehnya,' gumam Fariz dalam hati. Ia mencoba menahan senyum menyadari pikirannya yang mesum.

"Harusnya, kita nggak usah nikah, Om. Kalau nikah, itu tandanya Ibu nggak akan sembuh. Ibu pasti nggak mau berjuang atas penyakitnya karena tau Ica sudah ada yang jagain." Tangis Ica pecah. 

"Jangan mendahului takdir, Ca. Doakan saja yang terbaik buat Ibu," hibur Fariz mencoba menenangkan Ica. Namun gadis itu malah semakin menangis tersedu dengan suara yang mulai kencang.

Perlahan Fariz mendekat, meraih bahu Ica untuk dipeluknya agar tenang. Belum sempat Ica jatuh ke pelukan Fariz, Ica sudah mendongak menatap Fariz. 

"Om tidur di kamar Ica, ya, sama Caca. Biar Ica tidur sama Ibu," ucap Ica sambil mengusap air matanya, lalu pergi meninggalkan Fariz yang mematung. 

"Dasar cewek, absurd," gumam Fariz, tersenyum menyadari kekonyolan sikapnya yang masih berdiri dengan lengan yang hendak memeluk seseorang. Ia pun akhirnya memeluk, tubuhnya sendiri. 

TBC.

Related chapters

  • Duda Tetangga   Ada yang Cemburu

    _Kanker kolorektal stadium 4 any T any N M1a_ hasil dari tes CT scan, USG perut, rontgen dada, USG endorektal dan USG intraoperatif yang dijalani Vina."Ini artinya apa, Om?" tanya Ica yang tak paham akan hasil lab yang diberikan oleh dokter Rita untuknya.Fariz tak menjawab, bibirnya terasa kelu untuk menjelaskan bahwa sahabat sekaligus mertuanya itu sangat tipis berkemungkinan untuk sembuh."Dok, ini artinya apa?" Lagi, Ica bertanya mencoba minta penjelasan kepada dokter Rita, orang yang selama ini menangani penyakit ibunya.Dokter yang asli timur itu hanya bisa melirik ke arah Fariz. Pria itu sudah meminta ijin agar dirinya yang akan menjelaskan penyakit Vina kepada anaknya."Biar dokter Fariz yang akan menjelaskannya," jawab dokter Rita mengusap pundak Ica yang duduk mematung di kursinya lalu meninggalkan dua orang itu untuk berbicara.&

  • Duda Tetangga   Janji Ica

    Fariz langsung membawa Ica masuk ke dalam kamarnya. Wajahnya masih cemberut karena melihat pemuda asing yang tak dikenalnya itu mengikuti langkahnya. Tepat di depan pintu kamar Fariz menghentikan langkah dan memutar badan menghadap ke Reno."Sebaiknya Anda pulang saja, Ica baik-baik saja," ucap Fariz ketus.Reno terkejut, menyadari bahwa dirinya telah bertindak di luar kesadaran, karena panik melihat Ica yang berdarah dan pingsan ia malah ikut masuk ke rumah orang yang tak dikenalnya tanpa di undang. Ia pun bergegas pulang.Di dalam kamar, Fariz masih terlihat khawatir dengan kondisi Ica yang belum sadar juga. Sampai akhirnya pria paruh baya itu menyadari ada yang aneh pada reaksi dirinya ke Ica. Ini terlalu berlebihan, kenapa pula aku mengecek suhu tubuh dan detak nadinya? Bukankah dua atau tiga menit lagi gadis ini akan sadar? Pikir Fariz. 

  • Duda Tetangga   Jangan Jual Mahal

    "Hai Sayang, perlu bantuan?" Ramah Fariz menyapa istrinya hingga membuat sang istri meneteskan darah dari hidungnya."Yah, Mama Ica mati lagi, deh," celetuk Caca yang panik melihat hidung Ica mulai mimisan.Brug!Suara rolling door terdengar keras ketika Ica menyandarkan tubuhnya, berusaha mengatur ritme jantungnya yang melonjak cepat ketika mendengar kata 'Sayang' dari Fariz."Kamu kenapa, Ca?" Reno kaget melihat Ica yang menyandar pada pintu toko dengan wajah yang pucat."Biar saya saja," cegah Fariz, saat Reno ingin memapah tubuh Ica.Ica menunduk, ia tak ingin menatap wajah Fariz, karena tak ingin pingsan lagi. Sekuat tenaga ia mengatur napas dengan membuang dan menghirup udara dari mulut dan hidungnya."Tetap lakukan itu, dan jangan membuka mata," bisik Fariz yang menyadari kalau Ica sedang mengatu

  • Duda Tetangga   Tamu yang Barbar

    Mata Fariz masih mendelik tajam, meminta kejelasan, bagaimana bisa Caca mengetahui istilah pancil dicicil?"Jelasin dulu kenapa Caca bisa tau istilah itu?" ancam Fariz yang enggan menjawab pertanyaan anaknya tentang kata 'istri'."Ada sales panci yang datang ke toko menawari sistem pembayaran cicil, mungkin dari situ Caca tahu."Caca mengangguk. "Betul. Kalau istri apa, Pa?""Istri itu ...." Suara bel pintu menghentikan mulut Ica untuk memberi penjelasan pada anak tirinya."Papa kamu aja yang jelasin, Mama Ica, mau bukain pintu dulu," ucap Ica sambil melirik kepada Fariz.Pria senja itu mengangguk pelan tanda setuju, tetapi kembali mendelik setelah membaca gerakan bibir Ica, yang mengucapkan kata S U A M I kepadanya dengan kerlingan mata dan sun jauh.Namun, ekspresi ketidak sukaan itu hanya ditunjukan sebent

  • Duda Tetangga   Ica Cemburu

    Fariz kebingungan mendengar pertanyaan Caca yang begitu ingin tau siapa wanita yang barusan bertamu. Jika ia mengatakan wanita itu adalah Mama kandungnya, Caca pasti akan bingung dan menganggapnya pembohong. Karena selama ini Fariz selalu berkata bahwa Caca tak pernah memiliki mama sejak lahir. Bila tak menjelaskan sekarang, pasti Caca akan lebih kecewa bila mengetahuinya dari mulut Bella, langsung. Tanpa sadar Fariz menggaruk kepalanya yang tak gatal, sambil senyum ia menatap Caca dan Ica secara bergantian. Lalu sebuah ide jahil muncul begitu saja di kepalanya ketika untuk ketiga kalinya ia menatap wajah Ica yang sedang mengejeknya karena pertanyaan Caca."Tanya Mama Ica aja, ya. Dia tau siapa itu Bella Ayunda," jawab Fariz sambil mengerling dan tersenyum jahil pada Ica.Antara sebal dan bahagia, gadis penderita Cataplexy itu melotot mendengar penyataan Fariz dengan senyum dan kerlingannya yang menggoda. Otak Ica tak dapat merespon rasa bahagia yang mene

  • Duda Tetangga   Berkabung

    Ruangan berdinding putih itu hanya boleh dimasuki oleh Ica, Fariz dan Dokter Rita. Pengunjung yang lain hanya boleh menunggu di luar pintu yang bertuliskan Ruangan ICU. Dari balik pintu, Bella dapat mengintip ada tubuh ringkih yang tengah terbujur lemah tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Tubuh tersebut dililit oleh selang infus dan kabel elektroda yang terhubung ke monitor hemodinamik serta saturasi. Parameter di layar monitor menunjukan aktivitas denyut jantung di bawah 60. Angka yang tertera hanya 23.Dokter Rita hanya menggeleng kepada Fariz yang tengah memeluk Ica."Sejak kapan kondisinya melemah seperti ini?" tanya Fariz."Baru tadi pagi. Kankernya sudah menyebar ke jantung. Ica, ikhlasin Ibu, ya. Kami sudah nggak bisa berbuat apa-apa untuk kesembuhan Ibu."Mendengar kata-kata dari Dokter Rita, tangis Ica semakin menjadi

  • Duda Tetangga   Amnesia Lakunar

    Sudah ada lima menit, Caca duduk menyender di pintu kamar Ica. Anak itu menuggu sang Mama keluar dari kamarnya. Sesekali dari mulut kecilnya terdengar gumaman,"Mama Ica keluar, dong.""Caca mau main sama Mama Ica."Meski tak terdengar suara isakan dari gumaman Caca, tetap saja bagi Fariz, suaranya terdengar seperti rengekan. Pikiran Fariz pun mulai disesapi rasa panik, ketika Caca kemabali bertanya kepadanya."Pa, Mama Ica nggak mati kan?" Mata mungil itu mulai berkaca-kaca."Biar Papa yang bujuk, siapa tau Mama Ica mau keluar."Pelan, Fariz mengetuk pintu kamar Ica sambil memanggil namanya. Tak ada respon dari dalam. Ketukan pun sedikit dikeraskan."Ca, buka, dong. Sudah sore ini, kamu baik-baik aja, kan?" Masih tak ada respon."Pa, dorong kencang aja pintunya." Caca memberi saran."Ah, iya juga. Ca

  • Duda Tetangga   Kiss

    Sudah dua jam Ica pergi bersama Reno. Padahal lokasi pemakaman tidak begitu jauh dari kompleks rumah Ica, tapi kenapa mereka begitu lama untuk jiarah.Caca sedari tadi sudah menanyakan di mana Mama Ica kepada Papanya. Membuat Fariz semakin pusing dibuatnya. Baru saja Fariz ingin menghubungi ponsel Ica untuk menyuruhnya segera pulang. Tiba-tiba terdengar suara motor dari luar. Gegas, Fariz berlari menuju teras."Ica!" serunya sambil berlari menuju teras.Sesampainya di teras, ternyata tukang galon yang datang."Maman, Pak. Bukan Ica," jawab si tukang galon yang keheranan melihat wajah panik Fariz. Sambil menggedikan bahu, Maman si tukang galon pun lekas angkat kaki karena mendapati mata Fariz yang mendelik, kesal.Ah, sial! Fariz merutuk dalam hati kemudian tersenyum menyadari tingkahnya yang terlihat konyol dan berlebihan. Ia jadi terlihat sepe

Latest chapter

  • Duda Tetangga   fMRI

    Ragu-ragu Ica berdiri di depan pintu rumah sebelah. Kepalan tangannya menempel di daun pintu, hendak mengetuk, tetapi urung. Apa yang harus ia katakan jika si Tuan Rumah membukakan pintu teresebut. Apakah Ica harus mengakui bahwa dirinya bersalah dan meminta maaf karena telah menuduh hal yang tidak-tidak kepada suaminya sendiri. Yah, setelah mendapatkan penjelasan dari Bu Herman prihal status Om Fariz, serta bukti-bukti berupa foto, surat nikah dan cicin yang melingkar di jari manisnya, akhirnya Ica dapat menerima kenyataan bahwa Om Duda tetangga sebelah rumahnya adalah suaminya. Meskipun Ica tak mengingat kapan pernikahan itu berlangsung, tetapai Ica pun menjadi maklum setelah penjelasan dari Bu Herman yang menyatakan dirinya terkena amnesia. "Loh, Ica ngapain berdiri di depan pintu? Ayo, masuk!" ajak Fariz yang terkejut saat membuka pintu hendak membuang sampah ada Ica menghalangin jalannya. Ica menurut, ia sebenarnya terkejut dan malu dengan kemunculan

  • Duda Tetangga   Nggak Janji

    Usai melaksanakan salat subuh, Fariz memutuskan untuk pulang ke rumahnya. Rumah sebelah yang tidak ditempati oleh Ica. Ya, Fariz memutuskan untuk menunda menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada Ica. Ia lebih memilih untuk mendiskusikannya dahulu kepada senior nya, Dokter Lulu. Jika dugaaan Fariz benar, sepertinya Ica sedang mengalami Antarograde Amnesia, yaitu hilangnya memori jangka pendek secara berulang setelah penderita terbangun dari tidurnya."Kenapa kamu bisa menyimpulkan seperti itu?" tanya Dokter Lulu melalui sambungan Vidio call. Wajah bulat Dokter Lulu memenuhi layar ponsel."Ica. Emhhh, maksud saya memori Ica lompat ke ingatan setahun lalu saat kami pertama kali kenal dan dinner bersama. Dia sudah mengenali saya tapi hanya sebagai tetangga sebelahnya, bukan sebagai suaminya.""Sebaiknya bawa ke rumah sakit, Riz. Saya tak bisa menebak jika belum melakukan serangkaian tes. Bisa saja yang kamu katakan benar, tetapi tetap saja kita tak b

  • Duda Tetangga   Ica diperkosa

    Malam itu terasa indah bagi Fariz. Ica sama sekali tak menunjukan gejala cataplexy, istri belianya itu dapat mengimbangi permainannya. Bisa dikatakan saat itu Ica lah yang lebih bergairah, sementara Fariz masih takut Ica dipertengahan mengalami serangan cataplexy. Sampai mereka sama-sama mencapai klimaks, Ica baru menunjukan gejala cataplexy. Ada darah yang keluar dari hidungnya, ketika Fariz mengucapkan terimakasih dan mengecup keningnya."Hidung kamu berdarah, Sayang." Lembut, Fariz membersihkan hidung istrinya."Nggak papa,Ica sudah biasa seperti ini ketika hati Ica diliputi rasa bahagia." Fariz tersenyum mendengar penuturan istrinya."Kamu bahagia, Sayang?"Ica mengangguk lalu menutup mata sambil tersenyum. Otot leher dan wajahnya sudah tak mampu bekerja lantaran hipocretin dalam otaknya berkurang, Ica mengalami nerkolepsi--s

  • Duda Tetangga   Ica, ini Posisinya Bahaya

    Tiba-tiba sosok Fariz menghilang setelah mendengar teriakan dari Ica. Di situ Ica baru menyadari kalau dirinya telah berhalusinasi melihat Om Duda sebelah."Aish, kenapa jadi muncul bayangan Om sebelah. Sadar Ca, sadar. Fokus ke masalah Amel saja." Ica kembali berbicar dengan bayangannya di cermin.'Tunggu dulu, jika aku membantu Amel itu berarti aku akan kehilangan Bang Reno untuk selamanya. Lalu, kenapa Bang Reno harus berbohong dan berpura-pura kalau kita masih pacara, apakah dia sebenarnya masih memiliki perasaan cinta kepadaku dan Amel hanya dijadikan pelarian baginya.' Pikiran itu terlintas begitu saja di kepala Ica membuat dirinya tersenyum pada bayangan diri di cermin."Aku harus memastikan perasaan Bang Reno sebelum merencanakan misi 'doble date' bersama Amel dan Om Fariz," gumam Ica dengan suara yang penuh tekadBaru saja Ica ingin menghubungi R

  • Duda Tetangga   Curhatan Amel

    House of Yuen menjadi pilihan Bella untuk mengajak mantan suami, anak serta istri barunya dinner, malam ini. Karena restoran keluarga ini terbilang mewah, Bella pun menyarankan agar Ica mengenakan baju yang sedikit Formal. Dress selutut dengan potongan kerah Sabrina menjadi pilhan Ica.Ini adalah kali pertama bagi Ica dan Caca makan di restoran mewah. Restoran yang terletak di salah satu hotel bintang lima yang ada di Jakarta itu berada di lantai tiga. Selama memasuki ruangan restoran tersebut Fariz tak berhenti-hentinya mengkhawatirkan kondisi Ica yang dikit-dikit hidungnya berdarah. Mulai dari di sapa oleh pelayan restoran sampai ia melihat salah satu artis ibukota yang menyapa Bella."Nunduk Ca, jangan dilihat, tarik nafas dalam-dalam lalu hembuskan," bisik Fariz membimbing Ica agar tidak pingsan.Rupanya suara berbisik Fariz masih dapat didengar oleh sang artis."Eh, itu kenapa hidungnya berdarah?"

  • Duda Tetangga   Undanga Bella

    Caca tengah bahagia melihat dirinya berada di Chanel YouTube milik Bella Ayunda. Sudah seharian ia terus menceritakan dan pamer kepada Ica tentang vidionya di YouTube."Aku cantik ya, Mama Ica. Caca kepengin deh, kalau besar nanti seperti Tante Bella."Ica mulai bosan mendengar ocehan Caca. Pasalnya semenjak melihat video tersebut, Ica jadi melihat semua sosmed milik Bella Ayunda. Mulai dari Instagram, YouTube sampai Tiktok dan Facebook. Bella yang awalnya seorang selebgram itu mulai merambah menjadi YouTuber sekitar enam bulan lalu saat dirinya membuat Vlog tentang Ica saat di Bali. Di sanalah Ica menemukan kebenaran tentang dirinya yang ternyata benar sudah menikah dengan Fariz. Juga fakta bahwa Reno sudah bertunangan dengan seorang perawat bernama Amel.Jemari Ica terus berselancar di YouTube hingga ia memutuskan berhenti di sebuah Chanel yang menayangkan tentang dirinya. Dari sana Ica mengetahui bahwa dirinya sempat viral juga karena

  • Duda Tetangga   Siapa Amel?

    Demi membuat kondisi Ica tidak merasa canggung dan tak nyaman, akhirnya Fariz memutuskan untuk menerima usulan Ica yang meminta dirinya untuk pindah ke rumah sebelah. Mereka memulai dari awal lagi, membuat suasana rumah seperti Ica berusia 16 tahun, meski tanpa Ibu di sampingnya."Hanya untuk sementara sampai ingatan saya pulih," pinta Ica dengan bahasa yang sangat formal.Meski menyanggupinya setelah mengajukan syarat agar membiarkan Caca tetap memanggil Ica dengan kata 'mama' tetap saja Fariz merasa ini terlalu berlebihan. Kenapa dari semua kenangan yang dimiliki oleh Ica, harus dirinya yang dilupakan.Sesekali Ica ikut membantu memindahkan barang-barang Fariz dan Caca."Eh, gini Om. Gimana kalau Caca tetap tinggal di sini sama Ica. Jadi Om aja yang pindah ke ruamha sebelah," usul Ica tiba-tiba ketika hendak merapikan barang-barang Caca di kamarnya."Setuju!" Caca menjawab dengan kegirangan. Gadis kecil itu langsung memeluk dan mencium Ica.

  • Duda Tetangga   Memori

    Ica manggut-manggut ketika mendengar penjelasan dari Dokter Lulu mengenaiH penyakitnya. Meski sedikit tak percaya kalau ada penyakit seaneh itu di dunia ini._Cataplexy. Ah, aku pikir Adrophobia seperti yang Ibu katakan selama ini, tapi ternyata berbeda_ gerutu Ica dalam hati. Tunggu! Ibu? Di mana Ibu, kenapa dari tadi aku tak melihatnya? Tiba-tiba Ica teringat akan ibunya. Amnesia yang dideritanya membuat Ica masih merasa meliliki Ibu."Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Dokter Lulu yang keheranan melihat Ica celingak-celinguk memiringkan badannya serta sorot mata ke arah pintu seolah menunggu kedatangan seseorang."Dok, Ibu saya mana saya? Kok, dari tadi malam tidak kelihatan ya. Ibu saya tau kan kalau saya ada di rumah sakit, kalau belum tau tolong kasih tau Dok."Dokter Lulu menghela napas pelan, bingung harus menjelaskan dari mana tentang situasi ini kepada Ica.

  • Duda Tetangga   Ahjusi

    Setengah berlari, Fariz menyusuri garis berwarna merah yang ada di lantai. Langkahnya terhenti di depan brankar yang sedang di dorong oleh perawat untuk dipindahkan ke ruang perawatan."Ica!" Fariz berteriak mengikuti para petugas tersebut. Angga, dokter residen yang menyadari kehadiran Fariz pun mencegahnya untuk mengikuti para perawat."Dok, sebaiknya temui Prof Lulu. Beliau menunggu dokter di sana.""Tapi istri saya?""Istri dokter baik-baik saja, tadi Prof Lulu menyuruh Anda lekas menemuinya sebelum bertemu dengan istri Anda."Fariz mengangguk. Toh, tadi Ica sudah terlihat sadar ketika para perawat tersebut membawanya, Ica pun sempat tersenyum padanya. Berarti kondisinya memang sudah baik.Fariz mengetuk pintu ruangan Dokter Lulu dengan dua kali ketukan."Masuk." Suara dari dalam memerintahkan dirinya untuk masuk.&

DMCA.com Protection Status