Home / Romansa / Duda Tetangga / Chapter 21 - Chapter 30

All Chapters of Duda Tetangga: Chapter 21 - Chapter 30

44 Chapters

Gosip

"Kamu keguguran?" Bu Herman dan beberapa ibu komplek kompak bertanya kepada Ica. "Bukan," jawab Ica, kaget melihat ekspresi ibu-ibu yang menjenguknya. "Nggak ada bayi berarti keguguran, toh?" Bu Menik meyakinkan. "Iya, kita semua lihat, kok, kalau Nak Ica pusing dan mual-mual." Bu Jayus menimpali. "Yang sabar, ya Ca." Tiba-tiba Bu Herman memeluknya, seolah memberikan kekuatan agar Ica tidak merasa sedih Melihat Bu Herman memeluk Ica. Ibu-ibu yang lain pun ikutan memeluk. Kini mereka terlihat seperti Teletubbies sehingga suster yang baru masuk untuk memberikan obat kepada Ica sedikit bingung. "Siang, Mba Aisyah. Ini obatnya ya." Suara suster membuat pelukan itu buyar. Ibu-ibu sontak menjauh dari Ica dan kembali bersikap elegan. Suster pun mendekati Ica guna melepaskan selang oksigen
Read more

Viral

Jeritan para perawat dan pasien menjadi kode buat Fariz harus menghindar ketika pukulan dari Reno melayang di udara.  _Jap_ yang diberikan Reno berhasil ditangkis oleh Fariz dengan tangan kirinya. Selisih usia 18 tahun lebih tua dari Reno, tak membuat Fariz bergerak dengan lambat. Dia menyerang balik setelah berhasil memberikan sundulan telak di hidung. Pria senja itu sengaja memilih titik lemah dari lawannya yang terbiasa dengan olahraga fisik. Memberikan pukulan ke ulu hati pada seorang anggota TNI tak akan memberikan dampak apapun jika tenaga kita tidak sebanding dengannya. Berhasil. Reno terhuyung mundur beberapa langkah. Ketika dia berhasil menjaga keseimbang dan bersiap menyerang balik, dua orang satpam telah membekuk tubuhnya. Fariz menggebrak meja ketika Reno berusaha meronta. "Kamu bisa diam tidak? Atau kita berdua akan viral di media sosial!" bentak Fariz membuat Reno tersadar bahwa aksinya te
Read more

Vacation

Fariz meminta bantuan Caca untuk membujuk Ica agar mau liburan. Tentu saja usaha Fariz berhasil mengingat Ica tak pernah bisa menolak permintaan Caca.  Mereka bertiga pun menjalankan liburan ke pula Bali.  "Bali? Kita mau terbang ke Bali?" Setengah memekik Ica terkejut membaca tujuan liburannya di tempat chek-in bandara. "Iya, kenapa? Kamu tak suka pantai?"  "Suka banget, tapi ..." "Tapi apa?" "Om Fariz nggak lagi ingin merencanakan sesuatu, kan?" "Tentu saya merencanakan sesuatu dari liburan ini."  "Apa?" "Agar gosip tentang kita lekas usai."  Ica hanya memanyunkan bibirnya mendengar penjelasan dari suami sekaligus dokter pribadinya. Sebenarnya Ica tidak peduli terhadap gosip yang membuat dirinya vi
Read more

Om Fariz Nyebelin

"Kalau kamu tak ingin saya berpaling ke Bella. Sebaiknya ikut makan malam ini," bisik Fariz sambil mengecup pipi Ica.  Tentu bisikan tersebut membuat dada Ica bergemuruh kesal. Tungkai kakinya batal lunglai, mendadak Fariz terlihat sangat menyebalkan bagi Ica. Apalagi pakai acara nyium pipi segala.  "Ish! Aku merasa diremehkan oleh Om Fariz," gerutu Ica dalam hati. "Hayu Ca, kita tunggu Mama Ica ganti pakaian," ajak Fariz pada putri kecilnya. Ica masih melotot kesal melihat ekspresi Fariz yang seolah-olah sedang mengejeknya. "Kok, malah cemberut? Apa mau saya yang pakaikan bajunya?" Fariz memutar tubuh Ica, tangannya meraba resleting baju Ica dari balakang. "Ish! Om Fariz nyebelin banget sih! Sana, biar Ica ganti baju sendir!" maki Ica, mendorong Fariz keluar bersama Caca. Bukannya kesal mendapat perlakuan kasar dari Ica. Bapak dan anak
Read more

Mama Ica, Keren

Ica dan Caca hanya bisa menepi berdiri dari kursi penonton di Amphitheater menyaksikan Fariz dan Bella yang tengah berdebat. "Mama Ica, Papa ngapain sih, ngobrol sama Tante itu?" tanya Caca yang tampak tak menyukai akan kemunculan Bella. Ica menggendikan bahunya, malas untuk menjawab pertanyaan Caca.  "Iya, aku ke sini memang mengikuti kalian. Ingat, Mas Fariz masih hutang janji padaku," jelas Bella ketika Fariz menanyakan kehadirannya.  "Mama Ica nggak mau manggil Papa buat udahan ngomong sama Tante itu? Caca udah laper nih." Ica melirik anak tirinya, dirinya juga sudah lapar tapi untuk pergi ke sana dan melerai mantan kekasih itu saling berdebat rasanya juga enggan.  "Kita makan berdua aja tanpa Papa, cari restoran dekat sini saja, yuk!" Ica pun membawa Caca menuju restoran terdeka
Read more

Byur

Tiga kali Fariz menepuk Pipi Ica agar sadar. Lengan Fariz mengganjal kepala Ica agar tidak terpentok sandaran kursi. Fariz juga meminta manajer restoran untuk menjauhkan meja dari Ica, khawatir istrinya akan mengalami kejang yang lebih parah. Namun, tidak sampai satu menit kejang Ica berhenti dan dia terkulai lemas seperti tertidur. "Pah, Mama Ica baik-baik aja kan?" tanya Caca yang sedih melihat kondisi Ica.  "Iya, Sayang. Sebentar lagi juga sadar. Bella, aku mohon jangan jadikan ini sebagai kontenmu," pinta Fariz yang hanya ditanggapi oleh Bella dengan anggukan.  Wanita itu cukup terkejut melihat kondisi Ica, ternyata apa yang dikatakan para netizen benar adanya, Ica memiliki penyakit aneh. Entah dia harus menyikapinya seperti apa?  "Kok, Mama Ica belum bangun Pa?" Caca kembali khawatir.  Ini tidak seperti biasanya Ica kejang dan lama siuman dari pingsannya.
Read more

Paparazi

Fariz meluruskan tubuh Ica serta kepala yang dibuat sejajar dengan bahu lalu mengangkat ke atas sedikit dagunya. Wajah Ica membiru, sigap Fariz melakukan tindakan resusitasi jantung paru. Kaki Fariz berlutut di samping leher dan dada Ica.   Menaruh tangannya yang bertumpu di tengah dada Ica, lalu menekannya sebanyak tigak puluh kali dengan tekanan sedalam lima senti menter.   Ica masih mematung, Fariz mendekatkan telinganya ke hidung Ica guna mendengar apakah ada suara napas? Tipis, Fariz pun memberi napas buatan. Dicubitnya hidung Ica lalu diletakan mulutnya menutup mulut Ica, meniupkan udara ke dalam. Masih tak ada pergerakan di dada Ica.  Kembali Fariz melakukan tindakan RJP, sambil berhitung dan mengulangi memberi napas buatan.  Caca tak berhenti menangis melihat Ica yang tak berdaya, gadis kecil itu merasa bersalah.  "Mama I
Read more

Kapan Ica Jadi Istri Seutuhnya

Fariz, Ica dan Caca sudah sampai di lobi. Para wartawan masih mengikuti, tepat di depan meja resepsionis Ica memutar tubuh kebelakang, lalu berdiri dengan angkuhnya sambil berkacak pinggang. "Dengar baik-baik! Nama saya Aisyah Khairunisa, Sarjana Hukum. Menurut UU ITE nomer 19 Tahun 2016 yang berbunyi_Kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan. Penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan orang yang bersangkutan._" Ica menjeda ucapannya, melihat ke sekeliling para wartawan yang mulai ogah-ogahan untuk mengambil foto Ica. "Jadi, maunya Mba Aisyah, gimana?" tanya seorang wartawan berbaju kotak-kotak. Sepertinya dia paham arah tujuan dari orasi Ica. "Yang ingin mewawancarai saya harus bayar. Satu pertanyaan seratus ribu." Ica menantang dengan menaikan sedikit dagunya.  "Huh! U
Read more

Eng Ing Eng

Tiga hari setelah pulang dari Bali, Fariz masih memikirkan kata-kata yang Ica bisikan ketika di Pasar Sukowati. Melihat gelagat Ica yang sudah terbiasa dengan dirinya tanpa mengalami serangan cataplexy, Fariz pun memutuskan bahwa nanti malam dia akan mencobanya. Mencoba mewujudkan keinginan Ica, dan juga impian dia.  Suster Amel datang tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Dia kaget melihat Fariz yang tengah tersenyum sambil jingkrak-jingkrak menyebutkan sepotong kalimat.  "Kita akan belah duren, kita akan belah duren. Oh yeah!" ucap Fariz sambil lompat-lompat berjoget ria kegirangan.  Posisinya yang sedang berdiri membelakangi pintu tentu saja tidak menyadari kedatangan Amel, hingga perawat cantik itu memanggilnya, baru Fariz menghentikan aksinya. Merah, wajah Fariz menahan malu ketika Amel memanggilnya. Sedangkan suster kepercayaan nya itu pun ikutan memerah wajahnya karena bersusah
Read more

Gagal Lagi

Ica terkejut melihat Fariz ada di depan pintu. Begitu pun dengan Fariz, terpaku menatap Ica tanpa berkedip. Beruntung suara bel pintu menyelamatkan Ica dari adegan canggung tersebut. Fariz yang sudah berjalan tanpa sadar mendekati Ica, terpaksa menghentikan aksinya membelai pundak Ica yang terbuka dengan punggung tangannya. Ica sempet menutup mata, menikmati sentuhaan Fariz, tetapi bunyi bel yang berkali-kali akhirnya menyadarkan dua orang yang sedang terlena tersebut. "Ada tamu, tuh, Om," ucap Ica membuka matanya. "Hadehh!" Fariz terlihat menahan kesal. "Kok, hadeh?" Ica tersenyum menggoda, mendengar gerutu Fariz. "Pake nanya? Apa kita lanjutkan saja, ya. Biarin aja tamunya menunggu." Fariz langsung menarik pinggan Ica ke dalam pelukannya.  Ica tertawa, meronta kegelian karena mendapat kecupan bertubi-tubi di lehernya. Tignong! Tingnong! Tingnong! Tingn
Read more
PREV
12345
DMCA.com Protection Status