Home / Romansa / Apa Warna Hatimu? / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Apa Warna Hatimu?: Chapter 91 - Chapter 100

151 Chapters

Chapter 91 : Bukan CLBK!

    Richard menetap di kamarku sementara aku sibuk dengan desain. Dia memperhatikan setiap gerakanku. Mulanya aku merasa tertekan, tapi lama kelamaan perilaku aneh Richard dapat kuabaikan. Kuanggap saja seperti seekor kucing yang sedang bergelung malas di tempat tidur.    Sesekali aku melirik Richard. Lama-lama aku merasa dia semakin mirip dengan kucing. Aku menggigit bibir untuk menahan tawa. Fokus kerjaku buyarlah sudah.    "Ada yang lucu?" Dengan enaknya Richard menarik kursiku hingga beradu dengan tempat tidur.    "Nggak! Apa sih? Ganggu orang kerja ih," seruku pura-pura galak.    "Makin dilihat kamu makin manis." Richard mulai merayu.    "Lagi nggak ada kerjaan jadi mengkhayal ya? Bikinin teh manis dong?" Aku menyeringai.    "Hmm...." Richard memutar kursiku seperti mainan.    Melihat tingkah Richard yang semakin manja aku bangkit. Biar saja dia mengambil ku
last updateLast Updated : 2021-11-15
Read more

Chapter 92 : Menemani Richard

    Hari ini aku bertekad menemani Richard ke studio. Satu minggu ini dia bekerja tanpa mengeluh. Tidak ada keluhan, hanya rasa lelah dan luka lecet di tangan. Aku tahu Richard tidak akan berkata jujur tentang kondisi pekerjaannya. Aku harus melihat sendiri.    Aku sudah sering menemani Elisabet ke galeri, jadi jalur perjalanan ke sana sudah kuhafal luar kepala. Kami naik kendaraan umum selama setengah jam dan dilanjutkan berjalan kaki selama lima belas menit, tibalah kami di galeri.    "Kamu mau temani seharian?" tanya Richard ragu.    "Boleh kan?" Aku mengulum bibir.    "Aku sih boleh aja, entah Pak Gatot."    "Aku kenal dia kok."    Kami berjalan masuk ke bagian belakang galeri. Ada sebuah bangunan terpisah dengan pekarangan luas. Aroma kayu menyambut indera penciuman.    "Hei, lama nggak ketemu, Hazel! Nggak sama Elisabet?" sapa Pak Gatot.   
last updateLast Updated : 2021-11-16
Read more

Chapter 93 : Persaingan

    Tiba di rumah aku dikejutkan dengan penampakan sebuah motor sport yang parkir dalam pekarangan. Richard terlihat cuek dan langsung melenggang masuk rumah. Aku mengikuti dengan was-was.    "Jadi sekarang kamu full time kompetisi?"    "Iya, Tante. Kadang dikirim ke luar negeri. Ini aja baru pulang dari Korea Selatan."    "Ohh wah hebat ya. Semoga sukses terus ke depannya."    Aku berusaha membuat diriku transparan, tapi Richard tidak. Dia menyapa tamu yang sedang duduk di sofa.    "Bertemu lagi," sapa Richard dengan ramah.    "Nah, ini orangnya pulang. Hazel? Teman lamamu nih, Hendri," kata Elisabet.    Aku meringis, "Tempo hari udah ketemu."    "Kok nggak cerita? Oya, Hendri, ini Richard pacarnya Hazel." Elisabet memperkenalkan.    "Kami udah kenalan, Tante." Hendri tersenyum.    "Kalian anak-anak muda ngobrollah
last updateLast Updated : 2021-11-17
Read more

Chapter 94 : Kangen Teman

    "Whaaattt?? Richard ketemu siapa? Di mana? Bagaimana? Coba lo jelasin lebih pelan sedikit?" Suara Wahyu terdengar nyaring.    Aku mengernyit menjauhkan handphone dari telinga.    "Hazel? Ayo cerita! Mumpung lagi nggak ada orang di sini!" desak Wahyu.    "Bacot lo kayaknya tambah gede, Bro. Budeg kuping gue!" sergahku.    "Hahahaha sorry, sorry. Oke, gue kalem. Lembut. Cerita yang lengkap dong?"    "Kita berdua ketemu sama cowok yang gue taksir waktu SMA."    "Ih, CLBK! Langsung dihajar dong sama Richard?"    "Dari Hong Kong. Teman gue instruktur taekwondo, Bro! Gue nggak tau siapa yang bakal menang kalau berantem." Aku menghela nafas.    "Tapi pada intinya sekarang kan lo pacarnya Richard. Temen lo udah nggak ada hubungan apa-apa kan, Bro?"    "Ya nggak lah! Baru sekarang ketemu lagi kok."    "Kayak drama korea
last updateLast Updated : 2021-11-18
Read more

Chapter 95 : Belajar Melukis

    Sapuan kuas di tangan Richard sedikit tidak stabil. Wajahnya begitu serius, kedua alis bertaut. Aku tersenyum geli melihat keseriusannya belajar melukis. Elisabet pun turut mengawasi dari sebelah sana.    Richard mengusap keringat di dahinya dengan punggung tangan. Aku benar-benar menahan tawa sampai terbungkuk. Cat bewarna kuning melintang di dahi Richard. Aku mengusap cat nyasar itu dengan sepotong kain.    "Melihat cara kerja kalian satu lukisan pun nggak akan selesai," ledek Elisabet.    "Mama...." Wajahku merah padam.    Richard meringis, "Ternyata melukis nggak semudah yang terlihat."    "Betul sekali. Perlu latihan dan kesabaran," ujar Elisabet.    "Aku akan coba selesaikan lukisan ini di waktu luang," kata Richard.    "Bagus. Kalau selesai akan kubawa ke galeri," kata Elisabet.    "Lumayan kalau terjual," timpalku.    R
last updateLast Updated : 2021-11-18
Read more

Chapter 96 : Bryan Datang

    Hari yang normal di antara hari-hari lainnya. Aku dan Elisabet menyibukkan diri di depan canvas masing-masing. Berdasarkan imajinasi aku berusaha melukis pemandangan matahari tenggelam di tepi pantai. Lumayan.    Lukisan karya Richard belum juga selesai. Aku ingin membantu menyelesaikan tapi ditolak mentah-mentah oleh Richard. Dia ingin melakukan sendiri. Baiklah. Ada bagusnya juga. Siapa tahu kemudian hari Richard juga bisa mendapatkan uang dari melukis, meskipun aku meragukannya.    Suara pintu diketuk membuat kami heran. Siapa yang bertamu siang begini? Aku bangkit keluar. Mataku melebar melihat Bryan berdiri di pintu masuk.    "Hai, Hazel," Bryan tersenyum manis.    "Hai...." Aku meringis seperti orang kena stroke ringan.    "Apa kabarnya? Richard sedang kerja?"    "Iya. Kok tau?"    "Ayah yang tau."    Aku menduga Bryan datang karena peri
last updateLast Updated : 2021-11-19
Read more

Chapter 97 : Kekacauan Hati

    Menunggu adalah pekerjaan yang paling menyiksa. Apalagi mengetahui bahwa Bryan menunggu untuk membujuk Richard kembali ke ayahnya. Begitu pulang Richard pasti dapat menebak apa yang terjadi. Matanya tidak buta. Tiga mobil hitam yang parkir di depan rumah sangat mencolok perhatian.    "Hazel!" Richard menghambur masuk. Pandangannya langsung tertuju pada Bryan.    "Richard," panggilku.    "Kamu nggak apa-apa?" Richard menghampiriku dengan cemas.    "Nggak apa-apa. Cuma ngobrol kok."    Richard berbalik menghadapi Bryan, "Mau apa lo datang ke sini? Suruh anak buah lo pergi!"    "Lo pikir gue mau datang kayak begini? Kalau bukan karena ayah ngapain gue ganggu kalian?" Bryan meringis.    "Dia nyuruh lo ngapain?" tanya Richard.    "Apa lagi? Membujuk lo supaya mau ikut pulang."    "Bilang sama dia, gue udah nggak ada hubungannya deng
last updateLast Updated : 2021-11-19
Read more

Chapter 98 : Malam Terakhir

    Aku teringat kisah Sam Pek Eng Tay, kisah cinta antara dua anak manusia yang tidak dapat bersatu hingga akhir hayat. Dulu aku menganggap kisah cinta yang tidak direstui hanyalah karangan yang kelewat imajinatif. Namun, sekarang aku sendiri mengalaminya!    Rasanya ingin memaki dengan segala kata makian dari berbagai bahasa yang kutahu. Kubatalkan, karena percuma saja aku memaki kalau tidak ada sasarannya. Aku ingin sekali memaki-maki di depan muka Abram. Kalau perlu melempar barang ke wajah lelaki tua mesum itu.    Kesal. Aku kesal karena Richard memutuskan mengalah pada Abram demi keselamatanku. Aku mengerti maksud perbuatannya, tapi tetap saja sulit untuk menerima.    "Hazel, kalau kamu uring-uringan terus besok aku batal pergi ya?" Richard menyentil dahiku.    "Aduh, apaan sih? Reseh ah." Aku merengut.    "Mau jalan sebentar?"    "Ayo."    Kami berdua berj
last updateLast Updated : 2021-11-20
Read more

Chapter 99 : Berpisah Sementara

    Ayam jantan Mak Endah berkokok dengan lantang, karena hanya dia satu-satunya ayam jantan di komplek kami, lainnya ayam betina. Bisa dibayangkan betapa tinggi ego ayam jantan itu dong?    Meskipun seharusnya mulai berkemas tapi Richard ngotot tetap berpelukan. Sebenarnya aku mulai kegerahan. Sedikit-sedikit aku menggeliat seperti cacing kena abu. Richard tidak merasa terganggu sedikit pun.    "Belum mau bangun?" tanyaku.    "Belum...," gumam Richard.    "Nggak lapar?"    "Nggak...."    "Mau jalan sebentar?"    "Nggak...."    Aku kehabisan ide.    Bahu Richard terguncang karena tertawa tanpa suara, "Apa lagi hayo?"    "Richard! Bangun deh! Kamu nyebelin!" seruku.    "Tapi suka kan?"    "Pindah posisi dong. Aku kesemutan nih," pintaku.    Richard berguling, menarikku
last updateLast Updated : 2021-11-21
Read more

Chapter 100 : POV Richard

    "Apa rencana ayah?" tanya Richard. Dia sudah berada dalam mobil Bryan dan sedang melaju ke ibukota.    "Seharusnya lo tau. Jadiin lo sebagai penerus bisnis," sahut Bryan cuek.    Richard menghela nafas, "Kinerja lo buruk?"    "Sembarangan! Gini-gini gue udah menghasilkan uang untuk Yilmaz Group!"    "Gue percaya, Brother. Gimana pun juga kita saudara."    "Terus, Hazel gimana?" tanya Bryan.    "Gue akan cari cara." Richard geram.    Matahari sudah tinggi di langit saat kedua bersaudara itu tiba di kediaman Abram. Mereka langsung menemui sang ayah. Richard juga tidak ingin banyak berbasa-basi, hendak menanyakan apa rencana Abram.    Richard berjalan mondar-mandir di ruang tamu yang sangat luas. Bryan duduk santai di sofa. Wajahnya acuh tak acuh.    "Richard. Kamu kembali." Abram muncul dengan seringai tidak sedap di wajah.
last updateLast Updated : 2021-11-22
Read more
PREV
1
...
89101112
...
16
DMCA.com Protection Status