Semua Bab Asmara dalam Prahara: Bab 71 - Bab 80

128 Bab

70. 'Til I Hear You Sing

Jakarta, 15 April 2018 “Memangnya, kita mau ke mana?” Pertanyaan Andra menghampiri indra pendengaran Bram. Menyeruak di antara bait Can’t Get You Off My Mind dari music player.Setengah jam sudah berlalu semenjak kebisuan menyelimuti mereka. Jeep Mercedez-Benz hitam yang Bram yang kendarai melaju ke sebuah kawasan di Jakarta Utara.Mobil itu dibeli Bram dua tahun lalu. Bram membawanya ketika menjemput Andra untuk jogging di Suropati. Akan tetapi, Bram tidak pernah membawanya ke kantor karena tidak ingin mengundang perhatian. Statusnya di Cakrawangsa Persada hanyalah karyawan biasa. Lalu lintas Jakarta cukup padat. Kendaraan-kendaraan yang baru kembali dari luar kota mulai memenuhi jalanan. Dua hari ini, Bram begitu sibuk. Setelah kemarin mengunjungi Sugeng di Semarang, sekarang Bram duduk bersebelahan dengan putri lelaki itu. Malam ini, penampilan Andra terlihat berbeda. Gadis itu mengenakan gaun baby doll biru tua dengan lengan brokat sebatas siku. Bagian bawahnya jatuh sedikit di
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-24
Baca selengkapnya

71. Malam Ini Belum Usai

Jakarta, 15 April 2018 Mereka sampai di sebuah restoran yang terletak di pinggir pantai. Embusan angin cukup kencang membuat bagian bawah gaun Andra sedikit berkibar. Bahannya yang ringan membuatnya mudah terbang. Andra berusaha menahan agar roknya tidak tersingkap. Meletakkan telapak tangan di bagian belakang dan clutch bag yang dibawanya di bagian depan. “Maaf. Aku salah perhitungan. Aku tidak menduga kalau kondisinya akan seperti ini,” sesal Bram sambil merentangkan satu tangan dan melingkarkan di pinggang ramping Andra. “Kita bersalaman sebentar lalu mencari kursi.” Bram yang memilihkan gaun yang dipakai Andra saat berbelanja beberapa hari lalu. Alasannya karena warnanya senada dengan kemeja batik lengan panjang dia kenakan. Jika kemeja itu diproduksi sepasang dengan gaun wanitanya, tentu saja Bram akan memilihnya. Sayang sekali kemeja itu dibuat tersendiri. Seperti seorang lajang yang belum menemukan pasangannya. “Aku suka gaunnya. Cantik. Hanya situasinya saja kurang tepat.
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-25
Baca selengkapnya

72. Be My Woman

Jakarta, 15 April 2018 Setelah berpamitan pada sepasang mempelai, Bram mengajak Andra menuju sebuah restoran yang letaknya tidak jauh dari tempat resepsi. Restoran itu berdiri di atas laut. Mereka berjalan-jalan di sepanjang jembatan menuju venue tempat makan itu. Malam ini pengunjung tidak terlalu banyak. Mereka bisa tenang karena tidak akan kehabisan meja. Tiupan angin pun terasa lebih halus dibanding sebelumnya. Andra sudah tidak perlu khawatir bagian bawah gaunnya akan terbang. “Kenapa Mas Bram memperkenalkan aku dengan nama Amara?” selidik Andra ketika mereka berhenti untuk menikmati hamparan laut lepas. Bram menopang sikunya pada pegangan jembatan. Sementara Andra menyandarkan punggungnya menatap ke arah sebaliknya. “Karena aku suka nama itu. Sesuai dengan pemiliknya.” Bram menoleh seraya tersenyum simpul. “Nama tengahmu Amaranggana. Artinya bidadari. Jika disingkat menjadi Amara, berarti kecantikan abadi. Dan aku memanggilmu Rara yang artinya gadis perawan. Apa ada yang sa
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-25
Baca selengkapnya

73. Kegelisahan Andra

Jakarta, 15 April 2018 Perlahan Andra meloloskan pegangan tangan Bram. “A … aku belum bisa menjawab sekarang.” Gadis itu bangkit dari duduknya. Setengah berlari dia meninggalkan tempat itu. Dia sudah tidak sanggup lagi menahan butiran bening yang mulai menerobos sudut matanya. Andra tahu, semestinya dia senang. Gadis yang Bram maksud adalah dirinya. Namun, sebuah ingatan mendadak menghantuinya. Bram terperangah mendapati reaksi gadis itu. Usai membayar makan malam mereka, lelaki itu bergegas menyusul Andra. Dengan langkahnya yang panjang Bram dapat dengan mudah mencapai gadis itu. Dia mendapati Andra berdiri di sisi jembatan menghadap laut. Gadis itu terlihat sibuk mengusap air matanya. Entah apa yang sudah menyusahkan hatinya. “Aku membuatmu sedih?” tanya Bram hati-hati. Andra memiringkan tubuhnya membelakangi Bram sambil menggeleng. Dia memejam sambil meletakkan satu telapak tangan di dada. Menahan perih yang mendera relung-relung hatinya. Tentu saja Andra ingin menjawab “iya” p
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-27
Baca selengkapnya

74. Pesan Misterius

Jakarta, 15 April 2018 “Belum puas kamu bermain-main, Ra?!” Bram menggeram sambil mencekal pergelangan tangan Andra dan menariknya. Tubuh mungil gadis itu sontak berbalik ke arahnya. Nyaris menabrak tubuhnya yang berdiri kokoh menjulang. “Belum cukup apa yang sudah aku lakukan selama ini? Belum cukup aku menemui ayahmu? Apa lagi yang kamu mau?!” Bram sudah penat. Kepalanya terasa penuh. Amarah perlahan mulai mengisi rongga dadanya. Jantungnya memompa lebih cepat hingga napasnya memburu. Rasanya Bram tidak sanggup lagi berpikir jernih. Kesabarannya sudah hampir menyentuh titik terendah. Angin malam yang membelai kulitnya seakan tak sanggup menyejukkan pikiran dan hatinya. Bram tidak tahu harus berbuat apa lagi. Seluruh upaya yang sudah dikerahkannya seolah-olah dimentahkan oleh Andra. Hanya karena rasa cemburu gadis itu yang menurutnya tidak beralasan. Selama ini lelaki itu semampunya menjaga jarak dengan Imel. Menghindari setiap urusan yang menjurus ke ranah pribadi dengan perempua
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-27
Baca selengkapnya

75. Tawaran Menggiurkan

Jakarta, 16 Februari 2017 Andra melangkah memasuki ruangan di lantai delapan itu ragu-ragu. Sekretaris lelaki yang tadi membukakan pintu untuknya sudah menghilang dari balik pintu. Sekarang, dia mengayun langkah menuju sebuah meja besar di depannya dengan jantung berdegup kencang. “Selamat Pagi.” Lelaki pemilik ruangan itu berdiri sambil mengulurkan tangan. Dia memang sudah menanti kehadiran Andra. “Se-lamat Pagi, Pak,” sahut Andra sedikit gugup seraya menyambut jabatan tangannya. Bagaimana tidak? Dia mendapatkan panggilan melalui nomor ekstensionnya. Meminta gadis itu untuk naik ke lantai delapan karena ada yang ingin berbicara dengannya. Siapa pun di gedung ini tahu lantai penghuni lantai delapan adalah orang-orang paling penting. “Silakan duduk,” pinta lelaki itu. Rupanya dia yang memberikan perintah melalui sekretaris yang tadi menyambut Andra. “Terima kasih.” Andra menjatuhkan bokongnya di kursi dengan lapisan kulit berwarna hitam yang kokoh tetapi terasa nyaman. Di hadapann
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-28
Baca selengkapnya

76. Take You Somewhere

Jakarta, 15 April 2018 “Kenapa kita nggak berbelok di jalan yang tadi?” protes Andra karena Bram melewati jalan menuju rumah Bu Rima. “Matikan ponsel kamu, Ra,” pinta Bram. “Kenapa?” selidik Andra. Matanya melebar menatap Bram sementara tangannya memegang ponsel. Beberapa saat lalu benda itu kembali bergetar. “Aku tidak mau dia tahu di mana kamu berada,” jelas Bram. Lelaki itu menatap lurus ke jalan di depannya masih cukup padat. Menyadari sikap Bram, hati Andra jadi diliputi rasa bersalah, Tanpa bertanya-tanya lagi, gadis itu menuruti permintaan Bram. Jantungnya berderap cepat. Kepalanya terasa pening. Berbagai skenario berkelebatan di kepala gadis itu. Apa yang akan terjadi pada dirinya nanti setelah membuat orang di seberang sana murka. Apakah orang itu benar-benar akan melaksanakan ancamannya? Andra menelan ludah. Lehernya terasa tercekat. Suasana kabin saat ini diselimuti ketegangan. Kontras dengan keseruan saat mereka berangkat sore tadi. Bram memikirkan ke mana dia harus
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-29
Baca selengkapnya

77. Seperti Panda

Jakarta, 15 April 2018 Seorang perempuan berusia awal 50 an muncul dari balik pintu. Tubuhnya yang atletis dibalut kaos oblong putih dan celana training biru tua. Perempuan itu terkejut mendapati wajah Bram. Apalagi Bram datang menjelang tengah malam dengan seorang gadis yang tampaknya tidak sedang baik-baik saja. Wajahnya sembab dan make up di sekitar matanya berantakan. Dia menebak bahwa mereka berdua habis bertengkar. “Eh, Mas Bram,” sapa perempuan itu seraya mundur selangkah. Memberi jalan untuk Bram dan Andra. “Bapak dan Ibu sedang ke luar kota.” Bram menggandeng Andra memasuki rumah. “Tidak apa-apa, Bu Kris. Saya hanya menumpang istirahat. Nanti saya beritahu Om Adhil kalau saya kemari. Yang lain sudah tidur?” Andra hanya diam menyimak pembicaraan mereka sambil menerka-nerka. Sebenarnya rumah siapa yang mereka datangi ini? “Iya. Seperti biasa. Kalau Bapak dan Ibu nggak di rumah, aktivitas sudah selesai sebelum jam sepuluh malam.” “Kalau begitu saya minta tolong buatkan teh
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-30
Baca selengkapnya

78. Mengikuti Kata Hati

Jakarta, 15 April 2018 Andra meminta izin menumpang ke kamar kecil. Gadis itu membasuh dan membersihkan wajahnya di wastafel. Dari pantulan di cermin Andra bisa melihat betapa kacau penampilannya. Gadis itu menertawai bayangannya sendiri. Pantas saja Bram bilang Andra seperti panda. Setelah beberapa saat mematut diri, gadis itu juga memutuskan untuk mengurai rambutnya.Ketika Andra kembali, Bram menatapnya sambil tersenyum. Andra terlihat lebih segar sekarang. “Kamu belum menjawab pertanyaanku,” resah Bram ketika Andra sudah kembali duduk di sisinya. “Apa karena menurutmu ada yang kurang?” Bukan tanpa alasan Bram menanyakan hal itu. Sebenarnya, lelaki itu sudah menyiapkan semua. Namun, dia malah melupakan apa yang seharusnya dibawa saat mengajak Andra makan malam. Ketika Andra berpamitan ke kamar kecil tadi, Bram bergegas kembali ke mobil dan mengambil sesuatu yang disembunyikannya.Andra menggeleng. “Tidak ada yang kurang. Memang apa?” Pikiran gadis itu jadi menerawang. Dia terin
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-03-31
Baca selengkapnya

79. Bermalam Bersamanya

Jakarta, 16 April 2018 Sesaat, tubuh Kristin membeku. Perempuan itu menghentikan langkah dan tersenyum kikuk. Rupanya, dia sudah menginterupsi sesuatu yang sangat pribadi. “Oh, maaf!” sesalnya. Menyadari kehadiran Kristin, Andra menjadi salah tingkah. Kedua pipinya memanas. Gadis itu memalingkan wajah seraya menyelipkan sejumput rambut yang menjuntai ke belakang telinga. Sedangkan Bram berdeham kemudian bangkit dari duduknya. Lelaki itu menyambar ponsel yang masih berada di tangan Kristin. “Bu Kris, tolong antar Rara ke kamar. Dia harus istirahat,” titah Bram kemudian beranjak menuju teras samping. Sekilas lelaki itu menilik ke arah Andra yang juga sedang menatapnya. Mereka saling melempar senyum penuh arti. Kristin mencoba memahami situasi itu. Sebagai sosok yang lebih tua dan berpengalaman, peremuan itu tahu bahwa keduanya sedang dimabuk asmara. “Baik, Mas,” sahut Kristin datar lalu merentangkan tangan kanannya ke arah Andra. “Ayo, Mbak. Kita ke atas.” “Iya, Bu.” Andra mengik
last updateTerakhir Diperbarui : 2022-04-01
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
678910
...
13
DMCA.com Protection Status