Home / Romansa / Asmara dalam Prahara / Chapter 91 - Chapter 100

All Chapters of Asmara dalam Prahara: Chapter 91 - Chapter 100

128 Chapters

90. Calon Menantu

Yogyakarta, 16 April 2018 Utari berjalan mondar-mandir di kamarnya. Perasaannya tidak menentu. Malam hampir larut. Panggilan yang dia tujukan pada nomor putrinya tidak juga terhubung. “Rara, kamu lagi di mana? Tega sekali kamu sama Mama,” keluh perempuan itu seraya mengempaskan tubuhnya ke sisi tempat tidur. Siang tadi, Baswara datang mengunjungi Utari. Lelaki itu menceritakan banyak hal yang membuat perempuan itu mengelus dada. Utari baru saja mengunjugi Amara bulan lalu di Jakarta. Anak itu tampaknya setuju untuk mencari pekerjaan di tempat lain. Rupanya, Amara hanya bermaksud menenangkan hati Utari. Bukannya menjauhi Bram, dia malah pergi ke sana kemari dengan lelaki itu. Bahkan anak itu berani sekali menerima lamaran Bram. Meskipun belum merupakan lamaran resmi. Jangan-jangan, apa yang dikatakan oleh Baswara benar adanya. Anak semata wayangnya, yang begitu dia jaga selama ini, sekarang sedang bersama anak lelaki itu. Utari menggeleng sambil memegangi kedua sisi kepalanya.
last updateLast Updated : 2022-04-08
Read more

91. Perkara Perempuan

Jakarta, 13 April 2018 Kejutan ulang tahun yang Bram terima hari ini belum selesai. Setelah berpamitan pada Amara, lelaki itu langsung meluncur ke rumah ayahnya. Arya sudah mengatur jadwal pertemuan mereka. Memang agak sedikit larut karena semua anggota keluarga baru kembali dari aktivitas masing-masing. Rupanya, kakak-kakak ipar dan ibu tirinya sudah menyiapkan acara syukuran kecil-kecilan. Kekosongan yang merasuk karena ketiadaan Hapsari dan Talitha sedikit terobati. Jika mereka tidak ada, mungkin perayaan ulang tahun untuknya tidak pernah ada. Seketika, Bram menyadari sesuatu. Sebuah keputusan yang sedang diambilnya sudah tepat. Bram memang membutuhkan kehadiran seorang perempuan dalam hidupnya. Makhluk sensitif dan lembut yang menyadari hal-hal kecil yang luput dari perhatiannya. Yang memberi sedikit warna bagi hidupnya yang abu-abu. Bram sudah menemukan perempuan itu. Seusai acara, Bram meminta izin untuk bicara dengan sang ayah. Dia juga mengajak kedua kakak dan pamannya. Par
last updateLast Updated : 2022-04-09
Read more

92. Pasangan Misterius

Jakarta, 17 April 2018 “Jadi, aku nggak perlu datang lagi ke kantor lagi?” Kedua netra Amara membulat. Dia masih ragu dengan keputusan Bram. Gadis itu urung menyesap kopi dengan krim dari cangkir di tangannya. Bram menggeleng. “Tidak perlu. Nanti Mas sampaikan surat pengunduran dirimu ke bagian HRD. Mas datang hanya untuk mengajukan cuti. Juga mengembalikan mobil kantor. Berhubung kamu sudah tidak di sana lagi, Mas bisa pulang pergi dengan motor saja."Yang Bram maksud dengan mobil kantor adalah Pajero Sport yang selama ini dikendarainya. Lelaki itu memutuskan untuk tidak menggunakannya lagi.Pagi itu mereka sedang menyantap nasi dan omelet yang dicampur irisan sayuran. Menu sarapan yang biasa Amara buat untuk dirinya sendiri. Mereka duduk berhadapan di meja yang hanya cukup untuk mereka berdua. Siaran berita pagi memenuhi pendengaran mereka. “Tapi … “ “Tidak pakai tapi. Tidak ada yang kamu butuhkan lagi dari Cakrawangsa Persada.” Amara mengedikkan bahu. “Aku nggak begitu yakin.”
last updateLast Updated : 2022-04-11
Read more

93. Kericuhan di Kantor

Jakarta, 17 April 2018 Seperti biasa, Bram tiba di gedung Cakrawangsa Persada sebelum pukul delapan. Tumpukan dokumen yang harus di-ACC menyambutnya di ruangan. Ada rasa sepi ketika menilik ke kubikel di samping ruangannya. Bram harus menunggu beberapa jam ke depan agar bisa bertemu lagi dengan penghuninya. Anak buahnya yang lain silih berganti mengetuk pintu. Satu persatu menghadap dan mendiskusikan ini dan itu. Juga menyerahkan lebih banyak pekerjaan lain. Menjelang makan siang, Bram beranjak meninggalkan ruangan. Alena mengikuti gerak lelaki itu dengan matanya. Tanpa berlama-lama, perempuan itu memberi isyarat pada Niken yang duduk di seberangnya. “Pak, nanti jadi meeting koordinasi?” Niken bangkit dari duduknya. Gadis itu berlari kecil menghampiri sebelum Bram mencapai pintu ruang procurement. Bram menghentikan langkah dan menoleh, “Jadi, Ken. Diundur jam tiga, ya. Bilang sama yang lain.” “Baik, Pak,” sahut Niken. Pandangan gadis itu tertuju pada telapak tangan Bram yang ter
last updateLast Updated : 2022-04-12
Read more

94. Negosiasi

Jakarta, 17 April 2018 Bram tiba di restoran yang terletak di sebuah area golf club. Dia sudah membuat janji menemui seseorang siang ini. Di salah satu meja yang berada di dekat pagar pembatas, Gunawan sudah menunggunya. Pagi tadi, lelaki itu bermain golf bersama seorang pemilik perusahaan klien. "Maaf saya terlambat," tutur Bram sambil menarik sebuah sofa tunggal lalu mendudukinya. "Akhirnya kamu sampai juga, Bram," sahut Gunawan. Lelaki itu melipat dan meletakkan koran di tangannya ke atas meja. "Bagaimana kabarmu?" "Baik, Om. Om sendiri selalu bugar tampaknya," komentar Bram sekadar berbasa-basi. "Ya, beginilah, Bram. Usia saya sudah tidak muda lagi. Penyakit sudah berdatangan. Kalau tidak pandai mengelola kesehatan, saya bisa ambruk." Gunawan terkekeh. Percakapan mereka terhenti saat seorang pelayan datang membawa daftar menu. Mereka meneruskannya usai lelaki muda itu undur diri. Dari jangkauan mata mereka, terhampar rumput hijau membentang. Pemandangan menyegarkan yang dit
last updateLast Updated : 2022-04-13
Read more

95. Patah Hati

Jakarta, 17 April 2018 Usai meeting dengan semua anggota timnya, Bram bersiap pulang. Beberapa pekerjaan sudah dia delegasikan pada Gilang, Ranggi, dan Alena. Rasanya ingin segera sampai di apartemen. "Jadi, Mbak Andra beneran resign, ya, Pak?" Tiba-tiba Niken muncul di depan pintu ruangannya. Gadis itu bersandar di dinding kaca memasang ekspresi sedih. Bram yang sedang memasukkan laptopnya ke dalam tas menyahut singkat. "Iya, Ken." "Pak Bram besok jadi cuti?" tanya Niken lagi. "Saya sudah memberitahukan di ruang meeting tadi." Bram menjawab enggan. Buat apa sebuah pertanyaan yang sudah jelas jawabannya diajukan berkali-kali? "Memang ada masalah apa, Pak?" "Tidak ada masalah apa-apa." Gadis itu menunggu Bram selesai melakukan apa yang dilakukannya. Kemudian, dengan ragu-ragu gadis itu bertanya lagi, "Apa Pak Bram dan Mbak Andra mau menikah?" "Doakan saja, ya." Senyum Bram merekah kali ini. "Dalam waktu dekat ini?" Niken terbelalak. "Saya maunya begitu." Jawaban dari Bram me
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

96. Keputusan Tepat

Jakarta, 17 April 2018 Kedua mata Amara berbinar melihat isi sebuah paper bag kecil yang Bram berikan. "Terima kasih, Mas," ucapnya semringah. "Tidak apa-apa, Sayang. Itu pengganti handphone-mu yang kemarin. Kamu bisa menelpon mamamu sekarang," balas Bram sambil mengusap kepala Amara. Sementara Amara sibuk membuka handphone barunya di sofa, Bram berjalan ke lemari pakaian. Diambilnya pakaian lalu melangkah ke kamar mandi. Selesai membersihkan diri dan berganti pakaian, Bram mendekati meja makan. Lelaki itu menyunggingkan senyum. "Semua ini kamu yang masak?" Amara mengangkat wajahnya. "Iya. Tapi seadanya saja. Hanya itu yang aku temukan di kulkas." "Hmmm. Mas jadi lapar," seloroh Bram. "Kalau begitu, ayo, kita makan dulu. Aku juga lapar," balas Amara. Gadis itu beranjak dari sofa ke lemari dapur mengambil peralatan makan dan minum. "Besok, pergilah ke supermarket di bawah itu kalau kamu mau memasak lagi," ujar Bram. Lelaki itu sudah duduk di depan meja makan."Baiklah," balas Am
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

97. Ombak Asmara (21+)

Jakarta, 18 April 2018 Sensasi geli di hidungnya membuat Amara mengerjap. Samar netranya menangkap sebuah telapak kecil di depan wajahnya. “Bona?” gumam Amara sambil melebarkan kedua matanya. Makhluk gembul berbulu abu-abu itu sedang berdiri di depan wajahnya. Dia terus menyentuhkan telapaknya ke hidung dan pipi Amara. Mata bulatnya memandang penuh keingintahuan. Sementara kepalanya dimiringkan. Amara bergelung ke arah sebaliknya. Didapatinya Bram sedang mengaitkan kancing lengan kemejanya. Lelaki itu berdiri di depan cermin dengan rambut yang sudah tersisir rapi. Tubuhnya yang atletis dibungkus kemeja pas badan warna putih dan celana panjang abu-abu. “Kenapa Mas nggak bangunin aku?” Amara terperangah sambil menegakkan tubuh. Aroma parfum Bram memenuhi indera penciumannya. Wangi yang selalu melekat di ingatan gadis itu. “Tidurmu nyenyak sekali. Lagipula ini masih pagi,” sahut Bram santai. "Tapi perban di tangan Mas harus diganti dulu. Tangan Mas juga harus diobati lagi," balas
last updateLast Updated : 2022-04-14
Read more

98. Kebimbangan Utari

Yogyakarta, 18 April 2018 Utari baru saja kembali dari makan siang dan hendak meletakkan bokongnya di kursi. Sebuah ketukan terdengar di pintu ruangannya. "Masuk," tutur Utari. Diraihnya gelas air mineralnya untuk meredakan haus usai sedikit berjalan kaki tadi. "Permisi, Bu," sapa seorang perempuan muda dari balik pintu. Dia melangkah mendekat sambil membawa sebuah bingkisan bersampul biru muda. "Apa ini?" tanya Utari sambil menerimanya. "Kiriman dari Jakarta, Bu," jawab pegawainya tadi seraya berpamitan "Mari." "Terima kasih," ucap Utari. Matanya mulai memindai setiap sisi benda di hadapannya. Mencari-cari keterangan mengenai si pengirim. Rahayu? Perempuan itu mencoba mengingat-ingat siapa gerangan si empunya nama. Utari mendengkus kasar setelah mendapat jawabannya. "Mau apa lagi mereka itu?" Mulutnya menggerundel tetapi tangan Utari dengan cekatan membongkar kemasan paket di mejanya. Perempuan itu membelalak takjub. Diangkatnya selembar kebaya brokat berwarna keemasan berpot
last updateLast Updated : 2022-04-15
Read more

99. Hari Sibuk Tanpamu

Singapura, 18 April 2018 Bram bersama Arya dan Satria serta dua orang rekanan ayah mereka, yang merupakan ahli di bidang masing-masing, sudah berada di sebuah ruang meeting. Waktu hampir menunjukkan pukul sepuluh waktu setempat. Sebelumnya, mereka berlima menyempatkan diri untuk sarapan sekaligus briefing di sebuah tempat makan tak jauh dari gedung yang mereka kunjungi. Ruang meeting yang mereka singgahi adalah milik sebuah perusahaan consumer goods asal Indonesia yang sudah mendunia. Letaknya di lantai dua puluh sebuah gedung di kawasan Raffles Place. Dinding terluarnya terbuat dari kaca sehingga mereka bisa melihat pemandangan kota di siang hari yang terik. Kantor pusat perusahaan itu berada di Jakarta. Singapura adalah cabang mereka yang terbesar di kawasan Asia. Sang pemilik perusahaan dan tiga orang kepercayaannya datang menemui mereka setengah jam kemudian. Pemilik perusahaan itu merupakan salah seorang kawan lama Baswara. Kebetulan, beberapa minggu ini lelaki tua itu sedang m
last updateLast Updated : 2022-04-17
Read more
PREV
1
...
8910111213
DMCA.com Protection Status