Semua Bab Insya Allah Ada Jalan, Nak!: Bab 61 - Bab 70

76 Bab

61. Penyesalan

Dengan berbalut lelah yang sangat, aku kembali ke rumah indekos. Penat pun terobati ketika kulihat Asep muncul bersama piring berisi gorengan yang dibawanya. Pikiranku sedikit tenang melihat senyum cerianya dan aroma pisang goreng yang sepertinya lezat.            “Aa Bram, kata Umi, malam ini Aa mesti ngajarin Asep matematika. Besok, Asep ada ulangan.” Katanya.Kuacak-acak rambut Asep yang berpotongan mohawk, yang belakangan memang sedang trend bagi remaja pria. Ah, lengket!            “Sejak kapan rambut Asep kayak gini?” tanyaku saat mencium aroma kuat hair wax dari tanganku.“Aa nggak tahu, ya, kan Asep mau jadi rocker!”“Rocker?” ulangku sambil tertawa miris.            “Loh, kenapa? Aa ng
Baca selengkapnya

62. Tragika Cinta

Kini semuanya seakan terlambat. Elis sudah menganggapku telah ‘terikat’ dengan gadis lain. Penyesalan ini membuatku menghindar ketika Elis menatapku dengan sorot mata menyimpan sesuatu : entah amarah, kesal, atau kecewa.            “Elis ... Elis akan kasih keputusan itu sekarang, Abi,” kata Elis tiba-tiba sambil berdiri dan menunduk di hadapan ayahnya. “Insya Allah, Elis pun siap jadi istri Kang Hafiz.”            Berbanding terbalik denganku, kudengar Abi mengembuskan napas lega seraya berucap, “Alhamdulillaah!”Aku bingung, tak tahu harus berbuat atau berbicara apa. Pura-pura senang? Atau pura-pura sedih? Atau gabungan dari keduanya?“Nah, Bram, Elis sudah bilang setuju. Artinya, nggak lama lagi setelah Elis lulus S1, mudah-mudahan Abi bisa segera menggendong cucu.” Ungkap Abi sambil ters
Baca selengkapnya

63. Tolong Jangan Menangis

Astaghfirullaahaladziim! Siapa para remaja asing itu? Berbulan-bulan mengajar di sini, aku tak pernah melihat tampang mereka. Aku tak mengenal mereka! Berbaur dengan para siswa dari SMU Insan Kamil, mereka saling adu jotos setelah berhasil menerobos pos satpam yang setahuku biasanya selalu dijaga ketat oleh petugas kemananan. Apa yang harus kulakukan? Para guru! Ke mana mereka semua?! Kulihat dari jauh, pintu ruangan guru tertutup rapat, dimana seharusnya mereka tak tinggal diam dengan keributan berdarah ini!            “Kalian! Kembali ke kelas masing-masing! Tutup pintu! Cepat!” teriakku pada siswi-siswi yang masih berkeliaran di luar dan sebagian di antaranya berlarian menuju kelas.            Dengan gemetar dan nyali yang tak seberapa besar, kukawal beberapa siswi yang masih di luar hingga masuk ke kelas mereka dan kupastikan pintu-pintu itu terkunci ra
Baca selengkapnya

64. Gadis Itu Datang

Aku seperti terbangun dari tidur. Perlahan aku membuka mata. Alhamdulillah penglihatanku kini jelas sudah. Kulihat Pak Tris duduk di sebelahku. Saat kulihat sekeliling ruangan, ternyata kami hanya berdua. Tak ada orang lain lagi di kamar perawatan berdinding putih bersih dan beraroma khas obat-obatan ini.            “Alhamdulillah, Bram sekarang sudah sadar.” Sambut Pak Tris dengan senyum hangat. “Bukan hanya Bram yang cedera. Banyak siswa-siswa kita yang terluka. Polisi telah mengamankan anak-anak yang menyerang sekolah kita. Sekarang sekolah sudah aman meski dalam seminggu ke depan akan diliburkan.”            “Semoga ke depannya, kita bisa lebih waspada, ya, Pak. Jangan sampai terulang lagi kejadian itu. Kasihan anak-anak yang nggak tau apa-apa,” ucapku lemah.            &l
Baca selengkapnya

65. Temani Aku Hingga Nanti

Namun, Sulis mengurungkannya ketika seseorang perlahan-lahan mengetuk pintu kamar.            “Assalaamualaikum,”            Kepala Elis tersembul sedikit ketika pintu didorong dari luar.            “Waalaikum salam,” sahutku dan Sulis, hampir bersamaan. Kulihat Elis tersenyum saat mengetahui Sulis ada bersamaku di ruangan ini. Sebaliknya, begitu melihat kedatangan Elis, Sulis cepat-cepat berdiri dari duduknya dengan sikap canggung.            “Nggg, maaf, Mas Bram, kalau begitu Sulis di luar dulu, ya,” katanya.“Lho, mau ke mana? Saya Cuma sebentar, kok, cuma mau nganterin titipan dari Umi untuk Aa Bram.”Setelah meletakkan buah-buahan dalam plastik transparan
Baca selengkapnya

66. Pengakuan Sulis

Suara muadzin dari masjid rumah sakit yang menyuarakan azan Subuh menyempurnakan kesadaranku, pagi ini. Baru jam lima, tetapi di luar sana rona fajar pagi sudah mulai terlihat.Ayah Fajrin yang menjagaku sudah bangun lebih dulu. Beliau sengaja membuka jendela kamar, membiarkan angin pagi yang segar mengembus dan menyapu wajahku.  Setelah menungguku bertayamum sebelum sholat Subuh, Bapak meninggalkanku untuk sholat di mesjid. Beliau pun sempat meminta izin pada perawat ruangan, yang datang untuk mengecek keberadaan pasien dan mengantarkan segelas susu hangat.Bapak belum kembali ke kamar begitu aku selesai sholat. Di luar sana, aktifitas rumah sakit di pagi menjelang siang ini sudah kembali ramai. Sesekali, lalu-lalang perawat yang membawa pasien disertai rombongan keluarganya terlihat melalui jendela kamarku. Namun, hiruk-pikuk itu makin tak membuatku nyaman. Aku kian merasa tak berteman. Sendiri. Hampa.Kuraih ponsel yang kutaruh di bawah bantal. Tak tahan
Baca selengkapnya

67. Dia Ayah Kita Bersama

Setelah itu, perlahan Sulis berdiri dari duduknya. Memandangku lagi dengan daerah sekitar mata yang kali ini benar-benar basah, lalu mengeratkan pegangannya pada tasnya. Bersiap untuk pergi.“Sulis, tunggu!” cegahku akhirnya. Tak mungkin aku membiarkan gadis yang tak bersalah itu benar-benar pergi dengan hati terluka, tanpa sepatah kata pun penjelasan dariku. “Maafkan aku, Lis. Aku nggak tahu harus memohon maaf padamu dengan cara apa. Semua ini terjadi di luar kehendakku. Aku nggak pernah tahu kalau selama ini Fajrin memilihku untuk menemani hidupmu.”Kudengar Sulis menghela napas, dan tersenyum menatapku saat mengembuskannya pelan.“Ya. Sulis mengerti itu, Mas.” Katanya. “Mas Bram nggak perlu minta maaf, bukankah semua ini terjadi karena niat Bapak? Hmm, seharusnya dulu Mas Bram bilang saja terus terang sama Bapak, bahwa Mas Bram nggak bisa menerima keinginan Mas Fajrin. Ah, tapi sudahlah, Sulis mengerti kok kebingungan
Baca selengkapnya

68. Titipan Dari Nayyara

"Jaga diri baik-baik. Jangan sungkan mengabari kami kalau ada apa-apa.”Demikian Bapak berpesan, sementara Ibu memelukku erat-erat dan Sulis memandangi kami bertiga sambil tersenyum-senyum. Inilah momen saat kami berpisah. Keluarga baruku ini harus kembali ke Tegal.            "Kalau liburan, pulang ke Bumi Jawa, ya, Nak," Ibu mengingatkan sambil tak henti menyusut air mata. Aku yakin, Ibu pun mulai mengganggapku sebagai pengganti Fajrin.            “Insya Allah, Bu. Ibu yang sehat-sehat, ya,” sahutku. “Sulis, titip Bapak dan Ibu, ya?”            “Iya, Mas. Mas Bram juga, kalau Sulis kirim message, jangan kelamaan balasnya,”            “Iya, iya, Dek, pasti Mas Bram balas.&rdqu
Baca selengkapnya

69. Ada Apa dengan Elis?

Aku membukanya.            “Pak Bram yang Nayya hormati,            Nayya mau ngucapin terima kasih sama Pak Bram, atas semuanya yang udah pernah Pak Bram berikan selama ini. Nayya minta maaf, Nayya nggak bisa lagi belajar bersama Bapak di kelas. Nayya harus keluar dari sekolah karena kesalahan Nayya sendiri.            Selama Mamah pergi, Nayya melakukan kesalahan besar dalam hidup Nayya, Pak. Apa yang sering dibilang Sylla bahwa Nayya adalah simpanan om-om itu benar, Pak. Nayya menyesal setelah Nayya akhirnya hamil, Pak. Mau b
Baca selengkapnya

70. Ini Tidak Adil

“Elis ... Elis sudah pergi ...”“Pergi? Maksudnya? Elis pergi ke mana?"Bukannya menjawab pertanyaanku, Umi malah jatuh pingsan, tak sanggup menahan-nahan tangis yang terlihat menyesak hingga ke ulu hatinya. Suasana mendadak panik. Beberapa wanita memapah tubuh umi Elis dan merebahkannya di atas sofa di sudut ruangan.Sepertinya, hal buruk benar-benar terjadi pada Elis.Kulihat wajah-wajah sendu di ruangan ini. Beberapa tak kukenal, tetapi aku yakin sekali bahwa mereka adalah keluarga besar Elis. Ke mana abi Elis? Kenapa Asep? Di mana Elis?“Bram, kamu sudah pulang?”Aku menoleh mendengar sapaan itu. “Abi!”Kubalikkan badan cepat-cepat, dan kutemukan wajah lelah abi Elis di pintu. Saat aku membungkuk untuk mencium tangannya, tiba-tiba Abi meraih bahuku dan memelukku erat-erat.“Syukurlah kamu sudah pulih. Maafkan kami! Kami sengaja tak memberitahumu. Kami sengaja menunggu Bram sem
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
345678
DMCA.com Protection Status