Home / Urban / Insya Allah Ada Jalan, Nak! / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Insya Allah Ada Jalan, Nak!: Chapter 51 - Chapter 60

76 Chapters

51. Bukan Hanya Aku

Sudah hampir petang saat kereta api yang kutumpangi tiba di Stasiun Senen. Dari sana kucari bus jurusan Lebak Bulus, kendaraan umum pertama sebelum dilanjutkan dengan menumpang kendaraan angkutan kota tujuan Ciputat.Sampailah aku di tujuan. Perasaan nelangsa kembali menyergapku, ketika terbayang kenangan bersama Fajrin dan sekaligus barang-barang yang ditinggalkannya. Aku menggeleng resah, berjalan lunglai melewati teras depan rumah Elis, menuju rumah indekos yang kutempati bersama Fajrin selama ini.Langkahku melambat saat kulihat di depan rumah Elis terparkir sebuah sedan mewah bercat hitam. Dan langkahku terhenti sesaat ketika seorang pria keluar dari rumah Elis, diikuti oleh Elis dan ibunya yang berjalan mengiringinya. Elis tampak tersenyum malu ketika bersalaman tanpa saling bersentuh tangan dengan laki-laki itu.Siapa dia? Tubuhnya tinggi, putih, berperawakan sedang dan berambut cepak. Sekilas kulihat wajahnya tampan. Tak lama kemudian pemuda itu mencium
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

52. Ada Apa?

Entahlah, bagiku hanya Elis seorang tempat yang pantas untukku bermanja saat sedih seperti ini. Hanya Elis yang banyak menemani hariku dengan harapan. Tak heran seandainya di saat seperti ini kutumpahkan apa yang kurasakan hanya pada Elis.            "Aa nggak punya sahabat sebaik dia lagi, Lis,”            "A Bram nggak boleh bicara begitu,” sanggah gadis itu, lembut, sembari berusaha menahan tangisnya, “kan masih ada Elis, A,”Mendengar itu, aku juga berusaha menghentikan tangisanku.            "Ya udah, kalau gitu Elis pulang, ya, A. Kelamaan di sini, bisa-bisa banjir ini kosan.” Kata Elis akhirnya, ketika melihatku sudah lebih tenang.            "Makasih sekali lagi kirimannya, Lis,"    
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

53. Hari yang Hampir Sempurna

Usahaku mengikuti pelajaran dari Rhonda Byrne rupanya tak berhasil, karena yang kudapat hari ini malah wajah-wajah aneh murid-muridku lagi. Seperti menyimpan masalah denganku. Mengesalkan sekali sebenarnya, padahal beberapa menit lalu mereka mengirim pesan ke ponselku agar gurunya ini cepat-cepat datang ke kelas dan mengajar seperti biasanya.            "Apa kabar semua?" sapaku dengan ragu.Benar saja, tak ada jawaban. Mereka lalu menyibukkan diri tanpa memedulikanku. Sebagian ada yang mengobrol, mencorat-coret bukunya dan banyak tingkah aneh lainnya yang menganggap saat ini aku sedang tidak ada di kelas.“Semuanya, apa kabar hari ini?" sapaku lagi.Lagi-lagi tak ada jawaban.Ah, kenapa ini? Aku duduk di meja guru, terdiam, tak mau mengambil tindakan apa pun. Sebenarnya aku bingung, tapi memilih diam saja dan mencoba untuk sejenak tak peduli dengan sikap aneh murid-muridku hari ini. Juga ket
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

54. Gadis Itu Bernama Sulis

Petang sudah mengarah ke maghrib ketika aku tiba di rumah dan menemukan Vespa milik Fajrin diparkir tepat di teras depan. Kupandangi Vespa bercat merah itu, kuamati kondisinya yang tak lagi ringsek. Motor ini kembali bagus setelah rusak parah akibat mengantar Fajrin pada kematiannya.Tanda tanyaku terjawab ketika tak lama kemudian ayah Fajrin keluar dari rumah Elis dan berjalan mendekat ke arahku. Dan gadis berjilbab itu, mengikuti Bapak dari belakang.            "Bapak!" panggilku.Aku membungkuk hormat saat mencium tangannya, lalu segera kubukakan pintu depan agar Bapak bisa istirahat di dalam. Kupersilakan Bapak, juga Elis, tapi gadis itu menolak untuk masuk. Sekilas, kutangkap ekpresi wajah Elis yang tidak seperti biasanya. Wajahnya jelas ditekuk. Tak sedikit pun Elis melihat ke arahku. Bukan itu saja, gadis itu langsung berpamitan pada Bapak dan pulang ke rumahnya tanpa melirikku sama sekali. Kenapa lagi di
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

55. Menikahlah, Anakku

Perlahan kubuka surat dari Sulis. Dia menuliskannya di kertas yang unik, ada motif mawar yang samar tertindih garis-garis yang memberi ruang untuk tulisan tangannya yang indah.             “Assalaamualaikum.            Mas Bram, kakakku yang sholeh. Mohon maaf jika Sulis mengganggu aktivitasmu. Ada banyak hal yang mesti Sulis sampaikan pada Mas Bram.            Sungguh, Sulis sangat terkejut mendengar permintaan Bapak dan Ibu agar Sulis segera menikah. Dan yang membuat Sulis lebih terkejut lagi, Bapak dan I
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

56. Belajar Darinya

Siang ini terik, tapi nyaris tak terasa lagi karena panas matahari seakan tersapu angin yang mengembus kencang. Aku melesat menuju sekolah tempatku mengajar, seperti melayang di atas Vespa yang membawaku. Pikiranku mengembara, seakan tak percaya bahwa teman berkendaraku saat ini bukan lagi mobil angkot sesak dan penuh asap, melainkan motor milik almarhum Fajrin, kendaraan “bersejarah” yang kini menjadi milikku.            Saat Vespa yang membawaku mencapai pintu gerbang sekolah, beberapa siswa tersenyum melihatku.            "Cieeee! Motor baru, Pak?"            “Wahhh! Kereeen!”Aku hanya tersenyum sambil memarkir Vespa itu di parkir area, dan langsung menyusuri koridor yang ke arah ruang guru.            Jadw
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

57. Salah Tingkah

Setiba di rumah indekosku, kulihat Elis berdiri di teras. Terdiam mematung, seakan sengaja menantikan kepulanganku.Kupandangi wajah dengan senyum semringah itu. Ada lega yang menyelinap ke hatiku melihat ekspresinya kali ini. Dari raut wajahnya, aku yakin Elis belum mengetahui apa pun tentang perjodohanku dengan Sulis. Ekspresi marahnya kemarin, saat bapak Fajrin datang mengunjungiku, tentu bukan karena Elis mengetahui perjodohan itu.            "Wah, kayaknya ada yang nungguin Aa dari tadi. Siapa, ya,” kugoda Elis sambil memarkir motor di dekatnya.            "Nggak, kok. Elis baru aja ke sini. Alhamdulillaah, pas banget orangnya dateng."            "Tumben sendirian, nggak sama Asep. Ada apa, Lis?" Aku melangkah ke arahnya.Hari ini Elis mengenakan jilbab yang lebih lebar dari biasanya. Ji
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

58. Benarkah Aku Mencintaimu?

Hujan masih mengguyur deras. Aku dan Elis masih duduk berteduh.            ''Oh ya, Lis,'' aku menoleh padanya. Elis pun melihat padaku disertai seulas senyum yang senantiasa mendamaikan hati, “kalau sudah lulus kuliah nanti, apa yang lebih dulu ingin Elis lakukan?''            Elis menyudahi bertemunya pandangan kami dengan menatap ke arah depannya, jalan beraspal basah yang ramai dilalui kendaraan.            ''Sebenarnya, Elis pengen lanjut S2 ke luar negeri. Aa sendiri?''            "Kok pake sebenarnya segala?"            Elis menggeleng pelan. Terlihat resah. "Nggak taulah, A. Itu kan cuma keinginan Elis, dan belum tentu kesampaian. Kalau Aa gimana?"   &n
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

59. Taburan Bunga

Aku berbaring di atas kasur. Setelah mandi tadi, aku diam termangu merasakan tubuhku yang terus menggigil sampai terdengar bunyi getaran dari ponselku.Sebuah pesan masuk. Dan tiba-tiba saja aku merasa yakin bahwa Elis yang mengirimnya. Kuraih ponsel itu segera. Dengan berdebar-debar penuh harap bahwa pesan itu benar-benar dari Elis, kuusap layar sentuh ponselku. Apa ya, kira-kira, yang Elis tuliskan dalam pesan ini?“Mas Bram sudah baca surat dari Sulis?”Aku langsung lemas saat menemukan nama Sulis di sana. Bagaimanapun, aku harus membalasnya.             "Sudah." Jawabku singkat. Bingung harus mengetik kata-kata apa lagi.            "Terus gimana?"            Aku lebih dulu memutar otak sebelum mengetik sesuatu, hingga akhirnya kuketikkan kalima
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more

60. Alhamdulillah!

“Tapi, Pak, kakaknya Edo dulu mati di sekolah ini karena dibunuh oleh murid SMK Tunas Bangsa,” tukas Derryl, mencoba memberi alasan agar aku membenarkan rencana itu.            “Oh, ya? Lalu apakah tawuran akan terus jadi semacam tradisi karena dari generasi ke generasi dua sekolah ini masih saling menyimpan dan membalas dendam? Apapun itu, saya harap, tidak ada satu pun siswa di kelas ini yang ikut tawuran.” Ucapku tegas.            Seisi kelas hening. Sebagian dari mereka diam menunduk. Hanya Derryl yang kemudian berdiri, menyandang tas, lalu berjalan ke arahku diikuti dua orang temannya.            “Maaf, Pak. Saya nggak bisa. Yang mati itu sepupu Edo, Pak, dan Edo adalah sahabat saya! Saya nggak bisa maafin mereka!” Derryl menatapku tajam, menggeleng-geleng, lalu memimpin
last updateLast Updated : 2021-10-06
Read more
PREV
1
...
345678
DMCA.com Protection Status