Share

51. Bukan Hanya Aku

Penulis: Hakayi
last update Terakhir Diperbarui: 2021-10-06 01:17:30

Sudah hampir petang saat kereta api yang kutumpangi tiba di Stasiun Senen. Dari sana kucari bus jurusan Lebak Bulus, kendaraan umum pertama sebelum dilanjutkan dengan menumpang kendaraan angkutan kota tujuan Ciputat.

Sampailah aku di tujuan. Perasaan nelangsa kembali menyergapku, ketika terbayang kenangan bersama Fajrin dan sekaligus barang-barang yang ditinggalkannya. Aku menggeleng resah, berjalan lunglai melewati teras depan rumah Elis, menuju rumah indekos yang kutempati bersama Fajrin selama ini.

Langkahku melambat saat kulihat di depan rumah Elis terparkir sebuah sedan mewah bercat hitam. Dan langkahku terhenti sesaat ketika seorang pria keluar dari rumah Elis, diikuti oleh Elis dan ibunya yang berjalan mengiringinya. Elis tampak tersenyum malu ketika bersalaman tanpa saling bersentuh tangan dengan laki-laki itu.

Siapa dia? Tubuhnya tinggi, putih, berperawakan sedang dan berambut cepak. Sekilas kulihat wajahnya tampan. Tak lama kemudian pemuda itu mencium

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   52. Ada Apa?

    Entahlah, bagiku hanya Elis seorang tempat yang pantas untukku bermanja saat sedih seperti ini. Hanya Elis yang banyak menemani hariku dengan harapan. Tak heran seandainya di saat seperti ini kutumpahkan apa yang kurasakan hanya pada Elis. "Aa nggak punya sahabat sebaik dia lagi, Lis,” "A Bram nggak boleh bicara begitu,” sanggah gadis itu, lembut, sembari berusaha menahan tangisnya, “kan masih ada Elis, A,”Mendengar itu, aku juga berusaha menghentikan tangisanku. "Ya udah, kalau gitu Elis pulang, ya, A. Kelamaan di sini, bisa-bisa banjir ini kosan.” Kata Elis akhirnya, ketika melihatku sudah lebih tenang. "Makasih sekali lagi kirimannya, Lis,"

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   53. Hari yang Hampir Sempurna

    Usahaku mengikuti pelajaran dari Rhonda Byrne rupanya tak berhasil, karena yang kudapat hari ini malah wajah-wajah aneh murid-muridku lagi. Seperti menyimpan masalah denganku. Mengesalkan sekali sebenarnya, padahal beberapa menit lalu mereka mengirim pesan ke ponselku agar gurunya ini cepat-cepat datang ke kelas dan mengajar seperti biasanya. "Apa kabar semua?" sapaku dengan ragu.Benar saja, tak ada jawaban. Mereka lalu menyibukkan diri tanpa memedulikanku. Sebagian ada yang mengobrol, mencorat-coret bukunya dan banyak tingkah aneh lainnya yang menganggap saat ini aku sedang tidak ada di kelas.“Semuanya, apa kabar hari ini?" sapaku lagi.Lagi-lagi tak ada jawaban.Ah, kenapa ini? Aku duduk di meja guru, terdiam, tak mau mengambil tindakan apa pun. Sebenarnya aku bingung, tapi memilih diam saja dan mencoba untuk sejenak tak peduli dengan sikap aneh murid-muridku hari ini. Juga ket

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   54. Gadis Itu Bernama Sulis

    Petang sudah mengarah ke maghrib ketika aku tiba di rumah dan menemukan Vespa milik Fajrin diparkir tepat di teras depan. Kupandangi Vespa bercat merah itu, kuamati kondisinya yang tak lagi ringsek. Motor ini kembali bagus setelah rusak parah akibat mengantar Fajrin pada kematiannya.Tanda tanyaku terjawab ketika tak lama kemudian ayah Fajrin keluar dari rumah Elis dan berjalan mendekat ke arahku. Dan gadis berjilbab itu, mengikuti Bapak dari belakang. "Bapak!" panggilku.Aku membungkuk hormat saat mencium tangannya, lalu segera kubukakan pintu depan agar Bapak bisa istirahat di dalam. Kupersilakan Bapak, juga Elis, tapi gadis itu menolak untuk masuk. Sekilas, kutangkap ekpresi wajah Elis yang tidak seperti biasanya. Wajahnya jelas ditekuk. Tak sedikit pun Elis melihat ke arahku. Bukan itu saja, gadis itu langsung berpamitan pada Bapak dan pulang ke rumahnya tanpa melirikku sama sekali. Kenapa lagi di

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   55. Menikahlah, Anakku

    Perlahan kubuka surat dari Sulis. Dia menuliskannya di kertas yang unik, ada motif mawar yang samar tertindih garis-garis yang memberi ruang untuk tulisan tangannya yang indah. “Assalaamualaikum. Mas Bram, kakakku yang sholeh. Mohon maaf jika Sulis mengganggu aktivitasmu. Ada banyak hal yang mesti Sulis sampaikan pada Mas Bram. Sungguh, Sulis sangat terkejut mendengar permintaan Bapak dan Ibu agar Sulis segera menikah. Dan yang membuat Sulis lebih terkejut lagi, Bapak dan I

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   56. Belajar Darinya

    Siang ini terik, tapi nyaris tak terasa lagi karena panas matahari seakan tersapu angin yang mengembus kencang. Aku melesat menuju sekolah tempatku mengajar, seperti melayang di atas Vespa yang membawaku. Pikiranku mengembara, seakan tak percaya bahwa teman berkendaraku saat ini bukan lagi mobil angkot sesak dan penuh asap, melainkan motor milik almarhum Fajrin, kendaraan “bersejarah” yang kini menjadi milikku. Saat Vespa yang membawaku mencapai pintu gerbang sekolah, beberapa siswa tersenyum melihatku. "Cieeee! Motor baru, Pak?" “Wahhh! Kereeen!”Aku hanya tersenyum sambil memarkir Vespa itu di parkir area, dan langsung menyusuri koridor yang ke arah ruang guru. Jadw

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   57. Salah Tingkah

    Setiba di rumah indekosku, kulihat Elis berdiri di teras. Terdiam mematung, seakan sengaja menantikan kepulanganku.Kupandangi wajah dengan senyum semringah itu. Ada lega yang menyelinap ke hatiku melihat ekspresinya kali ini. Dari raut wajahnya, aku yakin Elis belum mengetahui apa pun tentang perjodohanku dengan Sulis. Ekspresi marahnya kemarin, saat bapak Fajrin datang mengunjungiku, tentu bukan karena Elis mengetahui perjodohan itu. "Wah, kayaknya ada yang nungguin Aa dari tadi. Siapa, ya,” kugoda Elis sambil memarkir motor di dekatnya. "Nggak, kok. Elis baru aja ke sini. Alhamdulillaah, pas banget orangnya dateng." "Tumben sendirian, nggak sama Asep. Ada apa, Lis?" Aku melangkah ke arahnya.Hari ini Elis mengenakan jilbab yang lebih lebar dari biasanya. Ji

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   58. Benarkah Aku Mencintaimu?

    Hujan masih mengguyur deras. Aku dan Elis masih duduk berteduh. ''Oh ya, Lis,'' aku menoleh padanya. Elis pun melihat padaku disertai seulas senyum yang senantiasa mendamaikan hati, “kalau sudah lulus kuliah nanti, apa yang lebih dulu ingin Elis lakukan?'' Elis menyudahi bertemunya pandangan kami dengan menatap ke arah depannya, jalan beraspal basah yang ramai dilalui kendaraan. ''Sebenarnya, Elis pengen lanjut S2 ke luar negeri. Aa sendiri?'' "Kok pake sebenarnya segala?" Elis menggeleng pelan. Terlihat resah. "Nggak taulah, A. Itu kan cuma keinginan Elis, dan belum tentu kesampaian. Kalau Aa gimana?"&n

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06
  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   59. Taburan Bunga

    Aku berbaring di atas kasur. Setelah mandi tadi, aku diam termangu merasakan tubuhku yang terus menggigil sampai terdengar bunyi getaran dari ponselku.Sebuah pesan masuk. Dan tiba-tiba saja aku merasa yakin bahwa Elis yang mengirimnya. Kuraih ponsel itu segera. Dengan berdebar-debar penuh harap bahwa pesan itu benar-benar dari Elis, kuusap layar sentuh ponselku. Apa ya, kira-kira, yang Elis tuliskan dalam pesan ini?“Mas Bram sudah baca surat dari Sulis?”Aku langsung lemas saat menemukan nama Sulis di sana. Bagaimanapun, aku harus membalasnya. "Sudah." Jawabku singkat. Bingung harus mengetik kata-kata apa lagi. "Terus gimana?" Aku lebih dulu memutar otak sebelum mengetik sesuatu, hingga akhirnya kuketikkan kalima

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-06

Bab terbaru

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   76. Surat Terakhir Untukmu

    Mataku mulai sembab oleh air mata begitu selesai mengirim Al Fatihah dan membaca doa untuknya. Kubersihkan kuburannya. Kulihat Asep masih merapalkan doa untuk kakaknya tercinta. Kulihat wajahnya biasa saja. Tak ada kesedihan yang seperti kurasakan. Mungkin kesedihannya sudah dikeluarkannya semua. Mendadak Asep menoleh padaku.“Aa, Teteh lagi ngapain, ya, di sana?" tanya Asep, polos.Aku terkejut mendengar pertanyaan itu. Aku pun tersenyum padanya."Hmm, insya Allah, Teteh ada di surga.” Jawabku sambil mengacak perlahan rambut Asep.Asep lalu berpikir lagi dan kembali menatapku dengan penasaran.“Katanya, di surga itu mau apa aja disediain, ya, A?"“Benar. Itulah janji Allah bagi orang-orang yang beriman. Makanya, Asep harus selalu rajin sholat, ngaji yang bener, selalu berbuat kebaikan kalau mau berada di sana.”“Tapi kan Asep belum mau mati, A,”Aku tersenyum. “Mungki

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   75. Mengunjungimu

    Aku tak menjawab. Tanda tangan, kata-kata bijak dan nama Elis memang ada di buku itu. Elis sendiri yang menulisnya. Elis bilang, setiap dia membeli buku, ia akan selalu menuliskan sesuatu di sana. Ah, tapi aku tak ingin menjelaskan banyak hal pada ‘orang baru’ ini. "Oh, maaf, Pak. Mengganggu privasi Pak Bram, ya? Hihihi, oke deh. Tapi nanti-nanti mau cerita, kan?” Salsabila urung mengorek cerita tentang Elis kali ini. “Sorry, nih, saya memang gini orangnya, nggak canggung buat kenalan sama orang-orang baru. Ya udah, Pak. Mumpung jam istirahat, saya nyicil baca buku-bukunya Kak Elis, ya? Terima kasiiih ...!"“Tunggu sebentar!" cegahku, agak gugup. “Salsabila, saya boleh panggil kamu apa?"Gadis itu tersenyum. “Panggil saja El.”El? Kebetulan saja atau ...?“Kamu suka baca fiksi?" &nb

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   74. Saya Salsabila

    Tak ada yang lebih indah hari ini selain kembali melihat senyuman dan menerima sambutan hangat murid-muridku. Mereka berebut mencium tanganku, mengelu-elukan namaku, seolah ratusan tahun kami tak bertemu. Aku hanya tersenyum tanpa terlalu melayani sapaan akrab mereka. Tugas mengajarku sudah menanti. Toh tak lama lagi kami akan kembali bersama di kelas.Tampak olehku, seseorang bertubuh gagah berdiri di depan pintu ruangannya. Dialah Pak Tris, yang tersenyum puas melihat kedatanganku.Tinggal beberapa langkah sebelum masuk ke ruang guru, bel tanda sekolah dimulai berbunyi nyaring. Kuyakinkan diri untuk melangkah tegap ke ruangan kelas XI IPA. Dari kejauhan, sudah tampak murid-muridku bersorak girang melihat kehadiranku."Hey! Kalian! Nggak dengar suara bel barusan? Masuk kelas! Cepat!”Aku hanya tersenyum mendengar suara nyaring tak jauh dariku, dan terus melangkah agak bergegas ke ruang XI IPA. Kuraih handle pintu kelas dan menuju meja guru

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   73. Dendang Tahmid

    Rinai bergemercik mendendangkan tahmidSeperti dedaunan bergerak-gerak melantunkan takbirLembayung memesonakan indra, mengucap kidung kesyukuranMata ini sembab, sesembab tebing-tebing disinggahi embunAda lantunan dzikir di setiap hela embusan nafasBerucap tiada henti karena kehilanganKudayungkan asa di senja-Mu yang megahBilakah Engkau titipkan tulang rusuk yang Engkau kasihi?Seperti Engkau mengasihi seisi alam di senja iniMengasihi sepasang merpati mengalunkan kepakan menuju bias cahayaApakah ujian-Mu ini masih panjang?Apakah masih banyak kehilangan yang Engkau takdirkan untukku?Apakah masih banyak senja yang mesti kulalui dengan lantunan-lantunan panjatku pada-Mu?Duhai,Aku tak bisa melupakannya

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   72. Dear Elis

    Perlahan aku membuka mata. Kulihat abi dan umi Elis duduk di kedua sisiku. Kuedarkan pandangan, dan kusadari segera bahwa aku didudukkan di sofa ruang tamu rumah indekosku. "Bram, sadar, Nak. Istighfar," Umi menepuk-nepuk pipiku pelan. "Elis ke mana, Umi?" ini kalimat pertama yang terucap dengan lemah dari bibirku. “Tadi bukannya dia ada di sini bersama Abi dan Umi?"“Bram, sudahlah,” tegur Abi.“Elis ada di rumah, Abi? Bram mau ketemu Elis dulu, Abi. Bram pengen main gitar dan nyanyi untuknya, Umi. Elis minta Bram nyanyi lagi,"Mendengarku bicara, Umi seakan tak mampu lagi untuk berkata-kata. Kulihat sepasang matanya kembali berkaca-kaca. Namun tak urung, Umi terlihat tak tega membiarkanku dan kembali menghibur, mengusap-usap bahuku, “Iya, iya, Bram. Elis ada di sini. Elis akan selalu tinggal di

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   71. Sekarang, Semuanya Terasa Gelap

    "Apakah Elis sekarang lihat, bahwa Allah nggak adil sama Aa? Setelah Fajrin pergi ninggalin Aa, kenapa Elis juga pergi? Elis belum dengar kata hati Aa ... Aa sayang Elis! Elis nggak pernah tahu kegundahan Aa, bahwa Aa selalu mikirin Elis! Elis nggak tak tahu bahwa sejak pertamakali kita bertemu, Aa tak pernah bisa mengerti perasaan Aa ke Elis. Aa cuma tahu bahwa Aa hanya ingin selalu ketemu Elis. Selalu ingin melihat Elis," ratapku sambil jatuh duduk di lantai kamar yang lembab.Saat itulah, kudengar seseorang mengetuk pintu depan keras-keras dan memanggil-manggilku. Serta-merta aku berhenti meratap. Suara Umi, bisik batinku. Kuusap wajahku yang basah oleh air mata, keluar dari kamar dan menuju pintu yang masih diketuk-ketuk dari luar.“Bram! Buka pintu! Ini Umi!”“Ya, tunggu sebentar, Umi,” sahutku sambil memutar kunci pintu depan. Seketika, pandangan mataku membentur sesuatu yang terselip di bawah kakiku. Selembar amplop putih yang dili

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   70. Ini Tidak Adil

    “Elis ... Elis sudah pergi ...”“Pergi? Maksudnya? Elis pergi ke mana?"Bukannya menjawab pertanyaanku, Umi malah jatuh pingsan, tak sanggup menahan-nahan tangis yang terlihat menyesak hingga ke ulu hatinya. Suasana mendadak panik. Beberapa wanita memapah tubuh umi Elis dan merebahkannya di atas sofa di sudut ruangan.Sepertinya, hal buruk benar-benar terjadi pada Elis.Kulihat wajah-wajah sendu di ruangan ini. Beberapa tak kukenal, tetapi aku yakin sekali bahwa mereka adalah keluarga besar Elis. Ke mana abi Elis? Kenapa Asep? Di mana Elis?“Bram, kamu sudah pulang?”Aku menoleh mendengar sapaan itu. “Abi!”Kubalikkan badan cepat-cepat, dan kutemukan wajah lelah abi Elis di pintu. Saat aku membungkuk untuk mencium tangannya, tiba-tiba Abi meraih bahuku dan memelukku erat-erat.“Syukurlah kamu sudah pulih. Maafkan kami! Kami sengaja tak memberitahumu. Kami sengaja menunggu Bram sem

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   69. Ada Apa dengan Elis?

    Aku membukanya. “Pak Bram yang Nayya hormati, Nayya mau ngucapin terima kasih sama Pak Bram, atas semuanya yang udah pernah Pak Bram berikan selama ini. Nayya minta maaf, Nayya nggak bisa lagi belajar bersama Bapak di kelas. Nayya harus keluar dari sekolah karena kesalahan Nayya sendiri. Selama Mamah pergi, Nayya melakukan kesalahan besar dalam hidup Nayya, Pak. Apa yang sering dibilang Sylla bahwa Nayya adalah simpanan om-om itu benar, Pak. Nayya menyesal setelah Nayya akhirnya hamil, Pak. Mau b

  • Insya Allah Ada Jalan, Nak!   68. Titipan Dari Nayyara

    "Jaga diri baik-baik. Jangan sungkan mengabari kami kalau ada apa-apa.”Demikian Bapak berpesan, sementara Ibu memelukku erat-erat dan Sulis memandangi kami bertiga sambil tersenyum-senyum. Inilah momen saat kami berpisah. Keluarga baruku ini harus kembali ke Tegal. "Kalau liburan, pulang ke Bumi Jawa, ya, Nak," Ibu mengingatkan sambil tak henti menyusut air mata. Aku yakin, Ibu pun mulai mengganggapku sebagai pengganti Fajrin. “Insya Allah, Bu. Ibu yang sehat-sehat, ya,” sahutku. “Sulis, titip Bapak dan Ibu, ya?” “Iya, Mas. Mas Bram juga, kalau Sulis kirim message, jangan kelamaan balasnya,” “Iya, iya, Dek, pasti Mas Bram balas.&rdqu

DMCA.com Protection Status