All Chapters of Ksatria Pengembara Season 2: Chapter 2081 - Chapter 2090

2578 Chapters

191. Bagian 19

”Remasan Sepuluh Jari Jin...!” desis Patumpangan menyebut ilmu lawan yang menciderainya. Tiba-tiba seperti kalap Patumpangan berteriak keras. Lalu tangan kirinya laksana kilat menghantam berulang kali ke depan."Bukkk! Bukkkk! Bukkkk!"Tubuh Pasedayu terangkat sampai tiga kali berturut-turut begitu jotosan Patumpangan mendarat susul menyusul di dadanya."Puaskan hatimu Patumpangan! Pukul terus sesukamu!” kata Pasedayu sambil menyeringai buruk."Bukkk! Bukkk! Bukkkk!"Kembali Patumpangan menghujani tubuh lawan dengan pukulan-pukulan keras. Kembali sosok Pasedayu terangkat ke udara bahkan kini dari mulutnya kelihatan ada darah mengucur. Tapi dia masih saja menyeringai."Cukup Patumpangan!” Tiba-tiba Pasedayu berteriak. Tangannya kiri kanan berkelebat ke sekujur tubuh lawan, mulai dari kepala sampai ke dada.Kraaakk...kraaakkk... kraaakk!Suara patah dan hancurnya tulang terdengar mengerikan berulang kali.
Read more

191. Bagian 20

Daging kakinya tampak terkelupas merah. ”Jahanam! Berani kau menciderai diriku!” teriak Pasedayu. Dia hantamkan tangan kanannya. Lepaskan satu pukulan tangan kosong. Si kakek cepat menyingkir ketika melihat satu sinar kuning berkiblat menyambarnya. Sambil mengelak dia gerakan cambuk apinya."Wusss! Taaarrrrr!"Nyala api panjang menembus kiblatan cahaya kuning. Saat itu juga cahaya kuning bertabur berantakan dengan mengeluarkan suara letusan keras!Tangan kiri si kakek bergetar keras. Cambuk api yang dipegangnya mental ke udara. Dia cepat menguasai senjata itu sementara Pasedayu terjajar sampai tiga langkah. Mukanya pucat. Tangan kanannya seperti kaku. ”Kakek itu mampu menghancurkan Pukulan Tangan Dewa Warna Kuning.” Diam-diam Pasedayu menjadi kecut. “Akan kucoba dengan Pukulan Tangan Dewa Warna Biru yang paling hebat!"Pasedayu lalu kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan dan tanpa menunggu lebih lama dia segera menghantam. Si
Read more

191. Bagian 21

Jika saja Pasedayu tidak menelan Jimat Hati Dewa, pada saat cambuk api melilit dan disentakkan dari lehernya, pastilah leher itu akan hancur putus dan kepalanya akan menggelinding di tanah! Namun yang terjadi justru sebaliknya. Cambuk api keluarkan suara "dess... desss... desss” Berulang kali disertai kepulan asap seolah diguyur air. Lalu kelihatan bagaimana cambuk itu terputus-putus menjadi beberapa bagian. Begitu si kakek melompat kaget, dia lihat dan dapatkan cambuk apinya telah berubah kembali menjadi sebatang tongkat yang kini panjangnya hanya tinggal dua jengkal!"Kakek yang mengaku Wakil Para Dewa! Takdir telah berbalik menentukan lain! Hari ini kau terpaksa serahkan nyawamu padaku!” Pasedayu maju mendekat sambil tertawa bergelak."Kau akan terkutuk seumur-umur jika berani membunuhku!” kata si kakek seraya melemparkan potongan tongkatnya ke arah Pasedayu. Benda berapi ini melesat menyambar ke tenggorokan Pasedayu.Sekali Pasedayu mengang
Read more

191. Bagian 22

"Suamiku, sebenarnya sejak beberapa waktu belakangan ini muncul banyak kekhawatiran dalam diriku. Aku sering mimpi buruk tentang dirimu, tentang Keempat anak kita. Mereka.”"Ruhpingitan, orang di Negeri Jin ini menyebut mimpi adalah rampai bunganya tidur. Buruk atau baiknya yang akan terjadi adalah suratan Para Dewa di atas langit.”"Justru aku juga telah beberapa kali kedatangan Dewa dalam mimpiku Hai Pasedayu. Sepertinya ada yang tidak disenangi Para Dewa terhadap kita sekeluarga.”Pasedayu tersenyum namun diam-diam dia teringat pada kejadian belasan tahun silam ketika dia berkelahi dengan Wakil Para Dewa dan berhasil menciderai kakek itu. Walau hatinya mendadak tidak enak, pada istrinya Pasedayu tetap saja berkata lembut dan menghibur.“Sudahlah Ruhpingitan, aku akan berangkat sekarang. Tenangkan hatimu. Lihat anak-anak kita. Mereka tidur nyenyak, mereka gemuk-gemuk semua tanda sehat. Dan lihat tanda bunga dalam lingkaran yang a
Read more

192. Jin Muka Seribu

PASEDAYU duduk terbungkuk-bungkuk di tanah yang becek. Sekujur tubuhnya terutama di sebelah belakang mendenyut sakit Mukanya pucat dan pandangan matanya sayu. Kalau saja dia bisa meminta rasanya saat itu dia lebih suka memilih mati. Perlahan-lahan dia turunkan tangan kanan yang sejak tadi dipergunakan untuk menopang keningnya. Memandang ke depan dia hanya melihat tanah rata yang disana-sini masih digenangi air. Pasedayu sampai di tempat itu malam tadi. Dan kini matahari menjelang tenggelam. Berarti hampir satu hari penuh dia terduduk di situ, didera oleh rasa sakit di sekujur tubuh serta perasaan hancur di dalam hati. Otaknya seperti mau gila menghadapi kenyataan ini."Rata semua.... Rumahku, lenyap tak berbekas. Para Dewa. Hai tunjukkan padaku dimana mereka berada. Mengapa kau jatuhkan cobaan maha berat ini padaku! Anak istriku... Ruhpingitan, anak-anakku.... Apakah mereka masih hidup? Dimana mereka sekarang?” Tenggorokan Pasedayu turun naik. Dadanya terasa sesak. Mata
Read more

192. Bagian 2

"Hai makhluk di puncak batu karang tempat arus berputar! Jika kau mengikuti petunjukku, kau tak perlu harus menunggu sampai sepuluh tahun lagi! Sebelum sang surya tenggelam hari ini, kau sudah boleh meninggalkan pulau karang!"Makhluk di atas batu karang tersentak kaget. Dia mendongak ke atas. Di antara silaunya Matahari Terik dia melihat ada sebuah benda berwarna merah melayang turun dari sebelah utara. Belum sempat dia berkejap, benda ini tahu-tahu sudah sampai di hadapannya! Kejut si makhluk aneh bukan alang kepalang!Sosok yang tegak di depannya saat  itu adalah sosok seorang kakek yang keadaannya sungguh mengerikan. Sekujur badannya dikobari nyala api. Namun sosok sebelah kanan yaitu bagian bahu sampai ke pinggang hanya merupakan satu lobang besar menggidikkan. Makhluk berlumut di atas batu bisa melihat isi dada dan perut serta genangan darah di dalamnya. ”Makhluk api yang sosokmu hanya tinggal sebelah! Siapa kau adanya! Apa maksud ucapanmu tadi?!" Yang
Read more

192. Bagian 3

"Kau bisa menghancurkan, tapi apakah kau sanggup mengembalikan debu karang itu ke bentuknya semula?”bertanya kakek api Pamanyala."Aku tidak mengerti...” jawab makhluk berlumut.”Kau tidak mengerti! Ha... ha... ha! Lihat apa yang aku lakukan!”Kakek api ulurkan tangan kanannya lalu disapukan ke tanah. Debu hancuran batu karang yang tadi dipukul makhluk berlumut membubung ke udara, menyatu kembali secara aneh. Si kakek gerakan tangan kanannya dua kali, kali ketiga dia seperti memukul ke arah lobang di depan makhluk berlumut."Wuuttt! Seetttt! Setttt!Bluuupppp!"Lobang besar akibat hantaman pukulan tadi kini tertutup oleh gumpalan debu, rata tak berbekas seperti keadaan semula! Pabahala hanya bisa leletkan lidah menyaksikan kejadian itu. Kakek api menyeringai lebar lalu berkata."Sungguh hebat ilmu pukulan Menghancur Karang Membentuk Debu yang kau perlihatkan padaku. Hai, bukankah itu nama pukulan yang barusan kau Perli
Read more

192. Bagian 4

Tidak terasa si makhluk berlumut usap mukanya sebelah depan dan gosok-gosok kepalanya sebelah belakang. Pamanyala tertawa. ”Belum, kepalamu masih belum berubah Hai Pabahala. Kepalamu masih tetap memiliki satu wajah. Ha... ha.       ha! Sekarang dengar apa yang harus kau lakukan begitu berada di Negeri Jin. Pertama sekali kau harus mencari makhluk sakti bernama Jin Tangan Seribu. Dia memiliki beberapa ilmu kesaktian. Satu yang paling hebat adalah ilmu pukulan bernama Tangan Jin Tanpa Suara. Kau harus merampas ilmu itu dari tangannya. Dengan akal kejimu kau harus menundukkan Jin Tangan Seribu karena saat ini dialah yang paling tinggi ilmu kepandaiannya. Selesai urusanmu dengan Jin Tangan Seribu kau harus mencari seorang berjuluk Jin Lumpur Hijau. Makhluk ini diam di satu tempat bernama Kubangan Palumpur. Dari dia kau harus merampas ilmu kesaktian bernama Jin Hijau Penjungkir Roh. Bilamana dua tugas itu sudah kau selesaikan maka kau harus pergi ke sa
Read more

192. Bagian 5

"Pasedayu, dendamku puluhan tahun silam akan segera terbalaskan! Kau tidak pernah tahu siapa sebenarnya yang mencelakai dirimu! Kau akan hidup sengsara terkutuk seumur-umur! Celakalah kau Pasedayu!"Kakek yang tubuhnya geroak dan terbungkus nyala api itu tertawa panjang dan puas. Namun tawanya mendadak sontak lenyap ketika di langit ada cahaya putih disusul suara mengiang di kedua telinganya."Pamanyala, Wakil Para Dewa di Negeri Jin. Kami memang menginginkan hukuman dijatuhkan atas diri Pasedayu. Namun bukan dengan cara seperti yang telah kau kerjakan. Pelaksanaan hukuman bukan berarti membakar dan menebar dendam. Apa lagi kau sadar penuh siapa adanya Pasedayu dan siapa pula adanya makhluk berlumut yang kau beri nama Pabahala itu!"Si kakek api menatap ke langit. Lalu rapatkan dua tangan dan letakkan di atas kening. Lututnya ditekuk sedikit"Hai Junjungan Dari Atas Langit, mohon maaf kalau aku telah keliru bertindak. Namun bukan maksud hati membakar dan
Read more

192. Bagian 6

Hidung besar kakek bernama Pahidungbesar mengembang tambah besar. Mulutnya menggerutu lalu diam. Di atasnya Pasulingmaut bergumam keras lalu tiup suling tengkoraknya.Di sebuah lereng bukit berbatu-batu Pahidungbesar hentikan larinya. Yang disebut sumur melintang seperti dikatakan oleh kakek itu ternyata adalah sebuah goa batu di lamping bukit sedalam tiga tombak. Sepanjang bagian dasar goa ada hamparan batu rata setinggi pinggul hingga goa itu tidak bedanya merupakan sebuah pembaringan. Karena saat itu sinar sang surya berada di sisi lain dari lereng bukit maka bagian dalam goa batu tersebut tidak terlihat jelas."Hai Junjungan Jin Muka Seribu, ini sumur melintang tempat aku meninggalkan Dewi Awan Putih,” berkata Pahidungbesar, memberi tahu Jin Muka Seribu.Jin Muka Seribu memberi isyarat. Empat pengusung tandu segera turunkan tandu ke tanah. Sepasang mata Jin Muka Seribu membesar berbinar-binar. Tatapannya tidak beralih ke arah goa yang gelap. ”Kau
Read more
PREV
1
...
207208209210211
...
258
DMCA.com Protection Status