Tidak terasa si makhluk berlumut usap mukanya sebelah depan dan gosok-gosok kepalanya sebelah belakang. Pamanyala tertawa. ”Belum, kepalamu masih belum berubah Hai Pabahala. Kepalamu masih tetap memiliki satu wajah. Ha... ha. ha! Sekarang dengar apa yang harus kau lakukan begitu berada di Negeri Jin. Pertama sekali kau harus mencari makhluk sakti bernama Jin Tangan Seribu. Dia memiliki beberapa ilmu kesaktian. Satu yang paling hebat adalah ilmu pukulan bernama Tangan Jin Tanpa Suara. Kau harus merampas ilmu itu dari tangannya. Dengan akal kejimu kau harus menundukkan Jin Tangan Seribu karena saat ini dialah yang paling tinggi ilmu kepandaiannya. Selesai urusanmu dengan Jin Tangan Seribu kau harus mencari seorang berjuluk Jin Lumpur Hijau. Makhluk ini diam di satu tempat bernama Kubangan Palumpur. Dari dia kau harus merampas ilmu kesaktian bernama Jin Hijau Penjungkir Roh. Bilamana dua tugas itu sudah kau selesaikan maka kau harus pergi ke sa
"Pasedayu, dendamku puluhan tahun silam akan segera terbalaskan! Kau tidak pernah tahu siapa sebenarnya yang mencelakai dirimu! Kau akan hidup sengsara terkutuk seumur-umur! Celakalah kau Pasedayu!"Kakek yang tubuhnya geroak dan terbungkus nyala api itu tertawa panjang dan puas. Namun tawanya mendadak sontak lenyap ketika di langit ada cahaya putih disusul suara mengiang di kedua telinganya."Pamanyala, Wakil Para Dewa di Negeri Jin. Kami memang menginginkan hukuman dijatuhkan atas diri Pasedayu. Namun bukan dengan cara seperti yang telah kau kerjakan. Pelaksanaan hukuman bukan berarti membakar dan menebar dendam. Apa lagi kau sadar penuh siapa adanya Pasedayu dan siapa pula adanya makhluk berlumut yang kau beri nama Pabahala itu!"Si kakek api menatap ke langit. Lalu rapatkan dua tangan dan letakkan di atas kening. Lututnya ditekuk sedikit"Hai Junjungan Dari Atas Langit, mohon maaf kalau aku telah keliru bertindak. Namun bukan maksud hati membakar dan
Hidung besar kakek bernama Pahidungbesar mengembang tambah besar. Mulutnya menggerutu lalu diam. Di atasnya Pasulingmaut bergumam keras lalu tiup suling tengkoraknya.Di sebuah lereng bukit berbatu-batu Pahidungbesar hentikan larinya. Yang disebut sumur melintang seperti dikatakan oleh kakek itu ternyata adalah sebuah goa batu di lamping bukit sedalam tiga tombak. Sepanjang bagian dasar goa ada hamparan batu rata setinggi pinggul hingga goa itu tidak bedanya merupakan sebuah pembaringan. Karena saat itu sinar sang surya berada di sisi lain dari lereng bukit maka bagian dalam goa batu tersebut tidak terlihat jelas."Hai Junjungan Jin Muka Seribu, ini sumur melintang tempat aku meninggalkan Dewi Awan Putih,” berkata Pahidungbesar, memberi tahu Jin Muka Seribu.Jin Muka Seribu memberi isyarat. Empat pengusung tandu segera turunkan tandu ke tanah. Sepasang mata Jin Muka Seribu membesar berbinar-binar. Tatapannya tidak beralih ke arah goa yang gelap. ”Kau
"Jin Muka Seribu! Sungguh sial nasibmu! Maksud hati mencari Dewi, tak tahunya hanya datang mencari mati!"Rahang Jin Muka Seribu menggembung. Gerahamnya mengeluarkan suara bergemeretakan. ”Pemuda asing! Jangan bicara sombong di hadapan Raja Diraja Segala Jin, penguasa tunggal Istana Surga Dunia! Aku memang sudah lama mencarimu! Hari ini jangan harap kau bisa lolos dari kematian! Jangan mimpi bisa kembali hidup-hidup ke negeri asalmu!” Setelah membentak Jin Muka Seribu masih sempat berpikir apa sebenarnya yang telah terjadi dan dimana beradanya Dewi Awan Putih. Hal yang sama juga menjadi tanda tanya di diri Pahidungbesar sementara Pasulingmaut seperti biasanya unjukkan sikap tidak acuh. Hal ini membuat kemarahan Jin Muka Seribu menjadi tambah menggelegak. Dia berpaling pada Pahidungbesar dan berkata. ”Kalian yang punya pekerjaan! Kalian yang bertanggung jawab! Lekas bunuh pemuda asing itu! Dan tunjukkan padaku dimana Dewi Awan Putih!"Pahidungbesar tak
"Sialan benar!”kata Bintang memaki dalam hati. ”Bagaimana aku mengetahui kakek ini Jin Sinting asli yang baik atau Jin Sinting palsu yang jahat! Dulu Jin Sinting yang asli telah merampas payung serta tambur itu dari Si Jin Sinting palsu. Jin Sinting palsu adalah kakak kembar yang asli. Tapi sekarang kakek itu muncul membawa payung dan tambur seperti milik Jin Sinting. Apakah dia yang asli atau yang palsu tapi berhasil mendapatkan atau membuat sendiri payung daun dan tambur itu?!” Bintang coba mengingat-ingat. ”Antara dua kakek sinting kembar itu memang sulit dibedakan. Mulutnya sama-sama tonggos, mata sama belok dan hidung sama pesek. Lalu pantat juga sama-sama hitam burik! Bahkan suaranya tidak beda sedikitpun. Suara... suara... Aku ingat sekarang. Jin Sinting yang asli tidak bisa menyebut namaku dengan lempang. Dia tidak bisa menyebut Bintang seolah lidahnya kelu melafatkan huruf ‘ng’. Selain itu dia suka cegukan seperti anak kecil. Walau aku ya
Tapi gilanya ternyata apa yang dilakukan Betina Bercula hanyalah meraba bagian tubuh di bawah pusar Bintang lalu melompat menjauh. Sambii tertawa cekikikan dia usapkan tangannya yang barusan meraba ke hidungnya sendiri!"Banci kurang ajar!” rutuk Bintang marah sekali dan merinding kuduknya. Sambil kerahkan tenaga dalam ke tangan kanan dia melompat dan menghantam ke arah Si Betina Bercula. Namun saat itu pula Pahidungbesar yang dihardik oleh Jin Muka Seribu berkelebat dari samping menghadangnya. Dari atas dukungannya Pasulingmaut bergumam keras lalu babatkan suling tengkoraknya. Asap hitam mengepul menyambar ke kepala Bintang!-o0o-KITA ceritakan sedikit bagaimana Ruhcinta sampai berada di tempat itu. Sesaat setelah Dewi Awan Putih dibawa kabur oleh Pahidungbesar, Ruhcinta yang tengah melanjutkan perjalanan sambil melakukan penyelidikan tentang asal usul dirinya sampai di tempat berlangsungnya perkelahian. Hatinya gembira karena d
Ternyata Zeus membawa Ruhcinta ke lereng bukit dimana terletak sumur melintang. Bagaimanapun cerdiknya awan putih itu namun tak mungkin baginya untuk memberi tahu bahwa Dewi Awan Putih ada di dalam goa itu. Awan itu hanya hinggap di lereng batu yang terdekat sambil sesekali keluarkan suara halus. Karena terlindung oleh satu batu besar Ruhcinta tidak dapat melihat mulut goa. Selagi dia berpikir-pikir coba mengertikan petunjuk apa yang berusaha diberikan oleh awan putih itu, tiba-tiba di bawah sana dilihatnya Bintang berlari mendaki lereng bukit berbatu-batu. Saking gembiranya gadis ini hendak berseru memanggil sang pendekar. Namun maksudnya dibatalkan ketika di salah satu lamping bukit sebelah barat dia melihat satu sosok hitam mendekam memperhatikan. Ketika dia memandang ke jurusan itu, orang di balik batu segera menyelinap menghilang."Pasti itu orang yang mengikutiku sejak beberapa hari ini...” kata Ruhcinta dalam hati. Setelah berpikir sejenak gadis ini akhirnya menu
Bintang geleng-geleng kepala lalu tertawa. Dalam hati dia membatin. ”Mungkin gadis ini cemburu kalau aku menyentuh Dewi Awan Putih.” Memikir begitu maka Bintang berkata. ”Ruhcinta, hanya ada satu cara untuk membebaskan Dewi Awan Putih dari sirapan Ilmu Menjirat Urat. Yaitu menotok uratnya yang kelihatan biru itu.”Paras Ruhcinta mendadak tambah merah. Gadis ini palingkan mukanya ke jurusan lain.“Walah, apalagi yang salah ini. ?” pikir Bintang. Begitu dia ingat meledak tawanya.”Mengapa kau tertawa?”tanya Ruhcinta heran."Aku melihat wajahmu merah sampai ke telinga. Aku tahu sebabnya. Kau mungkin menganggap aku kurang ajar. Bukankah totok di negeri ini berarti payudara perempuan? Ha... ha... ha.”"Kau! Kalau sudah tahu mengapa masih menyebut?!” tanya Ruhcinta merengut. Tapi mulutnya mengembang, bibirnya bergetar lalu tawanya menyembur tak tertahankan lagi. Karena malu gadis ini akhirnya tu
SEKARANG kita ikuti apa yang terjadi dengan Ruhcinta dan Dewi Awan Putih. Begitu nenek Si Pembedol Usus dan Jin Sinting berkelebat ke hadapan mereka Ruhcinta segera menyongsong. Dengan suara lembut dia menegur. ”Sepasang kakek dan nenek, kami tahu kalian adalah orang baik-baik. Di dalam hati kalian pasti ada apa yang dinamakan kasih sayang. Lalu mengapa tega hendak menyerang kami? Kalau hanya karena alasan kalian adalah kaki tangan Jin Muka Seribu dan mengharapkan imbal jasa berupa harta atau kedudukan, ketahuilah kalian telah tertipu. Imbalan kasih sayang tidak sebagus dan seindah imbalan kejahatan. Bukankah lebih baik bagi kalian meninggalkan tempat ini, meninggalkan Istana Surga Dunia dan Jin Muka Seribu. Berbuat baik di jalan yang penuh kasih antara sesama...?"Nenek berkumis halus pandangi Ruhcinta sesaat, lalu sambil menuding dengan telunjuk tangan kanannya dia tertawa cekikikan. ”Aku yang tua hendak diberi pelajaran oleh seekor cecunguk hijau! Hik... hik...