PENDEKAR PEMBASMI SILUMAN

PENDEKAR PEMBASMI SILUMAN

last updateTerakhir Diperbarui : 2023-01-11
Oleh:  Moonlae Dirla  On going
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
8Bab
935Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Bagaimana jika kehidupanmu yang dulu hanya bermalas-malasan tiba-tiba berubah menjalani kehidupan yang penuh dengan pertempuran dan darah dalam menghadapi para siluman dan pendekar golongan hitam? Seorang remaja bernama Ambu Radul terpaksa bangkit dari rasa malas untuk selamanya demi membalaskan dendam terhadap Putri Siluman yang membunuh keluarganya. Tekad Ambu itu pun menjadi lebih luas yakni membasmi semua jenis siluman yang ada tanpa pandang bulu! Namun perjalanan Ambu dalam membasmi para siluman tidaklah mudah. Para pendekar golongan hitam pun mulai bermunculan kembali guna mengacaukan dunia persilatan. Dengan berbekal koin emas berukiran aneh pemberian bapaknya, Ambu berusaha memenuhi wasiat terakhir sang bapak. Koin emas itu juga merupakan salah satu dari 7 benda pusaka yang tersebar dan mempunyai keistimewaan tersendiri. Koin emas apakah itu? Apa wasiat terakhir bapak Ambu padanya? Apa saja 7 benda pusaka yang dimaksud? Lantas bagaimana lika-liku Ambu dalam membalaskan dendamnya dan membasmi semua siluman yang ada?

Lihat lebih banyak

Bab terbaru

Pratinjau Gratis

Pembantaian di Malam Purnama

Trang! Dua buah tongkat besi saling beradu. Tampak di halaman sebuah rumah saat kegelapan malam tiba dua orang lelaki tengah berlatih menggunakan tongkat besi yang panjang. Keduanya yakni seorang lelaki yang sudah berumur 40 tahun ke atas dengan kumis tebal melintang di bawah lubang hidungnya. Satunya lagi seorang remaja belasan tahun yang cukup tinggi dengan rambut pendek dan bertelinga lebar.Sementara Ambu dan pak Janaka berlatih dalam dinginnya angin malam, Ibu Ambu dan adik perempuannya melihat dari seberang pelataran rumahnya. Mereka berdua duduk di bangku yang terbuat dari bambu seraya menyiapkan minum untuk Ambu dan bapaknya saat telah selesai berlatih.Napas Ambu mulai tak beraturan. Walau dirinya sudah terbiasa dengan angin malam di daerah pegunungan, tapi pernapasannya masih belum cukup baik dikuasainya saat dalam pertarungan bahkan meski cuma latihan. Sedang Bapak Ambu tampak baik-baik saja. Meski sedikit ngos-ngosan juga, tapi tak seburuk yang Ambu kira."Bapak dulu juga

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Moonlae Dirla
Selamat membaca! semoga kalian suka
2023-06-27 10:42:50
1
user avatar
Sape Piye
novel baru kah thor???
2023-05-12 10:10:04
1
8 Bab

Pembantaian di Malam Purnama

Trang! Dua buah tongkat besi saling beradu. Tampak di halaman sebuah rumah saat kegelapan malam tiba dua orang lelaki tengah berlatih menggunakan tongkat besi yang panjang. Keduanya yakni seorang lelaki yang sudah berumur 40 tahun ke atas dengan kumis tebal melintang di bawah lubang hidungnya. Satunya lagi seorang remaja belasan tahun yang cukup tinggi dengan rambut pendek dan bertelinga lebar.Sementara Ambu dan pak Janaka berlatih dalam dinginnya angin malam, Ibu Ambu dan adik perempuannya melihat dari seberang pelataran rumahnya. Mereka berdua duduk di bangku yang terbuat dari bambu seraya menyiapkan minum untuk Ambu dan bapaknya saat telah selesai berlatih.Napas Ambu mulai tak beraturan. Walau dirinya sudah terbiasa dengan angin malam di daerah pegunungan, tapi pernapasannya masih belum cukup baik dikuasainya saat dalam pertarungan bahkan meski cuma latihan. Sedang Bapak Ambu tampak baik-baik saja. Meski sedikit ngos-ngosan juga, tapi tak seburuk yang Ambu kira."Bapak dulu juga
Baca selengkapnya

Dendam Kesumat

Hoshh... hosh... Ambu terus berlari turun dari gunung dan masuk ke hutan yang sangat gelap itu meski sudah mulai kehabisan napas dan juga kedinginan. Paru-parunya bekerja lebih keras dari sebelumnya meski tangan kirinya sudah mulai mati rasa."Sialan! Siluman itu! Aku pasti akan membunuhnya! Bapak, ibu! Maafkan aku! Aku tidak berguna dan justru lari seperti pecundang!" teriak Ambu memecah keheningan hutan disertai dengan tangisan.Koin emas yang diwariskan oleh bapaknya, Ambu simpan baik-baik di dalam bajunya. Tangan kanannya memegang sebuah tongkat besi satunya yang masih berada di luar rumah. Ambu merasa dirinya akan sedikit aman jika membawa sebuah senjata. Ambu juga tak tahu kalo dirinya sedang dikejar oleh puluhan tuyul.Beberapa menit berlalu, stamina Ambu mulai melemah. Dirinya sudah mulai merasa lelah karena berlari dengan membawa tongkat besi yang lumayan berat. Meski tangisnya sudah berhenti, tapi lubang besar di hatinya akan sulit ditutup. Hal itu sangat diuntungkan bagi p
Baca selengkapnya

Lima Bandit Berewokan

Suara arungan seekor singa terdengar tepat beberapa detik sebelum akhirnya Ambu menutup mata. Ambu Radul pun pingsan di hutan karena kehabisan tenaga. Ambu mengira kalo riwayatnya sudah tamat. Namun nyatanya, keesokan harinya Ambu masih bisa membuka lebar kedua matanya itu."Di mana aku?" tanya Ambu pada dirinya sendiri seraya bangkit dari posisinya yang semula telentang.Semburat sinar mentari menghangatkan tubuh yang hampir sepenuhnya dingin. Pandangan Ambu mengamati sekitar dan tahulah Ambu bahwa dirinya berada di sebuah pasar yang baru buka pagi itu. Banyak orang lalu lalang dan hanya memandangi Ambu yang berpakaian lusuh layaknya gelandangan. Hiruk pikuk meramaikan suasana di pasar."Apa yang sebenarnya terjadi semalam? Aku masih hidup?" pikir Ambu memegangi kepalanya yang terasa pusing.Sedikit demi sedikit Ambu ingat akan kejadian yang dialaminya semalam. Ingatannya terputus saat dirinya jatuh pingsan dan mendengar suara auman singa yang keras."Betul juga! Apa mungkin sang sin
Baca selengkapnya

Si Bocah Botak

Tejo mengisyaratkan dengan lirikan matanya pada seorang anak buahnya untuk mengecek keadaan rekannya yang telah tumbang itu. Seorang bandit yang berada di sampingnya langsung menurut dan menghampiri tubuh si rekan yang juga mengenakan baju berwarna cokelat."Dia sudah mati," ucap si bandit berpakaian cokelat beberapa saat setelah mengecek keadaan rekannya.Merasa geram dan dipermainkan oleh seseorang, Tejo mengeluarkan bentakan yang sangat lantang. Dirinya yang memang lumayan jago di dunia persilatan saat itu menjadi murka."Orang gila siapa yang membunuh rekanku dan berani mencari mati denganku, keluarlah!!"Tiga kali Tejo berteriak seperti itu. Namun setelah ditunggu agak lama tetap tak ada seorang pun yang memunculkan diri."Apa mungkin bocah ini yang melakukannya?" terka seorang anak buah Tejo berpakaian abu-abu.Tejo melirik ke arah Ambu berada. Ambu masih tetap tak sadarkan diri dengan tubuh yang babak belur penuh luka dan lebam."Tak mungkin. Pasti ada seseorang yang juga berad
Baca selengkapnya

Satu Lawan Empat

"Apa-apan dia itu?! Kenapa sikapnya sangat berlawanan sekali dengan yang tadi! Apa kita salah orang?" tanya si anak gondrong pada temannya."Dasar bodoh! Dia masih tetap anak yang tadi!" hardik si anak perempuan."Emm.. tapi aneh sekali. Saat bertarung tadi, dia seakan kesurupan dan sikapnya pun sungguh aneh. Tapi sekarang si anak botak itu sangat bersahabat sekali dengan anak itu," pikir si anak perempuan keheranan sendiri dengan perubahan sikap Sibo.Dua anak yang sedari tadi masih berada di atap sebuah rumah masih saja mengintai. Mereka berdua juga mengetahui dengan jelas apa yang terjadi saat Ambu tak sadarkan diri. Si anak gondrong teramat sangat ingin turun dan menemui Ambu yang bersama Sibo. Tapi berulang kali pula rekannya yang anak perempuan cantik itu menghalangi bahkan melarangnya."Sepertinya kita memang harus turun dan menemui mereka berdua," saran si gondrong."Jangan dulu. Misi kita sudah gagal karena ulahmu yang sembrono!" bentak si anak perempuan menyalahkan si gondro
Baca selengkapnya

Satu Lawan Empat (Bagian 2)

Dua orang bandit yang melihat hal tersebut juga langsung bersiaga dengan mencabut celurit mereka masing-masing. Di tempat Ambu, si pimpinan bandit alias Tejo langsung tersentak dan bangkit dari duduk manisnya. Sementara itu, Sibo dengan mata yang hanya warna putihnya saja yang kelihatan, tengah berdiri tegap di belakang Parjo.Tanpa pikir panjang lagi, kini dua bandit berbaju abu-abu ikut membantu Parjo dan mengayunkan celuritnya ke arah Sibo dari belakang. Sibo dengan mudahnya menghindari serangan itu meski tak melihat gerakan dua orang itu di belakang punggungnya. Sibo melompat lalu menendang punggung Parjo sebagai pijakan untuk membuatnya melayang di udara lebih tinggi lagi.Dua bandit berbaju abu-abu kaget bukan kepalang dengan gerakan Sibo. Mereka sebelumnya tak menyangka bocah botak itu bisa melawan.Kini giliran Sibo menyerang. Dia yang tadi berhasil mengelak dari tebasan dua celurit dari belakang dengan terbang di udara sekarang sudah berpijak lagi ke tanah. Sibo menendang sala
Baca selengkapnya

Si Bocah Gondrong

Sibo terdorong cukup jauh dari tempatnya akibat tendangan Tejo. Tak mau kehilangan kesempatan, dua orang berbaju abu-abu bernama Gono dan Renggo menyabetkan celurit mereka masing-masing. Sibo terenyak dan hampir saja tertebas celurit mereka berdua. Namun dengan cepat Sibo mengentakkan kedua kakinya dengan kuat dan melayang ke udara.Sabetan dua celurit itu hanya mengenai angin kosong. Gono dan Renggo terkejut bukan kepalang saat bocah botak itu melayang di atas kepala mereka. Sibo pun langsung saja menendang dengan keras batok kepala Gono dan Renggo bergantian menggunakan kaki kanan dan kirinya. Gono dan Renggo terpental bersama dengan celurit mereka dan tersungkur ke tanah dalam keadaan tak sadarkan diri dengan batok kepala yang sudah bocor. Sibo sendiri menapakkan kedua kakinya lagi ke tanah.Sementara itu, Tejo yang tadi hanya melihat hal itu sembari rehat sejenak semakin dibuat geram. Tejo gerutukan gigi-giginya dengan tangan yang makin kokoh menggenggam goloknya. Sibo yang sudah
Baca selengkapnya

Menuju Desa Renggowa

"Pertarunganmu dengan keempat bandit berewok itu sungguh mengesankan! Aku kagum dengan hal itu, Sibo! Di mana kau belajar ilmu silat dan dari mana asalmu? Aku sungguh penasaran! Kalo kita berdua bertarung, kira-kira siapa yang akan jadi pemenangnya nanti? Ayo kita bertarung sekarang, Sibo! Aku sungguh tak sabar dengan hasilnya!" kata Gon panjang lebar mengutarakan pikirannya yang sedari tadi terbendung."Aku tak paham dengan apa yang kaubicarakan. Tapi bisa tolong lepaskan tanganku? Aku merasa risih dengan hal itu," ujar Sibo tersendat-sendat seakan kehabisan napas. Seketika Gon pun melepaskan tangannya dari tangan Sibo."Oh, maafkan aku. Aku betul-betul gembira bisa bertemu dengan orang seperti kalian. Aku ingin menjadi teman kalian!" ucap Gon yang kini mengutarakan keinginannya."Tunggu sebentar, kau bilang tadi kalo Sibo yang sudah mengalahkan empat bandit sisanya? Dan juga kau sendiri sedari tadi mengucapkan kalo kau punya rekan yang tak mengizinkanmu mendekati kami. Di mana rekan
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status