All Chapters of SEKAR (Gadis yang Dinodai Kakak Ipar): Chapter 31 - Chapter 40

65 Chapters

31. Sikapnya Aneh

Berdeham, kutarik tangan, minum sedikit coba menguasai keadaan. Yandi tampak tak memaksa, dia menggigit burger’nya, aku pun melakukan sama. Kami menghabiskan makanan asing di lidahku itu dalam suasana mendadak kaku. Minum, aku mulai membuka suara menanyakan keadaan mamanya. Yandi bilang Tante Mel sudah operasi dan sekarang keadaannya membaik. “Mama kurusan, tapi ada yang bikin aku senang.” “Apa itu?” “Karena dilarang banyak berpikir ato tegang gitu, sekarang Mama lebih tenang. Kalau negur tuh lembut banget. Kayak Mama terlahir baru, beda jauh sama yang kemarin-kemarin.” Mata Yandi berbinar. “Alhamdulillah kalo gitu, aku ikut senang, Yan.” “Mama sudah pulang, Papa bilang bisa kerja tenang kalau ada M
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more

32. Dirinya

“Oh, ya? Belum tau.” Kuseruput tanpa henti susu soya dingin sampai bunyi, karena isinya langsung kosong. Aku kembali ke lemari pendingin kaca, memngambil sebotol lagi. “Habis apa? Kok kehausan gitu?” Lintang menatapku curiga. “Tadi, naik-turun tangga, lumayan ‘kan?” dustaku sembari memaksakan senyum. “Sekar ...?” “Humm.” “Jadi kalian, maksudku kamu sama Pak Calvin beneran nggak ada apa-apa, ya?” Lintang mengaduk-aduk es teh di gelasnya dengan mulut manyun. “Kalau gitu aku dong yang kalah. Hari libur depan kita belanja? Aku traktir, tapi limit 300 ribu aja, ya. Aku lagi nabung buat married juga.” Aku menggeleng sambil tertawa. “Nggak usah, Lin. Kan aku nggak ada bilang setuju pake taruhan gitu.” “Aku udah janji, Sekar. Janj
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more

33. Kabar Pernikahan Batal

Malam itu berlalu dengan tak satu pun pertanyaan yang berhasil kulontar, semua tersimpan hanya di lubuk hati. Tahu si Kulkas pulang dengan Grab membuatku menduga dia tak ingin orang lain tahu keberadaannya di sini. Ya, biarkan saja tanya-tanya itu mengendap, menjadi misteri, tanpa harus memaksa keadaan. Aku dan dia itu jauh berbeda, bagai singkong dengan keju. Eh, kok diumpamakan jadi makanan, sih? Plak! Waktu yang ditunggu-tunggu. Mengenakan stelan warna terang kumulai hari ini penuh semangat. Pak Madin yang menjemputku, sampai di ruko berlantai dua itu kujumpai keluarga Pak Calvin dalam formasi lengkap, Chacha—calon istrinya juga ada. Sampai di sini aku segera mengerti, kalau diri hanya sebagai pekerja. Kecewa? Sedikit. Namun, aku harus tahu diri untuk tak terbang atas segala perhatian si Kulkas, karena bisa saja diri langsung jatuh, remuk tak berbentuk. Itu
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more

34. Pernyataan Cintanya

“Nah, kaget kan? Kamu pasti belum dengar berita terbaru, itulah juga tujuanku ke sini.” “Tau darimana batal? Bukannya mereka udah sewa gedung? Rancangan undangan itu?” Wajah Lintang tampak santai tuturkan apa yang dia tahu. “Kemarin, aku nggak sengaja nguping. Udah di depan pintu mau antar laporan, eh pas maminya marah perjodohan keempat ini kembali gatot, alias gagal total!” Aku berusaha bersikap biasa, meski rasa terkejut menguasai, tapi kemudian ada lega bersemai di salah satu sudut hati.  “Kamu tau apa jawaban Pak Calvin saat maminya marah?” Wajah Lintang super antusias. Aku menggeleng. “Suaranya tegas, Sekar. Bilang gini, ‘Coba Mami bayangkan, kami nikah tapi untuk nyentuhnya aja Calv gak mau, gak ada rasa. Ini gak bisa d
last updateLast Updated : 2021-09-07
Read more

35. Semua Karena Pak Calvin

Pak Calvin suka padaku …? Rasanya tak percaya. Sepeninggalnya, perlahan aku duduk. Semua keluhan mendadak tak membekas. Ajaib, berkat pernyataan cinta itu aku langsung segar bugar. “Sudah bangun?” Terkejut aku lihat dia kembali masuk, bawa cangkir yang mengepul asap dari permukaannya. “I-iya, Pak. Pusingnya sudah hilang, kayaknya tadi cuma masuk angin,” ujarku gugup. Dia terlihat ragu duduk. Terdiam. “Masih panas, Pak!” Batal minum, Pak Calvin melirikku, tampak salah tingkah. “Itu asapnya masih banyak, tunggu dingin dulu,” ujarku membuatnya menaruh lagi cangkir di meja. “Kamu sudah lama bangun?” tanyanya kaku tapi terdengar sangat berhati-hati.  Belum kujawab seorang karyawati mengetuk.
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

36. Biarkan Aku Terbang Sendiri

Ya Tuhan, ingin sekali kutanyakan lagi bagaimana perasaannya. Namun, aku takut semua akan berubah.  “Baik. Terima kasih, Pak. Semoga Bapak tidak kecewa.” Lihat, senyumnya langsung terkembang. Kubalas dengan senyum lebar yang sama, meski mata ini berembun. Terasa hangat terus menjalar dalam hati. Senyum Pak Calvin tampak lepas. “Fight! Kamu pasti bisa!” Dikepalnya tangan memberiku semangat. Kubalas ikuti gayanya, sampai kemudian kami tergelak. Ah, akan kuingat, ini pertama kali aku dan si Kulkas yang sudah nggak dingin ini tertawa bersama. * Mobil hitam bergerak mengambil parkir di halaman Distro Calvin’s, aku yang akan keluar mencari obat anti mabok untuk perjalanan besok urung bergerak, merasa kendaraan itu sangat ku
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

37. Bos Kulkasku

Done! Tujuh desain yang udah aku scanning dengan applikasi Photoshop berhasil dikirim ke email Pak Calvin, di minggu ketiga di sini aku bisa rutin selesaikan sejumlah sama. Di sela adaptasi dengan teman baru dan kegiatan pembelajaran yang mulai padat. Meski tak diminta bos, aku merasa puas saja bisa lakukan ini. Seperti sebuah tanggung jawab yang hatiku tuntut. Kuliah juga bekerja dalam jarak jauh. “Sudah, Dew?” “Sudah, makasih, ya, Kay. Minggu depan aku nebeng lagi.” “Santuy, kita ‘kan temen, jan segan sama gue.” Aku tersenyum melihat ketulusan sahabat baruku ini.  Ponselku bunyi. “Bentar, ya, Kay.” “Hem, si Cool gak tahan juga enggak nelpon elo,” goda cewe
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

38. Yandi?!

“Pak ini nomor baru saya.” “Ganti nomor? Kenapa?” “Nggak apa-apa, Pak. Mau nomor baru aja.” “Oh.”  “Bapak … nggak nanya lagi?” “Nanya? Nanya apa?” Aih, ngomong sama kulkas kalau bukan masalah kerjaan nggak bakal nyambung! “Eh, enggak kok, Pak. Kalo aja Bapak mau nanya saya sudah makan apa belum.” Kutahan senyum sambil memegang pipi yang memanas. Biarin, dia juga nggak lihat. “Jam segini kamu belum makan?” Tuh, kan dia kaget. “Menurut Bapak?” Dehaman kecil tandanya tak mau jawab. Aku terdiam sambil membulatkan mata, menunggu. Hening di ujung telepon.
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

39. Rumit

“P-Pak … saya-kami-“ Aku tergagap, kalimat pembelaan diri hanya tertahan di tenggorokkan. “Masuk, Pak. Nggak enak kalau cuma berdiri di depan pintu.” Kupelototi Yandi yang menunjuk sofa di ruang tamu untuk Pak Calvin. “Yan, kenapa kamu jadi nggak pake baju? Sana, cepet!” Gemerutuk gigiku mendesis pada Yandi yang kelewat cuek, mendorong bahunya untuk segera bergerak. “Oh.” Dia malah pasang wajah cengengesan. “Bajuku basah, tadi habis kita-“ Menggeram, kudorong bahunya lebih kuat. Yandi seperti sengaja membuat Pak Calvin mengangkat alis, matanya tampak penuh tanda tanya besar. Gemasku bertambah dengar Yandi bersiul ke kamar. Apa sih maunya anak itu?! Kepala dan seluruh kulit mukaku terasa terbakar.
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

40. Kejutan Apa?

Setelah mengabarkan sudah keluar kampus aku dijemput taksi pesanan Pak Calvin, mengantar ke tempat dia sudah menunggu. Tempat asing yang belum pernah kudatangi. Gedung bertingkat tinggi, dan aku sedikit ragu masuk. “Sudah sampai?” Kuhubungi Pak Calvin. “Sudah, Pak ini di bawah.” “Tunggu di situ.” Tak sampai menunggu menit Pak Calvin menghampiri, lalu mengajakku naik lift. Aku mau tanya, apa Pak Calvin nginap di gedung ini, tapi akhirnya memilih tutup mulut. Suasana jadi canggung, saat cuma berdua di ruang sempit ini. Angka 21 yang terlihat menunjukkan lantai yang akan kami tuju. Aku menahan napas. Masuk ruangan serba cream, disambut ruang tamu, lalu tempat menonton televisi berlaya
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status