All Chapters of SEKAR (Gadis yang Dinodai Kakak Ipar): Chapter 41 - Chapter 50

65 Chapters

41. Ibu?!

“… dua … satu … buka mata!” Refleks kuikuti. Pandangan langsung jatuh pada satu titik, di depan pintu itu …?! I … Ibu …?! Mulutku sontak terbuka, mata tak berkedip melihat wanita yang empat tahunan ini tak kutemui. Tubuh Ibu juga seperti terpaku. Matanya membulat menatapku saksama. Lalu memindaiku dari atas ke bawah seperti tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seperti tersentak kesadaranku kembali, saat Yandi menyentuh pundak. “Sekar … ibumu tinggal sama aku, sengaja menunggu kabarmu balik, sebenarnya mau kemarin kami ke sini, tapi baru siap sekarang bertemu,” jelasnya tenang. Dia mengarahkanku maju, mendekati perempuan yang tampak jauh lebih kurus dari saat terakhir kutemui. Jarak dekat, aku dan Ibu saling bersitatap.
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

42. Apa Maksudnya Ini, Yand?!

“Kenapa harus Ibu tahan? Katakan saja, Bu. Sudah lama aku mau tahu alasannya.” Tak sabar melihatnya diam, apalagi mata itu kemudian nyalang melihat ke sini. “Kamu benar mau tahu?” Ibu menggeram. Tubuhku makin gemetar, ini terlalu mendadak. Aku takut tak siap mendengar. Namun, mungkin ini juga kesempatan mengetahui semua. Aku mengangguk. Dari ekor mata tampak Yandi pun terpaku, seakan dia juga ingin tahu. “Menikahlah dengan Yandi. Kamu akan segera tahu jawabannya!” Dadaku menyesak, dengan lidah kelu. Kembali memberi teka-teki, ibu pergi tanpa menoleh lagi. Melihat Ibu meninggalkan ruangan, Yandi mau mengejar, tapi menahan diri sejenak. Dia mundur mendekati mejaku. “Sekar. Jangan biarkan kesombongan m
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

43. Syok!

 “Yan, ini-“ “Nanti kujelaskan,” desisnya sembari merangkul pundakku.  “Hei, Sekar. Pa kabar?” Riri setengah berlari menghampiri kami, menempelkan pipi kiri kanan. “Ih, tambah cantik aja, kalau kita ketemu di jalan bisa-bisa nggak kenal nih.” Tersenyum kecil kujawab kaku. “Masih sama aja, kok, Kak.” Perempuan berdagu lancip ini melihatku saksama.  “Kak Riri juga tambah cantik ‘kan, Sekar?” Melihatku terdiam, Yandi sedikit menepuk punggungku. “Kita sudah punya ponakan cakep,” katanya di dekat telingaku. “Oh, oya …?” Meski tenggorokkan masih kering efek terkejut ini, segera ku kuasai keadaan. Aku nggak boleh bersikap kekanakkan, walaupun sangat ingin histeris memukul Yandi, protes kenapa dia lakukan ini. “Aku sudah jad
last updateLast Updated : 2021-09-08
Read more

44. Rahasia Ibu

Kuusap air mata dengan jari gemetar. Hidupku sudah terlalu rumit, mungkin dengan melihat lelaki yang sudah lama kurindukan itu ada lega yang kudapat. Yandi membuka pintu. Beberapa orang masuk membuat suasana kamar jadi ribut. “Sekar kenapa?” “Sekar ….” “Apa Sekar terlalu kaget sampe begini, Yan?” Suara-suara tanya di antara mereka. Ada yang memberiku minum, mengusap punggung, juga telapak tangan sambil memintaku tenang. “Kenapa Sekar belum ganti baju juga? Penghulu sudah nunggu.” “Tapi bapaknya Sekar belum datang,” sahut yang lain. “Lanjutkan saja. Yandi bisa langsung ijab. Sekar biar tetap di kamar.” Ada suara Ibu di ruangan ini. “Tetap nunggu bapaknya sebagai wali,
last updateLast Updated : 2021-09-10
Read more

45. Dia Sakit?

Pak Calvin …? Sepeninggal Nenek langkahku perlahan mendekati meja itu. Tidak salah lagi. Kututup mulut dengan telapak tangan, menahan rasa terkejut yang masih kuat. Memandang lekat kertas posisi tersandar pada kotak tisu, tanpa berani menyentuhnya. Itu benar aku …! Tadi memang dari jauh sudah tampak itu aku, dan … memang benar adanya. Perempuan berJilbab mengenakan outfit warna kuning pisang tengah tertawa lebar, kepalanya menengadah ke langit, tangan terentang melebar di sisi badan, seperti tengah euforia sebuah keberhasilan. Berhadapan dengan lelaki berkemeja putih yang tatapannya lekat pada wajah si gadis, bibir lelaki itu menyunggingkan senyum tulus. Itu aku dan Pak Calvin ….  Potret yang tampak hidup, seperti foto diambil
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more

46. Rasa Dalam Diam

Cepat kutarik badan. “Aduh … Nek. Maaf, Nek. Sekar sampai nangis gini.” Segera kuusap muka dengan telapak tangan. “Sudah lega?” tanyanya penuh kelembutan memberiku sekotak tisu milik Pak Calvin. Hati terharu, hampir menangis lagi lihat kebaikan Nenek. Di pundaknya tadi memang kulepas semua beban yang terkumpul lama. “Sudah, Nek,” ujarku sambil menarik lengkung senyum. “Mau lanjut nangis masih boleh,” godanya dengan bibir ikut tersenyum lebar. Aku cepat menggeleng. Seperti memiliki hubungan darah, kami terasa sangat akrab. Nenek lanjut ceritakan semua tentang sifat Pak Calvin, masa kecilnya, kebiasaan buruk, dan keistimewaan cucu lelaki satu-satunya itu. Aku larut mendengarkan saksama. Kagum akan ketegaran keluarga ini dalam menghad
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more

47. Aku dan Mereka

“Semua undangan sudah dikirim semua ‘kan?” “Sudah, Bu.” “Dicek sekali lagi, ya.” “Iya, Bu, ini saya coba cek ulang.” Pengecekkan persiapan harus matang, aku beralih pada karyawan lain yang masing-masing diberi tanggung jawab sesuai bagiannya. Gaun, jas, aksesori, kondisi kesehatan para model dari managemen yang bekerjasama, sampai persiapan dekorasi panggung di hari ini sudah siap semua. Kutarik napas lega. Lusa hari yang ditunggu, hatiku makin riuh bergemuruh. Demam panggung bercampur cemas acara tak sesuai harapan membuatku tak berselera makan. Bagun tadi pagi tubuh sedikit meriang, aku minta terpaksa suntik vitamin ke dokter langganan. Hari H acara Calvin’s aku harus sehat. “Sibuk bangaet. Nggak
last updateLast Updated : 2021-09-11
Read more

48. Kuat

Hari terlalui semakin tegar. Senyumku bisa terkulas lepas tanpa siapa pun di sisi. Aku merasa merdeka. Bisa menentukan langkah tanpa terbebani. Perbaiki hubungan dengan Ibu belum berhasil. Nomor kontak Ibu sudah tidak aktif, Yandi pun katanya sudah hilang kontak semingguan ini. Kucoba berpikir positif saja. Hati ini masih katakan Ibu tidak sepenuhnya membenciku. Tetap rutin melaporkan semua kegiatan perusahaan Calvin’s. Foto kegiatan, foto ruangannya, sampai selfie-ku di garmen papinya—saat menghadiri undangan melihat proses pembuatan massal desain terbaruku, dress muslim, ini atas kepercayaan mereka yang membebaskan aku mendesain. Aku juga tengah merencanakan perbanyak desain Coat Blazer untuk pesanan ekspor. Ini awalnya gara-gara kerjakan pesanan Kay. Dia sekarang di London, setelah menikah ikut suaminya yang bekerja di negara Britania Raya. Berhubung si Kay
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more

49. Setitik Rindu Pada Ibu

“Aku nggak yakin kalau Pak Calvin pergi lama buat liburan aja, menurut kamu gimana, Sekar? Masa ninggalin kantor sebegini lama, aneh, ya kan?” Lintang melanjutkan bahas Pak Calvin yang lama menghilang dengan alasan liburan. Dia sudah kuajak duduk di ruangan orang yang tengah kami bahas itu. Dia bicara, sementara otakku masih terbayang cantiknya wanita dalam status Bu Rachel. Sebagai orang dari kalangan atas tak akan sulit untuk Pak Calvin mendapat perempuan sempurna. Tinggal pilih saja mana hati suka. Sedangkan aku siapa? Bod*h sekali ingin menyimpan harap! “Sekar?” Lintang heran melihatku menepuk dahi sendiri. “Eh, kenapa?” Tergagap, cepat coba kusambung apa yang tengah dibahasnya tadi. “Ng, iya sih, aku juga mikir gitu.” Beranjak, kuambilkan air minum kemasan un
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more

50. Menaruh Harap

Gerak jariku jadi cepat, terbawa perasaan kuat. Terselesaikan cepat, sampai ternganga sendiri kulihat hasilnya. Sketsa blouse A line dengan bawahan rok span panjang. Ini desain tercepat yang kubuat. Kekuatan tiba-tiba rindu Ibu ajaib menggerakkannya. Kembali jari mengarsir motif batik pada bagian rok, sementara atasan akan tetap putih polos. Selesai. Ah, pasti Ibu terlihat beda pakai ini. Pernah kembali menghubunginya, tapi tak berbalas. Kuputuskan kali ini kirim pesan, lagi. ‘Ibu jaga kesehatan. Sekar rindu Ibu.’ Pesan singkat yang kukirim dari kata hati terdalam. Hangat dan lega menjalar di dada sesudah menyampaikannya. Meski tak dibalas, paling tidak perasaanku sudah sampai pada
last updateLast Updated : 2021-09-12
Read more
PREV
1234567
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status