Home / Fiksi Remaja / Can You See Me? / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Can You See Me?: Chapter 1 - Chapter 10

92 Chapters

Prolog

Jrengg!!Mengapa kau tak membalas cintakuMengapa kau abaikan rasakuAtaukah mungkin hatimu membekuHingga kau tak pernah pedulikan aku"Berisik woi!" Seru seseorang yang tengah tidur diatas tiga bangku yang di susun memanjang.Seruannya membuat gadis yang baru saja bernyanyi di ambang pintu itu berdecak kesal. Dengan menghentakkan kakinya keras ke lantai, gadis itu berjalan mendekati orang yang tengah tiduran di bangku.Gadis itu menggeret satu bangku sehingga menimbulkan suara decitan. Gitar yang ia bawa di pangku di atas paha.Matanya mengedar menatap sekeliling ruangan kelas XI IPS I itu. Sepi memang karena ini adalah waktunya istirahat. Kemudian gadis itu menurunkan pandangannya menatap lelaki yang tengah tiduran dengan lengan yang di tumpu menutupi matanya.
Read more

Bab. 1

Seorang gadis menguap lebar saat pelajaran sejarah sedang berlangsung. Sontak sebuah tangan seseorang di sampingnya menutup mulutnya. Gadis itu menoleh kemudian menampilkan cengiran lebarnya."Kebiasaan," decak seseorang di sampingnya."Gue lupa, hehe" kekehnya pelan sambil menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal."Lupa terus. Apa sih yang lo inget?" cibir seseorang di sampingnya."Nadiv," jawab gadis itu sambil tersenyum.Seseorang di sampingnya itu hanya menghela nafas. Matanya menatap fokus pada papan tulis yang berisi tulisan. Makin lama dipandang makin pusing karena tulisannya yang terlalu kecil.Seseorang yang bername tag Maudiryn Hermawan itu menggelengkan kepalanya tak habis fikir dengan gadis yang notabene adalah sahabatnya itu. Entah punya muka berapa sampai ia setebal itu menyukai pacar orang tanpa rasa malu. Iya, Nadiv Dirgantara, lelaki yang di su
Read more

Bab. 2

Kata-kata legend ketika didalam kelas diantaranya; bosen nih, jam berapa?, gue ngantuk, gue laper, mudah-mudahan guru gak masuk, emang ada ulangan sekarang?, mampus gue belum ngerjain PR, nyontek dong, punya pulpen dua gak?, lo ngerti gak?, gak paham gue, ke toilet yuk. Poin keenam yang saat ini ditanyakan oleh Nadiv ketika lelaki itu baru saja masuk ke kelas. Matanya menatap heran kepada teman-temannya yang sibuk membolak-balik buku. Mereka tampak seperti sedang belajar.Kemudian ia melihat Rangga dan Didan sedang duduk di bangkunya. Bangku yang sangat strategis. Letaknya di pojok belakang barisan kursi guru. Sangat menguntungkan bagi siswa-siswa yang suka mencontek. Itulah mengapa Nadiv, Didan, dan Rangga memilih bangku itu. Mereka duduk dikursi tiga baris berturut dari belakang.Nadiv menghampiri Didan dan Rangga. Kemudian ia duduk di bangkunya yang paling belakang."Emang ada ulangan sekarang?" tanya Nadiv.
Read more

Bab. 3

"Ralin?"Bukan hanya Rallin, namun semua orang yang ada didalam studio pun menolehkan kepalanya ke arah pintu. Disana, berdiri Didan dengan tampang polos. Cengiran lebar menghiasi bibirnya. Sepertinya ia salah waktu karena sudah mengganggu Rallin dan temannya.Rallin menegakkan tubuhnya dan meletakkan gitarnya di sofa dan berjalan keluar menghampiri Didan."Apaan Dan?" tanya Rallin.Didan tersenyum kikuk. Kepalanya melongok ke dalam pintu. "Gue pinjem Rallin bentar ya?" izinnya pada penghuni studio.Gandi mengangguk seolah memberi izin. "Bawa aja. Asal di balikin," ucapnya.Rallin memberengut kesal mendengar ucapan Gandi. "Lo pikir gue barang!" kesalnya.Setelah itu Didan menarik tangannya pelan. Lelaki itu membawa Rallin menuju taman belakang sekolah. Taman yang sangat jarang di kunjungi. Padahal kalau dilihat, taman ini suasananya sangat tenang. Cocok un
Read more

Bab. 4

Rallin terhenyak. Hatinya nyeri seperti dihantam ribuan belati yang menyesakkan. Lidahnya kelu tak mampu berucap. Matanya menatap nyalang dua insan berbeda gender yang tengah bercumbu dibangku pojok tempat duduk Nadiv. Air mata perlahan turun membasahi pipi mulu gadis berombre ungu itu. Ia tahu, Rallin bukan siapa-siapa Nadiv, tapi jangan lupa kalau gadis itu begitu mencintai Nadiv. Melihat pemandangan itu benar-benar membuat hatinya hancur.Nadiv dan Adelia sempat menoleh. Namun Nadiv menarik tengkuk gadis yang berada dipangkuannya itu dan kembali melanjutkan aksi ciuman mereka yang terhenti karena kedatangan Rallin."Udah liatkan? Mending sekarang lo pulang. Gue anterin," ucap Didan sambil menarik tangan Rallin. Namun segera ditepis oleh Rallin.Rangga menghela nafas. "Masih mau liat? Mau tambah sakit lagi?" tanya Rangga lembut.Jujur, Didan dan Rangga ingin sekali menghantam kepala Nadiv karena tidak ta
Read more

Bab. 5

"Nadiv yang buruk buat lo," ucap seseorang yang berdiri diambang pintu. Semua mata tertuju ke sumber suara.Pandangan Rallin menjadi kabur lantaran cairan bening itu kembali menggenang di pelupuk matanya. Gadis itu menangis lagi. Rangga dan Didan hanya bisa menghela nafas menghadapi orang yang sedang patah hati ini.Orang yang tengah bersender di pintu pun berjalan mendekat ke Rallin. Memotong jarak yang membentang. Kemudian berjongkok di hadapan Rallin. Menatapnya sebentar kemudian menarik gadis itu ke dalam pelukannya. Mengusap pelan kepala gadis itu. Ia bisa merasakan baju seragamnya mulai basah karena air mata gadis itu. Ia tak peduli. Yang penting gadis itu nyaman."Sakit Sen," lirih Rallin semakin mengeratkan pelukannya di tubuh Sendi."Berapa kali gue bilang? Berhenti Lin. Tapi lo nya batu," ucap Sendi sambil mengusap kepala gadis itu. Punggungnya bergetar semakin hebat. Tangisnya semakin pecah.
Read more

Bab. 6

Rallin berjalan malas menuruni tangga. Matanya melirik meja makan, hanya ada mamanya. Bisa dipastikan papanya sudah berangkat bekerja. Rallin berjalan pelan menuju salah satu kursi meja makan. Menariknya lalu duduk. Kepalanya setia tertunduk. Ranti menaikkan pandangannya. Menatap sinis ke arah Rallin. Selanjutnya ia menjatuhkan sendoknya sehingga menimbulkan dentingan yang cukup keras. Rallin tersentak kaget mendengarnya. "Nafsu makan saya hilang karena ada kamu," ketus Ranti lalu melenggang pergi menuju kamarnya.Mata Rallin terpejam erat. Kembali merasakan sesak di dadanya.Jangan sedih, lo udah biasa di kayak giniin. Kebal dong hati, ucapnya dalam hati.Rallin mencoba menaikkan kedua sudut bibirnya. Tangannya men
Read more

Bab. 7

Setelah puas menangis di taman belakang, Rallin memutuskan kembali ke kelas. Jam istirahat akan tiba sepuluh menit lagi.Selama berjalan, Rallin menerawang. Pikirannya kalut. Ia bahkan sempat bertanya pada Tuhan, kenapa hidupnya harus serumit ini? Jika di tanya apakah Rallin lelah? Jawabannya lebih dari lelah. Baginya tidak ada yang lebih menyakitkan dari di benci oleh orang yang dia sayangi. Orang tuanya dan Nadiv. Mereka seolah kompak untuk membuat Rallin semakin rapuh.Rallin sudah cukup sesak menahan semua beban hidupnya. Selama ini tidak ada yang pernah memahaminya kecuali Maudi, Sendi dan seseorang yang saat ini sedang tidak ada di sekolah.Seseorang itu tengah menjalani pertukaran pelajar. Seseorang itu juga sahabat karibnya Nadiv. Bedanya diantara mereka berempat, hanya seseorang itu yang paling pintar. Maka dari itu dia di ajukan untuk pertukaran pelajar dengan SMA Dwingga. Kabarnya dua hari lagi, seseorang itu te
Read more

Bab. 8

Selalu ada yang peduli meskipun ada banyak yang membenci. Percayalah, Tuhan memilihmu untuk merasakan sakit karena Dia yakin kau mampu bangkit ***Rallin memegang kepalanya yang sakit karena terbentur dada bidang di depannya. Dalam hati ia berfikir siapa yang sudah di tabraknya ini. Apa dia Nadiv? Ya, itulah harapan Rallin. Sama seperti film percintaan yang setiap hari di tontonnya. Tiba-tiba Rallin merasakan jantungnya kembali berdegub kencang. Rallin tak berani menengadahkan kepalanya. Ia belum siap menatap mata Nadiv lagi. Tapi kenapa Nadiv tak bersuara sejak tadi? Biasanya lelaki itu akan mengumpatnya."Hai, sayang."Akhirnya ia bersuara juga. Tapi tunggu, ini bukan suara Nadiv. Dia yakin karena dia sudah sangat hafal bagaimana suara lelaki yang di cintainya itu. Lagi pula mana mung
Read more

Bab. 9

Hidup ini tidak adil, jadi biasakanlah dirimu - Patrick Star- ***"Berhenti!" teriak seseorang dari pintu.Ranti menghentikan aksinya. Ia menatap tajam orang yang sudah mengganggu kesenangannya. Rallin diam, ia tak cukup berdaya walau sekedar menoleh. Dengan kasar, Ranti mendorong tubuh Rallin sampai gadis itu terjerembab ke lantai. Kembali menciptakan luka fisik untuk gadis yang kini sudah menunduk terisak. Tanpa berniat melihat siapa yang sudah berani meneriaki Ranti."Mau apa kamu?" tanya Ranti sengit.  Matanya menatap tajam orang yang sudah mengganggu aktivitasnya.Orang itu berjalan cepat menghampiri Ranti. Matanya menyiratkan amarah yang tertahan. Nafasnya memburu. Bahkan urat-urat lehernya
Read more
PREV
123456
...
10
DMCA.com Protection Status