Home / Romansa / Perempuan Kopi / Chapter 1 - Chapter 10

All Chapters of Perempuan Kopi: Chapter 1 - Chapter 10

78 Chapters

Perempuan Penikmat Senja (1)

Perempuan itu berdiri di hadapan seorang laki-laki yang menatapnya khawatir. “Alenna,” ujarnya, “coba dengarkan aku sebentar saja, Sayang.” Tatapnya penuh permohonan. Perempuan bernama Alenna itu bergeming. Matanya yang hitam pekat menatap tajam ke arah laki-laki itu, hingga membuatnya salah tingkah. “A-aku mencintaimu, Al, sumpah!" kembali laki-laki yang bernama Rafael itu berujar; berusaha meyakinkan kekasihnya. Hawa dingin menghantam tengkuknya. Ia bisa mendengar suaranya yang terdengar parau di antara kegelisahan batinnya sendiri. “Aku sangat mencintaimu, Al,” ulangnya kembali–pelan namun penuh kesungguhan. Setidaknya, ia harus berusaha terlihat dan terdengar sungguh-sungguh, walaupun ia sendiri tidak terlalu yakin akan hal itu. Angin dingin terus berhembus di antara keduanya. Angin yang membawa sisa-sisa hujan di bulan Desember yang dengan sukses berhasil membekukan otak Rafael untuk bekerja lebih baik di hadapan Alenna, perempuan yang hampir lima bulan menjadi tunangannya
last updateLast Updated : 2021-08-14
Read more

Sandy dan Sebuah Rencana yang Tersusun  (2)

Airin berbaring di atas ranjang, setelah bersitegang dengan alter ego-nya sendiri. Tidak ada satu sayuran pun yang tersisa di atas lantai, ketika kemarahan merasukinya. Semua nampak busuk! Itu pula yang menjadi alasan baginya tidak menyisakan satu sayuran pun untuk dikembalikan ke dalam lemari pendingin, tapi justru ia lemparkan ke tempat sampah. Hari itu pun, Airin membereskan rumahnya selama 8 jam, setelah hampir 3 hari ia tidak memejamkan mata, merangkai 200 halaman cerita tanpa jeda.Perempuan itu tersentak dari atas ranjang, ketika ia menangkap suara dari lantai bawah. Ia bangkit dari tidurnya, lalu dengan segera berlari menuruni anak tangga menuju ruang tamu. Matanya menangkap sesosok laki-laki tengah menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa seraya memejamkan mata.Airin tersenyum. Lalu menghambur ke arah laki-laki itu. Namun, tiba-tiba ia berhenti – menahan diri untuk tidak mendekat di kala jarak mereka hanya selangkah saja. Suara dengkuran halus terdengar pelan. Nampaknya, S
last updateLast Updated : 2021-08-17
Read more

Lelaki itu Pergi (3)

Airin memasuki sebuah kantor penerbitan. Disapanya beberapa staf yang nampak tidak asing baginya dengan ramah.“Hai, Airy!” Seorang perempuan bertubuh gempal dengan kulit putih menghampirinya. Matanya tampak berbinar. Ada gurat bahagia yang terpancar di wajahnya tatkala perempuan bernama pena Airy itu datang.“Hai, Juli.” Airin tersenyum melihat Juli yang terlihat berbeda dengan kamisol warna kuning gadingnya itu. “Wow, cantiknya…” puji Airin kepada sahabat sekaligus editornya itu.“Ini kamisol baru, loh.” Juli tertawa seraya berputar. “Bagimana, cantikkan?”“Warnanya lembut banget. Dan, cocok banget sama kulitmu,” ujar Airin. “Cantik banget, deh.” Airin mengacungkan jempolnya seraya berdecak.“Cukup membahas kamisolnya, Ry. Aku ingin mengucapkan selamat dulu. Buku terakhirmu diminati banyak orang. Selamat, ya!” ujar Juli antusias.Airin tersenyum. “Terima kasih, Jul. Kalau bukan karena kejelianmu dan promosi yang luar biasa, apalah arti buku-buku yang kutulis. Sekali lagi, makasih, y
last updateLast Updated : 2021-08-17
Read more

Airin dan Mimpi Buruknya   (4)

Asap rokok mengepul memenuhi ruangan. Gelas-gelas sisa kopi berserakan di lantai. Airin terkapar di atas tempat tidurnya. Mata hitamnya menatap lurus ke arah langit-langit kamar. Perempuan itu seolah-olah melihat masa depannya sendiri melalui langit-langit yang berhias bintang-bintang berbahan fosfor itu. Menyaksikan dunia yang dibangunnya runtuh tanpa mampu berbuat apa pun, bukanlah impiannya. Bahkan, tidak ada satu orang pun di dunia ini yang berharap demikian. Airin sama sekali tidak memiliki harapan untuk bertahan, dalam kemelutnya sendirian.Kepergian Sandy menjadi puncak depresinya. Ia merasakan lelah yang teramat sangat. Sepulangnya menginap semalaman di rumah sakit, saat orang-orang menemukannya tidak sadarkan diri di jalan kemarin. Rasa lelah bukan hanya menyerang fisik Airin, tapi juga pikirannya.Di atas pembaringan, Airin menarik napas panjang. Diangkat tangannya tinggi-tinggi. Mencoba menggapai udara kosong di hadapannya. Sedang satu tangan lainnya bermain dengan rokok ya
last updateLast Updated : 2021-08-17
Read more

Sebuah Permintaan (5)

Santa Maria merupakan sebuah rumah sakit kecil dengan bangunan yang tampak suram dan terletak di pinggiran kota. Tidak banyak tenaga medis yang dimiliki oleh rumah sakit itu. Namun, Adrian Keenan, adik Sandy Keenan memilih bekerja di tempat yang ‘katanya’ katanya tidak memiliki masa depan itu. Ia akan dengan senang hati melayani pasien-pasien skizofrenia dengan berbagai macam kondisi yang membelit mereka.Siang itu, setelah bercengkerama dengan beberapa pasien yang datang dengan permasalahan mereka, Adrian duduk di bawah pohon akasia yang berada di belakang bangunan rumah sakit. Laki-laki itu menikmati secangkir kopi, ditemani sebatang rokok yang dihisapnya dalam. “Adrian…” Sebuah suara mengejutkannya. Ia melihat Tania tengah berjalan ke arahnya.“Tania? Wow, ini kejutan.” Adrian berujar seraya tersenyum pada perempuan yang tengah berjalan mendekatinya. Laki-laki itu membuang dan menginjak putung rokoknya.“Aku mencarimu kemana-mana. Ternyata kamu di sini.” Tania duduk di samping
last updateLast Updated : 2021-09-01
Read more

Kedatangan Adrian Keenan (6)

Adrian memutuskan untuk mengikuti keinginan Sandy setelah mengikat Tania dalam sebuah pertunangan. Sejujurnya, Tania sendiri tidak menginginkan skenario seperti ini. Namun, ia tidak bisa menahan kebulatan tekad Adrian untuk pergi ke ibu kota.“Tania, bersabarlah sampai waktu pernikahan kita tiba,” ujar Adrian sore itu yang terlihat tampan dengan jaket levis belelnya.Tania tersenyum masam. “Setialah padaku, jangan pernah sekali pun kamu berani berpaling. Atau kamu akan rasakan akibatnya, Yan.”Adrian tertawa. “Kamu menyeramkan, Sayang. Kenapa, sih, nggak bisa berlaku seperti Taniaku yang manis?”“Sungguh, Adrian. Aku lagi nggak ingin bermanis-manis dengaanmu.”Lagi Adrian tersenyum. “Tapi, kamu tetap terlihat manis, kok. Tenang saja. Aku nggak akan pernah berpaling.”“Janji?”Adrian mengangguk. Mau tidak mau, Tania pun tersenyum. Lalu perempuan itu kembali berujar, “Pergilah, Yan. Jangan terlalu memaksakan diri, ya. Istirahatlah kalau kamu lelah mengemudi.”“Baik, Sayang.”Adrian menge
last updateLast Updated : 2021-09-02
Read more

Adrian dan Logikanya (7)

Siang itu, Adrian duduk di sebuah taman kota, tepat di bawah pohon bungur dengan bunga-bunga merah mudanya yang bermekaran. Mata coklat laki-laki itu mengawasi sekumpulan bocah yang tengah bermain petak umpet di antara bunga-bunga kanna warna merah, kuning dan oranye. Tiba-tiba rasa rindu menghimpitnya. Ia merindukan masa di mana ia, Sandy, serta Airin masih tinggal bersama di rumah tua peninggalan keluarga Keenan. Bukankah semua terasa menyenangkan? Airin berperan sebagai ibu yang sempurna bagi Adrian muda. Sedangkan, Sandy tetap memerankan tokoh sebagai kakak yang selalu cemburu akan perhatian ibu yang tercurah secara berlebihan pada adiknya. Adrian tersenyum. Mengingat penggalan-penggalan cerita yang muncul serupa film pendek dalam pikirannya itu.“Apa kamu sudah bertemu Airin?” Sebuah suara terdengar tepat di sampingnya. Sandy Keenan, kakak laki-lakinya itu telah mengambil duduk di sisi Adrian. Laki-laki itu terlihat tampan dengan hoodie navy berbahan tipis.Adrian mengangguk. “Ja
last updateLast Updated : 2021-09-03
Read more

Ketika Depresi itu Datang (8)

Adrian membereskan botol vipe, sloki, abu beserta putung-putung rokok yang bertebaran di lantai dapur. Laki-laki itu mulai membongkar laci-laci lemari, setelah ia membersihkan lantai dapurnya. Adrian pun dibuat terkesima, ketika matanya menemukan beberapa botol vipe lainnya tersimpan dalam lemari. Dengan perasaan jengkel, adik Sandy Keenan itu mengeluarkan botol-botol yang tersusun rapi tersebut kemudian membuang isinya ke dalam wastafel. Setelah diyakininya tidak ada setetes cairan pun yang tersisa, ia menjinjing botol-botol itu ke halaman belakang lantas dilemparkannya ke dalam bak sampah.Setelah semua dirasa beres, laki-laki itu pun mencuci tangan sebelum kembali ke dalam kamar. Ia berhenti sejenak ketika melewati kamar kakak iparnya. Samar-samar, pemuda itu mendengar suara kegaduhan dari dalam. Sekitar 5 sampai 10 menit, kegaduhan itu pun mereda.“Adrian…” desahnya kemudian, “selamat, ya! Kamu sudah menjerumuskan hidupmu sendiri, demi si gila Sandy,” gumamnya sembari berlalu menu
last updateLast Updated : 2021-09-04
Read more

Ke Mana Sandyku Pergi (9)

Adrian panik tatkala tidak mendapati Airin di rumah, sepulangnya dari rumah sakit. Laki-laki itu berusaha mencari kakak iparnya kesana-kemari, tetapi sosok perempuan bermata indah itu tidak juga ditemukan.Ketika rasa lelah mulai menindihnya. Dokter muda itu pun memutuskan untuk mengecek kembali ke dalam ruang kerja kakak iparnya yang dijadikan sebagai tempat Airin mengurung diri. Laki-laki tampan itu berharap menemukan sebuah petunjuk di sana. Ia melihat ruangan yang berantakan. Sebuah ranjang berukuran kecil di sudut ruang dengan bantal dan selimut bekas pakai teronggok tidak rapi. Adrian menduga, bahwa kakaknya tengah mengerjakan sesuatu sebelum ia memutuskan untuk keluar. Terlihat jelas sekali, karena komputer dalam kamar itu masih menyala.Teeet. Bunyi bel pintu menyadarkan Adrian yang tengah sibuk dengan asumsinya, terkait perginya Airin. Dengan segera, laki-laki itu pun berlari kecil menuruni anak tangga menuju pintu depan. Berharap Airinlah yang menekan bel pintu. Kegelisah
last updateLast Updated : 2021-09-05
Read more

Mimpi Buruk Airin (10)

Adrian mendorong pintu kamar Airin. Ia melihat Airin menangis dalam mimpinya. Dengan cepat Adrian berusaha membangunkan kakak iparnya.“Kak, Kak Rin… Kak Rin, Banguun…” Adrian menguncang-guncang badan Airin. Hingga beberapa menit berlalu, Airin pun berhasil dibangunkan.“Kak… sudah, tidak apa-apa, Kak…” Adrian mengusap wajah Airin yang berpeluh dan bercampur air mata.“Kakak mimpi buruk?”Airin nampak mengatur napasnya, lalu mengangguk.“Aku ambilkan air minum, ya?” Adrian berlalu meninggalkan Airin yang tercenung.“Mimpi itu datang lagi… kenapa, mimpi itu selalu datang akhir-akhir ini?” Airin bertanya dalam hati.Adrian kembali dengan segelas air dan memberikannya kepada Airin. “Minumlah, Kak.”Airin menerima air itu lalu menandaskannya.“Adrian, sudah. Aku tidak apa-apa, kok. Kamu tidur lagi saja,” ujar Airin.“Kakak yakin?”Airin mengangguk. Adrian pun tersenyum, lalu pergi meninggalkan Airin sendiri di kamarnya.Malam itu, Airin dan Adrian sama-sama tidak dapat memejamkan mata. Me
last updateLast Updated : 2021-09-06
Read more
PREV
123456
...
8
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status