Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 71 - Chapter 80

594 Chapters

70. TAKTIK #3

Ucapan itu terbantah dengan cepat.Aku bermimpi di pekarangan vila yang sama, berdiri bersama empat orang berjubah hitam dengan aura pekat penuh nuansa membunuh. Vila itu kini tidak lagi seperti yang kulihat terakhir kali—masih ada sulur merambat di dinding vila, tetapi pekarangannya... itu hal paling mengerikan yang ingin kulihat.Suasananya kelewat gelap. Malam semakin malam, tetapi obor berkobar di sepanjang mata memandang. Pekarangan tidak lagi dipenuhi rerumputan liar, tetapi pasukan cebol tak terhitung bersuara layaknya menggeram kuat. Benakku tertekan. Jantungku berdegup kencang, dan—mendadak waktu melambat. Saat aku menatap sesuatu di dekatku, sesuatu—manusia ... kurasa, tetapi pendek, hanya satu meter. Wujudnya seperti kakek tua yang punya gigi taring runcing seperti iblis, badannya berbulu, sekilas wajahnya seperti  manusia, tetapi juga seperti kera. Kami bertautan lurus, dan tiba-tiba napasku tertahan. Kupikir ini hanya mimpi, tetapi s
last updateLast Updated : 2022-01-07
Read more

71. TAKTIK #4

Aku sudah membanting Lavi, mengarahkan pedang ke lehernya.Dia hampir menuntut, tetapi matanya tercengang melihat air mataku keluar. Bibirku mengatup kuat, sampai aku berniat menggigit lidahku sendiri, dan betapa sesaknya benakku ini, rasanya semakin menjadi-jadi ketika aku harus mengarahkan ujung pedangku ke leher orang yang paling kuinginkan di sisiku.“Kau pengkhianat,” geramku.“Apa maksudmu?” tuntutnya. “Kau bicara apa?”“Tutup mulutmu! Kau bohong! Semua orang selalu bisa menyembunyikan banyak hal dariku. Tapi aku istimewa. Aku tahu aku istimewa.”“Forlan—”“Kau menipuku! Selalu dan selalu! Kapan kau bisa berhenti?!”Sedikit saja—sedikit saja aku menggesek pedang ini, leher Lavi pasti putus. Aku bisa bayangkan bagaimana dia tidak akan membocorkan informasi kami lagi. Dan barangkali raut wajah pura-pura polos itu akan berhenti. Sebentar lagi dia pa
last updateLast Updated : 2022-01-09
Read more

72. TAKTIK #5

Lavi mendesis. “Jesse, cuma ini satu-satunya cara.”Jesse dongkol. “Aku mungkin bukan pendukung Bocah Alam, tapi cara ini menyakitinya. Dan kau tahu apa kemungkinan terburuknya? Dia terbunuh sebelum kau sempat membunuhnya—kau tahu semua itu terlalu berisiko?”Mereka hampir berdebat, persis seperti yang biasa kulihat. Namun, adanya Profesor Merla berhasil membuat mereka berhenti. Sepertinya Profesor Merla baru datang karena meminta, “Ulang dari awal. Buat aku mengerti dengan cepat.”“Cewek ini punya rencana,” kata Jesse. “Seribu kali lebih bahaya.”“Musuh pasti mengincarku,” cetus Lavi. “Aku diincar Erick. Hampir setiap misi. Aku tidak pernah membicarakan ini, tapi, Prof—bahkan untuk sekali saja dia tidak pernah mencoba membunuhku. Dia mencoba membawaku pergi. Dia selalu tahu posisiku, tidak pernah berhenti mencoba merekrut.”Profesor Merla berkedip. &ldq
last updateLast Updated : 2022-01-11
Read more

73. TAKTIK #6

Menyamarkan keberadaan dengan kabut tidak semudah yang dibicarakan.Sekarang aku mengerti mengapa Profesor Merla mengatakan semua ucapan itu sebelum kami berangkat: dia ingin membuatku siap karena Lavi pasti tidak akan mengatakan sepatah kata tentang rencana—meskipun aku juga agak yakin Profesor Merla mengatakan kebenaran tentang selubung putih dan lainnya. Profesor Merla benar-benar menakutkan. Maksudku, dia bisa menjadi bunglon, memihak siapa pun yang dia mau, demi memastikan aku benar-benar selamat. Aku tidak tahu lagi sudah berapa banyak yang dia lakukan hanya demi keberhasilan misi ini.Dan aku bertanya-tanya, mengapa Akshaya memperlihatkan citra-citra itu? Semestinya dia tahu itu hanya membuatku bimbang.Aku ingin memikirkan banyak hal, tetapi kuputuskan fokus pada misi.Separuh perjalananku menuju titik biru, di tengah hutan belantara, akhirnya aku menemukan Reila. Dia duduk di ranting pohon tertinggi. Aku menunjukkan diri—sebelum sempa
last updateLast Updated : 2022-01-13
Read more

74. VILA MONSTER #1

Jesse berjarak sangat dekat dari vila yang mengeluarkan aura mencekam.Saat itu malam sudah menyelimuti sekitar. Selubung putih terasa samar di dekat kami. Jesse di dalam parit. Kalau aku tidak menyadari hawa keberadaannya, mungkin aku dan Reila sudah memutuskan menerobos masuk vila.Tempat beristirahat Jesse lumayan asyik. Cukup sempit. Dalam parit kecil itu kami bahkan tidak bisa meluruskan kaki. Hanya bisa berdiri, jongkok, dan duduk bersila. Kalau pun bisa berbaring, kami akan memenuhi parit.Dan itu yang terjadi.Jesse berdiri dalam parit. Kami tidak bisa masuk karena ada yang berbaring di sebelah Jesse. Tidak sadarkan diri, dan hawa keberadaannya kosong.Keadaan sekitar membuatku hanya bisa berbisik, “Siapa itu?”Reila juga tercengang. “Anak kecil?”Jesse memintaku membantunya membawa keluar mereka berdua. Dan Jesse berhasil membuatku tercengang sampai kehilangan kata-kata. Dia bersama gadis kecil berambu
last updateLast Updated : 2022-01-15
Read more

75. VILA MONSTER #2

Gelembung terbuka. Aku melompat keluar, mengayunkan pedang. Monster itu tidak sempat bereaksi—melompat tepat ke ayunan pedang. Gerakannya masih melambat, membuatku bisa melihat ekspresi terkejutnya yang bagaikan kera.Cras!Darah menyembur. Monster itu terlempar bersama lusinan darah. Jeda itu membuat monster lain terhenti, memandangku. Sedetik, arah serangan mereka tiba-tiba berganti padaku. Jutaan kakek menyerangku. Baru kutinggal berkedip, mereka sudah di pundakku. Gigi runcingnya menggigitku.“AKH!” erangku.Aku menjentikkan jari.Angin kecil berputar, menerbangkan semua monster di dekatku. Debu-debu beterbangan, menguasai ruangan dengan bau lembap luar biasa. Momentum ini ada untukku. Aku bergerak cepat ke monster yang terlempar, mengayunkan pedang.Hujan darah baru. Aku bisa memberi cat baru di dinding.Monster-monster itu bergerak kelewat cepat. Satu hal yang berbahaya: aku makanan favoritnya. Tulang
last updateLast Updated : 2022-01-17
Read more

76. VILA MONSTER #3

Aku seperti terombang-ambing. Mataku bisa melihat Reila.Namun, kesadaranku gagal kembali. Hanya bisa tergeletak lemah. Tepat di atasku, Reila memasang wajah serius sembari mengacungkan pedang. Sorot mata itu tidak bisa lagi dilawan—alisnya bertaut, dan ekspresinya penuh amarah.Kemudian telingaku mendengar suara khas: geraman Ebu Gogo.  Mendadak angin berembus kencang. Sesuatu tertabrak keras. Potongan besi dan kayu beterbangan. Puing-puing bersebaran. Mata Reila agaknya bercahaya.Semestinya aku cepat sadar, tetapi—gagal.Tiba-tiba aku seperti melayang-layang di atas air.Sungguhan. Aku mengapung di atas samudra, dihempaskan ombak dengan tenang. Di atasku, langit dengan mentari hangat khas iklim tropis menguasai alam. Bagian atas tubuhku hangat, bagian bawah tubuhku dingin. Kepalaku terayun-ayun oleh aliran air. Aku tidak pernah merasa setenang ini.Baru saja aku mau bergumam, “Nikmatnya,” saat badai me
last updateLast Updated : 2022-01-19
Read more

77. VILA MONSTER #4

Napasku habis. Rasanya melelahkan.Kami akhirnya berhenti setelah bertemu pintu besi baru. Sepertinya hampir sejauh lima ratus meter dari pintu besi pertama. Dindingnya hampir sama. Bedanya, tidak perlu kartu lagi. Menurut Jesse, hanya tinggal memencet tombol di sisi pintu. Lambang di tombol itu terlihat tidak asing, seperti radioaktif.Sepanjang lorong dilapisi besi campuran. Lantai, dinding, langit-langit—di sekeliling ini—semua besi campuran. Hawanya dingin, tetapi seluruh tubuh kami terbakar adrenalin. Keringat terus bercucuran.Aku ingat bagaimana misi selalu membuat dewan resah. Tiba-tiba aku rindu Layla, bagaimana dia memperingatiku untuk kembali di setiap misi. Aku tak pernah memikirkannya sehebat ini—tentang misi. Keseharian di Padang Anushka terkesan masuk akal. Itu merindukan. Setelah dua kali melewati perjalanan hidup dan mati, aku benar-benar tahu bahwa misi, pada dasarnya, memang pertaruhan nyawa.“Aku tidak kuat lagi
last updateLast Updated : 2022-01-21
Read more

78. VILA MONSTER #5

Kesan pertamaku pada ruang bawah tanah itu: mengagumkan.Hal pertama yang menarik perhatianku: desain ruangan. Dikelilingi dinding tanah asli, dengan lantai berupa batuan yang dihaluskan. Lampu putih tergantung di segala arah, menyinari ruangan dengan cahaya menyilaukan. Ruangan itu seperti bengkel kerja arsitek. Peta besar terpampang di ujung ruangan, lemari, dan rak buku mengelilinginya. Dokumen berserakan di lantai, dan kupikirkan ciri khas mereka yang disebut ilmuwan—atau tim peneliti: ruang kerjanya rusuh.Dan begitu memasuki ruang utama, kesanku berubah.Tempat ini mengerikan.Di sisi kanan terdapat begitu banyak tabung laboratorium. Kupikir itu cuma cairan berisi potongan-potongan tertentu, tetapi Reila hampir muntah ketika melihat dari dekat—dan kusadari aku juga. Jujur saja, aku tidak berpikir itu bisa dilakukan, tetapi melihat cairan hijau berisi taring monster—atau cairan kuning berisi rambut monster—aku pasti gila. Itu
last updateLast Updated : 2022-01-23
Read more

79. VILA MONSTER #6

Kubilang tim lain sedang di perjalanan. Setidaknya, delapan jam lagi.Dan Jesse menemukan berbagai macam informasi. Dia menemukan laptop berisikan banyak berkas penelitian. Kubilang aku tidak mau mengerti itu, dan tiba-tiba dia bilang, “Anak ini darah murni.”Dia meminta kami menghampirinya, melihat laptop. Di sana ada halaman tertentu yang punya foto Falesha beserta keterangan-keterangan khusus. Tertulis sangat jelas tentang darah murni.“Berarti—”“Peneliti ini darah murni juga,” tukas Jesse.“Aku benci gagasan itu,” kataku, jujur-jujur saja.Kuputuskan kembali melihat papan, sementara Jesse menelusuri area lain. Reila lebih tertarik mengikutiku. Jesse yang sudah dipenuhi rasa ingin tahu bukan salah satu yang ingin dia ikuti.Sebenarnya tidak ada informasi berarti lagi di papan, kecuali alur pemikiran si peneliti sinting ini. Jadi, yang kulakukan hanya melamun, memikirkan semua h
last updateLast Updated : 2022-01-25
Read more
PREV
1
...
678910
...
60
DMCA.com Protection Status