Home / Fantasi / Selubung Memori / Chapter 561 - Chapter 570

All Chapters of Selubung Memori: Chapter 561 - Chapter 570

614 Chapters

560. MAYAT AIR TERJUN #8

Ada beberapa hal yang berhasil kuingat tentang Leo yang namanya jarang terucap di kalangan penghuni. Pertama, Isha pernah membicarakannya. Kedua, dia putra kedua Dokter Gelda. Ketiga, dia pacar Mika sampai dinyatakan hilang.Kuakui aku juga terkejut dan tiba-tiba kepalaku bekerja jauh lebih cepat dari yang biasanya terjadi. Kupikirkan Mika, Haswin, Dokter Gelda—momen saat Leo hilang adalah momen yang membuat mereka berubah seratus delapan puluh derajat. Dia hilang, tidak kembali lagi, Haswin merasa bersalah atas kehilangannya, Mika semakin pendiam, Dokter Gelda semakin dipenuhi nuansa berduka setelah kembali gagal melindungi putra terakhirnya—dan ternyata, dia di sini, masih hidup.Setidaknya, untuk beberapa lama lagi.Aku langsung ikut berjongkok bersama Lavi, membuat Lavi sadar dan bisa kembali fokus dari keterkejutannya. Kuanggap aku kurang ajar, tetapi aku menepuk dua pipinya, memaksanya menatap mataku.“Dengar, dia sudah sekarat. Ki
last updateLast Updated : 2024-10-16
Read more

561. MAYAT AIR TERJUN #9

Kondisi Zafar ketika ditemukan sudah tidak memungkinkan lagi untuk kami bawa ke Padang Anushka. Salah satu lengannya putus dan dilihat dari kemungkinan mana pun, setelah membawa Leo di punggungku, aku tidak bisa membiarkan kami terjerumus ke kondisi yang lebih berbahaya karena membawa jasad manusia. Darah Zafar mungkin sudah beku dan hanya jasad tidak bernyawa, tetapi mengingat alam liar yang beberapa hari terakhir bergejolak dan adanya kemungkinan ancaman dari monster, dengan berat hati, aku membuat Lavi memutuskan, “Makamkan di sini.”Kami membuatkannya makam di dekat air terjun.Lavi memberinya setangkai bunga dan batu nisan berukiran namanya. Dia berhasil mengambil pedangnya, yang sudah tumpul—bergerigi di mata pedangnya. Dari semua yang bisa kami identifikasi dari barang bawaannya yang membuktikan betapa dia sudah berjuang di alam liar—kami hanya menemukan pedangnya.Setelah Lavi berdiam cukup lama bersimpuh di depan batu nisan dan s
last updateLast Updated : 2024-10-18
Read more

562. MAYAT AIR TERJUN #10

Perjalanan kembali kami cukup aman untuk beberapa lama—Leo berada di punggungku, masih tidak sadarkan diri dan tak akan terjaga sampai setidaknya kami tiba di Padang Anushhka—Lavi di sebelahku, kami agak berlari melintasi alam liar. Cukup sulit menjaga ritme lari sembari terus mengawasi sekitar, jadi aku meminta Lavi ikut merasakan sekitar. Sebenarnya aku bisa melakukannya sendirian, tetapi selagi ada yang bisa mengonfirmasi yang kurasakan—sekaligus untuk menghindari bermain pahlawan—aku meminta Lavi.Semua berjalan mulus sampai kami kembali bertemu hutan lembap.Hawa membunuh mendadak terasa.Aku dan Lavi sedang dalam kecepatan tinggi, tidak bicara apa pun, dan bila memang ada suara, langkah kaki kami jelas terdengar. Jadi, ketika kecepatan kami tidak lagi di kondisi yang bisa mengerem mendadak, satu-satunya yang dilakukan kami untuk merespons nuansa pekat itu hanya satu: menyerang.Dan datang: gerakan pertama Lavi, plus
last updateLast Updated : 2024-10-20
Read more

563. MAYAT AIR TERJUN #11

Pertempuran kami hanya sekejap, tetapi daya hancurnya begitu luar biasa. Lavi memang cocok untuk pertempuran skala luas.Aku baru menyadari betapa hancur area sekitar kami setelah serangan kilat raksasa dari Lavi. Tanah hancur pecah belah di lokasi jatuhnya petir. Pohon-pohon ada yang terbakar meski tidak merambat. Tanahnya gosong. Sungguh, kerusakan yang ditimbulkan serangan Lavi punya skala lebih besar dari yang kubayangkan.Dua blasteran di dekat musuh sudah tidak bernyawa.Kabar baik dan kabar buruknya, sang musuh ini masih hidup.Kami bisa saja menghabisinya saat itu juga, tetapi Lavi punya ide yang lebih bagus. “Aku mau cari tahu sedikit.”Kami melilit tubuh pria itu dengan sulur, lalu menggantungnya seperti akar gantung. Kata Lavi, “Mirip sarang lebah.” Ya. Sarang lebah yang punya wajah agak hancur. Hidungnya bengkok ke arah salah, tampaknya sudah sulit bernapas. Kalau dibiarkan, dia bisa mati. Jadi, aku meninjunya.
last updateLast Updated : 2024-10-22
Read more

564. MAYAT AIR TERJUN #12

Kami berhenti di pohon Leo. Akal sehat Lavi kembali dengan cepat. Dalam detik berikutnya, dia memintaku menumbuhkan sulur agar bisa menjadi tali untuk mengikat lengan kiriku. Aku melakukannya dan menyaksikan Lavi menghentikan pendarahan dengan cekatan. Mau tak mau aku melihat wajahnya dari dekat dan dia masih bernuansa kaku seolah seberkas dirinya masih terguncang mendapati dirinya bisa melukaiku cukup dalam. Ketika lenganku sudah dililit sulur sangat kuat, Lavi juga meminta, “Dinginkan suhu di lenganmu, buat luka ini membeku.”Aku bahkan tidak memikirkan itu jika tidak dia katakan. Aku membuat suhu dingin di lenganku. Lengan kiriku mati rasa, entah karena beku atau luka.Kurang lebih, suasananya langsung hening. Tidak ada serangan lain. Semua berhenti. Aku juga berhasil bernapas panjang, menyandar ke batang pohon. Kalau pohon ini masih ada, kemampuanku berarti masih bekerja. Lavi di sisiku, membisu, menatap luka di lenganku yang mulai membeku. Sorotnya pen
last updateLast Updated : 2024-10-24
Read more

565. MAYAT AIR TERJUN #13

Dalam waktu sekejap, ratusan monster datang ke tempat kami.Lavi berhasil selamat. Dia menurunkan level tanah, lalu menjerit dipenuhi emosi. Teriakannya memancarkan tombak listrik, yang secara insidental langsung memecahkan kepala monster raksasa yang menimpanya. Dia bangkit, hanya untuk menemukan aku sudah diserang ratusan monster cebol dan puluhan beruang.Aku bisa menumbuhkan pohon raksasa yang mencambuk mereka semua, tetapi mendadak Lavi muncul di belakangku, memeluk punggungku—tiba-tiba dia melilitkan dirinya padaku. Aku hampir protes sampai Lavi bilang, “Berlindung.”Aku mengerti, lalu menurunkan level tanah tempat kami berpijak.Kami meluncur ke bawah seperti sumur. Puluhan meter. Aku mendongak—ada monster cebol yang melompat dan kusaksikan langit mulai mendung. Percikan listrik mengumpul di awan.Aku menutup tanah, membuat sekitar kami gelap.Lalu menaikkan level penutup tanah kami mendorong monster cebol.
last updateLast Updated : 2024-10-26
Read more

566. GEMA PIANO #1

Di tengah situasi mengharukan bukit perbatasan, hanya Isha yang bereaksi menghampiriku, lalu memegang lenganku, membuatku bergidik dan dia menatapku sangat mengerikan. Di titik itu, lenganku terasa perih lagi.“Oh tidak,” gumam Isha.Sebenarnya aku ingin merangkul Bongsor dan mengatakan kalau kini semua bebannya sudah terangkat, tetapi ketika Isha memegang lenganku, kurasakan suatu sensasi yang sudah lama tidak kurasakan sejak rangkaian misi: kelelahan.Kakiku mendadak lemas. Aku ambruk begitu saja, membuat Lavi dan Reila kaget. Mereka langsung menghampiriku. Kubilang, aku tidak apa, dan Isha segera mengucap untaian kata yang tidak kupercaya: “Keringatmu dingin.”Semua langsung bergerak cepat. Dokter Gelda juga bangkit lagi, meski juga dibantu Profesor Merla. Isha meminta bantuan Reila agar aku diangkut ke klinik—bersama Lavi dan Leo. Lavi protes, mengatakan kalau dia bisa jalan, tetapi Isha tak lagi menerima protes. Jadi, ka
last updateLast Updated : 2024-10-28
Read more

567. GEMA PIANO #2

Aku terbangun lagi tengah malam.Ruanganku di klinik gelap. Aku tersadar dengan cara paling normal, dengan alami menoleh ke tempat tidur sebelah. Lavi tidak ada. Tempat tidurnya berantakan. Selimutnya seperti baru menutupi seseorang. Tampaknya Lavi keluar ruangan.Dan benar. Tidak lama kemudian, pintu ruangan terbuka.“Lavi,” panggilku.“Ah? Kau bangun? Maaf, apa aku membangunkanmu?”“Aku baru bangun lagi.”Dia menghampiriku, duduk di kursi ketika aku berusaha bangkit dari tidur. Lavi membantu, menaikkan tempat tidur agar sepertiga bagian menjadi punggung kursi. Aku berhasil duduk. Lengan kiriku rasanya kaku.“Jenderal sudah kembali,” kata Lavi. “Tadi aku mengobrol dengan banyak dewan di lantai dua. Jenderal, Kara, Dokter Gelda, Profesor Merla, Nadir, Haswin. Aku melaporkan semuanya. Apa yang terjadi di misi kita.”“Cara kita menemukan Leo,” kataku.
last updateLast Updated : 2024-10-30
Read more

568. GEMA PIANO #3

Aku bangun lebih siang dari yang kuperkirakan.Mataku terbuka saat aku mencium aroma sosis beku. Perutku terusik—yang tampaknya aroma itu berhasil menggugah lapar dan membuka mata. Di penglihatan pertamaku, aku sudah menemukan gadis manis duduk di kursi sebelah tempat tidur, menyantap sosis beku sembari meringis ceria.“Forlan!” seru Fal. “Forlan bangunnya siang!”“Fal,” kataku. “Jam berapa sekarang?”“Sepuluh.”Aku bangkit secara perlahan. Tempat tidur sebelah sudah rapi. Lavi tidak ada. Dia tidak membangunkanku—dia memang tidak janji melakukannya. Jadi, aku memberi sambutan pada Fal berupa tarikan lembut di dua pipinya dan Fal merengek kalau tidak bisa makan sosis saat aku menarik pipinya begitu. Aku juga ingin ikut makan sosis. Kutanya di mana dia mengambilnya, dan dia menuding pakai telunjuk ke wajahku. “Forlan harus mandi pagi dulu! Kalau tidak mandi nanti sakit!&rdq
last updateLast Updated : 2024-11-01
Read more

569. GEMA PIANO #4

Fal memberikan satu mangkok es krim pada Dokter Gelda—sebagai tanda kalau Fal ingin menghibur Dokter Gelda, dan Fal berkata, “Es krim ini bisa bikin Dokter Gelda senyum lagi, jadi harus dihabiskan.” Anak itu begitu menggemaskan sampai Dokter Gelda tersenyum meminta Fal duduk di pangkuannya. Jadi, tiba-tiba Fal sudah duduk bersama Dokter Gelda dan disuapi es krim.Aku juga kebagian jatah mangkuk es krim bersama Reila. Kubilang pada Dokter Gelda kalau, “Es krim ini buatan Fal.”“Oya?” sahut Dokter Gelda. “Fal membuat es krim?”“Hm-mm,” angguk Fal, semangat.Dokter Gelda memuji sementara aku dan Reila memutar bola mata. “Yah, itu juga berarti kalau dia bisa makan es krim tanpa kenal waktu lagi,” kataku, dan Reila sepakat dengan menambahkan, “Tidak ada gunanya menyembunyikan semua es krim karena dia bisa bikin kapan pun di markas tim tungku.”“Fal tahu waktu
last updateLast Updated : 2024-11-03
Read more
PREV
1
...
5556575859
...
62
Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status