Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 565. MAYAT AIR TERJUN #13

Share

565. MAYAT AIR TERJUN #13

last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-26 14:00:55

Dalam waktu sekejap, ratusan monster datang ke tempat kami.

Lavi berhasil selamat. Dia menurunkan level tanah, lalu menjerit dipenuhi emosi. Teriakannya memancarkan tombak listrik, yang secara insidental langsung memecahkan kepala monster raksasa yang menimpanya. Dia bangkit, hanya untuk menemukan aku sudah diserang ratusan monster cebol dan puluhan beruang.

Aku bisa menumbuhkan pohon raksasa yang mencambuk mereka semua, tetapi mendadak Lavi muncul di belakangku, memeluk punggungku—tiba-tiba dia melilitkan dirinya padaku. Aku hampir protes sampai Lavi bilang, “Berlindung.”

Aku mengerti, lalu menurunkan level tanah tempat kami berpijak.

Kami meluncur ke bawah seperti sumur. Puluhan meter. Aku mendongak—ada monster cebol yang melompat dan kusaksikan langit mulai mendung. Percikan listrik mengumpul di awan.

Aku menutup tanah, membuat sekitar kami gelap.

Lalu menaikkan level penutup tanah kami mendorong monster cebol.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   566. GEMA PIANO #1

    Di tengah situasi mengharukan bukit perbatasan, hanya Isha yang bereaksi menghampiriku, lalu memegang lenganku, membuatku bergidik dan dia menatapku sangat mengerikan. Di titik itu, lenganku terasa perih lagi.“Oh tidak,” gumam Isha.Sebenarnya aku ingin merangkul Bongsor dan mengatakan kalau kini semua bebannya sudah terangkat, tetapi ketika Isha memegang lenganku, kurasakan suatu sensasi yang sudah lama tidak kurasakan sejak rangkaian misi: kelelahan.Kakiku mendadak lemas. Aku ambruk begitu saja, membuat Lavi dan Reila kaget. Mereka langsung menghampiriku. Kubilang, aku tidak apa, dan Isha segera mengucap untaian kata yang tidak kupercaya: “Keringatmu dingin.”Semua langsung bergerak cepat. Dokter Gelda juga bangkit lagi, meski juga dibantu Profesor Merla. Isha meminta bantuan Reila agar aku diangkut ke klinik—bersama Lavi dan Leo. Lavi protes, mengatakan kalau dia bisa jalan, tetapi Isha tak lagi menerima protes. Jadi, ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-28
  • Selubung Memori   567. GEMA PIANO #2

    Aku terbangun lagi tengah malam.Ruanganku di klinik gelap. Aku tersadar dengan cara paling normal, dengan alami menoleh ke tempat tidur sebelah. Lavi tidak ada. Tempat tidurnya berantakan. Selimutnya seperti baru menutupi seseorang. Tampaknya Lavi keluar ruangan.Dan benar. Tidak lama kemudian, pintu ruangan terbuka.“Lavi,” panggilku.“Ah? Kau bangun? Maaf, apa aku membangunkanmu?”“Aku baru bangun lagi.”Dia menghampiriku, duduk di kursi ketika aku berusaha bangkit dari tidur. Lavi membantu, menaikkan tempat tidur agar sepertiga bagian menjadi punggung kursi. Aku berhasil duduk. Lengan kiriku rasanya kaku.“Jenderal sudah kembali,” kata Lavi. “Tadi aku mengobrol dengan banyak dewan di lantai dua. Jenderal, Kara, Dokter Gelda, Profesor Merla, Nadir, Haswin. Aku melaporkan semuanya. Apa yang terjadi di misi kita.”“Cara kita menemukan Leo,” kataku.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-30
  • Selubung Memori   568. GEMA PIANO #3

    Aku bangun lebih siang dari yang kuperkirakan.Mataku terbuka saat aku mencium aroma sosis beku. Perutku terusik—yang tampaknya aroma itu berhasil menggugah lapar dan membuka mata. Di penglihatan pertamaku, aku sudah menemukan gadis manis duduk di kursi sebelah tempat tidur, menyantap sosis beku sembari meringis ceria.“Forlan!” seru Fal. “Forlan bangunnya siang!”“Fal,” kataku. “Jam berapa sekarang?”“Sepuluh.”Aku bangkit secara perlahan. Tempat tidur sebelah sudah rapi. Lavi tidak ada. Dia tidak membangunkanku—dia memang tidak janji melakukannya. Jadi, aku memberi sambutan pada Fal berupa tarikan lembut di dua pipinya dan Fal merengek kalau tidak bisa makan sosis saat aku menarik pipinya begitu. Aku juga ingin ikut makan sosis. Kutanya di mana dia mengambilnya, dan dia menuding pakai telunjuk ke wajahku. “Forlan harus mandi pagi dulu! Kalau tidak mandi nanti sakit!&rdq

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-01
  • Selubung Memori   569. GEMA PIANO #4

    Fal memberikan satu mangkok es krim pada Dokter Gelda—sebagai tanda kalau Fal ingin menghibur Dokter Gelda, dan Fal berkata, “Es krim ini bisa bikin Dokter Gelda senyum lagi, jadi harus dihabiskan.” Anak itu begitu menggemaskan sampai Dokter Gelda tersenyum meminta Fal duduk di pangkuannya. Jadi, tiba-tiba Fal sudah duduk bersama Dokter Gelda dan disuapi es krim.Aku juga kebagian jatah mangkuk es krim bersama Reila. Kubilang pada Dokter Gelda kalau, “Es krim ini buatan Fal.”“Oya?” sahut Dokter Gelda. “Fal membuat es krim?”“Hm-mm,” angguk Fal, semangat.Dokter Gelda memuji sementara aku dan Reila memutar bola mata. “Yah, itu juga berarti kalau dia bisa makan es krim tanpa kenal waktu lagi,” kataku, dan Reila sepakat dengan menambahkan, “Tidak ada gunanya menyembunyikan semua es krim karena dia bisa bikin kapan pun di markas tim tungku.”“Fal tahu waktu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-03
  • Selubung Memori   570. GEMA PIANO #5

    Yasha dan Dalton punya gagasan mengajakku memancing, tetapi aku tidak berminat. Kubilang aku ingin istirahat dan entah bagaimana mereka tidak mencoba memaksa—barangkali mereka melihat perban dan menyimpulkan itu cukup parah. Jadi, Yasha mengurungkan niat karena, “Membosankan kalau cuma berdua. Lebih baik aku mengurus markasku,” dan Dalton bilang, “Kalau begitu aku bantu Bazz memperbaiki beberapa senjata.” Aku tak mengerti apa poin mereka mengumumkan itu, tetapi mereka memang membubarkan diri.Langit agak gelap. Aroma hujan sudah tercium. Fal menggerutu karena dia tidak bisa bermain. Katanya hujan membuat segalanya tidak asyik. Fal sedikit beda dengan diriku yang justru selalu mencari kesempatan keluar saat hujan. Fal justru tidak suka membasahi diri dengan air yang langsung dari langit.“Kenapa tidak suka?” tanyaku.“Kata Layla bisa bikin sakit. Fal tidak mau sakit.”Kasihan sekali kesenangan masa keci

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-05
  • Selubung Memori   571. GEMA PIANO #6

    Forlan, bagaimana kabarmu? Masih ingat Bibi?Bila surat ini sampai ke tanganmu, besar kemungkinan Bibi tidak bisa lagi bicara secara langsung padamu. Bibi ingin menyambutmu yang kembali ke Padang Anushka, jadi Bibi harap surat ini bisa mewakili itu. Bibi akan tinggalkan surat ini di tempat yang paling bisa membuatmu mengingat Bibi. Jadi, anggap saja surat ini sebagai pengganti (haha). Maaf, ya, apa kau sedang sedih saat membaca?Sejujurnya Bibi juga sedang sedih saat menulis (haha).Ini sudah keempat kali Bibi mengganti kertas.Tapi Bibi juga tidak masalah kalau surat ini tidak akan tersampaikan sama sekali karena mungkin Forlan akan tinggal selamanya di Lembah Palapa. Kondisi Padang Anushka sangat kacau untuk generasi penerus. Bibi akhirnya bisa berpikir kalau kepindahanmu itu sesuatu yang sangat bagus karena kau bisa menjauh dari sumber kekacauan tanpa perlu melihat kekacauan secara langsung. Setahun yang lalu, ka

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-07
  • Selubung Memori   572. GEMA PIANO #7

    Surat itu menimbulkan banyak korban lebih dari yang kubayangkan. Reila menangis sampai sesenggukan—persis seperti yang kubayangkan seperti apa aku di matanya saat membaca surat. Aku duduk sendirian membaca keseluruhan surat dari awal sampai akhir, dan masalahnya, aku terus duduk membaca ulang surat itu sampai kesedihanku semakin dalam. Aku sadar kalau tak baik kami terus berlama-lama di ruangan, jadi aku memutuskan menghirup udara segar dan melihat hujan di luar jendela. Di antara aku dan Reila, Fal justru menghibur kami.Alhasil, sepanjang sisa hari aku tak punya minat melakukan apa pun. Kami hanya pulang ke gerha, mengangkat mainan-mainan lamaku untuk Fal. Ada banyak jenis. Robot, miniatur binatang, bahkan sampai bongkar pasang. Sejauh yang bisa kuingat, dulu aku memang suka permainan bongkar pasang. Jauh di dalam kepala, aku ingat kalau pernah bermain adu benteng bersama Bibi. Itu salah satu permainan yang diciptakan Bibi untuk kami. Masing-masing dari kami membuat b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Selubung Memori   573. GEMA PIANO #8

    Dua hari kemudian, aku diizinkan kembali latihan.Lavi bermalam di gerhaku dan memutuskan membuatkan kami sarapan di pagi hari, jadi kami berempat menyantap masakan Lavi sebagai sarapan. Fal selalu suka ketika Lavi bermalam dan membuatkan sarapan. Itu artinya, dia bisa berbuat apa pun dan menyantap apa pun. Lavi begitu memanjakan Fal sampai Reila jengkel dan mengambil es krim dari tangan Fal. “Apanya yang empat hari?”Fal merengek, lalu aku berdeham. Dia diam.“Jangan menakuti anak kecil begitu,” gerutu Lavi.“Dia sudah janji.”“Oya? Kalau begitu, Fal, kemarilah. Ke pangkuanku lagi.”Lavi mengajari Fal betapa sakralnya janji dan betapa dia tidak boleh sampai berbohong pada itu. Fal mengangguk-angguk. Dia selalu dimanjakan Lavi, jadi dia juga menurut pada Lavi melebihi menurut pada Reila.Pada saat Fal duduk di pangkuan Lavi itulah, Fal menceritakan petualangan kami di ruangan Bibi. Itu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11

Bab terbaru

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status