Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 571. GEMA PIANO #6

Share

571. GEMA PIANO #6

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-07 14:00:05

Forlan, bagaimana kabarmu? Masih ingat Bibi?

Bila surat ini sampai ke tanganmu, besar kemungkinan Bibi tidak bisa lagi bicara secara langsung padamu. Bibi ingin menyambutmu yang kembali ke Padang Anushka, jadi Bibi harap surat ini bisa mewakili itu. Bibi akan tinggalkan surat ini di tempat yang paling bisa membuatmu mengingat Bibi. Jadi, anggap saja surat ini sebagai pengganti (haha). Maaf, ya, apa kau sedang sedih saat membaca?

Sejujurnya Bibi juga sedang sedih saat menulis (haha).

Ini sudah keempat kali Bibi mengganti kertas.

Tapi Bibi juga tidak masalah kalau surat ini tidak akan tersampaikan sama sekali karena mungkin Forlan akan tinggal selamanya di Lembah Palapa. Kondisi Padang Anushka sangat kacau untuk generasi penerus. Bibi akhirnya bisa berpikir kalau kepindahanmu itu sesuatu yang sangat bagus karena kau bisa menjauh dari sumber kekacauan tanpa perlu melihat kekacauan secara langsung. Setahun yang lalu, ka

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Selubung Memori   572. GEMA PIANO #7

    Surat itu menimbulkan banyak korban lebih dari yang kubayangkan. Reila menangis sampai sesenggukan—persis seperti yang kubayangkan seperti apa aku di matanya saat membaca surat. Aku duduk sendirian membaca keseluruhan surat dari awal sampai akhir, dan masalahnya, aku terus duduk membaca ulang surat itu sampai kesedihanku semakin dalam. Aku sadar kalau tak baik kami terus berlama-lama di ruangan, jadi aku memutuskan menghirup udara segar dan melihat hujan di luar jendela. Di antara aku dan Reila, Fal justru menghibur kami.Alhasil, sepanjang sisa hari aku tak punya minat melakukan apa pun. Kami hanya pulang ke gerha, mengangkat mainan-mainan lamaku untuk Fal. Ada banyak jenis. Robot, miniatur binatang, bahkan sampai bongkar pasang. Sejauh yang bisa kuingat, dulu aku memang suka permainan bongkar pasang. Jauh di dalam kepala, aku ingat kalau pernah bermain adu benteng bersama Bibi. Itu salah satu permainan yang diciptakan Bibi untuk kami. Masing-masing dari kami membuat b

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-09
  • Selubung Memori   573. GEMA PIANO #8

    Dua hari kemudian, aku diizinkan kembali latihan.Lavi bermalam di gerhaku dan memutuskan membuatkan kami sarapan di pagi hari, jadi kami berempat menyantap masakan Lavi sebagai sarapan. Fal selalu suka ketika Lavi bermalam dan membuatkan sarapan. Itu artinya, dia bisa berbuat apa pun dan menyantap apa pun. Lavi begitu memanjakan Fal sampai Reila jengkel dan mengambil es krim dari tangan Fal. “Apanya yang empat hari?”Fal merengek, lalu aku berdeham. Dia diam.“Jangan menakuti anak kecil begitu,” gerutu Lavi.“Dia sudah janji.”“Oya? Kalau begitu, Fal, kemarilah. Ke pangkuanku lagi.”Lavi mengajari Fal betapa sakralnya janji dan betapa dia tidak boleh sampai berbohong pada itu. Fal mengangguk-angguk. Dia selalu dimanjakan Lavi, jadi dia juga menurut pada Lavi melebihi menurut pada Reila.Pada saat Fal duduk di pangkuan Lavi itulah, Fal menceritakan petualangan kami di ruangan Bibi. Itu m

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-11
  • Selubung Memori   574. GEMA PIANO #9

    Malamnya, Lavi membujukku agar melakukan trik licik pada Reila. Bukan trik yang terlalu rumit, dia hanya meminta bantuanku agar menidurkan Reila lebih dulu dibanding semua orang. Jadi, Lavi mengobrol dengan Reila di sofa tengah saat aku dan Fal bermain kembang api tangan di selasar belakang. Di waktu yang sama, aku harus mengaktifkan kemampuanku dan membuat Reila perlahan tertidur tanpa dicurigai Reila. Kubilang itu agak sulit dan butuh waktu lama, Lavi bilang, “Tidak masalah. Asal jangan ketahuan. Biarkan dia seperti tertidur secara alami.”Perlahan, berhasil. Sewaktu Reila sudah tertidur, Lavi lapor padaku begitu gembira. “Forlan! Berhasil! Reila tidur!”“Kau membuatnya bangun kalau menjerit begitu,” kataku.“Reila sudah tidur?” tanya Fal. “Malam ini Fal tidur sama siapa?”“Reila,” Lavi yang menjawab.“Fal juga mengantuk. Fal mau tidur.”Aku memindahkan Rei

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Selubung Memori   575. GEMA PIANO #10

    Alasan pemulihan lenganku bisa cepat, salah satunya adalah Lavi.Dia sampai membuat modul latihan yang disetujui Dokter Gelda dan Kara yang isinya rangkaian latihan yang harus kulakukan dari jam ke jam. Lavi punya target bahwa dalam tiga hari akurasi panahku kembali. Dan sejauh ini, pemulihan akurasiku sudah cukup bagus. Lengan kiriku bisa menahan momentum busur untuk mengarahkan anak panah ke target. Secara perlahan, dia juga semakin menjauhkan papan target, yang membuat lenganku harus menahan momentum lebih berat. Pada awalnya, akurasiku sangat buruk. Lenganku berat. Namun, perlahan, berkat semua rangkaian latihan itu, efeknya langsung terasa. Aku juga sudah tidak lagi memakai perban. Ajaibnya, luka itu bahkan tidak meninggalkan bekas. Lavi bilang luka yang ada di betisnya juga tidak meninggalkan bekas. Itu kemampuan Dokter Gelda.Dan Lavi berhenti dari tim penelitian blasteran. Tim bedah masih berlanjut, tetapi atas persetujuan Dokter Gelda—bahkan atas saranny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Selubung Memori   576. GEMA PIANO #11

    Suara Mika terdengar.“Kalau kau Dhiena yang pura-pura mengetuk, aku takkan mau bicara lagi. Sudah kubilang aku baik-baik saja. Berapa kali aku harus bilang?”Aku mulai agak ragu setelah mendengar nada bicaranya, tetapi kuputuskan bicara dengan suara sebaik yang bisa kulakukan. “Em, ini aku.”Hening sejenak.“...Forlan?”“Em, ya, aku.”“Dhiena bersamamu?”“Aku bahkan tidak tahu dia di mana. Sumpah. Percayalah.”“Masuklah,” sahutnya, tanpa ragu. “Tidak dikunci.”Aku menarik napas panjang, mengembuskannya, lalu menatap pintu tepat di depanku. Kudorong gagang pintunya, merasakan udara beraroma Mika berembus keluar dan—kain berserakan di lantai. Mika duduk di meja jahit, terdengar suara mesin—dia memakai kacamata, penampilannya lumayan normal untuk orang yang jarang kelihatan dan—aku terdiam menatap sebelahnya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Selubung Memori   577. GEMA PIANO #12

    Mika awalnya sempat menolak ikut, Reila meyakinkannya lagi ketika aku membereskan kain-kain yang berserakan. Sungguh, sejak tadi aku tidak tahan lihat tempat ini berantakan, jadi saat Reila meyakinkan Mika, aku sampai menyelesaikan melipat dan menggulung banyak kain ke tempat asal. Reila sampai menuntut, “Gila. Orang ini malah bersih-bersih. Bantu aku membujuk dia!”“Di sana pasti banyak dewan,” gumam Mika.“Justru kau itu orang kedua yang harus menemuinya setelah Dokter Gelda,” kataku. “Aku ingat di misi pertamaku Lavi tidak muncul saat banyak dewan ada di klinik. Aku kecewa. Aku tidak kenal Leo, tapi mari anggap seperti itu.”“Dia pasti kaget melihatmu sudah secantik ini,” kata Reila. “Ayo.”Akhirnya, Mika mau dan terkejut melihat meja dan lantai di sekitarnya. “Ya ampun, sejak kapan tempat ini jadi rapi? Tunggu, Reila, biarkan aku menata diri.”Aku menunggu di lu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Selubung Memori   578. RODA MIMPI #1

    Ada citra dalam ingatan roh alam yang selalu kuingat.Saat itu malam. Ruangannya gelap, lampu tidak menyala. Aku terlapiskan selimut, di bawah kepalaku ada bantal empuk, kasurnya juga empuk—semestinya aku bisa tidur cepat. Namun, benakku tidak tenang, jadi aku hanya terus berguling ke sana kemari, berusaha mencari posisi yang bisa membuatku mengantuk.Namun, tak ada yang berhasil. Reila sudah tidur di kasur sebelah. Biasanya Reila marah kalau aku tertidur lebih dulu, tetapi kalau dia sudah tidur, dan aku tidak bisa tidur, dia menangis kalau dibangunkan. Kesal dengan diriku sendiri, aku ingin meneguk air. Aku berjalan keluar kamar, lampu ruangan sebagian sudah mati, tetapi aku berhasil sampai di lemari pendingin, mengambil segelas minum, lalu kembali. Sebenarnya meneguk air tidak terlalu berpengaruh, tetapi masih kucoba.Aku mulai menenggelamkan diriku dalam selimut, mencoba tertidur dengan menutup seluruh tubuh. Panas. Ini ide buruk—dan tiba-tiba pin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Selubung Memori   579. RODA MIMPI #2

    Ada jeda beberapa detik kekosongan setelah Leo mengucap kabar soal Ibu.Kepalaku berhenti berproses. Mataku menatap dia begitu kaku. Rangkaian suara berpacu bercampur di benakku. Segalanya berputar-putar. Aku tidak mampu menggapai apa yang sebenarnya terjadi.Apa? Bibi Meri itu Ibu, kan?Ibu... masih hidup?Benakku bergetar. Mustahil.Sulit bagiku menatap Leo. Tiba-tiba apa yang di depanku bukanlah ruangan itu lagi. Tiba-tiba segalanya memudar oleh pendar putih. Aku teringat lagi dengan mimpi terakhir tentang Ibu yang kudapatkan. Ibu... ada di detik-detik terakhirnya. Ibu terkulai lemas di punggung Esgar, tidak bisa lagi bergerak, kesadarannya sudah tipis, dan dia menatapku—yang bahkan tidak benar-benar di sana—dengan sorot yang sudah hampir menutup. Ibu di sana, menggumamkan namaku di detik terakhir. Ibu di sana—menantiku untuk menjemputnya. Ibu sedang menanti.Benarkah mimpi itu bukan sekadar mimpi?Benarkah Ibu me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23

Bab terbaru

  • Selubung Memori   603. UJUNG TALI #9

    Lavi memutuskan agar kami turun sebelum benar-benar tiba di air terjun.Sekitar jam enam kami menapak lagi di permukaan. Napas Reila mulai agak berat. Dia berusaha menyembunyikannya, tetapi sulit baginya untuk bersembunyi dariku dan Lavi. Aku ingat satu gagasan dan aku mengatakannya di depan semua orang. “Aku ingat sewaktu latihan di Pulau Pendiri, kau sebenarnya tidak terbiasa dengan terbang di udara dalam waktu lama. Ada batasnya.”“Oya?” sahut Lavi. “Reila, benar?” Kemudian Lavi kesal menatapku. “Dan kau baru ingat sekarang? Kenapa tidak sejak tadi?”“Biasanya dia oke,” kataku. “Aku baru ingat kami tidak pernah selama ini.”“Aku oke,” sela Reila, mengambil napas. “Aku oke. Sejauh ini aku oke.”“Orang yang menyebut oke tiga kali biasanya tidak oke,” kataku.“Aku sudah melatih ini,” protes Reila. “Aku bisa bertahan l

  • Selubung Memori   602. UJUNG TALI #8

    Lavi bisa sedikit memanipulasi kabut, jadi dia bisa membuat kabut di sekitar menghilang sekejap. Dia mengaburkan kabut di sekitar tangannya agar dia bisa lihat arlojinya. Saat itulah Lavi berkata padaku, “Sudah setengah jam.”Aku belum merasa lelah, tetapi aku turun. Reila juga ikut turun.Kami menapak di dahan besar yang cukup tinggi. Aku menghilangkan kabut di sekitar kami. Lavi turun dari punggungku, menawarkan minum ke semua orang. Reila juga turun dari punggung Leo, menerima air dari Lavi.Leo tidak banyak komentar, hanya berkata, “Aku tidak lelah sama sekali.”“Kau tidak banyak bergerak,” balasku. “Reila?”“Biasa saja. Lebih baik seperti ini. Bisa lebih cepat. Kakak bagaimana?”“Lavi terus membagi energi. Aku tidak terlalu lelah. Kita juga tidak bertemu apa-apa. Tidak ada yang kurasakan juga. Kita menghindari kemungkinan bertemu sesuatu yang bisa ditemukan saat jalan. La

  • Selubung Memori   601. UJUNG TALI #7

    Lavi memeriksa arah, titik koordinat, perkiraan waktu—hingga kapan kami harus istirahat. Formasi kami cukup oke. Aku jelas membawa Lavi di punggung—dan kupikir Reila hanya akan melayang di udara bersama Leo. Namun, Leo punya ide yang lebih oke lagi: dia menggendong Reila.Tentunya Reila menolak. Dia bisa bergerak sendiri dengan membuat dia dan Leo melayang. Dia bisa menggerakkan dua orang dengan cepat mengikutiku. Leo protes. Jauh lebih efisien bila dia meringankan bobot dua orang dalam satu orang. Semestinya Reila yang paling tahu itu bisa lebih mudah dilakukan atau tidak, tetapi Leo yakin itu lebih efektif dan efisien. Lavi dan aku mempertimbangkan itu. Pada akhirnya, tidak ada yang tahu itu bisa lebih oke atau tidak—karena ini pertama kali, jadi keputusan dikembalikan ke mereka berdua. Jadi, Leo mendebat Reila tentang waktu istirahat yang mungkin bisa lebih lama dan formasi yang bisa melebar jika tiga orang bergerak bersama. Dengan dirinya menggendong Rei

  • Selubung Memori   600. UJUNG TALI #6

    Tim pencari bambu kembali dengan beragam laporan. Dalton yang menjadi pembicaranya. “Kami sudah buat jebakan seperti tadi.”“Tadi?” tanya Reila.“Jebakan yang bakal bunyi keras seperti besi dipukul di kejauhan kalau ada yang kena. Jadi, itu bisa membuat kita dan sesuatu yang terjebak itu terkejut. Kami membuat ini di tempat istirahat tadi.”“Inovatif sekali,” komentar Leo. “Siapa yang jaga?”“Tidak ada. Kami semua tidur.”“Lumayan berbahaya,” koreksi Leo. “Besar sekali risikonya.”“Yah, kami tidak berniat tidur lama. Maksimal hanya dua jam,” jelas Yasha, ikut duduk melingkari tungku batu. “Dan kami punya roh alam yang berjaga. Kalau ada Penyihir di timmu, masalah keamanan bakal terjamin.”“Setidaknya, takkan ada monster.” Dalton sepakat.Kami duduk mengelilingi tungku batu, ada pepaya yang dipotong

  • Selubung Memori   599. UJUNG TALI #5

    Haswin dan Dalton bangun cukup mudah. Kupikir Haswin bakal sulit, tetapi dia sudah setengah bangun, jadi Yasha hanya perlu menyiram kepalanya. Matanya langsung terbuka. Dia tersentak, tetapi tidak menuntut. Dia justru memandang kami dan berkata, “Aku ketiduran. Maafkan aku.”Jadi, perjalanan dilanjutkan. Tidak ada yang mengantuk.Medannya masih area hutan dengan jarak pohon lumayan dekat dan semak tinggi, plus permukaan tanah yang tidak beraturan. Haswin berjalan di depan lagi—semata-mata karena kalau dia di belakang, dia bisa saja tertinggal tanpa pernah ada yang sadar. Jadi, yang berjalan di belakang: lagi-lagi Dalton dan aku. Yasha perlu memastikan Haswin benar-benar berjalan meskipun Haswin sudah berjanji, “Aku takkan tidur, sumpah. Aku sudah segar.”Dalton menguap, tetapi masih bisa memerhatikan kompas.Senter masih dipegang Haswin dan Yasha. Kompas Dalton mampu menyala meski cahayanya redup. Aku dikelilingi dua kunang-k

  • Selubung Memori   598. UJUNG TALI #4

    Ternyata aku terbangun sebelum Fin membangunkan.Tempat tidurku lebih lengang dari semestinya. Aku berkedip, mengerjapkan mata untuk mengembalikan kesadaran, dan kusadari Yasha tidak ada di sampingku. Dalton masih ada. Haswin juga. Jadi, aku bangkit, merasakan keberadaan Yasha—benakku sudah dikuasai nuansa aneh—tetapi tidak. Dia dekat.Aku membuka pintu sulur. Yasha duduk di samping pintu, terkejut melihat pintu mendadak terbuka. Dia langsung melompat ke samping, mengarahkan belati ke arahku. Aku juga kaget, melompat, dan kami sadar di waktu yang sama.“Oh, sial, kukira siapa,” kata Yasha. Di sela-sela jarinya ada rokok.“Kau membuatku kaget karena tidak ada di tempat,” kataku. “Dan kau dua kali membuatku kaget karena ujung belatimu tipis kena mataku.”“Jam tiga masih setengah jam lagi,” katanya.“Itu juga kata-kataku.”“Aku tidur, sejujurnya. Bangun sepuluh

  • Selubung Memori   597. UJUNG TALI #3

    Suara Lavi menggema saat arloji hampir menunjukkan setengah satu.[“Kenapa kalian cukup dekat? Kalian tidak istirahat?”]Kujelaskan situasi tim kami kalau waktu istirahat kami sekitar setengah jam lagi. Aku sudah merasakan Lavi berhenti sejak setengah jam lalu—atau barangkali lebih. Aku lebih memusatkan perhatianku pada sekitar dibanding posisi Lavi. Saat aku penasaran dengan posisinya, dia seperti berhenti. Kami semakin dekat.[“Kami sudah buat tempat persembunyian. Cukup aman, tapi untukku yang sudah terbiasa dengan tempat persembunyianmu, aku tidak terlalu suka.”]Aku agak lama terdiam.Semua ucapan Lavi saat kami di Rumah Pohon terlintas di kepalaku. Entah bagaimana obrolan itu membuat caraku memikirkan Lavi sedikit berbeda. Biasanya aku tidak terlalu cemas—maksudku, dia pasti bisa menanganinya. Aku percaya dia bisa melewati banyak hal. Namun, sekarang, rasanya aku tidak benar-benar tenang k

  • Selubung Memori   596. UJUNG TALI #2

    Medan awal kami tidak terlalu mengerikan. Bahkan sesuai dugaanku. Tanah cukup rata. Pohon-pohon juga renggang, tidak seperti hutan alam liar biasanya. Aku bisa merasakan kami ada di area luar gunung. Kami di dataran tinggi normal. Tidak ada area berbahaya yang kurasakan. Hanya seperti alam liar normal.Meskipun begitu, bukan berarti areanya benar-benar datar. Masih ada celah-celah kecil seperti jurang bekas longsor. Biasanya itu bisa dihindari dengan mudah. Sayangnya, gelap. Malam telah menguasai alam liar. Haswin dan Yasha memakai senter sorot di kepalanya. Mereka mengikat senter itu di kepala, lalu mengarahkan itu ke sekitar yang membuat semua kelihatan jelas.“Cahayanya terlalu terang,” kata Dalton.“Kurasa begitu,” ujar Haswin.“Memberi cahaya terlalu terang seperti memberi sinyal musuh.”“Aku tahu itu.” Haswin akhirnya mengecilkan tingkat kecerahan senter.“Kelihatannya kita tidak di

  • Selubung Memori   595. UJUNG TALI #1

    Lavi tidak ingin tertidur sampai jam keberangkatan karena ingin bisa tidur saat di alam liar, jadi dia tetap terjaga—dan aku juga tetap terjaga. Di Rumah Pohon kami saling menenangkan pada apa yang akan terjadi beberapa waktu ke depan.Di satu jam sebelum keberangkatan, kami makan malam di dapur yang jujur saja sudah mirip seperti kamp pelatihan. Dalton memberitahu kami jika punggawa misi akan makan bersama di dapur. Kupikirkan kami hanya seperti di jadwal makan biasa. Duduk tersebar dan menyantap makanan masing-masing. Ternyata tidak. Di dapur sudah ada meja khusus bagi punggawa misi—meja yang membentang lurus dengan banyak makanan tersedia. Itu membuatku melongo dan hampir semua orang sudah di sana. Haswin sampai menuntut saat kami datang.“Cepat duduk! Kami menunggu kalian!”Aku tidak percaya apa yang kulihat. Tempat dudukku di sebelah Lavi dan Dalton. Di depanku ada Leo dan Reila. Leo berkata, “Padang Anushka sekarang ini benar-

DMCA.com Protection Status