Beranda / Fantasi / Selubung Memori / 573. GEMA PIANO #8

Share

573. GEMA PIANO #8

last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-11 14:00:45

Dua hari kemudian, aku diizinkan kembali latihan.

Lavi bermalam di gerhaku dan memutuskan membuatkan kami sarapan di pagi hari, jadi kami berempat menyantap masakan Lavi sebagai sarapan. Fal selalu suka ketika Lavi bermalam dan membuatkan sarapan. Itu artinya, dia bisa berbuat apa pun dan menyantap apa pun. Lavi begitu memanjakan Fal sampai Reila jengkel dan mengambil es krim dari tangan Fal. “Apanya yang empat hari?”

Fal merengek, lalu aku berdeham. Dia diam.

“Jangan menakuti anak kecil begitu,” gerutu Lavi.

“Dia sudah janji.”

“Oya? Kalau begitu, Fal, kemarilah. Ke pangkuanku lagi.”

Lavi mengajari Fal betapa sakralnya janji dan betapa dia tidak boleh sampai berbohong pada itu. Fal mengangguk-angguk. Dia selalu dimanjakan Lavi, jadi dia juga menurut pada Lavi melebihi menurut pada Reila.

Pada saat Fal duduk di pangkuan Lavi itulah, Fal menceritakan petualangan kami di ruangan Bibi. Itu m

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Selubung Memori   574. GEMA PIANO #9

    Malamnya, Lavi membujukku agar melakukan trik licik pada Reila. Bukan trik yang terlalu rumit, dia hanya meminta bantuanku agar menidurkan Reila lebih dulu dibanding semua orang. Jadi, Lavi mengobrol dengan Reila di sofa tengah saat aku dan Fal bermain kembang api tangan di selasar belakang. Di waktu yang sama, aku harus mengaktifkan kemampuanku dan membuat Reila perlahan tertidur tanpa dicurigai Reila. Kubilang itu agak sulit dan butuh waktu lama, Lavi bilang, “Tidak masalah. Asal jangan ketahuan. Biarkan dia seperti tertidur secara alami.”Perlahan, berhasil. Sewaktu Reila sudah tertidur, Lavi lapor padaku begitu gembira. “Forlan! Berhasil! Reila tidur!”“Kau membuatnya bangun kalau menjerit begitu,” kataku.“Reila sudah tidur?” tanya Fal. “Malam ini Fal tidur sama siapa?”“Reila,” Lavi yang menjawab.“Fal juga mengantuk. Fal mau tidur.”Aku memindahkan Rei

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-13
  • Selubung Memori   575. GEMA PIANO #10

    Alasan pemulihan lenganku bisa cepat, salah satunya adalah Lavi.Dia sampai membuat modul latihan yang disetujui Dokter Gelda dan Kara yang isinya rangkaian latihan yang harus kulakukan dari jam ke jam. Lavi punya target bahwa dalam tiga hari akurasi panahku kembali. Dan sejauh ini, pemulihan akurasiku sudah cukup bagus. Lengan kiriku bisa menahan momentum busur untuk mengarahkan anak panah ke target. Secara perlahan, dia juga semakin menjauhkan papan target, yang membuat lenganku harus menahan momentum lebih berat. Pada awalnya, akurasiku sangat buruk. Lenganku berat. Namun, perlahan, berkat semua rangkaian latihan itu, efeknya langsung terasa. Aku juga sudah tidak lagi memakai perban. Ajaibnya, luka itu bahkan tidak meninggalkan bekas. Lavi bilang luka yang ada di betisnya juga tidak meninggalkan bekas. Itu kemampuan Dokter Gelda.Dan Lavi berhenti dari tim penelitian blasteran. Tim bedah masih berlanjut, tetapi atas persetujuan Dokter Gelda—bahkan atas saranny

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-15
  • Selubung Memori   576. GEMA PIANO #11

    Suara Mika terdengar.“Kalau kau Dhiena yang pura-pura mengetuk, aku takkan mau bicara lagi. Sudah kubilang aku baik-baik saja. Berapa kali aku harus bilang?”Aku mulai agak ragu setelah mendengar nada bicaranya, tetapi kuputuskan bicara dengan suara sebaik yang bisa kulakukan. “Em, ini aku.”Hening sejenak.“...Forlan?”“Em, ya, aku.”“Dhiena bersamamu?”“Aku bahkan tidak tahu dia di mana. Sumpah. Percayalah.”“Masuklah,” sahutnya, tanpa ragu. “Tidak dikunci.”Aku menarik napas panjang, mengembuskannya, lalu menatap pintu tepat di depanku. Kudorong gagang pintunya, merasakan udara beraroma Mika berembus keluar dan—kain berserakan di lantai. Mika duduk di meja jahit, terdengar suara mesin—dia memakai kacamata, penampilannya lumayan normal untuk orang yang jarang kelihatan dan—aku terdiam menatap sebelahnya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • Selubung Memori   577. GEMA PIANO #12

    Mika awalnya sempat menolak ikut, Reila meyakinkannya lagi ketika aku membereskan kain-kain yang berserakan. Sungguh, sejak tadi aku tidak tahan lihat tempat ini berantakan, jadi saat Reila meyakinkan Mika, aku sampai menyelesaikan melipat dan menggulung banyak kain ke tempat asal. Reila sampai menuntut, “Gila. Orang ini malah bersih-bersih. Bantu aku membujuk dia!”“Di sana pasti banyak dewan,” gumam Mika.“Justru kau itu orang kedua yang harus menemuinya setelah Dokter Gelda,” kataku. “Aku ingat di misi pertamaku Lavi tidak muncul saat banyak dewan ada di klinik. Aku kecewa. Aku tidak kenal Leo, tapi mari anggap seperti itu.”“Dia pasti kaget melihatmu sudah secantik ini,” kata Reila. “Ayo.”Akhirnya, Mika mau dan terkejut melihat meja dan lantai di sekitarnya. “Ya ampun, sejak kapan tempat ini jadi rapi? Tunggu, Reila, biarkan aku menata diri.”Aku menunggu di lu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • Selubung Memori   578. RODA MIMPI #1

    Ada citra dalam ingatan roh alam yang selalu kuingat.Saat itu malam. Ruangannya gelap, lampu tidak menyala. Aku terlapiskan selimut, di bawah kepalaku ada bantal empuk, kasurnya juga empuk—semestinya aku bisa tidur cepat. Namun, benakku tidak tenang, jadi aku hanya terus berguling ke sana kemari, berusaha mencari posisi yang bisa membuatku mengantuk.Namun, tak ada yang berhasil. Reila sudah tidur di kasur sebelah. Biasanya Reila marah kalau aku tertidur lebih dulu, tetapi kalau dia sudah tidur, dan aku tidak bisa tidur, dia menangis kalau dibangunkan. Kesal dengan diriku sendiri, aku ingin meneguk air. Aku berjalan keluar kamar, lampu ruangan sebagian sudah mati, tetapi aku berhasil sampai di lemari pendingin, mengambil segelas minum, lalu kembali. Sebenarnya meneguk air tidak terlalu berpengaruh, tetapi masih kucoba.Aku mulai menenggelamkan diriku dalam selimut, mencoba tertidur dengan menutup seluruh tubuh. Panas. Ini ide buruk—dan tiba-tiba pin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • Selubung Memori   579. RODA MIMPI #2

    Ada jeda beberapa detik kekosongan setelah Leo mengucap kabar soal Ibu.Kepalaku berhenti berproses. Mataku menatap dia begitu kaku. Rangkaian suara berpacu bercampur di benakku. Segalanya berputar-putar. Aku tidak mampu menggapai apa yang sebenarnya terjadi.Apa? Bibi Meri itu Ibu, kan?Ibu... masih hidup?Benakku bergetar. Mustahil.Sulit bagiku menatap Leo. Tiba-tiba apa yang di depanku bukanlah ruangan itu lagi. Tiba-tiba segalanya memudar oleh pendar putih. Aku teringat lagi dengan mimpi terakhir tentang Ibu yang kudapatkan. Ibu... ada di detik-detik terakhirnya. Ibu terkulai lemas di punggung Esgar, tidak bisa lagi bergerak, kesadarannya sudah tipis, dan dia menatapku—yang bahkan tidak benar-benar di sana—dengan sorot yang sudah hampir menutup. Ibu di sana, menggumamkan namaku di detik terakhir. Ibu di sana—menantiku untuk menjemputnya. Ibu sedang menanti.Benarkah mimpi itu bukan sekadar mimpi?Benarkah Ibu me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • Selubung Memori   580. RODA MIMPI #3

    Sebenarnya tak lama setelah Reila berhasil tidur, pintu gerha kami diketuk. Aku tidak mau menggunakan kemampuanku hanya untuk memeriksa siapa di luar. Toh, aku tidak berniat membuka pintu. Dia mengetuk lagi—kuhargai caranya untuk bertamu karena dia tak memencet bel. Itu artinya, dia tahu kondisi kami. Aku tetap diam, dan tiba-tiba pintu kaca belakang yang sekarang diketuk.“Aku sudah dengar beritanya,” kata Dalton. “Aku bersama Yasha. Aku tahu sulit menerima semuanya. Mau seberapa kacaunya dirimu, kau tidak pernah sampai menutup dirimu seperti ini. Jadi, kalau kau butuh seseorang untuk bicara, kami ada di sini. Kami di sini sampai jam makan malam.”Aku diam, tidak menjawab. Aku duduk di sofa tengah, Reila tidur lelap di pangkuanku, jadi aku tidak ingin bergerak. Di luar masih cerah, sehingga aku bisa lihat siluet mereka dari balik tirai. Mereka tidak berusaha mengintip ke dalam, cuma berdiri, terdiam beberapa saat, lalu duduk di selasar. F

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25
  • Selubung Memori   581. RODA MIMPI #4

    Keesokan paginya, setelah berhasil terbangun cukup normal, kami dipaksa menyantap piring-piring penuh masakan Lavi. Reila tidak bermimpi apa pun, tetapi entah bagaimana caranya dia merasa ditenangkan. Kubilang aku tidak melakukan apa-apa dan dia tidak mau percaya.“Lavi memberitahuku kalau Ibu masih hidup,” gumam Reila. “Kak, aku—aku sulit percaya. Kalau tahu begini, harusnya aku patroli sejak lama.”“Kalau kau saja berpikir begitu, bagaimana dengan Bibi Merla atau Jenderal yang terus berkeliaran di alam liar? Mereka selalu patroli, tapi tidak menemukan Ibu. Kurasa takkan ada yang berubah meski kau patroli sejak lama.”Saat itu Lavi masih mandi. Lagi-lagi di gerha kami. Fal masih belum pulang. Kurang lebih hanya kami yang menyantap setumpuk makanan Lavi.Reila menatapku. “Kakak tidak menyesal?”“Karena?”“Tidak tahu Ibu selama ini masih hidup.”“Aku me

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-27

Bab terbaru

  • Selubung Memori   613. HUTAN BEKU #1

    Pencarian tetap dilanjutkan. Timnya tetap. Jadi, Lavi bertahan denganku di ruangan itu sampai setidaknya aku bisa bergerak lancar lagi. Semua orang percaya Lavi tidak akan membuatku melakukan hal aneh-aneh, dan kuakui itu benar. Hanya dengan melihat Lavi yang kacau saja, aku tahu tidak akan bisa aneh-aneh—meski hal yang kulakukan tadi tidak kurencanakan untuk berakhir seaneh itu.Aku hanya menyandarkan punggung di gundukan tanah, dan Lavi duduk di sisiku. Kurang lebih, kami hening beberapa saat.“Aku,” kata Lavi, “tahu kau takkan kenapa-kenapa.”“Ya,” kataku.“Tapi tadi... aku merasa bakal kehilanganmu. Aku takut.”“Ya.”“Jangan membuatku jantungan lagi. Aku tidak suka melihatnya.”“Ya,” kali ini aku berjanji.Tubuhku sudah lumayan ringan. Setidaknya, kembali seperti sebelum aku melakukan rangkaian pelepasan energi besar. Jadi, alih-alih L

  • Selubung Memori   612. GUA TEBING #9

    Reila berniat menyergahku dengan beragam pertanyaan—sudah kelihatan dari wajahnya, tetapi kubilang, “Lavi.”Aku hanya menyebut namanya, tetapi Lavi mengerti. Dia mendekat ke Reila yang membuat Reila heran, tetapi Lavi tidak menunggu tuntutan Reila karena sudah meminta Reila menjauh dan berkata, “Jangan terlalu banyak menuntut pada orang yang berusaha menggapai informasi. Aku bisa mengerti kau ingin bertemu ibumu, tapi sebagai tim dan sebagai orang yang dipercaya, aku harus menahanmu.”Reila semakin ingin menuntut, tetapi aura Lavi mendadak menajam.Kurang lebih itu dirasakan Profesor Merla dan Leo juga.“Lavi, jangan terlalu menekannya,” kataku.“Maaf,” kata Lavi.Aku mengulurkan lengan seperti berusaha menggapai sesuatu. Di depanku hanya ada dinding tanah, tetapi aku tetap di posisi itu dan mulai memejamkan mata. Kurasakan aliran energi di sekitar. Kurasakan aura Ibu. Kurasakan juga aura

  • Selubung Memori   611. GUA TEBING #8

    Tidak lama kemudian, Leo dan Jenderal muncul dari kegelapan gua.Aku sudah duduk bersama Reila di tumpukan batu. Begitu menyadari Leo dan Jenderal yang kembali, Reila langsung mengangkat kepala. Namun, mendapati ekspresi yang dibuat Leo, kami semua tahu jawabannya.“Tidak ada,” Leo tetap menjelaskan.“Tidak ada petunjuk juga?” tanya Nadir.“Kami belum sedetail itu mencarinya. Hanya memasuki ruangan terdekat. Bagian dalamnya benar-benar gelap. Tidak ada penerangan. Tapi udara masih ada. Kita masih bisa bernapas normal. Kemampuan Helvin tidak sepenuhnya hilang—dan... ya, masih ada kemungkinan Bibi Meri ada di bagian dalam. Bibi Meri mampu merasakan ujung lain gua. Mungkin dia berjalan menelusuri itu.”Aku tahu Leo bermaksud menenangkan kami dengan gagasan itu.Namun, aku juga tahu apa yang sudah kupikirkan. Kemungkinannya sangat kecil Ibu bisa menelusuri gua gelap yang bahkan belum pernah dia kunjungi&

  • Selubung Memori   610. GUA TEBING #7

    Pintu gua itu lebih mirip seperti cekungan tanah raksasa yang menjorok ke dalam. Bebatuan raksasa menutupi sebagian besar pintu masuk, jadi kesimpulan itu tepat: pintu gua ini tertutup. Dan sangat rapi seolah bukan dengan bebatuan, tetapi dengan tanah yang berbentuk sama seperti pola dinding tebing sekitarnya.Bagian dalamnya gelap. Sangat gelap. Aku seperti melihat kegelapan yang berniat menelanku. Pintu masuk gua hanya terbuka sebagian. Itu artinya, cahayanya juga sangat minim. Hanya bisa masuk sekitar setengah pintu masuk gua. Cahayanya hanya bisa mencapai beberapa meter dari mulut gua.Lavi sedang duduk di bagian dalam gua, tidak jauh dari bebatuan yang jatuh bersama Nadir. Jenderal dan Leo tidak ada batang hidungnya. Lavi melihat kami yang tiba di mulut gua, dan dia langsung berdiri, mengulurkan tangan padaku yang berdiri di mulut gua. Aku tidak bergerak, hanya menatap kegelapan di dalam gua. Lavi langsung memelukku.“Bersabarlah, jangan berpikir aneh

  • Selubung Memori   609. GUA TEBING #6

    [“Forlan, darurat. Turunlah saat kau sudah bisa lihat tebing.”]Aku sudah bisa melihat keberadaan tebing di kejauhan. Hanya saja, belum sempat aku bertanya mengapa Lavi meminta seperti itu, kurasakan Lavi memudar. Semakin sering kami terhubung, aku juga semakin mengerti seperti apa rasanya saat Lavi tak lagi memusatkan fokusnya untuk terhubung. Ketika kami terhubung, Lavi rasanya seperti melekat di kepalaku. Namun, saat komunikasi telah terputus, Lavi seperti meleleh. Aku tahu dia tidak akan menyahut.Tebing itu terlihat tidak terlalu tinggi hingga aku melihat bawah. Kusadari permukaan tanah sudah turun jauh. Tebing itu masih buram karena jarak, dan ketika sudah mulai terlihat wujudnya, suara Fin menggema di kepalaku.[“Aku tidak bisa lebih dekat lagi.”]Itu sudah membuatku terkejut. Jadi, tiba-tiba aku menghentikan gerakan—aku hanya melayang di udara. Falcon mendadak berhenti, yang juga ikut membuat P

  • Selubung Memori   608. GUA TEBING #5

    Semestinya kami meneruskan perjalanan, tetapi Profesor Merla menyebut gagasan bagus: “Lebih baik kita tunggu koordinat. Rasanya sia-sia kalau kita sudah berjalan jauh, tapi akhirnya juga akan lewat jalur udara.”“Kita setuju pakai jalur udara?” tanyaku.“Aku setuju,” kata Reila, langsung.“Itu lebih efisien,” kata Profesor Merla.“Baiklah, aku juga setuju,” kataku.Maka kami beristirahat melebihi waktu yang direncanakan. Wilayah sekitar kami tampaknya bukan pedalaman hutan. Pepohonan memang banyak, tetapi tidak terlalu seperti kedalaman hutan. Pohon-pohonnya cenderung lebih pendek dan tak terlalu lebat. Batangnya barangkali besar, tetapi jarak antar pohon lumayan lengang. Kurasa aku mengerti mengapa tim Lavi bisa sampai berpikir sedang mengitari area gunung. Wilayah ini memang tidak seperti jalur memasuki gunung.Kami duduk di bebatuan yang tertutup semak tinggi. Bebatuan besar juga

  • Selubung Memori   607. GUA TEBING #4

    Sekitar setengah jam kami berjalan, ketika kami menelusuri hutan belantara yang kiri kanannya hanya semak tinggi, Reila terbangun sepenuhnya.Dia bergumam di bahuku. “Kak?”Aku menoleh, melihat matanya terbuka. Profesor Merla juga melihat. Kami berjalan beriringan. Begitu Reila membuka mata, kami langsung tahu. Lagi-lagi di antara semua yang bisa Reila ucapkan sebagai kata-kata sambutan, dia memutuskan berkata hal menyedihkan, “Maaf. Aku pasti menghambat.”“Bicara apa kau ini?” balasku.“Karena aku tidur, Kakak berangkat belakangan.”“Kau bermimpi soal itu?”“...tidak.”“Berarti kau tidak tahu apa yang terjadi. Jangan menyimpulkan sendiri.”Dia terdiam. Profesor Merla tidak bicara. Aku masih menggendong Reila.Lalu setelah beberapa waktu, setelah Profesor Merla menghalau rerumputan tinggi yang menghalangi jalur kami—dan aku memberit

  • Selubung Memori   606. GUA TEBING #3

    Profesor Merla bilang aku juga perlu istirahat, jadi aku memejamkan mata sejenak—berharap tidak tertidur, dan ternyata aku tertidur. Aku yakin tidak tertidur. Kesadaranku masih tersisa ketika mataku terpejam. Apa yang kulihat hanya gelap, tetapi ketika aku membuka mata lagi, Profesor Merla bilang, “Cepat sekali tidurmu. Kupikir kau bakal tidur sampai jam sembilan.”“Apa?” Aku langsung bangkit. “Sekarang jam berapa?”“Hampir delapan.”Kesadaranku benar-benar langsung kembali. Entah bagaimana caranya aku sudah berbaring di pangkuan Profesor Merla di sisi kiri—dan aku mendapati Reila di sisi kanan. Profesor Merla tersenyum.“Tenang,” katanya. “Selama kau bisa tahu posisi Lavi, kita bisa menyusul dengan cara apa pun. Kita bisa lewat udara seperti kalian. Istirahatlah.”Itu memang benar. Aku mengendurkan kesiapanku lagi.Profesor Merla masih belum berhenti terseny

  • Selubung Memori   605. GUA TEBING #2

    Tim Lavi berangkat sekitar sepuluh menit sejak keputusan keluar. Mereka berangkat dengan empat orang: Jenderal, Nadir, Lavi, Leo. Mereka akan berjelajah sesuai ingatan Leo dan melaporkannya secara berkala ke kepalaku. Lavi kali ini tak kelihatan cemas atau dihantui ketakutan, dia hanya tersenyum seperti biasa, bahkan sempat berkata, “Jangan merindukanku. Jangan mencemaskanku.”“Tutup mulutmu, beri aku jimat,” kataku.“Tidak mau. Kalau terlalu sering nanti tidak istimewa lagi.”Aku cemberut. Dia tertawa. Lalu dengan gerakan tak terduga, dia mendekat dan mengecupku. Kejadian itu berlalu sangat cepat sampai aku hanya bisa bereaksi dengan mengangkat alis. Dan dia tidak berniat menegaskannya lagi karena sudah bangkit dan melambaikan tangan. “Dadah, Kuda Putih.”Lavi melakukan hal sama—menoleh ke belakang dan melambaikan tangan hingga lenyap ditelan barisan pohon. Bedanya, kini dia tersenyum lebar.Ak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status