Beranda / Fantasi / Selubung Memori / Bab 581 - Bab 590

Semua Bab Selubung Memori: Bab 581 - Bab 590

594 Bab

580. RODA MIMPI #3

Sebenarnya tak lama setelah Reila berhasil tidur, pintu gerha kami diketuk. Aku tidak mau menggunakan kemampuanku hanya untuk memeriksa siapa di luar. Toh, aku tidak berniat membuka pintu. Dia mengetuk lagi—kuhargai caranya untuk bertamu karena dia tak memencet bel. Itu artinya, dia tahu kondisi kami. Aku tetap diam, dan tiba-tiba pintu kaca belakang yang sekarang diketuk.“Aku sudah dengar beritanya,” kata Dalton. “Aku bersama Yasha. Aku tahu sulit menerima semuanya. Mau seberapa kacaunya dirimu, kau tidak pernah sampai menutup dirimu seperti ini. Jadi, kalau kau butuh seseorang untuk bicara, kami ada di sini. Kami di sini sampai jam makan malam.”Aku diam, tidak menjawab. Aku duduk di sofa tengah, Reila tidur lelap di pangkuanku, jadi aku tidak ingin bergerak. Di luar masih cerah, sehingga aku bisa lihat siluet mereka dari balik tirai. Mereka tidak berusaha mengintip ke dalam, cuma berdiri, terdiam beberapa saat, lalu duduk di selasar. F
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-25
Baca selengkapnya

581. RODA MIMPI #4

Keesokan paginya, setelah berhasil terbangun cukup normal, kami dipaksa menyantap piring-piring penuh masakan Lavi. Reila tidak bermimpi apa pun, tetapi entah bagaimana caranya dia merasa ditenangkan. Kubilang aku tidak melakukan apa-apa dan dia tidak mau percaya.“Lavi memberitahuku kalau Ibu masih hidup,” gumam Reila. “Kak, aku—aku sulit percaya. Kalau tahu begini, harusnya aku patroli sejak lama.”“Kalau kau saja berpikir begitu, bagaimana dengan Bibi Merla atau Jenderal yang terus berkeliaran di alam liar? Mereka selalu patroli, tapi tidak menemukan Ibu. Kurasa takkan ada yang berubah meski kau patroli sejak lama.”Saat itu Lavi masih mandi. Lagi-lagi di gerha kami. Fal masih belum pulang. Kurang lebih hanya kami yang menyantap setumpuk makanan Lavi.Reila menatapku. “Kakak tidak menyesal?”“Karena?”“Tidak tahu Ibu selama ini masih hidup.”“Aku me
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-27
Baca selengkapnya

582. RODA MIMPI #5

Leo berbeda dengan Irene dan Niko yang benar-benar harus menjalani masa pemulihan dan menjauh dari segala bentuk garis depan. Di mataku, meski fisiknya cukup kurus dan jelas bakal membuat tim tungku prihatin, dia punya bola mata yang masih dipenuhi bara api pertempuran. Barangkali itu juga disadari Dokter Gelda—atau Isha, atau siapa pun yang merawatnya. Cara Leo menatap sesuatu, bola mata itu mengingatkanku akan hewan buas yang siap menerkam mangsanya kapan pun. Barangkali itu efek berada di alam liar selama tujuh tahun.Jadi, Leo sudah tahu semuanya. Dokter Gelda dan Isha menceritakan semua yang terjadi di Padang Anushka sejak dia hilang. Dia tahu apa yang terjadi setelah kedatanganku, mulai kedatangan Falesha, pengkhianat, sampai Irene dan Niko. Aku tidak tahu dia sudah tahu sejauh blasteran atau tidak, tetapi dia menyebutnya sekali. “Aku juga sedikit tahu tentang manusia setengah monster.”Dia mulai menjelaskan apa yang terjadi padanya setelah meny
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-11-29
Baca selengkapnya

583. RODA MIMPI #6

Setelah mendengar kabar tentang Ibu, fakta penghuni yang hilang di danau Pulau Pendiri itu sebenarnya kurang memiliki daya kejut, tetapi aku tetap terkejut.Aku teringat semua larangan Dokter Gelda tentang danau Pulau Pendiri dan tiba-tiba aku mulai mencocokkan semuanya. Dia yang paling memperingatiku dan Lavi soal terombang-ambing di danau. Dia yang paling menentang saat kami sering berduaan di danau kano. Dan sejauh yang kuingat, Dokter Gelda juga jarang sekali kutemui di danau—bahkan sekadar di pinggirnya meski klinik tepat di depannya.Kurasakan sekarang semua punya arti.Dokter Gelda kehilangan putrinya di danau itu.“Dia masih tujuh tahun sewaktu hilang,” kenang Leo. “Dia marah pada Ratu Arwah kenapa baru memperbaiki pelindungnya saat itu. Kalau dia bisa lebih cepat memperbaiki pelindungnya, mungkin kami tidak perlu kehilangan ayah dan kakak kami. Dia lepas dari pengawasan. Dia berlayar sendirian di danau itu.”S
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-01
Baca selengkapnya

584. RODA MIMPI #7

Begitu kami keluar ruangan, di ruang tengah hanya tersisa tiga orang.Dokter Gelda, Mika, dan Lavi. Kurang lebih, Lavi langsung berdiri melihat kami keluar. Kurasa kami keluar dengan cara cukup normal. Aku mengangkat alis, mengulas senyum kecil—yang bisa membuat Lavi berhasil berekspresi lega. Kami menghampirinya. Dan Lavi ternyata belum benar-benar menghapus kecemasannya. Dia berdiri di depanku, memegang pipiku. “Oh tidak, aku tahu kau sangat kacau.” Dan dia memelukku. Aku tak mau bohong, aku menggapainya.Setelahku, Lavi memeluk Reila.“Kau sudah tahu semuanya sekarang, Forlan?” tanya Dokter Gelda.Harusnya aku memikirkan kondisi Ibu, tetapi melihat Dokter Gelda—tanpa sadar membuatku teringat soal putrinya. Dia kehilangan putra-putrinya—suaranya yang itu masih menggema jelas di kepalaku. “Lumayan,” jawabku.“Keadaan ini sulit dipercaya,” dia menggeleng.“Kalian kelihat
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-03
Baca selengkapnya

585. RODA MIMPI #8

Aku pergi ke makam Ibu karena di sanalah satu-satunya bagian Ibu tersisa. Reila tidak ingin ikut. Dia ingin menjemput Fal. “Makam membuatku merasa aneh. Rasanya Ibu benar-benar sudah meninggal,” katanya.“Jangan melakukan hal tidak perlu saat aku tidak ada,” kataku.“Selama ini kita juga sering terpisah,” erangnya, “jangan cemas berlebih.”Jadi, aku tetap bergerak. Lavi tidak membiarkanku sendiri. Dia tidak bilang apa alasannya tetap menempel, tetapi kubilang padanya, “Aku tidak apa-apa. Tidak ada yang perlu kau cemaskan. Percayalah padaku. Kau boleh meninggalkanku.”“Jangan salah,” balasnya. “Berhenti berpikiran buruk. Sebelum tahu kabar ini pun, aku sudah bersamamu sepanjang waktu. Ini hal normal. Kalau kau berpikir ini bukan hal normal dan kau pikir aku bersamamu karena mencemaskanmu, berarti memang ada hal yang kau tidak ingin aku tahu.”Logika berpikirnya kadan
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-05
Baca selengkapnya

586. RODA MIMPI #9

Sorenya, untuk pertama kali sejak tahu air terjun belakang gerhaku adalah wilayah Aza, aku memasukinya. Aku tak pernah memasukinya lagi sejak mengerti identitas asli kemampuanku. Namun, kini, aku tidak bisa menahannya lagi. Tak ada bukti kalau Aza terlibat di kejadian ibuku, tetapi dia pasti tahu sesuatu. Aza selama ini seperti itu. Dia menyembunyikan banyak kebenaran.Jadi, dengan impulsif aku menembus pepohonan. Suara air terjun semakin besar. Nuansanya semakin segar. Lavi tidak tahu. Dia masih di gerha bersama Reila dan Fal. Aku bergegas, dalam sekejap langsung menemukan air terjun dengan mata air asli. Suaranya keras, tetapi juga menenangkan. Kepalaku langsung didesak oleh nuansa segar dan aku melihat bunga berkilau biru bermekaran di tempat yang bisa membuatnya semakin indah. Dalam sekejap, ketika aku berdiri di dekat air terjun dan merasakan cipratan air, aku bisa merasakan keberadaan Aza di mana-mana.“Aza!” seruku.Suaraku agak tertutup air t
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-07
Baca selengkapnya

587. BENANG BUNGA #1

Saat itu siang bolong. Cuacanya lumayan panas, suara jangkrik terdengar di tengah hari, angin jarang berembus, tetapi itu tidak menghentikan anak kecil berlari penuh semangat, sangat kencang dengan wajah gembira. Dia keluar Balai Dewan—yang saat itu masih disebut asrama—berlari melewati jalur penghubung, terus lari meski ada orang yang menyapanya, di tangannya ada buku tulis dan dia melaju kian kencang setelah memasuki kompleks gerha. Dia berbelok dengan kecepatan tinggi ke gerha pertama di sebelah kanan, membuka pintu, dan menjerit, “IBU! IBU!”Dia masih berlari sampai menemukan Ibu di ruang tengah.Cuaca panas di luar semestinya juga membuat ruangan itu panas. Namun, itu tidak terjadi. Ruangan tengah gerha Ibu justru sangat sejuk. Ibu membuka pintu belakang, membuat pemandangan langsung terbuka. Ibu menanam banyak tanaman dan bunga di halaman belakangnya. Halamannya juga berdekatan dengan pohon di pinggir air terjun. Itu membuat angin segar da
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-09
Baca selengkapnya

588. BENANG BUNGA #2

Aku terbangun ketika mendengar suara pintu dibuka. Mataku segera terbuka dan melihat sumber suara. Lavi berjalan membawa cangkir.“Oh, maaf, aku tidak bermaksud membangunkan,” katanya.Mataku silau—bukan karena Lavi, tetapi karena dari jendela kamar, cahaya seperti menerobos dari celah tirai. Di luar sudah sangat cerah. Aku tidak memasang jam di kamarku. Aku tidak terlalu tahu waktu. Lavi meletakkan cangkir minum, lalu duduk di sisi ranjang. “Istirahatlah selama kau bisa istirahat,” katanya.Aku menggeleng. “Jam berapa sekarang?”“Sebelas.”“Berapa lama aku tidur? Hari apa sekarang?”“Hampir sembilan jam,” jawabnya, lancar. “Jam tidur normal, sebenarnya. Aku membawakan minum. Hangat. Minumlah.” Dia menyodorkan cangkir itu. Aku bangun, meneguknya. Hanya air mineral biasa.“Aku... seperti terdisorientasi,” ungkapku, setelah meletakkan c
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-11
Baca selengkapnya

589. BENANG BUNGA #3

Lavi perlu memastikan keadaan lenganku yang cedera sebelum kami benar-benar berangkat misi. Jadi, mumpung tak ada siapa-siapa di gerha selain kami, Lavi membiarkanku panahan. Sebenarnya aku sudah yakin lenganku baik-baik saja. Tak ada lagi keluhan yang kurasakan. Aku juga sudah berhenti mengonsumsi obat dari Dokter Gelda—aku hanya terus menyantap madu Tara. Sungguh, madu Tara terasa beda dari yang lain. Lavi bahkan mengakuinya. Lebih enak dan membekas.Jadi, aku memanah. Lavi mengamatiku.Kurang lebih, dia puas. Dari lima puluh lima percobaan, tiga panah meleset dari titik pusat target. Aku kurang puas, tetapi Lavi memuji. “Impresif. Lenganmu pulih! Aku senang sekali!” Dia memelukku. “Angkat aku.”Aku mengangkatnya dengan lengan kiri seperti menggendong Fal, dan Lavi menjerit penuh tawa. Kuputuskan berputar-putar dan Lavi semakin brutal tertawa, tangannya melilit leherku terlalu kuat, jadi kami sama-sama menjerit meski dengan maksud
last updateTerakhir Diperbarui : 2024-12-13
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
555657585960
DMCA.com Protection Status