Home / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Chapter 71 - Chapter 80

All Chapters of Pasutri Jadi-jadian: Chapter 71 - Chapter 80

185 Chapters

71. Cinta dan Logika

Nuning lekas mengganti baju Cheongsam dengan bajunya begitu waktu sewa sudah habis. Lalu melanjutkan pencariannya yang belum pasti dengan tatapan bingung, sambil menutupi hidungnya dengan satu tangan. Menghalau aroma di sekitarnya yang bisa kembali merangsang mual. Tanpa menyadari Vincent selalu mengikutinya di belakang, sambil memperhatikan semua yang dia lakukan. Saat bahu Nuning bersenggolan keras dengan seorang pengunjung, tangan Vincent refleks terulur, namun ditariknya kembali saat Nuning terlihat tak bermasalah dengan itu. Wanita itu melanjutkan jalan-jalannya dengan santai. Sesekali Nuning melipir ke pinggir hanya untuk memijiti kakinya. Vincent menghela napas mengawasinya.Langkah Nuning terhenti begitu mendengar musik Ghuzeng sedang diputar di sebuah tenant. Dia tersenyum seraya bersedekap. Lalu matanya terpejam, seakan begitu menikmati alunan musiknya yang terasa syahdu. Sambil mengelusi perutnya dengan sepenuh sayang. Melihatnya, hati Vincent terasa dicubit-cubit.
Read more

72. Sang Perencana

Sesuai dugaannya, Siska terbelalak melihat Nuning memasuki kamar Vincent seperti memasuki kamarnya sendiri. Setelah Nuning keluar dengan membawa kunci, perempuan itu lekas memepetnya ke tembok dengan setengah mendorongnya. Secara refleks, Nuning memegangi perutnya. Menjaganya dari benturan yang tak diinginkan. "Memangnya Vincent mengizinkanmu sampai seperti ini?" desak Siska dengan sorot ketidaksukaan yang kian menyala."Saya cuma disuruh, kok. Nggak percaya, tanya langsung Pak Vincent aja," sahut Nuning enggan diintimidasi.Siska bisa melihat sorot melawan dalam tatapan Nuning. Dia mulai sadar, Nuning tak selugu yang ia pikir. Entah kenapa ia sudah tak menyukai pembantu Vincent satu ini sejak awal bertemu. Mungkin ia tak suka terhadap cara Nuning menatapnya, seakan si pembantu ini bisa begitu jelas menangkap maksud terselubungnya mendekati Vincent. Ya, selain untuk bekerja sama, Siska memang ingin menjadikan Vincent sebagai kekasih. Apa salahnya, mereka kan sama-sama
Read more

73. Cinta Tak Harus Saling Memiliki

Jaka turun dari mobilnya dan menatap rumah Nuning dengan jantung berdegup hebat. Kilasan masa lalu tiba-tiba muncul memenuhi benaknya. Janur kuning yang melengkung dan sebuah tenda biru pernah berdiri dengan cantik di halaman rumah ini, sekitar dua belas tahun lalu, saat pernikahannya dengan Nuning. Hatinya seketika dicubit-cubit sakit oleh kenangan yang masih saja terus mengganjal. Sulit baginya untuk menerima kenyataan pahit harus kehilangan Nuning pada akhirnya, tepat saat Jaka mulai menyadari betapa berartinya dia. 'Aku mencintaimu, Ning,' bisiknya dalam hati. Kalimat yang belakangan ini kerap diucapkannya bagai sebuah mantra penyembuh luka, setiap kali hatinya tengah dicabik sesal.  "Permisi ...," sapanya sambil melongok ke dalam rumah yang pintunya tak ditutup rapat. Jaka mendorongnya, menemukan sosok Bu Parmi yang sedang menonton televisi. Namun dengan sorot mata kosong. Seakan pikirannya sedang terbang ke tempat lain. Jaka melepas sepatu, lalu melangkah masuk un
Read more

74. Simpati Mengalahkan Benci

Nuning tak menampakkan batang hidungnya saat tiba makan malam. "Ning ...!" panggil Vincent seraya melirik ke lantai atas. Ditunggunya beberapa menit, tapi tak ada tanda-tanda kemunculan wanita itu sehingga Vincent menaiki tangga dan mengetuki pintu kamarnya yang tak dikunci. Vincent memang melarang Nuning menguncinya, kecuali saat sedang butuh privasi seperti sedang mandi atau ganti baju. "Buat jaga-jaga kalau ada kondisi darurat, misalnya aku sedang membutuhkanmu untuk menyetrika bajuku, padahal kamu sedang tertidur pulas dan sulit dibangunkan hanya melalui ketukan di pintu," katanya dulu. Alasannya tentu saja sukses bikin Nuning mengerutkan kening. Contoh kondisi darurat yang sungguh aneh, seorang Vincent kan punya lusinan stok pakaian yang sudah rapi di lemarinya? "Ning ...?" Vincent seketika menelan kembali suaranya demi melihat wanita itu sudah tidur dengan posisi meringkuk seperti bayi. Lalu menggelengkan kepala melihat tirai jendela yang belum juga ditutup, padah
Read more

75. Pertengkaran

Nuning mendorong pintu ruang kerja Vincent. "Bu Siska, pesan bakso ya? Sudah datang nih," katanya memberi tahu Siska yang terlihat asyik dengan pekerjaannya.   "Iya, kamu panasin lagi ya kuahnya," jawab Siska tanpa menoleh. Nuning menghela napas sabarnya sambil menutup pintu. Aroma kuah bakso itu amat menyiksanya, tapi ia tak punya alasan yang cukup untuk menolaknya. Mau tak mau, Nuning menahan napasnya kuat-kuat selama proses memanaskan kuah. Tak butuh waktu lama mendidihkannya, tapi bagi Nuning rasanya seperti setahun! Nuning menuangnya ke mangkuk lalu menghidangkannya di meja makan. "Banyak amat sih yang dia beli," gerutunya melihat tiga bungkus bakso yang dibeli Siska. Lalu diam-diam nyengir ..., kalau dalam kondisi normal, dia sanggup menyikat habis semua bakso ini. Sayangnya dia sedang hamil muda sekarang, kondisi bisa berbalik drastis. Hanya mencium aromanya saja, justru isi lambung Nuning yang bisa-bisa disikat habis. "Bu Siska, baks
Read more

76. Masih Trauma

"Vin, aku ...," Nuning tiba-tiba speechles. Lalu menunduk. 'Cukup, Ning. Pembelaan dirimu hanya akan memperburuk keadaan,' dalam hatinya menasihati diri sendiri. Nuning menggigiti bibir, menunggu saja penghakiman dari Vincent."Naiklah ke kamarmu," ujar Vincent datar.Nuning terperangah menatap pria itu, tanpa mampu membaca sorot matanya. Lalu menoleh kepada Siska yang masih memegangi pipinya sambil menunduk. "Aku ..., tak sudi minta maaf padamu," desisnya sambil lalu. Kemarahan dalam suaranya cukup jelas didengar oleh Siska maupun Vincent. Vincent mengekori Nuning yang sedang menaiki anak tangga dengan tatapannya. Setelah memastikan Nuning kembali ke kamar, Vincent menatap Siska. "Sudah kubilang kan, urusi saja apa yang menjadi urusanmu?" tegurnya terlalu to the point."Vin, ... aku tadi menegurnya karena---""Aku saja tak pernah menegur tentang pekerjaannya.""Bukan soal pekerjaan, Vin. Tapi, attitude
Read more

77. Membangunkan Macan Tidur

"Baiklah! Aku akan membawanya ke Rumah Sakit. Kamu tenanglah ...," ujar Vincent seraya memegangi kedua sisi pundak Nuning dan setengah mengguncangnya untuk mengendalikan emosi wanita itu. "Semua baik-baik saja," bisiknya lembut seraya menatap Nuning dalam-dalam. Saat Nuning balas menatapnya, dia lekas berkata lagi, "Naiklah ke atas, istirahatlah. Aku akan membereskan semuanya," angguknya meyakinkan. Lalu membantu Nuning berdiri dan memapahnya naik tangga. Setiba di lantai atas, Vincent lekas menggendong tubuh lemah wanita itu ke dalam kamar, meletakkannya ke ranjang dengan hati-hati, lalu menyelimutinya.“Istirahatlah dulu, jangan ngapa-ngapain. Biar nanti aku saja yang membereskan kekacauan di dapur,” ucapnya sambil menepuk-nepuk wajah Nuning yang pucat.“Bawa dia ke Rumah Sakit, dia ..., berdarah .... Selamatkan dia,” ujar Nuning sambil terisak.Vincent menghela napas dalam-dalam. Dia tahu, bukan Siska dan darahnya yang mengguncang Nuni
Read more

78. Jangan Pergi Dariku

Nuning masih menangis dalam kamarnya. Petaka di hari pernikahannya dengan Jaka hari itu menyulut kembali kegelisahannya yang terdalam. Mengaduk-aduk emosinya. "Vincent kok baik banget sih jadi orang? Aku takut lama-lama jadi suka sama dia. Seperti aku dulu menyukai Jaka, padahal sudah ada Erna di hatinya. Sekarang, Vincent juga sudah punya Siska. Aku nggak boleh suka sama dia! Tapi, kalau dia selalu baik kayak gitu, lama-lama aku bisa ...," Nuning semakin tersedu-sedu dalam tangisnya. "Aku tahu ujungnya bakal gimana. Akulah yang bakal sakit hati. Aku juga yang akan terisiksa kedua kali karena selalu salah mencintai," isaknya terdengar nelangsa."Stop, Ning! Jangan nangis, nanti bayimu bisa dengar dan ikut sedih, nanti bisa mempengaruhi pertumbuhannya," bisiknya kepada diri sendiri sambil mengusapi perutnya. Lalu menyibak selimutnya. Membuka-buka lemari, menyambar baju-bajunya dan dimasukkan ke dalam kopor. "Aku harus menjauhi Vincent, aku nggak boleh lama-lama di sini," gumam
Read more

79. Takut Jatuh Cinta

Jimin menggerutu karena Jaka tak jua mengangkat panggilannya, meski sudah berkali-kali dihubungi. Lalu garuk-garuk kepala. Mau tak mau, dia membuka tas Nuning untuk mengambil ponselnya. “Maaf ya, Ning. Kondisi darurat, aku nggak bermaksud lancang membuka-buka barang pribadimu,” gumamnya sambil mencomot sebuah benda pipih dari dalam tas. “Jiaah, hapenya malah modyarr!” Jimin geleng-geleng kepala sambil mencari-cari stop kontak untuk mengisi daya ponsel milik Nuning. Lalu menunggunya sambil mengisi formulir. Sementara Nuning sedang diinfus di dalam.Beberapa menit kemudian, Jimin menyalakan ponsel itu. “Untung nggak dikunci-kunci segala,” desahnya lega sambil mengecek nomor kontaknya. Tertegun melihat cuma ada lima nomor yang tersimpan di sana, “Dokter Jinot, Dokter Viona, Jimin, Mas Bambang, Vincent,” gumamnya saat membaca daftar kontak. Kemudian Jimin mengecek isi aplikasi pesan untuk mendapatkan informasi, dan menemukan puluhan
Read more

80. Tetaplah Bersamaku

Vincent membeku di tempatnya. Tangisan Nuning terasa begitu menyakitinya. Tangannya terkepal erat, membayangkan dirinya sedang berhadapan dengan Jaka. Jika pria pengecut itu tak bisa menikahinya, kenapa harus menghamilinya?! Ingin sekali Vincent meninjunya. Bahkan rasanya, pukulan saja tak akan cukup untuk membalas seluruh rasa sakit yang diderita Nuning akibat ulahnya.Tiba-tiba, Vincent direjam rasa bersalah yang mencekik. Teringat akan sikapnya yang sudah tak adil kepada Nuning. Yang terang-terangan memperlihatkan sikap ketus dan rasa jijiknya begitu mendengar berita kehamilannya. Padahal, Nuning pun tak mengharap dirinya seperti itu. Masih teringat olehnya, tatapan sedih sekaligus tegar wanita itu kala memohon kepadanya, "Vin, maafin aku. Aku nggak tahu tentang ini, sungguh. Apa kau akan mengusirku? Kumohon jangan, demi bayi ini. Izinkan aku tinggal. Aku, ... tidak punya tempat lain lagi."‘Demi bayinya’ ..., bahkan wanita itu tak lagi memikirk
Read more
PREV
1
...
678910
...
19
DMCA.com Protection Status