Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / 72. Sang Perencana

Share

72. Sang Perencana

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Sesuai dugaannya, Siska terbelalak melihat Nuning memasuki kamar Vincent seperti memasuki kamarnya sendiri. Setelah Nuning keluar dengan membawa kunci, perempuan itu lekas memepetnya ke tembok dengan setengah mendorongnya. Secara refleks, Nuning memegangi perutnya. Menjaganya dari benturan yang tak diinginkan. "Memangnya Vincent mengizinkanmu sampai seperti ini?" desak Siska dengan sorot ketidaksukaan yang kian menyala.

"Saya cuma disuruh, kok. Nggak percaya, tanya langsung Pak Vincent aja," sahut Nuning enggan diintimidasi.

Siska bisa melihat sorot melawan dalam tatapan Nuning. Dia mulai sadar, Nuning tak selugu yang ia pikir. Entah kenapa ia sudah tak menyukai pembantu Vincent satu ini sejak awal bertemu. Mungkin ia tak suka terhadap cara Nuning menatapnya, seakan si pembantu ini bisa begitu jelas menangkap maksud terselubungnya mendekati Vincent. Ya, selain untuk bekerja sama, Siska memang ingin menjadikan Vincent sebagai kekasih. Apa salahnya, mereka kan sama-sama

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pasutri Jadi-jadian   73. Cinta Tak Harus Saling Memiliki

    Jaka turun dari mobilnya dan menatap rumah Nuning dengan jantung berdegup hebat. Kilasan masa lalu tiba-tiba muncul memenuhi benaknya. Janur kuning yang melengkung dan sebuah tenda biru pernah berdiri dengan cantik di halaman rumah ini, sekitar dua belas tahun lalu, saat pernikahannya dengan Nuning. Hatinya seketika dicubit-cubit sakit oleh kenangan yang masih saja terus mengganjal. Sulit baginya untuk menerima kenyataan pahit harus kehilangan Nuning pada akhirnya, tepat saat Jaka mulai menyadari betapa berartinya dia. 'Aku mencintaimu, Ning,' bisiknya dalam hati. Kalimat yang belakangan ini kerap diucapkannya bagai sebuah mantra penyembuh luka, setiap kali hatinya tengah dicabik sesal. "Permisi ...," sapanya sambil melongok ke dalam rumah yang pintunya tak ditutup rapat. Jaka mendorongnya, menemukan sosok Bu Parmi yang sedang menonton televisi. Namun dengan sorot mata kosong. Seakan pikirannya sedang terbang ke tempat lain. Jaka melepas sepatu, lalu melangkah masuk un

  • Pasutri Jadi-jadian   74. Simpati Mengalahkan Benci

    Nuning tak menampakkan batang hidungnya saat tiba makan malam. "Ning ...!" panggil Vincent seraya melirik ke lantai atas. Ditunggunya beberapa menit, tapi tak ada tanda-tanda kemunculan wanita itu sehingga Vincent menaiki tangga dan mengetuki pintu kamarnya yang tak dikunci. Vincent memang melarang Nuning menguncinya, kecuali saat sedang butuh privasi seperti sedang mandi atau ganti baju. "Buat jaga-jaga kalau ada kondisi darurat, misalnya aku sedang membutuhkanmu untuk menyetrika bajuku, padahal kamu sedang tertidur pulas dan sulit dibangunkan hanya melalui ketukan di pintu," katanya dulu. Alasannya tentu saja sukses bikin Nuning mengerutkan kening. Contoh kondisi darurat yang sungguh aneh, seorang Vincent kan punya lusinan stok pakaian yang sudah rapi di lemarinya?"Ning ...?" Vincent seketika menelan kembali suaranya demi melihat wanita itu sudah tidur dengan posisi meringkuk seperti bayi. Lalu menggelengkan kepala melihat tirai jendela yang belum juga ditutup, padah

  • Pasutri Jadi-jadian   75. Pertengkaran

    Nuning mendorong pintu ruang kerja Vincent. "Bu Siska, pesan bakso ya? Sudah datang nih," katanya memberi tahu Siska yang terlihat asyik dengan pekerjaannya. "Iya, kamu panasin lagi ya kuahnya," jawab Siska tanpa menoleh. Nuning menghela napas sabarnya sambil menutup pintu. Aroma kuah bakso itu amat menyiksanya, tapi ia tak punya alasan yang cukup untuk menolaknya. Mau tak mau, Nuning menahan napasnya kuat-kuat selama proses memanaskan kuah. Tak butuh waktu lama mendidihkannya, tapi bagi Nuning rasanya seperti setahun! Nuning menuangnya ke mangkuk lalu menghidangkannya di meja makan. "Banyak amat sih yang dia beli," gerutunya melihat tiga bungkus bakso yang dibeli Siska. Lalu diam-diam nyengir ..., kalau dalam kondisi normal, dia sanggup menyikat habis semua bakso ini. Sayangnya dia sedang hamil muda sekarang, kondisi bisa berbalik drastis. Hanya mencium aromanya saja, justru isi lambung Nuning yang bisa-bisa disikat habis. "Bu Siska, baks

  • Pasutri Jadi-jadian   76. Masih Trauma

    "Vin, aku ...," Nuning tiba-tiba speechles. Lalu menunduk. 'Cukup, Ning. Pembelaan dirimu hanya akan memperburuk keadaan,' dalam hatinya menasihati diri sendiri. Nuning menggigiti bibir, menunggu saja penghakiman dari Vincent."Naiklah ke kamarmu," ujar Vincent datar.Nuning terperangah menatap pria itu, tanpa mampu membaca sorot matanya. Lalu menoleh kepada Siska yang masih memegangi pipinya sambil menunduk. "Aku ..., tak sudi minta maaf padamu," desisnya sambil lalu. Kemarahan dalam suaranya cukup jelas didengar oleh Siska maupun Vincent.Vincent mengekori Nuning yang sedang menaiki anak tangga dengan tatapannya. Setelah memastikan Nuning kembali ke kamar, Vincent menatap Siska. "Sudah kubilang kan, urusi saja apa yang menjadi urusanmu?" tegurnya terlalu to the point."Vin, ... aku tadi menegurnya karena---""Aku saja tak pernah menegur tentang pekerjaannya.""Bukan soal pekerjaan, Vin. Tapi, attitude

  • Pasutri Jadi-jadian   77. Membangunkan Macan Tidur

    "Baiklah! Aku akan membawanya ke Rumah Sakit. Kamu tenanglah ...," ujar Vincent seraya memegangi kedua sisi pundak Nuning dan setengah mengguncangnya untuk mengendalikan emosi wanita itu. "Semua baik-baik saja," bisiknya lembut seraya menatap Nuning dalam-dalam. Saat Nuning balas menatapnya, dia lekas berkata lagi, "Naiklah ke atas, istirahatlah. Aku akan membereskan semuanya," angguknya meyakinkan. Lalu membantu Nuning berdiri dan memapahnya naik tangga. Setiba di lantai atas, Vincent lekas menggendong tubuh lemah wanita itu ke dalam kamar, meletakkannya ke ranjang dengan hati-hati, lalu menyelimutinya.“Istirahatlah dulu, jangan ngapa-ngapain. Biar nanti aku saja yang membereskan kekacauan di dapur,” ucapnya sambil menepuk-nepuk wajah Nuning yang pucat.“Bawa dia ke Rumah Sakit, dia ..., berdarah .... Selamatkan dia,” ujar Nuning sambil terisak.Vincent menghela napas dalam-dalam. Dia tahu, bukan Siska dan darahnya yang mengguncang Nuni

  • Pasutri Jadi-jadian   78. Jangan Pergi Dariku

    Nuning masih menangis dalam kamarnya. Petaka di hari pernikahannya dengan Jaka hari itu menyulut kembali kegelisahannya yang terdalam. Mengaduk-aduk emosinya. "Vincent kok baik banget sih jadi orang? Aku takut lama-lama jadi suka sama dia. Seperti aku dulu menyukai Jaka, padahal sudah ada Erna di hatinya. Sekarang, Vincent juga sudah punya Siska. Aku nggak boleh suka sama dia! Tapi, kalau dia selalu baik kayak gitu, lama-lama aku bisa ...," Nuning semakin tersedu-sedu dalam tangisnya. "Aku tahu ujungnya bakal gimana. Akulah yang bakal sakit hati. Aku juga yang akan terisiksa kedua kali karena selalu salah mencintai," isaknya terdengar nelangsa."Stop, Ning! Jangan nangis, nanti bayimu bisa dengar dan ikut sedih, nanti bisa mempengaruhi pertumbuhannya," bisiknya kepada diri sendiri sambil mengusapi perutnya. Lalu menyibak selimutnya. Membuka-buka lemari, menyambar baju-bajunya dan dimasukkan ke dalam kopor. "Aku harus menjauhi Vincent, aku nggak boleh lama-lama di sini," gumam

  • Pasutri Jadi-jadian   79. Takut Jatuh Cinta

    Jimin menggerutu karena Jaka tak jua mengangkat panggilannya, meski sudah berkali-kali dihubungi. Lalu garuk-garuk kepala. Mau tak mau, dia membuka tas Nuning untuk mengambil ponselnya. “Maaf ya, Ning. Kondisi darurat, aku nggak bermaksud lancang membuka-buka barang pribadimu,” gumamnya sambil mencomot sebuah benda pipih dari dalam tas. “Jiaah, hapenya malah modyarr!” Jimin geleng-geleng kepala sambil mencari-cari stop kontak untuk mengisi daya ponsel milik Nuning. Lalu menunggunya sambil mengisi formulir. Sementara Nuning sedang diinfus di dalam.Beberapa menit kemudian, Jimin menyalakan ponsel itu. “Untung nggak dikunci-kunci segala,” desahnya lega sambil mengecek nomor kontaknya. Tertegun melihat cuma ada lima nomor yang tersimpan di sana, “Dokter Jinot, Dokter Viona, Jimin, Mas Bambang, Vincent,” gumamnya saat membaca daftar kontak. Kemudian Jimin mengecek isi aplikasi pesan untuk mendapatkan informasi, dan menemukan puluhan

  • Pasutri Jadi-jadian   80. Tetaplah Bersamaku

    Vincent membeku di tempatnya. Tangisan Nuning terasa begitu menyakitinya. Tangannya terkepal erat, membayangkan dirinya sedang berhadapan dengan Jaka. Jika pria pengecut itu tak bisa menikahinya, kenapa harus menghamilinya?! Ingin sekali Vincent meninjunya. Bahkan rasanya, pukulan saja tak akan cukup untuk membalas seluruh rasa sakit yang diderita Nuning akibat ulahnya.Tiba-tiba, Vincent direjam rasa bersalah yang mencekik. Teringat akan sikapnya yang sudah tak adil kepada Nuning. Yang terang-terangan memperlihatkan sikap ketus dan rasa jijiknya begitu mendengar berita kehamilannya. Padahal, Nuning pun tak mengharap dirinya seperti itu. Masih teringat olehnya, tatapan sedih sekaligus tegar wanita itu kala memohon kepadanya, "Vin, maafin aku. Aku nggak tahu tentang ini, sungguh. Apa kau akan mengusirku? Kumohon jangan, demi bayi ini. Izinkan aku tinggal. Aku, ... tidak punya tempat lain lagi."‘Demi bayinya’ ..., bahkan wanita itu tak lagi memikirk

Bab terbaru

  • Pasutri Jadi-jadian   Epilog

    Jaka menyematkan cincin, yang dikeluarkannya dari kotak Tiffany Blue, ke jari manis Nuning. Kemudian keduanya saling memandang penuh cinta. “Menikahlah denganku, Ning?” pinta Jaka. Nuning mengangguk cepat. Tiada keraguan lagi yang menggelayuti hatinya. Segala kegalauannya tentang pernikahan pupus sudah. Tak perlu menunduk takut menghadapi pernikahannya yang ketiga kali ini. Dia siap menikahi Jaka, pria yang sejak kecil sudah menunjukkan loyalitas persahabatannya pada Nuning. Lelaki itu menyenangkan dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Nuning sudah memahaminya luar-dalam, demikian pula sebaliknya, Jaka pun memahami Nuning. Mereka hanya perlu mengikat lebih erat hatinya dengan saling percaya. Kenyamanan dan kedamaian dalam jiwa yang tenang, adalah wujud nyata dari cinta sejati yang mereka rasakan. Tuan Rain dan Nyonya Rose yang mendengar rencana pernikahan mereka, berbesar hati menerimanya. Nyonya Rose menjadikan momen itu sebagai latihan

  • Pasutri Jadi-jadian   184. Harga Mahal Sebuah Pengampunan

    Akhirnya Nuning dapat tertidur pulas. Kesedihan, duka, dan tangis telah menguras energinya sejak kemarin. Tidur akan sangat membantu proses pemulihannya nanti.Dan ditengah tidur lelapnya, Nuning memimpikan sosok Jaka. Lelaki itu duduk di tepi ranjangnya sambil tersenyum. Mengamati dirinya sambil membelai-belai wajahnya yang bersimbah tangis.Dia masih sesosok Jaka yang tampan, tiada sedikitpun luka yang tampak dalam dirinya. Jaka tampak sehat dan baik-baik saja.“Ning? Sudah bangun?” sapanya dengan teramat lirih. Senyum tak lepas dari wajah indahnya.Nuning terdiam dan menatap lelaki itu cukup lama. Dan dalam mimpinya ini, Nuning teringat Jaka sudah mati.Nuning mengulurkan tangan. “Jak?” panggilnya. Kemudian Lelaki itu menundukkan wajahnya.Nuning membelai-belai ketampanan yang terpampang di depannya. Nuning tak peduli ini nyata atau bukan. Tak peduli lelaki itu mati atau tidak. Dia hanya ingin tetap bisa menyentuhn

  • Pasutri Jadi-jadian   183. Kasih yang Membebaskan

    Jaka meninggal.Cuma dua kata. Tapi butuh waktu dua puluh jam bagi Nuning untuk sanggup mencerna maknanya, di sela-sela pingsannya yang tak berkesudahan.Wanita itu mengedarkan pandang di saat sadarnya, dia menemukan Vincent yang tak lepas menggenggam tangannya. “Dennis lagi sama opa dan omanya. Mereka sedang menenangkan Dennis. Papa dan Mama langsung terbang ke sini begitu mengetahui kabar itu dari berita. Mereka mencemaskanmu dan Dennis. Mereka turut berduka sedalam-dalamnya, termasuk Opa Daniel,” bisik Vincent dengan kelembutan yang biasanya menenangkan, tetapi tidak dalam situasi Nuning saat ini.Ungkapan belasungkawa itu justru menambah luka dalam dada Nuning yang kian menganga lebar. Tentu semua orang bisa begitu mudah menerima kematian Jaka. Karena mereka tak terlibat emosi sedalam ini dengan lelaki yang teramat berarti baginya.Nuning menggeleng. Tidak. Dia belum siap dengan ini!Akan tetapi, siapa yang betul-betul siap menghada

  • Pasutri Jadi-jadian   182. Dia Tak Boleh Pergi

    “Kamu nggak mau nungguin Dennis pulang dulu nih, Jak?”Jaka menggeleng sambil memaksakan diri menarik segaris senyum di bibirnya. Dia enggan bertemu dan berbasa-basi dengan Vincent saat suasana hatinya sedang seburuk ini. Dia masih merasa kesal dan kecewa lelaki itu menggeser posisinya di acara Father Day hari ini, momen pentingnya bersama Dennis, darah dagingnya. Meskipun dia juga paham, Vincent berhak berada di sana.Bagaimanapun Vincent juga ayah Dennis. Vincent juga malaikat mereka. Jaka tak sanggup membayangkan apa jadinya jika Nuning menghadapi kehamilannya seorang diri dengan segala kesulitannya kala itu, tanpa lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas janin yang tengah dikandungnya, yaitu dirinya!Berkat kebaikan Vincent pula Nuning dan Dennis bisa merasakan hidup yang lebih dari sekadar layak. Lelaki itulah yang telah memuliakan wanita yang dicintainya ini. Vincent mengangkat status sosial Nuning setinggi langit, sesuatu yang tak dapat J

  • Pasutri Jadi-jadian   181. Dalam Keheningan

    “Ayah, besok ada acara Father Day. Ayah mau ikut nggak?” tanya Dennis disela-sela makan siangnya di sebuah hotel bersama Nuning dan Vincent yang baru saja tiba dari Jakarta.“Ayah kan masih capek, Sayang. Dennis ajak Uncle Jack aja, ya?” sahut Nuning sambil mengusap-usap sayang rambut Dennis.“Tapi kan Ayah belum pernah ikut acara Father Day sama Dennis?” bocah tampan itu tampak merajuk.Vincent terlihat ingin mengalah dan menjawab ‘baiklah’. Namun Nuning dengan cepat menangkap kelelahan yang memenuhi wajah tampan pria itu.“Dennis, Uncle Jack pasti sedih kalau Dennis menggantikan posisinya dengan tiba-tiba kayak gini. Padahal Dennis sudah jauh-jauh hari bikin janji sama Uncle tentang acara ini. Uncle pasti sudah bersiap-siap sekarang. Dennis tega bikin Uncle Jack kecewa?”Namun Vincent dengan cepat menyanggahnya, “Nggak apa-apa, Ning. Dennis benar, kok. Aku perlu ikut acara itu seka

  • Pasutri Jadi-jadian   180. Jatuh Cinta dan Konsekuensinya

    Jaka mulai frustrasi. Tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Tenggelam dalam kekecewaan yang menggerusnya dengan sesak yang menyakitkan.Ningtyas geram melihatnya!“Kamu tahu konsekuensinya sejak awal kan, Mas? Jatuh cinta itu harus siap-siap sakit. Namanya aja jatuh cinta. ‘Jatuh’ yang artinya bisa saja nyungsep, ngglepar, nyusruk ... dan semuanya itu pasti berujung sakit. Kamu nggak bisa cuma menginginkan cinta dengan mengabaikan kemungkinan sakitnya. Sampai kapan kamu mau terus begini?” Ningtyas mengomelinya. Melihat Jaka senelangsa ini, membuat hatinya ikut nelangsa juga.Jaka menimang-nimang kotak Tiffany Blue di tangannya, yang telah begitu lama ia simpan untuk Nuning dengan segaa kesabaran dan penantiannya. “Kau betul, aku harus tahu kapan saatnya menyerah dan melepaskan mimpiku ini, dan menggantinya dengan mimpi lain yang lebih mungkin,” desahnya sambil mengecup kotak itu, kemudian membukanya.Ningtyas terbelalak

  • Pasutri Jadi-jadian   179. Kado Permintaan Dennis

    Hari ini, Jaka sedang mewujudkan kado permintaan Dennis. Bocah itu rupanya sedang belajar mendesain layangannya sendiri, tapi dia belum bisa mengeksekusi idenya tersebut menjadi sebuah layangan seperti harapannya. Kemudian meminta Jaka menciptakan untuknya sebagai kado spesial. Tentu dengan senang hati Jaka mengabulkannya.Mereka berdua pun membuat layangan di teras belakang rumah Jaka, di dekat area kolam renang pribadinya. Sebab studionya sedang dipenuhi para pekerja yang sedang memproduksi layangan untuk dijual, maupun untuk memenuhi pesanan para pelanggan.Ayah dan anak itu merakit layangan sambil berbincang santai.“Memangnya, apa sih kado yang Dennis minta dari Ayah Vincent kemarin?” selidik Jaka penasaran.“Cincin.”“Cincin?” Jaka mengerutkan kening. Permintaan yang tak lumrah.“Bukan buat Dennis kok, tapi buat Bunda.”“Loh, kok buat Bunda?”Dennis tertawa kecil

  • Pasutri Jadi-jadian   178. Cinta Pertama Mengukir Cerita

    Saat mendengar bunyi langkah kaki di belakangnya, Nuning menoleh dengan cepat. Jaka tampak tersenyum dengan buket bunga mawar merah di tangannya. Nuning mencebik saat menerimanya, tapi sambil mengendusi wanginya yang khas.“Cantik.”“Secantik kamu.”“Gombal.”“Digombalin aja aku masih aja ditolak, apalagi kalau nggak?” goda Jaka sambil mengambil alih pekerjaan Nuning mendekorasi ruang tamu yang akan digunakan untuk perayaan ulang tahun Dennis yang ke-11 secara kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga saja.“Dennis mana?” tanya Jaka sambil memompa beberapa balon.“Pergi sama Vincent.”“Ke mana?”“Beli kado.”“Beli kado?”“Dia menolak kado yang dibawa Vincent jauh-jauh dari Amerika, dan bilang mau memilih sendiri kadonya, lalu menyeret Vincent ke kota untuk membeli kado pilihannya sendiri.”

  • Pasutri Jadi-jadian   177. Untuk yang Terakhir

    Dua tahun yang lalu,Ningtyas mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa terkejut saat mendengar kabar perceraian Nuning. Tetapi, dia adalah orang yang paling ditekan rasa bersalah kala mendengarnya. Saat itu, Jaka dan Nuning masih berada di Lampung, mengurus Pak Priyo yang baru menjalani operasi jantung.Ningtyas merasa bosan dan menelepon Jaka.“Mas, kapan sih pulangnya? Lama banget? Banyak PR desain yang belum kamu beresin nih. Lagipula, nggak ada kamu di sini nggak seru!”“Main aja ke rumah Dennis.”“Loh, Dennis di Buleleng?”“Iya, dia udah balik duluan sama Helda. Soalnya dia harus sekolah.”“Wah, kalau gitu aku main ke sana deh. Kangen juga aku sama lasagna di cafenya.”“Kalau kamu lagi senggang, tolong bantuin Helda antar –jemput Dennis sekolah.”“Mas, kerjaanku di studio kita tuh udah banyak. Ini m

DMCA.com Protection Status