Home / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Chapter 51 - Chapter 60

All Chapters of Pasutri Jadi-jadian: Chapter 51 - Chapter 60

185 Chapters

51. Gagal Romantis

"Maaf Mama nggak bisa mengantarmu ke bandara," ujar Nyonya Rose saat Nuning berpamitan pulang. "Iya, Ma. Nggak apa-apa. Mama juga kelihatannya masih capek dan butuh istirahat." Nyonya Rose mengangguk dan tersenyum. "Sampaikan salamku buat orangtuamu. Terutama emakmu. Semoga lekas sembuh," ujarnya terdengar tulus. Nuning mengangguk dan balas tersenyum. Lalu masuk ke dalam Camry hitam yang telah menunggunya. "Ayo berangkat, Pak," katanya kepada Pak Suryo. "Nyonya nggak bawa kopor?" tanya Pak Suryo terdengar heran. "Nggak, Pak." Nuning memang sengaja tak membawa barang banyak supaya nggak mengundang kecurigaan orangtuanya di kampung. Toh cuma menginap sehari saja. Nuning dan Bambang kompakan bohong, bilang ke orangtuanya kalau Nuning sedang menginap di rumah kawan lamanya di Kalianda. Orangtuanya percaya karena Bambang bilang dia sendiri yang mengantar Nuning sampai rumah temannya. Sepanjang perjalanan, Nuning tertidur. Sebab dia
Read more

52. Kencan Dadakan

Bambang mencolek Jaka yang duduk di sebelahnya. "Yakin, kamu lebih milih cewek model begini ketimbang Erna yang anggun?" bisiknya sambil geleng-geleng melihat Nuning makan kayak orang kesurupan. Meski adiknya, tapi Bambang mengakui kalau tingkah Nuning ini bisa bikin lelaki jadi ilfeel. Untung saja Jaka sudah mengenalnya sejak kecil.Jaka mengulum senyum. "Ya begitulah Nuning, Mas. Kalau nggak gitu bukan Nuning namanya," jawabnya sambil menyendok dua potong rendang sekaligus, lalu meletakkannya ke piring Nuning."Kamu nggak mau, Mas?" Nuning menoleh kepada Bambang.Bambang mengangguk-angguk dengan mata berbinar, tapi Nuning secepat kilat melengos pura-pura nggak lihat. "Enak, tau!" Lalu melahapnya.Bambang menelan ludah keki. Dongkol nggak kebagian rendang. Padahal itu menu incarannya tiap ke rumah makan padang.Jaka tertawa geli memperhatikan tingkah kedua adik-kakak yang suka saling ledek itu. Lalu memanggil pelayan dan meminta tambahan rendang l
Read more

53. Seharusnya Sejak Dulu

Jaka tak melepaskan gandengannya dari Nuning sekeluarnya dari bioskop. Mereka bagai dua kutub magnet yang saling menarik dan menempel erat satu sama lain. Jaka melepaskan tangannya dari Nuning hanya untuk membuka jaketnya tadi saat masih di dalam bioskop. Kemudian memakaikannya kepada Nuning yang kedinginan. "Makasih," kata Nuning seraya menyandarkan kepalanya ke lengan Jaka dengan manja. Jaka pun mengecup puncak kepala Nuning sepenuh sayang, lalu menyandarkan pipinya di sana.  "Eh, kamu dari kemarin nggak ganti baju ya?" Jaka baru menyadari sesuatu.  "Soalnya aku nggak sempat seterika baju lain," dusta Nuning. Kemalasannya memang hal paling masuk akal. "Ckckck. Mau ketemu pacar kok cuek baget sih? Untung aku telanjur cinta." Jaka geleng-geleng kepala. "Mau kubeliin baju?" katanya saat melewat gerai fashion. Tapi Nuning menggeleng. "Kalau, makan? Mau?" Jaka bertanya lagi sambil menunduk, ingin melihat jelas ekspresi lucu kekasihnya.
Read more

54. Kau Memang Milikku

Jaka melepaskan diri dari pelukan Nuning yang tertidur di sampingnya. Kelelahan usai bercinta. 'Sudah jam delapan malam. Aku harus mandi sebelum Mas Bambang balik,' pikirnya sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka. Tertegun kala mendapati sebercak darah menodai sprei putih yang membungkus ranjang ini. Pertanda kalau Nuning masih perawan. Jaka seketika tersenyum seraya menatap Nuning. 'Kau memang milikku,' batinnya begitu bahagia. Lalu mengecup Nuning yang masih lelap. Dalam hatinya merasa lega, dia pun melepaskan keperjakaannya hari ini untuk Nuning. Usai mandi dan berpakaian rapi, Jaka membangunkan Nuning. Setidaknya, kekasihnya harus berpakaian dulu dan makan malam. "Ning ... Bangun, Sayang," panggilnya lembut seraya mengguncang tubuhnya dengan pelan. Tapi wanita itu justru meringkuk sambil meringis. "Sayang, k-kamu sakit?" tanyanya sembari meletakkan punggung tangannya di dahi Nuning. "Ning, kamu demam?" ujarnya gusar.
Read more

55. Belum Sepenuhnya Berakhir

Jaka dibangunkan alarm ponselnya yang berbunyi jam 5 pagi. Menguap panjang. Mendengar suara televisi, ia pun mengucek mata. "Mas Bambang, sampai jam berapa semalam?" sapanya kepada Bambang yang tampak sudah mandi dan rapi. "Jam dua belas. Sengaja aku nggak bangunin kamu, soalnya kamu pulas banget semalam." Jaka bersandar di kepala bed sambil mengusapi lehernya. Dia memang lelah sekali semalam, setelah bercinta sampai tiga ronde dengan Nuning. "Oh, tapi nggak apa-apa kita nginap?  Takutnya bikin Emak dan Bapak nungguin?" tanyanya. "Sudah kukabarin kok. Baiknya kita lekas pulang setelah sarapan," ujar Bambang dengan tatapan lurus ke televisi yang sedang menyiarkan berita. "Oke," angguk Jaka setuju. Lalu bergegas ke kamar mandi. Dan, tercekat saat membuka kausnya di depan cermin yang terpajang di atas wastafel. "Dasar Nuning ...," desisnya begitu melihat dadanya yang merah-merah, kissmark dari Nuning. Namun Jaka tersenyum puas. Nun
Read more

56. Drama Queen

"Bapak dan Emak mengenalmu bukan baru kemarin, Jak. Kami tahu bagaimana kamu sejak kecil. Kamu itu anak baik. Kami mempercayaimu. Kami yakin sejak awal, kamu pasti bisa membimbing Nuning dan membina rumah tangga kalian dengan baik," ujar Pak Priyo dalam perjalanan menuju pasar. Jaka sengaja memelankan laju mobilnya agar mereka punya banyak waktu berbicara. "Kami terlalu syok mengetahui kalian bercerai, padahal setahu kami kalian tuh baik-baik saja," lanjut pria berseragam satpam itu."Karena itulah, kami berdua mati-matian mencegah pernikahanmu dengan Erna. Agar kamu tetap bisa bersama Nuning. Tapi kemudian," Pak Priyo menghela napas dalam-dalam, "aku baru sadar belakangan ini, kalau itu tidak adil untukmu dan juga Erna.""Saya sudah memutuskan untuk rujuk dengan Nuning, Pak," sahut Jaka cepat."Kamu nggak bisa berpaling dari Erna begitu saja, Jak. Bagi mereka, kamu masih calon menantunya. Bapak juga punya anak perempuan, Bapak mengerti perasaan orangtua Erna se
Read more

57. Urus Saja Pacarmu!

Erna melirik Nuning dengan sinis. "Dia ... Sengaja ingin membuatku jatuh, Jak. Dia begitu membenciku!" tuduhnya sambil menangis.Nuning terperangah memandangi Erna. "Kau membuatku muak!" bentaknya geram. Muak pada sandiwaranya!"Cukup, Ning!" Jaka balas membentaknya. Nuning balas melotot padanya. Untuk sejenak, mereka saling adu tatap. Jaka kemudian menoleh kepada Erna yang merintih dan menangis. "Ssst, sudahlah. Mana yang sakit, Er?" ujarnya dengan suara yang lebih lembut."Sakit, Jak. Ngilu banget rasanya," kata Erna sembari terisak. Lalu meringis menggigit bibirnya. "Aduh ..." Mengerang sambil memegangi lututnya. Jaka mengusapi rambut Erna dengan kelembutan. Tatapannya menyorotkan kecemasan. "Ayo, kita periksa ke dokter," desahnya seraya membopong Erna dengan wajah kusut. "Maaf. Permisi, Ning," katanya sambil melangkahi kaki Nuning yang masih terduduk di lantai.Jaka sama sekali tak menanyakan keadaannya. Padahal bukan cu
Read more

58. Rival Sejati

Jaka menelan ludah. Tangannya memang menggenggam erat Erna yang sedang menangis kesakitan, tapi tatapannya tak lepas ke ranjang sebelah. Menatap Nuning yang sedang menggigit bibirnya, menahan sakit tanpa merengek sedikit pun. Jaka akan lebih lega kalau Nuning mengumpat saja. Melihat wanita itu pura-pura tegar sekarang, justru menyakiti perasaannya. Jaka tahu, Nuning tak ingin terlihat cengeng di depannya. Sejak dulu Nuning memang suka gengsi gede-gedean di depannya."Apa lihat-lihat?" omel Bambang kekanakan. Membuat Jaka terpaksa mengalihkan tatapannya kepada Erna yang masih saja menangis saat dokter membuka perban elastisnya, dibantu seorang suster. Lalu Erna menjerit saat dokter yang bertugas jaga hari itu menyentuh lututnya dan memeriksa area sekitarnya."Kebetulan lukanya yang belum sembuh membentur lantai, makanya nyeri. Sabar ya, Bu. Yuk, coba lututnya diangkat sedikit," kata dokter berpapan nama Putri itu sembari membantu Erna menaikkan lututnya ke posisi yang l
Read more

59. Sakit Bukan Main

Jaka tertegun dengan counterpain di tangan. Melihat Erna nyalang menonton video dalam ponselnya. Namun Jaka tak berniat mencegahnya. Toh, cepat atau lambat Erna bakal mengetahui hubungannya dengan Nuning. Meski bukan cara ini yang Jaka harapkan. Sebisa mungkin, ia tak ingin menyakiti perasaan Erna. Tapi, sudah telanjur."Ini counterpainnya, Er ...." Jaka meletakkannya di meja sambi duduk di tempatnya semula.Erna membeku dalam kediaman yang panjang. Jaga juga diam. Memahami perasaan Erna yang pasti terpukul. Jaka tak ingin membela diri. Siap menerima amukan Erna.Erna meletakkan ponsel Jaka di meja. "Aku mencintaimu, Jak." Akhirnya Erna bersuara. "Sangat," tandasnya. "Kumaafkan untuk kali ini. Anggap aku tak pernah melihat apa-apa," ujarnya demikian mengejutkan. "Er, hubungan kita sudah berakhir," ujar Jaka seraya mengambil kembali ponselnya."Tidak. Kita tetap akan menikah," sahut Erna begitu dingin dan keras kepala."Maaf ..
Read more

60. Saat Hari-H

Nuning terlihat begitu cantik dengan kebaya barunya. Dia merias wajahnya sendiri. Toh, dia sudah ahli sekarang. Bisa karena terpaksa, lalu jadi terbiasa. "Cantik banget anakku," puji Bu Parmi di ambang pintu. Menatap Nuning yang sedang memoles sentuhan terakhirnya. "Emak juga cantik." Nuning memuji Bu Parmi melalui pantulan cermin. Emaknya memang memakai kerudung untuk menutupi kepalanya yang masih gundul. Tapi wajahnya terlihat sangat segar karena sentuhan make up yang menutupi kerutan tua di wajahnya.Bu Parmi tersenyum dengan tatapan berkaca-kaca sambil mendekati Nuning. "Akhirnya, hari ini datang juga," desahnya lega. Sambil mengusapi pundak Nuning dengan sepenuh kasih. "Kamu layak bahagia, Nduk. Dengan pria yang kamu cintai, dan juga mencintaimu," ujar Bu Parmi lirih bagai rapalan sebuah doa.Nuning ingin menangis, tapi ditahannya, demi make up yang sudah sempurna. Dia tak boleh merusak kesempurnaan hari ini dengan air mata. Dia suda
Read more
PREV
1
...
45678
...
19
DMCA.com Protection Status