Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / 53. Seharusnya Sejak Dulu

Share

53. Seharusnya Sejak Dulu

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Jaka tak melepaskan gandengannya dari Nuning sekeluarnya dari bioskop. Mereka bagai dua kutub magnet yang saling menarik dan menempel erat satu sama lain. Jaka melepaskan tangannya dari Nuning hanya untuk membuka jaketnya tadi saat masih di dalam bioskop. Kemudian memakaikannya kepada Nuning yang kedinginan. "Makasih," kata Nuning seraya menyandarkan kepalanya ke lengan Jaka dengan manja. Jaka pun mengecup puncak kepala Nuning sepenuh sayang, lalu menyandarkan pipinya di sana. 

"Eh, kamu dari kemarin nggak ganti baju ya?" Jaka baru menyadari sesuatu. 

"Soalnya aku nggak sempat seterika baju lain," dusta Nuning. Kemalasannya memang hal paling masuk akal.

"Ckckck. Mau ketemu pacar kok cuek baget sih? Untung aku telanjur cinta." Jaka geleng-geleng kepala. "Mau kubeliin baju?" katanya saat melewat gerai fashion. Tapi Nuning menggeleng. "Kalau, makan? Mau?" Jaka bertanya lagi sambil menunduk, ingin melihat jelas ekspresi lucu kekasihnya.

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wiryosentono Wiryosentono
author nya kog gitu sih ? gak seru lah kalo Nining pasrah ke Jaka
goodnovel comment avatar
Umi Zahwa
yaahh.. kok Nuning sama Jaka sih... gak rela aku ..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Pasutri Jadi-jadian   54. Kau Memang Milikku

    Jaka melepaskan diri dari pelukan Nuning yang tertidur di sampingnya. Kelelahan usai bercinta. 'Sudah jam delapan malam. Aku harus mandi sebelum Mas Bambang balik,' pikirnya sambil menyibak selimut yang menutupi tubuh telanjang mereka. Tertegun kala mendapati sebercak darah menodai sprei putih yang membungkus ranjang ini. Pertanda kalau Nuning masih perawan. Jaka seketika tersenyum seraya menatap Nuning. 'Kau memang milikku,'batinnya begitu bahagia. Lalu mengecup Nuning yang masih lelap. Dalam hatinya merasa lega, dia pun melepaskan keperjakaannya hari ini untuk Nuning. Usai mandi dan berpakaian rapi, Jaka membangunkan Nuning. Setidaknya, kekasihnya harus berpakaian dulu dan makan malam. "Ning ... Bangun, Sayang," panggilnya lembut seraya mengguncang tubuhnya dengan pelan. Tapi wanita itu justru meringkuk sambil meringis. "Sayang, k-kamu sakit?" tanyanya sembari meletakkan punggung tangannya di dahi Nuning. "Ning, kamu demam?" ujarnya gusar.

  • Pasutri Jadi-jadian   55. Belum Sepenuhnya Berakhir

    Jaka dibangunkan alarm ponselnya yang berbunyi jam 5 pagi. Menguap panjang. Mendengar suara televisi, ia pun mengucek mata. "Mas Bambang, sampai jam berapa semalam?" sapanya kepada Bambang yang tampak sudah mandi dan rapi. "Jam dua belas. Sengaja aku nggak bangunin kamu, soalnya kamu pulas banget semalam." Jaka bersandar di kepala bed sambil mengusapi lehernya. Dia memang lelah sekali semalam, setelah bercinta sampai tiga ronde dengan Nuning. "Oh, tapi nggak apa-apa kita nginap? Takutnya bikin Emak dan Bapak nungguin?" tanyanya. "Sudah kukabarin kok. Baiknya kita lekas pulang setelah sarapan," ujar Bambang dengan tatapan lurus ke televisi yang sedang menyiarkan berita. "Oke," angguk Jaka setuju. Lalu bergegas ke kamar mandi. Dan, tercekat saat membuka kausnya di depan cermin yang terpajang di atas wastafel. "Dasar Nuning ...," desisnya begitu melihat dadanya yang merah-merah, kissmark dari Nuning. Namun Jaka tersenyum puas. Nun

  • Pasutri Jadi-jadian   56. Drama Queen

    "Bapak dan Emak mengenalmu bukan baru kemarin, Jak. Kami tahu bagaimana kamu sejak kecil. Kamu itu anak baik. Kami mempercayaimu. Kami yakin sejak awal, kamu pasti bisa membimbing Nuning dan membina rumah tangga kalian dengan baik," ujar Pak Priyo dalam perjalanan menuju pasar. Jaka sengaja memelankan laju mobilnya agar mereka punya banyak waktu berbicara. "Kami terlalu syok mengetahui kalian bercerai, padahal setahu kami kalian tuh baik-baik saja," lanjut pria berseragam satpam itu."Karena itulah, kami berdua mati-matian mencegah pernikahanmu dengan Erna. Agar kamu tetap bisa bersama Nuning. Tapi kemudian," Pak Priyo menghela napas dalam-dalam, "aku baru sadar belakangan ini, kalau itu tidak adil untukmu dan juga Erna.""Saya sudah memutuskan untuk rujuk dengan Nuning, Pak," sahut Jaka cepat."Kamu nggak bisa berpaling dari Erna begitu saja, Jak. Bagi mereka, kamu masih calon menantunya. Bapak juga punya anak perempuan, Bapak mengerti perasaan orangtua Erna se

  • Pasutri Jadi-jadian   57. Urus Saja Pacarmu!

    Erna melirik Nuning dengan sinis. "Dia ... Sengaja ingin membuatku jatuh, Jak. Dia begitu membenciku!" tuduhnya sambil menangis.Nuning terperangah memandangi Erna. "Kau membuatku muak!" bentaknya geram. Muak pada sandiwaranya!"Cukup, Ning!" Jaka balas membentaknya. Nuning balas melotot padanya. Untuk sejenak, mereka saling adu tatap.Jaka kemudian menoleh kepada Erna yang merintih dan menangis. "Ssst, sudahlah. Mana yang sakit, Er?" ujarnya dengan suara yang lebih lembut."Sakit, Jak. Ngilu banget rasanya," kata Erna sembari terisak. Lalu meringis menggigit bibirnya. "Aduh ..."Mengerang sambil memegangi lututnya.Jaka mengusapi rambut Erna dengan kelembutan. Tatapannya menyorotkan kecemasan. "Ayo, kita periksa ke dokter," desahnya seraya membopong Erna dengan wajah kusut. "Maaf. Permisi, Ning," katanya sambil melangkahi kaki Nuning yang masih terduduk di lantai.Jaka sama sekali tak menanyakan keadaannya. Padahal bukan cu

  • Pasutri Jadi-jadian   58. Rival Sejati

    Jaka menelan ludah. Tangannya memang menggenggam erat Erna yang sedang menangis kesakitan, tapi tatapannya tak lepas ke ranjang sebelah. Menatap Nuning yang sedang menggigit bibirnya, menahan sakit tanpa merengek sedikit pun. Jaka akan lebih lega kalau Nuning mengumpat saja. Melihat wanita itu pura-pura tegar sekarang, justru menyakiti perasaannya. Jaka tahu, Nuning tak ingin terlihat cengeng di depannya. Sejak dulu Nuning memang suka gengsi gede-gedean di depannya."Apa lihat-lihat?" omel Bambang kekanakan. Membuat Jaka terpaksa mengalihkan tatapannya kepada Erna yang masih saja menangis saat dokter membuka perban elastisnya, dibantu seorang suster. Lalu Erna menjerit saat dokter yang bertugas jaga hari itu menyentuh lututnya dan memeriksa area sekitarnya."Kebetulan lukanya yang belum sembuh membentur lantai, makanya nyeri. Sabar ya, Bu. Yuk, coba lututnya diangkat sedikit," kata dokter berpapan nama Putri itu sembari membantu Erna menaikkan lututnya ke posisi yang l

  • Pasutri Jadi-jadian   59. Sakit Bukan Main

    Jaka tertegun dengan counterpain di tangan. Melihat Erna nyalang menonton video dalam ponselnya. Namun Jaka tak berniat mencegahnya. Toh, cepat atau lambat Erna bakal mengetahui hubungannya dengan Nuning. Meski bukan cara ini yang Jaka harapkan. Sebisa mungkin, ia tak ingin menyakiti perasaan Erna. Tapi, sudah telanjur."Ini counterpainnya, Er ...." Jaka meletakkannya di meja sambi duduk di tempatnya semula.Erna membeku dalam kediaman yang panjang. Jaga juga diam. Memahami perasaan Erna yang pasti terpukul. Jaka tak ingin membela diri. Siap menerima amukan Erna.Erna meletakkan ponsel Jaka di meja. "Aku mencintaimu, Jak." Akhirnya Erna bersuara. "Sangat," tandasnya. "Kumaafkan untuk kali ini. Anggap aku tak pernah melihat apa-apa," ujarnya demikian mengejutkan."Er, hubungan kita sudah berakhir," ujar Jaka seraya mengambil kembali ponselnya."Tidak. Kita tetap akan menikah," sahut Erna begitu dingin dan keras kepala."Maaf ..

  • Pasutri Jadi-jadian   60. Saat Hari-H

    Nuning terlihat begitu cantik dengan kebaya barunya. Dia merias wajahnya sendiri. Toh, dia sudah ahli sekarang. Bisa karena terpaksa, lalu jadi terbiasa. "Cantik banget anakku," puji Bu Parmi di ambang pintu. Menatap Nuning yang sedang memoles sentuhan terakhirnya."Emak juga cantik." Nuning memuji Bu Parmi melalui pantulan cermin. Emaknya memang memakai kerudung untuk menutupi kepalanya yang masih gundul. Tapi wajahnya terlihat sangat segar karena sentuhan make up yang menutupi kerutan tua di wajahnya.Bu Parmi tersenyum dengan tatapan berkaca-kaca sambil mendekati Nuning. "Akhirnya, hari ini datang juga," desahnya lega. Sambil mengusapi pundak Nuning dengan sepenuh kasih. "Kamu layak bahagia, Nduk. Dengan pria yang kamu cintai, dan juga mencintaimu," ujar Bu Parmi lirih bagai rapalan sebuah doa.Nuning ingin menangis, tapi ditahannya, demi make up yang sudah sempurna. Dia tak boleh merusak kesempurnaan hari ini dengan air mata. Dia suda

  • Pasutri Jadi-jadian   61. Manusia Hanya Bisa Berencana

    Nuning melepas cincin dari Jaka, meletakkannya kembali ke dalam kotak Tiffany Blue dan menyimpannya ke laci. Meraih ponsel, lalu menelepon. "Halo, Nyonya Vincent? Tumben meneleponku?" sapa suara bariton di sana terdengar ramah. "Aku kalah taruhan. Jadi, sesuai kesepakatan ... aku akan menjadi pembantumu selama setahun, gratis. Kau tak perlu membayarku sepeser pun. Aku bisa bekerja mulai besok," kata Nuning tanpa basa-basi. Lama tak terdengar suara. Nuning pikir sambungan teleponnya mati. "Halo? Vin? Kau mendengarku?" tanyanya sambil mengecek layar ponsel, ternyata masih tersambung. "Telepon Pak Suryo agar menjemputmu di bandara," jawab Vincent tak seriang tadi. "Oke," jawab Nuning singkat. Mematikan telepon, dan mulai mengemasi pakaian dan beberapa barang pribadinya ke dalam kopor. Terdengar pintu kamarnya berderit, tapi Nuning tak menoleh. Melalui ekor mata, dia bisa menangkap sosok tubuh tambun emaknya memasuki kamar.

Bab terbaru

  • Pasutri Jadi-jadian   Epilog

    Jaka menyematkan cincin, yang dikeluarkannya dari kotak Tiffany Blue, ke jari manis Nuning. Kemudian keduanya saling memandang penuh cinta. “Menikahlah denganku, Ning?” pinta Jaka. Nuning mengangguk cepat. Tiada keraguan lagi yang menggelayuti hatinya. Segala kegalauannya tentang pernikahan pupus sudah. Tak perlu menunduk takut menghadapi pernikahannya yang ketiga kali ini. Dia siap menikahi Jaka, pria yang sejak kecil sudah menunjukkan loyalitas persahabatannya pada Nuning. Lelaki itu menyenangkan dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Nuning sudah memahaminya luar-dalam, demikian pula sebaliknya, Jaka pun memahami Nuning. Mereka hanya perlu mengikat lebih erat hatinya dengan saling percaya. Kenyamanan dan kedamaian dalam jiwa yang tenang, adalah wujud nyata dari cinta sejati yang mereka rasakan. Tuan Rain dan Nyonya Rose yang mendengar rencana pernikahan mereka, berbesar hati menerimanya. Nyonya Rose menjadikan momen itu sebagai latihan

  • Pasutri Jadi-jadian   184. Harga Mahal Sebuah Pengampunan

    Akhirnya Nuning dapat tertidur pulas. Kesedihan, duka, dan tangis telah menguras energinya sejak kemarin. Tidur akan sangat membantu proses pemulihannya nanti.Dan ditengah tidur lelapnya, Nuning memimpikan sosok Jaka. Lelaki itu duduk di tepi ranjangnya sambil tersenyum. Mengamati dirinya sambil membelai-belai wajahnya yang bersimbah tangis.Dia masih sesosok Jaka yang tampan, tiada sedikitpun luka yang tampak dalam dirinya. Jaka tampak sehat dan baik-baik saja.“Ning? Sudah bangun?” sapanya dengan teramat lirih. Senyum tak lepas dari wajah indahnya.Nuning terdiam dan menatap lelaki itu cukup lama. Dan dalam mimpinya ini, Nuning teringat Jaka sudah mati.Nuning mengulurkan tangan. “Jak?” panggilnya. Kemudian Lelaki itu menundukkan wajahnya.Nuning membelai-belai ketampanan yang terpampang di depannya. Nuning tak peduli ini nyata atau bukan. Tak peduli lelaki itu mati atau tidak. Dia hanya ingin tetap bisa menyentuhn

  • Pasutri Jadi-jadian   183. Kasih yang Membebaskan

    Jaka meninggal.Cuma dua kata. Tapi butuh waktu dua puluh jam bagi Nuning untuk sanggup mencerna maknanya, di sela-sela pingsannya yang tak berkesudahan.Wanita itu mengedarkan pandang di saat sadarnya, dia menemukan Vincent yang tak lepas menggenggam tangannya. “Dennis lagi sama opa dan omanya. Mereka sedang menenangkan Dennis. Papa dan Mama langsung terbang ke sini begitu mengetahui kabar itu dari berita. Mereka mencemaskanmu dan Dennis. Mereka turut berduka sedalam-dalamnya, termasuk Opa Daniel,” bisik Vincent dengan kelembutan yang biasanya menenangkan, tetapi tidak dalam situasi Nuning saat ini.Ungkapan belasungkawa itu justru menambah luka dalam dada Nuning yang kian menganga lebar. Tentu semua orang bisa begitu mudah menerima kematian Jaka. Karena mereka tak terlibat emosi sedalam ini dengan lelaki yang teramat berarti baginya.Nuning menggeleng. Tidak. Dia belum siap dengan ini!Akan tetapi, siapa yang betul-betul siap menghada

  • Pasutri Jadi-jadian   182. Dia Tak Boleh Pergi

    “Kamu nggak mau nungguin Dennis pulang dulu nih, Jak?”Jaka menggeleng sambil memaksakan diri menarik segaris senyum di bibirnya. Dia enggan bertemu dan berbasa-basi dengan Vincent saat suasana hatinya sedang seburuk ini. Dia masih merasa kesal dan kecewa lelaki itu menggeser posisinya di acara Father Day hari ini, momen pentingnya bersama Dennis, darah dagingnya. Meskipun dia juga paham, Vincent berhak berada di sana.Bagaimanapun Vincent juga ayah Dennis. Vincent juga malaikat mereka. Jaka tak sanggup membayangkan apa jadinya jika Nuning menghadapi kehamilannya seorang diri dengan segala kesulitannya kala itu, tanpa lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas janin yang tengah dikandungnya, yaitu dirinya!Berkat kebaikan Vincent pula Nuning dan Dennis bisa merasakan hidup yang lebih dari sekadar layak. Lelaki itulah yang telah memuliakan wanita yang dicintainya ini. Vincent mengangkat status sosial Nuning setinggi langit, sesuatu yang tak dapat J

  • Pasutri Jadi-jadian   181. Dalam Keheningan

    “Ayah, besok ada acara Father Day. Ayah mau ikut nggak?” tanya Dennis disela-sela makan siangnya di sebuah hotel bersama Nuning dan Vincent yang baru saja tiba dari Jakarta.“Ayah kan masih capek, Sayang. Dennis ajak Uncle Jack aja, ya?” sahut Nuning sambil mengusap-usap sayang rambut Dennis.“Tapi kan Ayah belum pernah ikut acara Father Day sama Dennis?” bocah tampan itu tampak merajuk.Vincent terlihat ingin mengalah dan menjawab ‘baiklah’. Namun Nuning dengan cepat menangkap kelelahan yang memenuhi wajah tampan pria itu.“Dennis, Uncle Jack pasti sedih kalau Dennis menggantikan posisinya dengan tiba-tiba kayak gini. Padahal Dennis sudah jauh-jauh hari bikin janji sama Uncle tentang acara ini. Uncle pasti sudah bersiap-siap sekarang. Dennis tega bikin Uncle Jack kecewa?”Namun Vincent dengan cepat menyanggahnya, “Nggak apa-apa, Ning. Dennis benar, kok. Aku perlu ikut acara itu seka

  • Pasutri Jadi-jadian   180. Jatuh Cinta dan Konsekuensinya

    Jaka mulai frustrasi. Tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Tenggelam dalam kekecewaan yang menggerusnya dengan sesak yang menyakitkan.Ningtyas geram melihatnya!“Kamu tahu konsekuensinya sejak awal kan, Mas? Jatuh cinta itu harus siap-siap sakit. Namanya aja jatuh cinta. ‘Jatuh’ yang artinya bisa saja nyungsep, ngglepar, nyusruk ... dan semuanya itu pasti berujung sakit. Kamu nggak bisa cuma menginginkan cinta dengan mengabaikan kemungkinan sakitnya. Sampai kapan kamu mau terus begini?” Ningtyas mengomelinya. Melihat Jaka senelangsa ini, membuat hatinya ikut nelangsa juga.Jaka menimang-nimang kotak Tiffany Blue di tangannya, yang telah begitu lama ia simpan untuk Nuning dengan segaa kesabaran dan penantiannya. “Kau betul, aku harus tahu kapan saatnya menyerah dan melepaskan mimpiku ini, dan menggantinya dengan mimpi lain yang lebih mungkin,” desahnya sambil mengecup kotak itu, kemudian membukanya.Ningtyas terbelalak

  • Pasutri Jadi-jadian   179. Kado Permintaan Dennis

    Hari ini, Jaka sedang mewujudkan kado permintaan Dennis. Bocah itu rupanya sedang belajar mendesain layangannya sendiri, tapi dia belum bisa mengeksekusi idenya tersebut menjadi sebuah layangan seperti harapannya. Kemudian meminta Jaka menciptakan untuknya sebagai kado spesial. Tentu dengan senang hati Jaka mengabulkannya.Mereka berdua pun membuat layangan di teras belakang rumah Jaka, di dekat area kolam renang pribadinya. Sebab studionya sedang dipenuhi para pekerja yang sedang memproduksi layangan untuk dijual, maupun untuk memenuhi pesanan para pelanggan.Ayah dan anak itu merakit layangan sambil berbincang santai.“Memangnya, apa sih kado yang Dennis minta dari Ayah Vincent kemarin?” selidik Jaka penasaran.“Cincin.”“Cincin?” Jaka mengerutkan kening. Permintaan yang tak lumrah.“Bukan buat Dennis kok, tapi buat Bunda.”“Loh, kok buat Bunda?”Dennis tertawa kecil

  • Pasutri Jadi-jadian   178. Cinta Pertama Mengukir Cerita

    Saat mendengar bunyi langkah kaki di belakangnya, Nuning menoleh dengan cepat. Jaka tampak tersenyum dengan buket bunga mawar merah di tangannya. Nuning mencebik saat menerimanya, tapi sambil mengendusi wanginya yang khas.“Cantik.”“Secantik kamu.”“Gombal.”“Digombalin aja aku masih aja ditolak, apalagi kalau nggak?” goda Jaka sambil mengambil alih pekerjaan Nuning mendekorasi ruang tamu yang akan digunakan untuk perayaan ulang tahun Dennis yang ke-11 secara kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga saja.“Dennis mana?” tanya Jaka sambil memompa beberapa balon.“Pergi sama Vincent.”“Ke mana?”“Beli kado.”“Beli kado?”“Dia menolak kado yang dibawa Vincent jauh-jauh dari Amerika, dan bilang mau memilih sendiri kadonya, lalu menyeret Vincent ke kota untuk membeli kado pilihannya sendiri.”

  • Pasutri Jadi-jadian   177. Untuk yang Terakhir

    Dua tahun yang lalu,Ningtyas mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa terkejut saat mendengar kabar perceraian Nuning. Tetapi, dia adalah orang yang paling ditekan rasa bersalah kala mendengarnya. Saat itu, Jaka dan Nuning masih berada di Lampung, mengurus Pak Priyo yang baru menjalani operasi jantung.Ningtyas merasa bosan dan menelepon Jaka.“Mas, kapan sih pulangnya? Lama banget? Banyak PR desain yang belum kamu beresin nih. Lagipula, nggak ada kamu di sini nggak seru!”“Main aja ke rumah Dennis.”“Loh, Dennis di Buleleng?”“Iya, dia udah balik duluan sama Helda. Soalnya dia harus sekolah.”“Wah, kalau gitu aku main ke sana deh. Kangen juga aku sama lasagna di cafenya.”“Kalau kamu lagi senggang, tolong bantuin Helda antar –jemput Dennis sekolah.”“Mas, kerjaanku di studio kita tuh udah banyak. Ini m

DMCA.com Protection Status