Semua Bab Pasutri Jadi-jadian: Bab 81 - Bab 90

185 Bab

81. Rombongan Besan

Tiada pesta meriah untuk merayakan pernikahan itu. Sebab kedua mempelainya sendiri menolak. Namun Nyonya Rose tetap saja menggelar pesta kecil-kecilan bagi keluarga inti saja, yang diadakan di rumah Vincent. Yuna turut hadir bersama Alex dan ketiga anaknya, jauh-jauh datang dari New Zealand demi memberi ucapan secara langsung kepada adik semata wayangnya. Bagi Nyonya Rose, hal ini sudah lebih dari cukup. "Ini menjadi mewah karena Alex sendiri yang memasak semua hidangan ini. Kurang spesial apa lagi coba, yang memasak seorang International Chef," ujar Nyonya Rose dengan senyum bahagia lahir batin. Terlebih melihat pertumbuhan ketiga cucu perempuannya yang terlihat semakin besar dan cantik-cantik, juga pintar. "Ayo, Ning ... dimakan, biasanya kan kamu lahap banget? Mama kangen meihat kamu makan," tegur Nyonya Rose melihat Nuning kalem-kalem saja memandangi meja yang dipenuhi aneka makanan yang menggiurkan. Tapi, tentu saja menggiurkan bagi orang norm
Baca selengkapnya

82. Sepanjang Jalan Kenangan

Bu Parmi tersenyum melihat Nuning dan suaminya terlihat begitu mesra, lengket seperti amplop dan perangko. Vincent merangkul pundak Nuning bagai memberi perlindungan, sementara satu tangannya diletakkan di perut istrinya sambil mengusapinya dengan sayang. Untuk sejenak, jantung Bu Parmi berdetak lebih cepat. Curiga kalau anaknya sudah hamil duluan. Lalu menyipit memandangi perut Nuning yang sejak kemarin selalu memakai baju model baby doll sehingga menyamarkan bentuk perutnya. Kemudian ia menggelengkan kepala, tak ingin berpikir rumit lagi. Toh mereka sudah resmi menikah. Cuma agak heran, kok bisa-bisanya puterinya menikah secepat ini setelah baru putus dari Jaka? Benarkah Nuning mencintai suaminya ..., atau hanya memanfaatkan kesempatan yang kebetulan lewat saja sebagai pelarian dari patah hatinya?"Nak Vincent nggak kepingin ikut jalan-jalan ke pantai sama yang lain?" tegurnya sambil berjalan mendekat dengan membawa baki berisi secangir kopi untuk menantunya dan se
Baca selengkapnya

83. Nyonya Rose

Nyonya Rose tersenyum puas usai menengok ketiga cucunya yang tertidur pulas di sebuah kamar hotel terbaik di Bandar Lampung. "Kayaknya mereka capek banget, tapi puas dan senang," katanya kepada Yuna. "Iyalah, Ma. Sudah lama banget mereka nggak main ke pantai, apalagi pantainya masih terasa alami. Ternyata pantai di sini cantik-cantik juga ya, Ma? Sayang sekali masih minim fasilitasnya. Suruh aja Papa bikin resort di sini, Ma. Selain untuk investasi, bisa buat destinasi kita juga tiap liburan ke sini.""Tadi Mama juga udah sempat ngobrol soal itu ke papamu. Katanya, ada beberapa aspek yang yang masih jadi pertimbangan. Infrastruktur misalnya.""Sayang sekali," sahut Yuna sambil manyun. "Oya, Ma. Jadi, Vincent nggak ikut menginap di hotel nih?""Biarin aja, biar dia merasakan hidup di kampung sama Nuning." Lalu Nyonya Rose tiba-tiba tertawa. "Tapi, barusan Mama dengar dari Helda," Nyonya Rose menyebut nama asisten pribadinya, "katanya Vincent minta di
Baca selengkapnya

84. Biarlah Menjadi Rahasia

Nuning menguap panjang sambil menggeliat di ranjangnya yang empuk. Sekembalinya ke Jakarta semalam, tidur malamnya kembali nyenyak. Selama tiga hari menginap di kampung, Nuning susah tidur karena ketiadaan AC dan banyak nyamuk. Vincent juga tampaknya demikian, pria itu baru bisa terlelap setelah membuka piyamanya dan tidur bertelanjang dada karena tak tahan gerah. Membuat Nuning semakin susah tidur karena diam-diam mengagumi otot-otot yang membentuk lekukan maskulin di tubuh Vincent.Nuning berguling ke samping dan terkejut mendapati Vincent sedang tertidur pulas di sampingnya, tetap dengan bertelanjang dada. Padahal kamarnya sudah ber-AC. Seketika Nuning memalingkan mukanya yang memerah. 'Kenapa tiba-tiba jantungku berdetak segila ini?' pikirnya panik. Padahal ini bukan kali pertamanya Nuning melihatnya seperti itu. Bahkan mereka sudah beberapa kali berciuman.Nuning buru-buru memejamkan mata kala Vincent mulai menggeliat dan mulai mengedipkan mata."Ning?" pan
Baca selengkapnya

85. Kado Pengganti

Kabar tentang pernikahan Nuning sampai juga ke telinga Jaka. Tentu saja Parman si Ember Bocor yang heboh mengabarinya, "Jak, tahu nggak kalau Nuning udah nikah?" ujarnya tanpa babibu, membuat Jaka dilanda syok seketika. Jaka sampai harus memegangi pinggiran meja untuk menahan keterkejutannya."Gosip dari mana kamu?""Kok gosip tho ..., ini fakta loh, Jak! Fakta ..., akurat dan terpercaya! Kampung kita lagi ramai ini, pada ngomongin pernikahan Nuning. Suaminya ganteng banget, Jak! Kayak bukan manusia, titisan Nabi Yunus kali ya? Bentar kalau ngak percaya, aku kirim fotonya. Kebetulan ada anak-anak yang sempat ngeliat Nuning lagi jalan-jalan sama suaminya. Saking gantengnya, mereka sampai nyolong fotonya, dikiranya artis. Wah, kayaknya anak-anak itu cocok kujadiin paparazi deh!"Jaka memijiti kepalanya yang mendadak pening. Bukan karena lelah usai berpikir banyak selama rapat penting bersama timnya sejam yang lalu, tapi karena mendengar kabar ini. Mesk
Baca selengkapnya

86. Jangan Banyak Rebahan

Nuning menginjak setiap anak tangga dengan hati-hati, satu tangannya memegangi perut dan satu tangannya lagi memegang pagar tangga sambil melangkah turun. Tersenyum melihat Vincent sedang menonton berita berbahasa Inggris sambil menyesap kopinya di sofa ruang tengah.Merasa diamati, Vincent pun menoleh dan menemukan istrinya tengah tersenyum menatapnya dari tangga. Senyumnya seketika turut mengembang, lalu ia berdiri dan menyusulnya. Mengulurkan tangan seraya berkata, "Sarapan Anda sudah siap, Nyonya Vincent." Membuat istrinya tertawa sembari menuruni anak tangga terakhir. Tawa ringan dan riang Nuning itu, menjadi musik penyemangat hari-harinya. Bagai healing tersendiri bagi jiwanya.Vincent menggenggam erat-erat begitu telapak tangan Nuning menyentuh tangannya yang sejak tadi tengadah menunggunya. Lalu merangkulnya menuju ruang makan. "Duduklah," ujarnya setelah menarik sebuah kursi."Apa ini?" tanya Nuning kala Vincent menyodorinya menu sarapan baru.
Baca selengkapnya

87. Memantaskan Diri

“Kamu yakin, sanggup mengikuti semua jadwal yang sudah dibuat Mama ini? Jangan sampai kamu tertekan dengan progam yang dibuat mamaku. Aku bisa berbicara lagi soal ini dengannya. Sayang ..., aku nggak mau kamu nanti jadi stres. Jalani pilatesnya saja, selebihnya bisa dilakukan nanti setelah kamu melahirkan,” tegur Vincent setelah Nyonya Rose pamit pulang.“Apa salahnya mencoba dulu? Kalau ternyata nggak asyik dan bikin stres tinggal stop. Gitu aja kok repot,” sahut Nuning santai. “Bukannya kamu juga dulu begitu? Seenaknya bikin program kursus buat aku tanpa kompromi? Aku masih simpan tuh jadwal yang dulu kamu titipin ke Pak Suryo! Dasar ..., ternyata kamu tuh emang Mama banget! Nggak nyadar ya?” omel Nuning lalu mencebik.Vincent terkekeh gemas dan mencubit pipinya. “Saat itu kan aku nggak tahu kamu sedang hamil,” sanggahnya sembari merangkul istrinya dengan sayang. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. “Maaf, waktu itu ..
Baca selengkapnya

88. Kelahiran Sang Putera

Vincent tak kuasa menahan keharuannya kala suster mengulurkan bayi lelaki berbobot 3,5 kilogram itu. Bayi berpipi gembul itu menggeliat sejenak dalam balutan bedongnya yang hangat. Vincent menggendong dengan kehati-hatian ekstra dan memeluknya. “Anakku ..., kau tampan sekali, Sayang,” bisiknya dengan tatapan berkaca-kaca. Hatinya berdesir hangat penuh kekaguman dan rasa syukur. Indah sekali ciptaan Tuhan di tangannya ini. Sementara Nuning yang baru saja berjuang melahirkan secara normal, sedang tertidur karena kelelahan. Apalagi beberapa hari ini dia kurang tidur karena kontraksi palsunya. Vincent sangat lega karena istri dan anaknya selamat dan sehat.“Cucuku! Cucuku ...,” cicit Nyonya Rose yang baru saja tiba dengan begitu ramai. Sepanjang jalan tadi dia mengomeli Pak Suryo alih-alih jengkel menghadapi kemacetan yang membuat perjalanan jadi tersendat-sendat. Padahal ini moment yang sudah sangat ditunggu-tunggunya.Tangis Nyonya Rose pun pecah
Baca selengkapnya

89. Ironis

“Permisi, Dok! Tunggu ...,” panggil seorang suster yang tergopoh-gopoh mengejar dokter Jinot yang sedang menelepon. “Bisakah Anda kembali ke OK sekarang, Dok? Tolong, ada hal mendesak yang terjadi,” ujarnya langsung diangguki dokter Jinot. Seketika dokter tampan itu menutup teleponnya dan berjalan cepat, menyamai langkah si suster yang setengah berlari. "Cepat, Dok!" kata si suster dengan nada panik, membuat si dokter berlari mendahului langkahnya. Sementara si suster malah tersandung, lalu ngesot-ngesot sebelum kembali bangkit dan berlari menyusul dokter Jinot.Jaka mengurungkan niatnya untuk bertanya. Menyingkir ke pinggir, memberi jalan bagi si dokter tampan dan si suster ngesot. ‘Bisa jadi yang dimaksud dokter itu adalah Nuning yang lain,’ pikirnya menenangkan diri. Meski rasanya, nama Nuning itu tak terlalu umum di masa kini.Jaka mengembuskan napasnya. “Kenapa aku sampai seperti ini, hanya karena mendengar namamu saja, Ni
Baca selengkapnya

90. Penyihir Cantik

Lelaki selalu ingin menghadiahi wanita yang dicintainya dengan barang yang bagus-bagus, mahal pun tak masalah selama ada duitnya. Itulah yang ingin dilakukan Jaka untuk melembutkan kembali hati istrinya yang gampang sekali marah. Pernikahannya sudah mulai terasa tak sehat. Hubungan suami-istri yang mereka lakukan pun hanya sebatas pelepasan kebutuhan biologis semata. Tiada kemesraan, keromantisan kian memudar. Bagaimana mau romantis kalau yang diromantisin saja galaknya amit-amit?Sebelumnya Jaka sudah mulai membiasakan diri memberi hadiah kecil-kecilan setiap hari sebagai wujud perhatiannya. Jaka memberinya coklat, Erna menjawab, “Nggak tahu ya aku lagi diet? Sengaja ya biar aku gendut? Biar ada alasan buat kamu banding-bandingin aku dengan si Nuning yang selalu kurus?” ocehnya. Lalu Jaka memberinya boneka, “Buat apa? Tuh, boneka bekas kadonya Nuning yang kamu kasih ke aku dulu aja masih utuh!” ketus Erna. Jaka pun memberinya bunga, “Kurang kerj
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
7891011
...
19
DMCA.com Protection Status