Home / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Chapter 101 - Chapter 110

All Chapters of Pasutri Jadi-jadian: Chapter 101 - Chapter 110

185 Chapters

101. Gosip Terpanas

Iyem sedang bertransaksi di lapak Parman pagi itu, sedang tawar menawar dengan sengitnya. “Haduh, Mbak Yem! Sampean tuh dikasih duit belanja berapa tho sama Bu Tatik, kok sampai segitu amat nawarnya? ‘Afgan’ betul sampean iki, sungguh ... ‘begitu sadis caramu’ menawar ikanku! Kasihan kan ikan-ikan ini, udah koit masih aja ditawar murah, padahal sudah kehilangan nyawanya yang berharga. Hargai yang banyak dong pengorbanan nyawa mereka demi menyehatkan tubuh manusia,” oceh Parman yang capek menghadapi jurus-jurus akrobatik Iyem dalam hal tawar-menawar.“Makanya aku awet kerja sama Bu Tatik, soalnya aku pinter ngatur duit belanja!” sahut Iyem dengan nada jumawa. Padahal, nggak ngaruh! Lebihnya ya masuk ke kantong pribadi Iyemlah ..., lumayan kan nambah cuan. Sebagai orang kaya, Bu Tatik mana pernah ngasih duit belanja ngepas ke pembantunya, biar bawel gitu, juragannya termasuk royal soal urusan belanja dan sangat mempercaya
Read more

102. Serangan Dua Arah

Erna meringkuk di ranjangnya dengan mata merah dan bengkak karena semalaman menangisi nasibnya yang sangat malang. Baru juga dia tertawa-tawa puas karena sukses memukul telak Nuning dan Jaka dengan video skandal mereka, kini video syurnya dengan Tristan malah balik mengguncang seisi jagad media sosial dengan tak kalah gemparnya, bahkan seluruh televisi nasional turut ramai membahasnya. Semakin ke sini, berita tentang skandal cinta Nyonya Alessio justru semakin sunyi dari pembahasan, nyaris tak terdengar lagi. Sebab popularitas Tristan sebagai artis papan atas menjadi magnet kuat dalam skandal asmara yang melibatkannya dengan dua wanita cantik sekaligus, di mana Erna menjadi salah satunya.Semua mata media kini beralih tertuju pada Tristan dan dirinya. Meluruhkan kebanggaan Erna terhadap kecantikan dan kemolekannya. Pertama kalinya, Erna membenci dua hal yang sangat berharga bagi dirinya itu. Sebab, wajahnya yang sedang orgasme dan tubuh bugilnya kini terpampang di mana-mana,
Read more

103. Jangan Biarkan Bungamu Luruh

“Pantas saja Jaka meninggalkanmu, karena mulut dan tanganmu sangat lancang dan kelewatan!” Bu Tatik menggertak dengan tatapan marah. Jengkel dengan sikap puterinya yang begitu arogan terhadap lelaki sebaik Doni. Bu Tatik juga pernah mendengar Erna memaki Jaka dengan begitu sengit hingga membuat hatinya malu sendiri. Membuat dia sering-sering meminta maaf pada Jaka dan selalu memohon kesabarannya. Bu Tatik kini mulai menyadari, sikapnya sudah tak adil terhadap Jaka selama ini. Dia selalu meminta pengertian Jaka untuk menerima Erna, tanpa berusaha menanamkan pengertian yang sama pada puterinya, agar bisa menerima masa lalu suaminya dengan Nuning.“Jangan sebut-sebut bajingan itu lagi!” ketus Erna tak kalah sengit dari ibunya.Bu Tatik terkesiap mendengar bahasa puterinya yang kasar kepadanya. Seketika dia mengelus dada. “Bajingan kamu bilang? Tapi, bajingan itulah yang sudah bikin kamu nyaris mati dua kali! Bajingan itu pula yang membuatmu t
Read more

104. Dicintai, Tanpa Takut Diduakan

Liputan gosip selama ini tak pernah menarik bagi Nyonya Rose, tapi kali ini dia justru sangat menunggu jadwal acara itu di semua saluran televisi nasional. Senyumnya pun mengembang lebar setelah memastikan sendiri bahwa Helda sudah mengerjakan tugasnya dengan sangat baik. Semua yang sedang diberitakan, persis sama seperti harapannya. Erna sudah mendapatkan ganjaran yang layak diterimanya. “Itu pelajaran yang sangat bagus untuknya. Berani-beraninya dia mengusik keluarga Alessio,” gumamnya sambil geleng-geleng kepala.“Bagus sekali, Helda. Aku sangat puas dengan pekerjaanmu yang mulus ini,” katanya sambil tersenyum menatap Helda yang mengangguk hormat kala menerima pujiannya“Maaf, Nyonya ..., baru saja orang saya di lapangan mengabarkan jika Erna sedang hamil. Saat ini sedang menjalani perawatan di Rumah Sakit karena hyperemesis. Perlukah kita tetap menyeretnya ke penjara?”Nyonya Rose melipat kedua tangannya sambil menyandarka
Read more

105. Agenda yang Menggila

Sudah setahun Vincent menjabat sebagai CEO. Meski sangat sibuk, tak pernah sekalipun Nuning mendengar suaminya mengeluhkan pekerjaannya. Kesibukan membuatn Vincent harus berangkat pagi dan pulang malam. Banyak hal yang harus dilakukannya sebagai CEO. Relasi adalah pondasi dalam bisnis. Dia pun mulai sering ke luar kota untuk perjalanan bisnis, juga ke luar negeri. Menghadiri acara-acara penting untuk melakukan networking dengan sesama pelaku industri. Nuning pun tak ingin banyak tanya, mengingat Vincent tipikal orang yang sangat serius bekerja dan tak pernah setengah-setengah dalam setiap keputusannya. Tak heran begitu resmi menjadi CEO, dia pun total menjalankan fungsinya. Vincent sadar tanggung jawab besarnya. Ia harus membuat keputusan strategis untuk menentukan misi, visi, dan arah yang ingin dicapai perusahaan. Kemudian memastikan setiap rencana dan pelaksanaannya sesuai dengan strategi secara keseluruhan. Nuning senang melihat Vincent mulai menikmati p
Read more

106. Tatapan yang Indah

Nyonya Rose syok melihat nilai-nilai Nuning yang dilaporkan oleh Helda sebelum Nuning sempat memberitahunya secara langsung. “Apa-apaan ini?” gumamnya sambil mendelik. Dia belum pernah melihat nilai semengerikan ini. Sebab Yuna dan Vincent sangat cerdas semasa sekolah dan berkuliah, nilai-nilai mereka selalu nyaris mendekati sempurna.Perempuan berperawakan tinggi langsing itu melepas kacamatanya dengan kesal. “Padahal kita sudah memilihkan kampus yang nggak terlalu bergengsi mengingat kemampuan dasar akademiknya. Tapi, masih begini juga hasilnya? Astaga ..., bikin malu saja! Apa yang bisa kuharapkan dari orang seperti ini? Apa kata orang kalau tahu calon penggantiku cuma sebatas ini kemampuannya?” gumam Nyonya Rose terdengar gusar.“Helda, apa saja sih yang sudah kau lakukan untuk membantunya?” Nyonya Rose menatapnya dengan tangan terkepal.“Sebenarnya, Nyonya Vincent sudah cukup disiplin belajar, Nyonya. Beliau tak per
Read more

107. Love at the First Sight

Nuning cemberut mendengar rencana perjalanan bisnis Vincent ke luar negeri menjelang akhir tahun nanti. “Bukannya itu waktu liburan ya?” desahnya sambil menekuk wajahnya, menciptakan guratan kekecewaan yang sangat mengganggu Vincent.“Makanya, ikutlah bersamaku, yuk?” Vincent membungkus tubuh Nuning erat-erat dengan pelukannya yang hangat. Dia sangat memahami kekecewaan istrinya yang sudah sangat menanti-nantikan kebersamaan mereka pada liburan natal dan tahun baru nanti. Tapi apa boleh buat, dia harus ke Eropa untuk urusan bisnis. “Ada investror besar yang harus kutemui langsung di Inggris dan Roma. Kau dan Dennis ikut saja, sementara aku bekerja, kalian bisa berwisata. Pedesaan di Inggris itu cantik-cantik, loh. Kau pasti suka dan ketagihan ke sana. Setelah itu, kita mampir ke Milan. Bertemu keluarga besar Mama, merayakan natal di sana. Papa dan Mama juga nanti menyusul ke sana kok,” bujuknya.Nuning tersenyum kecut. Tahun lalu, di
Read more

108. Bujang Lapuk Mengejar Cinta

“Mau sama Uncle Bams aja!” ujar balita tampan itu sambil nemplok erat-erat dalam gendongan pamannya, menggeleng kala Nuning mengulurkan tangan ingin menggendongnya kembali. Ucapan Dennis mengejutkan sekaligus memecah tawa orang-orang yang mendengarnya. “Wah, namamu kekinian jadinya, Mas!”  celetuk Nuning. “Wah, iyo! Bisa aja ih, Dennis. Mentang-mentang pakdenya kece, bikin-bikin panggilannya yang kece juga!” sahut Bambang jadi besar kepala. “Kece-bong ..., anaknya kodok!” seloroh Nuning yang langsung disambut jitakan kecil dari Bambang. “Noh ..., kodoknya lagi mewek gara-gara belum bisa gendong cucunya sendiri,” kata Bambang sambil menunjuk Bu Parmi yang lagi nyedot ingus pakai tisu gara-gara kebanyakan menangis bahagia. Dennis menjadi sangat lengket dengan Bambang yang secara tiba-tiba juga berubah menjadi lebih kebapakan. Mungkin karena sudah waktunya menjadi bapak, sayangnya sampai usianya yang sudah sangat matang ini, dia mas
Read more

109. Tawa yang Kembali Pecah

Jaka mengecilkan volume radio yang sedang memutar tembang-tembang lawas. Lalu memperlambat laju mobilnya begitu mengenali Ford Ranger punya Bambang, menurunkan kaca jendela mobilnya dan melongok ke luar. “Mau ke mana, Mas?” sapanya kala Bambang pun menurunkan jendela mobilnya. “Mau ke rumahmu, pamanmu ada kan?” "Ada kok, ada perlu apa, Mas?" "Mau beli layangan satu aja," kata Bambang lalu nyengir. Pamannya Jaka sudah beberap tahun ini suka mengisi waktu luangnya dengan membuat layangan untuk dijual saat musimnya tiba. Bambang berharap masih ada stok tersisa dari musim kemarin. Jaka tersenyum simpul. “Tumben?” tanyanya karena selama ini layangan bukanlah hal yang menarik bagi lelaki itu sejak kecil.  “Ayo ..., Uncle Bams!  Teyuuus jangan behenti ...!” Jantung Jaka mencelus mendengar rengekan bocah di belakang kursi penumpang. Dia pun menajamkan tatapannya, sempat mengira Ririn adalah Nuning. Namun setelah mel
Read more

110. Balita yang Membuat Jatuh Cinta

Bambang mengerutkan kening begitu mobilnya mencapai halaman rumahnya. “Sudah kuduga, dia pasti langsung ke sini. Haduuh, siap-siap pusing lagi aku sama mereka berdua,” gerutunya sambil memarkir mobilnya, bersebelahan dengan mobil Jaka. “Udah, Dek Ririn. Biar aku aja yang gendong Dennis,” kata Bambang setelah membukakan pintu. Ririn pun turun dari mobil, membiarkan Bambang menggendong Dennis yang terlelap tidur karena kelelahan usai bermain. Bambang tersenyum puas melihat wajah damai keponakannya. Pamannya Jaka ternyata tak memiliki stok layangan yang dia butuhkan, tak tega melihat Dennis kecewa, Bambang pun mengajaknya pergi ke pantai untuk main basah-basahan sebentar sambil bermain bola, Dennis pun kegirangan dan melupakan layang-layangnya. "Dek Ririn suka main ke pantai ya?" tanyanya sambil menggendong Dennis yang tertidur pulas di pundaknya. “Iya, suka banget, Mas. Tapi biasanya sambil sibuk menjaga Dennis, jadi nggak bisa benar-benar menikmati kay
Read more
PREV
1
...
910111213
...
19
DMCA.com Protection Status