Home / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / 106. Tatapan yang Indah

Share

106. Tatapan yang Indah

Author: Indy Shinta
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Nyonya Rose syok melihat nilai-nilai Nuning yang dilaporkan oleh Helda sebelum Nuning sempat memberitahunya secara langsung. “Apa-apaan ini?” gumamnya sambil mendelik. Dia belum pernah melihat nilai semengerikan ini. Sebab Yuna dan Vincent sangat cerdas semasa sekolah dan berkuliah, nilai-nilai mereka selalu nyaris mendekati sempurna.

Perempuan berperawakan tinggi langsing itu melepas kacamatanya dengan kesal. “Padahal kita sudah memilihkan kampus yang nggak terlalu bergengsi mengingat kemampuan dasar akademiknya. Tapi, masih begini juga hasilnya? Astaga ..., bikin malu saja! Apa yang bisa kuharapkan dari orang seperti ini? Apa kata orang kalau tahu calon penggantiku cuma sebatas ini kemampuannya?” gumam Nyonya Rose terdengar gusar.

“Helda, apa saja sih yang sudah kau lakukan untuk membantunya?” Nyonya Rose menatapnya dengan tangan terkepal.

“Sebenarnya, Nyonya Vincent sudah cukup disiplin belajar, Nyonya. Beliau tak per

Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Pasutri Jadi-jadian   107. Love at the First Sight

    Nuning cemberut mendengar rencana perjalanan bisnis Vincent ke luar negeri menjelang akhir tahun nanti. “Bukannya itu waktu liburan ya?” desahnya sambil menekuk wajahnya, menciptakan guratan kekecewaan yang sangat mengganggu Vincent.“Makanya, ikutlah bersamaku, yuk?” Vincent membungkus tubuh Nuning erat-erat dengan pelukannya yang hangat. Dia sangat memahami kekecewaan istrinya yang sudah sangat menanti-nantikan kebersamaan mereka pada liburan natal dan tahun baru nanti. Tapi apa boleh buat, dia harus ke Eropa untuk urusan bisnis. “Ada investror besar yang harus kutemui langsung di Inggris dan Roma. Kau dan Dennis ikut saja, sementara aku bekerja, kalian bisa berwisata. Pedesaan di Inggris itu cantik-cantik, loh. Kau pasti suka dan ketagihan ke sana. Setelah itu, kita mampir ke Milan. Bertemu keluarga besar Mama, merayakan natal di sana. Papa dan Mama juga nanti menyusul ke sana kok,” bujuknya.Nuning tersenyum kecut. Tahun lalu, di

  • Pasutri Jadi-jadian   108. Bujang Lapuk Mengejar Cinta

    “Mau sama Uncle Bams aja!” ujar balita tampan itu sambil nemplok erat-erat dalam gendongan pamannya, menggeleng kala Nuning mengulurkan tangan ingin menggendongnya kembali. Ucapan Dennis mengejutkan sekaligus memecah tawa orang-orang yang mendengarnya. “Wah, namamu kekinian jadinya, Mas!” celetuk Nuning. “Wah, iyo! Bisa aja ih, Dennis. Mentang-mentang pakdenya kece, bikin-bikin panggilannya yang kece juga!” sahut Bambang jadi besar kepala. “Kece-bong ..., anaknya kodok!” seloroh Nuning yang langsung disambut jitakan kecil dari Bambang. “Noh ..., kodoknya lagi mewek gara-gara belum bisa gendong cucunya sendiri,” kata Bambang sambil menunjuk Bu Parmi yang lagi nyedot ingus pakai tisu gara-gara kebanyakan menangis bahagia. Dennis menjadi sangat lengket dengan Bambang yang secara tiba-tiba juga berubah menjadi lebih kebapakan. Mungkin karena sudah waktunya menjadi bapak, sayangnya sampai usianya yang sudah sangat matang ini, dia mas

  • Pasutri Jadi-jadian   109. Tawa yang Kembali Pecah

    Jaka mengecilkan volume radio yang sedang memutar tembang-tembang lawas. Lalu memperlambat laju mobilnya begitu mengenali Ford Ranger punya Bambang, menurunkan kaca jendela mobilnya dan melongok ke luar. “Mau ke mana, Mas?” sapanya kala Bambang pun menurunkan jendela mobilnya. “Mau ke rumahmu, pamanmu ada kan?” "Ada kok, ada perlu apa, Mas?" "Mau beli layangan satu aja," kata Bambang lalu nyengir. Pamannya Jaka sudah beberap tahun ini suka mengisi waktu luangnya dengan membuat layangan untuk dijual saat musimnya tiba. Bambang berharap masih ada stok tersisa dari musim kemarin. Jaka tersenyum simpul. “Tumben?” tanyanya karena selama ini layangan bukanlah hal yang menarik bagi lelaki itu sejak kecil. “Ayo ..., Uncle Bams! Teyuuus jangan behenti ...!” Jantung Jaka mencelus mendengar rengekan bocah di belakang kursi penumpang. Dia pun menajamkan tatapannya, sempat mengira Ririn adalah Nuning. Namun setelah mel

  • Pasutri Jadi-jadian   110. Balita yang Membuat Jatuh Cinta

    Bambang mengerutkan kening begitu mobilnya mencapai halaman rumahnya. “Sudah kuduga, dia pasti langsung ke sini. Haduuh, siap-siap pusing lagi aku sama mereka berdua,” gerutunya sambil memarkir mobilnya, bersebelahan dengan mobil Jaka. “Udah, Dek Ririn. Biar aku aja yang gendong Dennis,” kata Bambang setelah membukakan pintu. Ririn pun turun dari mobil, membiarkan Bambang menggendong Dennis yang terlelap tidur karena kelelahan usai bermain. Bambang tersenyum puas melihat wajah damai keponakannya. Pamannya Jaka ternyata tak memiliki stok layangan yang dia butuhkan, tak tega melihat Dennis kecewa, Bambang pun mengajaknya pergi ke pantai untuk main basah-basahan sebentar sambil bermain bola, Dennis pun kegirangan dan melupakan layang-layangnya. "Dek Ririn suka main ke pantai ya?" tanyanya sambil menggendong Dennis yang tertidur pulas di pundaknya. “Iya, suka banget, Mas. Tapi biasanya sambil sibuk menjaga Dennis, jadi nggak bisa benar-benar menikmati kay

  • Pasutri Jadi-jadian   111. Saat Dennis Tantrum

    “Oya?” Bola mata Nuning membesar, senang mendengar Vincent menghubunginya. “Mas, tolong diangkat dulu, aku mau cuci tangan,” katanya sambil buru-buru beranjak menuju wastafel.Bambang tersenyum kepada Ririn yang mengulurkan ponsel Nuning kepadanya, membuat hati gadis itu berdesir aneh ketika jemari mereka bersentuhan.“Halo, Vin?” sapa Bambang ramah begitu melihat wajah tampan iparnya terpampang jelas di layar.“Halo, Mas? Bagaimana kabar keluarga semuanya?” sahut Vincent di seberang sana.“Sehat semua, Vin. Kami sedang dinner sekarang. Nih, Emak sama Bapak,” jawab Bambang sambil mengarahkan kamera ponsel kepada kedua orangtuanya dengan hati-hati, menyembunyikan wajah Jaka yang sedang membeku di sebelahnya.Bu Parmi dan Pak Priyo berbasa-basi sejenak dengan menantunya, sampai Nuning kembali lagi ke meja. “Sudah dulu ya, Nak Vincent ..., Nuning sudah sudah selesai nih c

  • Pasutri Jadi-jadian   112. Foto Semasa Kecil

    “Hus, jangan ngaco!” omel Nuning menyembunyikan debaran jantungnya yang menghebat. Terlebih Jaka yang semula tersenyum jahil, kini mengubah sorot matanya menjadi lebih serius saat tatapan mereka berdua bertabrakan untuk sekian detik yang menyiksa.Lelaki itu kembali tertawa lirih. “Sejak kapan kau berubah menjadi seserius ini, Nyonya Vincent Alessio?” tegur Jaka membuat Nuning membuang tatapannya kepada Dennis yang tertidur pulas. “Besok, boleh kan kalau aku mengajak Dennis main layangan?” tanyanya kemudian.Nuning berdecak. “Dia bakal ngamuk dan membencimu kalau kau sampai mengingkari janjimu soal bikin layangan tadi. Dennis nggak bisa diberi janji kosong, dia akan terus menagih apa yang telah kita janjikan padanya,” ujarnya sambil menyelimuti buah hatinya.Jaka mengangguk-angguk senang mendengarnya, artinya Nuning mengizinkannya. Dia ingin lebih dekat dan bermain lebih lama bersama Dennis. Jaka pun menatap Dennis

  • Pasutri Jadi-jadian   113. Perdebatan Dalam Badai

    Vincent membuang napas kesal. Perjalanan terkutuk hari ini sukses menambah buruk suasana hatinya. Pikirannya sudah terasa kusut setelah mendengar tangisan Dennis yang memanggil-manggil dirinya dalam video call kemarin. Jantung Vincent terasa diremas-remas melihat putera tercintanya menangis sampai sedemikian rupa. Membuatnya merasa buruk sebagai seorang ayah.“Vin, kau mendengarku?”Vincent menoleh, mendapati Carla sedang menatapnya dengan kesal. “Sepertinya kita terjebak salju,” kata wanita itu.Vincent pun menoleh ke luar jendela dan melihat senja yang semakin gelap. Pusaran salju menutupi seluruh pandangan di luar mobil yang membuat segalanya menjadi tampak putih buram. “Di mana kita?” tanyanya.“Masih di pedesaan, Tuan, sepertinya kita di tepi Dartmoor. Saya tidak bisa memastikannya karena sinyal GPS mulai hilang,” sahut sopir limusin yang mengantarnya menemui Tuan Alfred, calon investor besarnya,

  • Pasutri Jadi-jadian   114. Imajinasi Carla

    “Apakah sama sekali tak ada kamar kosong?” Vincent mencoba bernegosiasi.Wanita gemuk di depannya mengangkat bahu sambil menggeleng. “Maaf, tapi kalian bisa beristirahat di sofa itu,” katanya sambil menunjuk sofa butut di mata Vincent, apalagi Carla yang seketika terbelalak ngeri.‘Sofa seperti itu mestinya sudah masuk ke pembuangan sampah!’ batin Carla dongkol sekaligus bergidik geli membayangkan tubuhnya harus bersentuhan dengan kain kasar sofa murahan di sana.Andai tubuh Vincent tak selelah ini, dia bakal setuju saja tidur di manapun. Tapi tubuhnya terasa remuk redam karena agenda perjalanan bisnisnya yang sangat padat dalam minggu ini. Ditambah perjalanan menembus badai tadi. Bisa merebahkan diri di kasur yang empuk, menjadi harapan mahalnya malam ini.“Saya rasa, ... pasti ada. Tolong Anda ingat-ingat lagi.” Vincent mengeluarkan kartu kreditnya. “Akan saya bayar sepuluh kali lipat, atau ...

Latest chapter

  • Pasutri Jadi-jadian   Epilog

    Jaka menyematkan cincin, yang dikeluarkannya dari kotak Tiffany Blue, ke jari manis Nuning. Kemudian keduanya saling memandang penuh cinta. “Menikahlah denganku, Ning?” pinta Jaka. Nuning mengangguk cepat. Tiada keraguan lagi yang menggelayuti hatinya. Segala kegalauannya tentang pernikahan pupus sudah. Tak perlu menunduk takut menghadapi pernikahannya yang ketiga kali ini. Dia siap menikahi Jaka, pria yang sejak kecil sudah menunjukkan loyalitas persahabatannya pada Nuning. Lelaki itu menyenangkan dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Nuning sudah memahaminya luar-dalam, demikian pula sebaliknya, Jaka pun memahami Nuning. Mereka hanya perlu mengikat lebih erat hatinya dengan saling percaya. Kenyamanan dan kedamaian dalam jiwa yang tenang, adalah wujud nyata dari cinta sejati yang mereka rasakan. Tuan Rain dan Nyonya Rose yang mendengar rencana pernikahan mereka, berbesar hati menerimanya. Nyonya Rose menjadikan momen itu sebagai latihan

  • Pasutri Jadi-jadian   184. Harga Mahal Sebuah Pengampunan

    Akhirnya Nuning dapat tertidur pulas. Kesedihan, duka, dan tangis telah menguras energinya sejak kemarin. Tidur akan sangat membantu proses pemulihannya nanti.Dan ditengah tidur lelapnya, Nuning memimpikan sosok Jaka. Lelaki itu duduk di tepi ranjangnya sambil tersenyum. Mengamati dirinya sambil membelai-belai wajahnya yang bersimbah tangis.Dia masih sesosok Jaka yang tampan, tiada sedikitpun luka yang tampak dalam dirinya. Jaka tampak sehat dan baik-baik saja.“Ning? Sudah bangun?” sapanya dengan teramat lirih. Senyum tak lepas dari wajah indahnya.Nuning terdiam dan menatap lelaki itu cukup lama. Dan dalam mimpinya ini, Nuning teringat Jaka sudah mati.Nuning mengulurkan tangan. “Jak?” panggilnya. Kemudian Lelaki itu menundukkan wajahnya.Nuning membelai-belai ketampanan yang terpampang di depannya. Nuning tak peduli ini nyata atau bukan. Tak peduli lelaki itu mati atau tidak. Dia hanya ingin tetap bisa menyentuhn

  • Pasutri Jadi-jadian   183. Kasih yang Membebaskan

    Jaka meninggal.Cuma dua kata. Tapi butuh waktu dua puluh jam bagi Nuning untuk sanggup mencerna maknanya, di sela-sela pingsannya yang tak berkesudahan.Wanita itu mengedarkan pandang di saat sadarnya, dia menemukan Vincent yang tak lepas menggenggam tangannya. “Dennis lagi sama opa dan omanya. Mereka sedang menenangkan Dennis. Papa dan Mama langsung terbang ke sini begitu mengetahui kabar itu dari berita. Mereka mencemaskanmu dan Dennis. Mereka turut berduka sedalam-dalamnya, termasuk Opa Daniel,” bisik Vincent dengan kelembutan yang biasanya menenangkan, tetapi tidak dalam situasi Nuning saat ini.Ungkapan belasungkawa itu justru menambah luka dalam dada Nuning yang kian menganga lebar. Tentu semua orang bisa begitu mudah menerima kematian Jaka. Karena mereka tak terlibat emosi sedalam ini dengan lelaki yang teramat berarti baginya.Nuning menggeleng. Tidak. Dia belum siap dengan ini!Akan tetapi, siapa yang betul-betul siap menghada

  • Pasutri Jadi-jadian   182. Dia Tak Boleh Pergi

    “Kamu nggak mau nungguin Dennis pulang dulu nih, Jak?”Jaka menggeleng sambil memaksakan diri menarik segaris senyum di bibirnya. Dia enggan bertemu dan berbasa-basi dengan Vincent saat suasana hatinya sedang seburuk ini. Dia masih merasa kesal dan kecewa lelaki itu menggeser posisinya di acara Father Day hari ini, momen pentingnya bersama Dennis, darah dagingnya. Meskipun dia juga paham, Vincent berhak berada di sana.Bagaimanapun Vincent juga ayah Dennis. Vincent juga malaikat mereka. Jaka tak sanggup membayangkan apa jadinya jika Nuning menghadapi kehamilannya seorang diri dengan segala kesulitannya kala itu, tanpa lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas janin yang tengah dikandungnya, yaitu dirinya!Berkat kebaikan Vincent pula Nuning dan Dennis bisa merasakan hidup yang lebih dari sekadar layak. Lelaki itulah yang telah memuliakan wanita yang dicintainya ini. Vincent mengangkat status sosial Nuning setinggi langit, sesuatu yang tak dapat J

  • Pasutri Jadi-jadian   181. Dalam Keheningan

    “Ayah, besok ada acara Father Day. Ayah mau ikut nggak?” tanya Dennis disela-sela makan siangnya di sebuah hotel bersama Nuning dan Vincent yang baru saja tiba dari Jakarta.“Ayah kan masih capek, Sayang. Dennis ajak Uncle Jack aja, ya?” sahut Nuning sambil mengusap-usap sayang rambut Dennis.“Tapi kan Ayah belum pernah ikut acara Father Day sama Dennis?” bocah tampan itu tampak merajuk.Vincent terlihat ingin mengalah dan menjawab ‘baiklah’. Namun Nuning dengan cepat menangkap kelelahan yang memenuhi wajah tampan pria itu.“Dennis, Uncle Jack pasti sedih kalau Dennis menggantikan posisinya dengan tiba-tiba kayak gini. Padahal Dennis sudah jauh-jauh hari bikin janji sama Uncle tentang acara ini. Uncle pasti sudah bersiap-siap sekarang. Dennis tega bikin Uncle Jack kecewa?”Namun Vincent dengan cepat menyanggahnya, “Nggak apa-apa, Ning. Dennis benar, kok. Aku perlu ikut acara itu seka

  • Pasutri Jadi-jadian   180. Jatuh Cinta dan Konsekuensinya

    Jaka mulai frustrasi. Tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Tenggelam dalam kekecewaan yang menggerusnya dengan sesak yang menyakitkan.Ningtyas geram melihatnya!“Kamu tahu konsekuensinya sejak awal kan, Mas? Jatuh cinta itu harus siap-siap sakit. Namanya aja jatuh cinta. ‘Jatuh’ yang artinya bisa saja nyungsep, ngglepar, nyusruk ... dan semuanya itu pasti berujung sakit. Kamu nggak bisa cuma menginginkan cinta dengan mengabaikan kemungkinan sakitnya. Sampai kapan kamu mau terus begini?” Ningtyas mengomelinya. Melihat Jaka senelangsa ini, membuat hatinya ikut nelangsa juga.Jaka menimang-nimang kotak Tiffany Blue di tangannya, yang telah begitu lama ia simpan untuk Nuning dengan segaa kesabaran dan penantiannya. “Kau betul, aku harus tahu kapan saatnya menyerah dan melepaskan mimpiku ini, dan menggantinya dengan mimpi lain yang lebih mungkin,” desahnya sambil mengecup kotak itu, kemudian membukanya.Ningtyas terbelalak

  • Pasutri Jadi-jadian   179. Kado Permintaan Dennis

    Hari ini, Jaka sedang mewujudkan kado permintaan Dennis. Bocah itu rupanya sedang belajar mendesain layangannya sendiri, tapi dia belum bisa mengeksekusi idenya tersebut menjadi sebuah layangan seperti harapannya. Kemudian meminta Jaka menciptakan untuknya sebagai kado spesial. Tentu dengan senang hati Jaka mengabulkannya.Mereka berdua pun membuat layangan di teras belakang rumah Jaka, di dekat area kolam renang pribadinya. Sebab studionya sedang dipenuhi para pekerja yang sedang memproduksi layangan untuk dijual, maupun untuk memenuhi pesanan para pelanggan.Ayah dan anak itu merakit layangan sambil berbincang santai.“Memangnya, apa sih kado yang Dennis minta dari Ayah Vincent kemarin?” selidik Jaka penasaran.“Cincin.”“Cincin?” Jaka mengerutkan kening. Permintaan yang tak lumrah.“Bukan buat Dennis kok, tapi buat Bunda.”“Loh, kok buat Bunda?”Dennis tertawa kecil

  • Pasutri Jadi-jadian   178. Cinta Pertama Mengukir Cerita

    Saat mendengar bunyi langkah kaki di belakangnya, Nuning menoleh dengan cepat. Jaka tampak tersenyum dengan buket bunga mawar merah di tangannya. Nuning mencebik saat menerimanya, tapi sambil mengendusi wanginya yang khas.“Cantik.”“Secantik kamu.”“Gombal.”“Digombalin aja aku masih aja ditolak, apalagi kalau nggak?” goda Jaka sambil mengambil alih pekerjaan Nuning mendekorasi ruang tamu yang akan digunakan untuk perayaan ulang tahun Dennis yang ke-11 secara kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga saja.“Dennis mana?” tanya Jaka sambil memompa beberapa balon.“Pergi sama Vincent.”“Ke mana?”“Beli kado.”“Beli kado?”“Dia menolak kado yang dibawa Vincent jauh-jauh dari Amerika, dan bilang mau memilih sendiri kadonya, lalu menyeret Vincent ke kota untuk membeli kado pilihannya sendiri.”

  • Pasutri Jadi-jadian   177. Untuk yang Terakhir

    Dua tahun yang lalu,Ningtyas mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa terkejut saat mendengar kabar perceraian Nuning. Tetapi, dia adalah orang yang paling ditekan rasa bersalah kala mendengarnya. Saat itu, Jaka dan Nuning masih berada di Lampung, mengurus Pak Priyo yang baru menjalani operasi jantung.Ningtyas merasa bosan dan menelepon Jaka.“Mas, kapan sih pulangnya? Lama banget? Banyak PR desain yang belum kamu beresin nih. Lagipula, nggak ada kamu di sini nggak seru!”“Main aja ke rumah Dennis.”“Loh, Dennis di Buleleng?”“Iya, dia udah balik duluan sama Helda. Soalnya dia harus sekolah.”“Wah, kalau gitu aku main ke sana deh. Kangen juga aku sama lasagna di cafenya.”“Kalau kamu lagi senggang, tolong bantuin Helda antar –jemput Dennis sekolah.”“Mas, kerjaanku di studio kita tuh udah banyak. Ini m

DMCA.com Protection Status