Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Bab 111 - Bab 120

Semua Bab Pasutri Jadi-jadian: Bab 111 - Bab 120

185 Bab

111. Saat Dennis Tantrum

“Oya?” Bola mata Nuning membesar, senang mendengar Vincent menghubunginya. “Mas, tolong diangkat dulu, aku mau cuci tangan,” katanya sambil buru-buru beranjak menuju wastafel.Bambang tersenyum kepada Ririn yang mengulurkan ponsel Nuning kepadanya, membuat hati gadis itu berdesir aneh ketika jemari mereka bersentuhan.“Halo, Vin?” sapa Bambang ramah begitu melihat wajah tampan iparnya terpampang jelas di layar.“Halo, Mas? Bagaimana kabar keluarga semuanya?” sahut Vincent di seberang sana.“Sehat semua, Vin. Kami sedang dinner sekarang. Nih, Emak sama Bapak,” jawab Bambang sambil mengarahkan kamera ponsel kepada kedua orangtuanya dengan hati-hati,  menyembunyikan wajah Jaka yang sedang membeku di sebelahnya.Bu Parmi dan Pak Priyo berbasa-basi sejenak dengan menantunya, sampai Nuning kembali lagi ke meja. “Sudah dulu ya, Nak Vincent ..., Nuning sudah sudah selesai nih c
Baca selengkapnya

112. Foto Semasa Kecil

“Hus, jangan ngaco!” omel Nuning menyembunyikan debaran jantungnya yang menghebat. Terlebih Jaka yang semula tersenyum jahil, kini mengubah sorot matanya menjadi lebih serius saat tatapan mereka berdua bertabrakan untuk sekian detik yang menyiksa.Lelaki itu kembali tertawa lirih. “Sejak kapan kau berubah menjadi seserius ini, Nyonya Vincent Alessio?” tegur Jaka membuat Nuning membuang tatapannya kepada Dennis yang tertidur pulas. “Besok, boleh kan kalau aku mengajak Dennis main layangan?” tanyanya kemudian.Nuning berdecak. “Dia bakal ngamuk dan membencimu kalau kau sampai mengingkari janjimu soal bikin layangan tadi. Dennis nggak bisa diberi janji kosong, dia akan terus menagih apa yang telah kita janjikan padanya,” ujarnya sambil menyelimuti buah hatinya.Jaka mengangguk-angguk senang mendengarnya, artinya Nuning mengizinkannya. Dia ingin lebih dekat dan bermain lebih lama bersama Dennis. Jaka pun menatap Dennis
Baca selengkapnya

113. Perdebatan Dalam Badai

Vincent membuang napas kesal. Perjalanan terkutuk hari ini sukses menambah buruk suasana hatinya. Pikirannya sudah terasa kusut setelah mendengar tangisan Dennis yang memanggil-manggil dirinya dalam video call kemarin. Jantung Vincent terasa diremas-remas melihat putera tercintanya menangis sampai sedemikian rupa. Membuatnya merasa buruk sebagai seorang ayah. “Vin, kau mendengarku?”Vincent menoleh, mendapati Carla sedang menatapnya dengan kesal. “Sepertinya kita terjebak salju,” kata wanita itu.Vincent pun menoleh ke luar jendela dan melihat senja yang semakin gelap. Pusaran salju menutupi seluruh pandangan di luar mobil yang membuat segalanya menjadi tampak putih buram. “Di mana kita?” tanyanya.“Masih di pedesaan, Tuan, sepertinya kita di tepi Dartmoor. Saya tidak bisa memastikannya karena sinyal GPS mulai hilang,” sahut sopir limusin yang mengantarnya menemui Tuan Alfred, calon investor besarnya,
Baca selengkapnya

114. Imajinasi Carla

“Apakah sama sekali tak ada kamar kosong?” Vincent mencoba bernegosiasi.Wanita gemuk di depannya mengangkat bahu sambil menggeleng. “Maaf, tapi kalian bisa beristirahat di sofa itu,” katanya sambil menunjuk sofa butut di mata Vincent, apalagi Carla yang seketika terbelalak ngeri.‘Sofa seperti itu mestinya sudah masuk ke pembuangan sampah!’ batin Carla dongkol sekaligus bergidik geli membayangkan tubuhnya harus bersentuhan dengan kain kasar sofa murahan di sana.Andai tubuh Vincent tak selelah ini, dia bakal setuju saja tidur di manapun. Tapi tubuhnya terasa remuk redam karena agenda perjalanan bisnisnya yang sangat padat dalam minggu ini. Ditambah perjalanan menembus badai tadi. Bisa merebahkan diri di kasur yang empuk, menjadi harapan mahalnya malam ini.“Saya rasa, ... pasti ada. Tolong Anda ingat-ingat lagi.” Vincent mengeluarkan kartu kreditnya. “Akan  saya bayar sepuluh kali lipat, atau ...
Baca selengkapnya

115. Anggur Murahan

Selesai mengeringkan tubuh dan rambutnya dengan handuk, Carla memakai sweter krem Vincent melalui atas kepalanya. Terasa hangat dan lembut membalut kulitnya. Carla bercermin. Sweter itu tampak kebesaran, tapi justru terlihat seksi karena menutupi setengah pahanya yang mulus. Carla menyukainya. Dia pun kembali ke dalam kamar dengan penuh percaya diri.Carla membuka pintu, menemukan Vincent yang sedang membelakanginya. Pria itu sedang menatap ke luar jendela, memandangi cuaca bersalju sambil bersedekap. Membuat Carla menelan ludah menatap keindahan punggungnya yang begitu tegap, terlihat sangat pas untuk dipeluknya dari belakang, lalu menyandarkan kepalanya yang berat di sana.Tiba-tiba saja Vincent berbalik dan menatapnya. Carla tertegun, sekilas ia sempat melihat sorot yang berbeda dalam bola mata Vincent yang tampak berkedip-kedip begitu menatapnya. Semacam ekspresi seorang pria yang terpana kala melihat sesuatu yang luar biasa dalam diri seorang wanita, yang membuat
Baca selengkapnya

116. Tak Perlu Meninggalkanku

Jaka tersenyum melihat Dennis aktif berlarian mengejar bola di halaman berumput yang dirawat rapi. Sementara si baby sitter yang menemaninya bermain terlihat menyeka keringat di keningnya, kelelahan mengawasi balita aktif itu.“Halo, Dennis!” sapa Jaka begitu turun dari mobilnya.Balita itu terdiam sejenak, tatapannya melebar melihat kedatangan sosok yang kurang familiar di matanya.“Mau main layangan nggak?” Jaka melambaikan layangan berekor panjang yang baru dibuatnya tadi pagi.Mata Dennis membesar, dia mulai teringat sosok uncle yang menjanjikannya bermain layangan semalam, juga berjanji akan membuat layangan bersamanya. “Mauuuu!” jawabnya seraya berlari menujunya. Dia memang sudah menunggu-nunggu layangannya.Jaka lekas menangkap dan mengangkat tinggi-tinggi tubuh balita itu. Membuat Dennis tergelak senang saat Jaka mengayun-ayunkan tubuhnya, mengingatkan Dennis kepada ayahnya yang juga sering melak
Baca selengkapnya

117. Layangan Pengikat Hati

Sebenarnya, angin bulan Desember tak cukup baik untuk menerbangkan layangan. Tapi Jaka tak ingin membuat Dennis bersedih. Diajaknya Dennis menerbangkan layangan buatannya di alun-alun. Dennis rupanya tahu tentang alun-alun dari Bambang. Mumpung cuaca hari ini sedang panas, biasanya menjelang sore atau malam, cuaca lekas berubah menjadi mendung. Melihat layangannya akhirnya berhasil mengangkasa setelah berkali-kali gagal terbang, Dennis memekik riang. Menunjuk-nunjuk ekor panjangnya yang menari-nari bersama irama angin. “Uncle Jack, liat... ekornya dancing!” seru Dennis sambil bertepuk tangan. Jaka terkekeh senang sambil menciumi Dennis dengan gemas. Lalu menggenggam tangan kecil Dennis, mengajaknya menarik-ulur benang layangannya, membuat layangan itu meliuk-liuk lincah di angkasa.  “Wow ..., beautiful!” pekik Dennis dengan gelak tawanya yang menular. Jaka dipenuhi kebahagiaan yang terasa menenangkan jiwa-raganya. Dipeluknya bal
Baca selengkapnya

118. Uncle Jack

Bambang begitu menyukai Ririn. Semua yang dilihatnya dari sosok gadis berparas ayu itu hanyalah keindahan. Bahkan saat Ririn memucat malu karena kelepasan kentut di depannya, juga terlihat indah-indah saja baginya. “Nggak perlu malu, Dek Ririn .... Kentut itu kan hal yang normal, bayangin kalau kita nggak bisa kentut? Walah ..., tersiksa loh, Dek!”“I-iya sih, Mas. Tapi kan nggak sopan kalau kentut di depan orang lain.” Ririn jadi salah tingkah di depan kakak majikannya yang ucapannya suka absurd.“Makanya, Dek Ririn jangan anggap aku orang lain. Anggap aja pacar, ... gimana?” tembak Bambang tanpa tedeng aling-aling.“P-pacar?” Ririn jadi semakin memucat ditembak secepat itu oleh seorang pria yang baru dikenalnya beberapa hari.“Kalau nggak mau anggap pacar, ya anggap calon suami juga nggak apa-apa kok, Dek,” cengir Bambang dengan senyum pepsodent.“Cuma dianggap ..., berarti nggak b
Baca selengkapnya

119. Sesuatu Tentang Passion

“Makanlah dulu, Jak. Emak masak banyak tuh, sekalian mau nitip balikin rantangnya bibimu,” kata Bu Parmi menahan Jaka yang ingin langsung pulang setelah Dennis tertidur pulas. Hubungan Bu Parmi dengan bibinya Jaka memang selalu baik meskipun Jaka dan Nuning bercerai. Justru keduanya semakin dekat karena sering berbagi curhat. Dari sanalah, Bu Parmi mengetahui kondisi rumah tangga Jaka dengan Erna yang ternyata tak seindah kelihatannya.“Mbakyu, Erna itu ternyata kasar bukan main loh mulutnya. Pas saya lagi menginap di rumahnya yang di Jakarta, ndelalah kok mereka lagi ribut di dalam kamar. Saya dengar sendiri Jaka dibentak-bentak. Kalau suaminya nggak sabar-sabar kayak Jaka, mungkin udah kena tangan itu si Erna. Padahal dulu kelihatannya Erna tuh pendiam, malu-malu gitu. Manis banget pas masih pendekatan sama Jaka semasa SMA,” keluh bibinya Jaka dulu kepada Bu Parmi.“Jadi, Erna mirip-mirip Bu Tatik gitu tho kalau sudah ngomel, Jeng?&rdquo
Baca selengkapnya

120. Hujan yang Meresahkan

“K-kau ...?” Nuning terbelalak ngeri sambil mengusapi bibirnya, seakan dengan begitu bisa menghapus jejak ciuman Jaka di sana. “Jak!” bentaknya mulai kesal. “Aku tak akan mengizinkanmu bertemu dengan Dennis lagi kalau kau masih seperti ini!” ancamnya sengit.Jaka mengernyitkan keningnya. “Kenapa kau tiba-tiba semarah ini?”“Ya iyalah! Kau tahu aku sudah bersuami, tapi bisa-bisanya kau---“ Nuning menelan ludah. Menggeleng frustrasi. Dia tak ingin bertengkar dengan Jaka. Baru saja dia menemukan kenyamanan bersamanya, tapi pria itu dengan cepat merusaknya.“Karena kamu terlihat lucu di mataku, aku jadi gemas dan menciummu begitu saja,” sahut Jaka dengan entengnya.“Jak, aku ingin kita kembali bersahabat, cuma sahabat. Dan tidak ada yang namanya ciuman antara sahabat. Apa kau bisa? Jika tidak, lebih baik kita hentikan sampai di sini saja. Berarti kita tak akan bisa kembali berteman,
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1011121314
...
19
DMCA.com Protection Status