Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / 119. Sesuatu Tentang Passion

Share

119. Sesuatu Tentang Passion

Penulis: Indy Shinta
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

“Makanlah dulu, Jak. Emak masak banyak tuh, sekalian mau nitip balikin rantangnya bibimu,” kata Bu Parmi menahan Jaka yang ingin langsung pulang setelah Dennis tertidur pulas. Hubungan Bu Parmi dengan bibinya Jaka memang selalu baik meskipun Jaka dan Nuning bercerai. Justru keduanya semakin dekat karena sering berbagi curhat. Dari sanalah, Bu Parmi mengetahui kondisi rumah tangga Jaka dengan Erna yang ternyata tak seindah kelihatannya.

“Mbakyu, Erna itu ternyata kasar bukan main loh mulutnya. Pas saya lagi menginap di rumahnya yang di Jakarta, ndelalah kok mereka lagi ribut di dalam kamar. Saya dengar sendiri Jaka dibentak-bentak. Kalau suaminya nggak sabar-sabar kayak Jaka, mungkin udah kena tangan itu si Erna. Padahal dulu kelihatannya Erna tuh pendiam, malu-malu gitu. Manis banget pas masih pendekatan sama Jaka semasa SMA,” keluh bibinya Jaka dulu kepada Bu Parmi.

“Jadi, Erna mirip-mirip Bu Tatik gitu tho kalau sudah ngomel, Jeng?&rdquo

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Pasutri Jadi-jadian   120. Hujan yang Meresahkan

    “K-kau ...?” Nuning terbelalak ngeri sambil mengusapi bibirnya, seakan dengan begitu bisa menghapus jejak ciuman Jaka di sana. “Jak!” bentaknya mulai kesal. “Aku tak akan mengizinkanmu bertemu dengan Dennis lagi kalau kau masih seperti ini!” ancamnya sengit.Jaka mengernyitkan keningnya. “Kenapa kau tiba-tiba semarah ini?”“Ya iyalah! Kau tahu aku sudah bersuami, tapi bisa-bisanya kau---“ Nuning menelan ludah. Menggeleng frustrasi. Dia tak ingin bertengkar dengan Jaka. Baru saja dia menemukan kenyamanan bersamanya, tapi pria itu dengan cepat merusaknya.“Karena kamu terlihat lucu di mataku, aku jadi gemas dan menciummu begitu saja,” sahut Jaka dengan entengnya.“Jak, aku ingin kita kembali bersahabat, cuma sahabat. Dan tidak ada yang namanya ciuman antara sahabat. Apa kau bisa? Jika tidak, lebih baik kita hentikan sampai di sini saja. Berarti kita tak akan bisa kembali berteman,

  • Pasutri Jadi-jadian   121. Gelisah yang Mendekap

    Ririn menarik diri dari pelukan Bambang, lalu menghapus air matanya. Bambang mengulurkan tangan, mengusapi air mata Ririn yang masih menetes. Lalu tertegun saat Ririn mengangkat wajahnya, menatap Bambang dengan sorot mata yang tiba-tiba terasa menyalahkan dengan ketajaman yang menghujam. “Kenapa kau harus sebaik itu kepadaku?” desisnya terdengar membingungkan dan seperti bukan Ririn, ditambah dengan tawanya yang terdengar getir.Bambang sempat berpikir wanita ini kesurupan jin tambak. Tapi bulu kuduknya baik-baik saja, nggak merinding. “Dek, kamu tuh kenapa?” tanyanya dengan nada tenang. Tapi Ririn malah kembali menangis. Bambang menghela napas sabarnya. Melelahkan. Menghadapi wanita itu ternyata melelahkan. Apalagi dengan emosinya yang naik turun kayak gini. Tapi anehnya, Bambang menyukai kelelahannya ini. “Dek, kalau ada masalah ngomong aja, kali aja aku bisa bantuin?”“Kamu nggak bakal bisa bantu, Mas!”“C

  • Pasutri Jadi-jadian   122. Titah Sang Nyonya

    “Rin, sini sebentar,” panggil Nuning dari teras rumah. “Kamu nggak kemana-mana kan hari ini?” tegurnya dengan tatapan yang membuat baby sitter itu sedikit gemetar. Sang nyonya jarang sekali memanggil namanya, biasanya Nuning memanggilnya dengan sebutan ‘Ncus’, menyamai panggilan Dennis untuknya.“Ti-tidak, Nyonya,” jawabnya gugup. Untung saja dia menolak ajakan Bambang jalan-jalan ke luar hari ini. Ririn sudah menerimanya sebagai kekasih kemarin, namun dia ingin merahasiakan dulu hubungan mereka dari semua orang.“Jaga Dennis baik-baik, kalau si Uncle Jack mengajaknya keluar main layangan, jangan boleh. Hari ini Dennis main di rumah saja. Ntar minta tolong Uncle Bams buat memompa kolam renangnya Dennis, biar Dennis sibuk berenang saja.”“B-baik, Nyonya,” angguk Ririn, lalu kembali masuk ke dalam rumah, menghampiri Dennis yang sedang menonton acara kartun favorit dan menyuapinya. Sam

  • Pasutri Jadi-jadian   123. Dalam Sebuah Pelarian

    Jaka berlari-lari kecil menyusuri kebun, tempat bermainnya semasa kecil dulu bersama Nuning. Dia harus lekas bertemu dan bicara dengannya. Ingin meraih izinnya agar diperbolehkan kembali bermain dengan Dennis. Tangisan Dennis masih terasa menggema di telinganya. Kesedihan balita itu terasa menyiksanya. Membuatnya semakin tak sabar menemukan Nuning.“Ning ...?” panggilnya sambil berdecak malas. Sepatu sport mahalnya jadi belepotan tanah karena melalui banyak kubangan bekas hujan semalam. “Ngapain sih dia ke tempat kayak gini? Dah jadi nyonya milyader, bukannya main ke mall aja atau berwisata ke mana kek, malah balik lagi ke kebun becek. Ning ... Nuning,” gumam Jaka mulai dongkol sambil geleng-geleng kepala. “Ngapain coba dia ke tempat kayak gini, mana sepi ... sendirian pula.," gerutunya. "Ning ...?” panggilnya lagi.Jaka melewati jalan setapak yang membelah sebuah kebun. Ilalang mulai meninggi di sekitarnya. Musin hujan membuat rumpu

  • Pasutri Jadi-jadian   124. Hidupmu adalah Nyawaku

    Begitu tenggelam ke dalam kali, Nuning menendang-nendang, berusaha berenang. Tetapi secara tiba-tiba kakinya sekaku pohon, kram! Sangat sulit digerakkan. Sementara arus air kali begitu jemawa menyeretnya tanpa pengampunan dan belas kasih. Tubuhnya yang ringan terombang-ambing hebat di kedalaman air kali yang kemudian menenggelamkannya. Nuning melambaikan tangan ke permukaan kala mendengar suara Jaka memanggilnya. Dia bisa merasakan keputusasaan dalam suara lelaki itu, seputus asa dirinya yang terus-terusan dipermainkan arus kali yang semakin meliar. Seliar ketakutannya saat ini. ‘Tidak, jangan sekarang! Aku tak mau mati sekarang!’ batinnya panik menyadari kiamatnya sudah didepan mata. Namun, dia enggan tunduk begitu saja kepada sang arus yang dengan berang mencengkeram, mengaduk, dan meremasnya dengan ketakutan yang menggigit harapan hidupnya detik itu. “Jak!” panggilnya saat kepalanya berhasil menyembul ke permukaan. Nuning mengangkat tangan setinggi-tingginya. “Jak!” pangg

  • Pasutri Jadi-jadian   125. Melindas Jarak

    “Jangan konyol, Ning. Kamu nggak akan bisa jalan dengan kondisi kayak gini. Kamu bisa melukai telapak kakimu. Apalagi, kita tadi terseret arus cukup jauh, butuh perjalanan panjang untuk sampai ke rumah. Naik sajalah ke punggungku, kayak biasanya,” bujuk Jaka. Tetapi, Nuning bersikeras menolak. Padahal dia bertelanjang kaki, kedua sepatu bootsnya hilang di dalam kali. Jaka menuntun Nuning yang ingin mencoba berjalan. Tapi baru juga selangkah, Nuning sudah mengaduh sambil meringis dan mencengkeram lengan Jaka erat-erat, menahan nyeri yang merambati kakinya. Juga, kepalanya yang masih pusing. Jaka membuang napas. “Sudahlah!” omelnya sambil menggendong Nuning begitu saja. Nuning terkesiap saat tubuhnya terayun dengan tiba-tiba dan tahu-tahu saja sudah dalam gendongan Jaka. “J-jak, nanti ... kalau ada orang yang lihat gimana, mereka nanti bisa menyangka yang nggak-nggak.” Nuning terlihat kalut. “Sempat-sempatnya kamu mikiran apa kata orang dalam kondisi da

  • Pasutri Jadi-jadian   126. Jeritan Dennis

    Jaka mengusapi wajah Nuning yang digenangi air matanya yang menderas setelah ciuman mereka berakhir. Tiada sedikitpun kepuasan yang mereka dapati selain luka dengan rasa nyerinya yang bertubi-tubi. Jaka pun merengkuhnya dalam pelukan saat tangis Nuning semakin hilang kendali hingga membuat tubuh mungilnya terguncang hebat. Jaka pun mengetatkan pelukannya dalam kebisuan. Tiada menemukan penghiburan yang sanggup membunuh segala sakit yang mendera mereka sampai sekejam ini. “Jak ...,” isak Nuning dalam pelukannya. “Bermainlah dengan Dennis sepuas-puasnya, dia ...” Nuning tersedu lagi, “dia anakmu, Jak,” akunya dengan hati tersayat-sayat. Akan tetapi, Jaka cuma tertawa lirih. “Aku tahu, Sayang ...,” bisiknya sambil mengecup puncak kepala wanita itu. Sekonyong-konyong Nuning membeku. Lalu menarik diri dalam pelukan Jaka dan terperangah menatapnya. “K-kau ... tahu?” Lelaki itu mengangguk sembari menatap Nuning dalam-dalam. “Dennis sangat mirip denganku dala

  • Pasutri Jadi-jadian   127. Rencana Tuan Besar

    Ada rasa kosong merasuki perasaan Nuning kala kembali ke rumah besarnya. Terlebih masih dengan ketiadaan Vincent. Helda tadi menelepon jika Vincent belum bisa kembali ke Jakarta karena masih ada beberapa keperluan di Milan. “Tuan Vincent menyampaikan permintaan maafnya, Nyonya. Beliau akan segera menelepon begitu ada waktu. Saat ini Tuan masih sangat sibuk,” jelas Helda yang cuma disahuti ‘iya-iya’ saja oleh Nuning. Dia sudah mulai terbiasa tentang ini. Sepertinya, Vincent sudah kembali menjadi dirinya sendiri yang workaholic. “Mestinya aku tak perlu kaget lagi soal itu,” gumamnya sambil melemparkan ponselnya ke nakas, menarik selimut, dan memeluk gulingnya. Lalu mencoba tidur, namun matanya menolak digerus kantuk.Membaca. Biasanya Nuning akan sangat mengantuk begitu membuka buku. “Ah, sekalian belajar deh. Biar otakku bisa berguna pas semesteran nanti,” gumamnya sambil meraih buku perpajakan. “Ck .

Bab terbaru

  • Pasutri Jadi-jadian   Epilog

    Jaka menyematkan cincin, yang dikeluarkannya dari kotak Tiffany Blue, ke jari manis Nuning. Kemudian keduanya saling memandang penuh cinta. “Menikahlah denganku, Ning?” pinta Jaka. Nuning mengangguk cepat. Tiada keraguan lagi yang menggelayuti hatinya. Segala kegalauannya tentang pernikahan pupus sudah. Tak perlu menunduk takut menghadapi pernikahannya yang ketiga kali ini. Dia siap menikahi Jaka, pria yang sejak kecil sudah menunjukkan loyalitas persahabatannya pada Nuning. Lelaki itu menyenangkan dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Nuning sudah memahaminya luar-dalam, demikian pula sebaliknya, Jaka pun memahami Nuning. Mereka hanya perlu mengikat lebih erat hatinya dengan saling percaya. Kenyamanan dan kedamaian dalam jiwa yang tenang, adalah wujud nyata dari cinta sejati yang mereka rasakan. Tuan Rain dan Nyonya Rose yang mendengar rencana pernikahan mereka, berbesar hati menerimanya. Nyonya Rose menjadikan momen itu sebagai latihan

  • Pasutri Jadi-jadian   184. Harga Mahal Sebuah Pengampunan

    Akhirnya Nuning dapat tertidur pulas. Kesedihan, duka, dan tangis telah menguras energinya sejak kemarin. Tidur akan sangat membantu proses pemulihannya nanti.Dan ditengah tidur lelapnya, Nuning memimpikan sosok Jaka. Lelaki itu duduk di tepi ranjangnya sambil tersenyum. Mengamati dirinya sambil membelai-belai wajahnya yang bersimbah tangis.Dia masih sesosok Jaka yang tampan, tiada sedikitpun luka yang tampak dalam dirinya. Jaka tampak sehat dan baik-baik saja.“Ning? Sudah bangun?” sapanya dengan teramat lirih. Senyum tak lepas dari wajah indahnya.Nuning terdiam dan menatap lelaki itu cukup lama. Dan dalam mimpinya ini, Nuning teringat Jaka sudah mati.Nuning mengulurkan tangan. “Jak?” panggilnya. Kemudian Lelaki itu menundukkan wajahnya.Nuning membelai-belai ketampanan yang terpampang di depannya. Nuning tak peduli ini nyata atau bukan. Tak peduli lelaki itu mati atau tidak. Dia hanya ingin tetap bisa menyentuhn

  • Pasutri Jadi-jadian   183. Kasih yang Membebaskan

    Jaka meninggal.Cuma dua kata. Tapi butuh waktu dua puluh jam bagi Nuning untuk sanggup mencerna maknanya, di sela-sela pingsannya yang tak berkesudahan.Wanita itu mengedarkan pandang di saat sadarnya, dia menemukan Vincent yang tak lepas menggenggam tangannya. “Dennis lagi sama opa dan omanya. Mereka sedang menenangkan Dennis. Papa dan Mama langsung terbang ke sini begitu mengetahui kabar itu dari berita. Mereka mencemaskanmu dan Dennis. Mereka turut berduka sedalam-dalamnya, termasuk Opa Daniel,” bisik Vincent dengan kelembutan yang biasanya menenangkan, tetapi tidak dalam situasi Nuning saat ini.Ungkapan belasungkawa itu justru menambah luka dalam dada Nuning yang kian menganga lebar. Tentu semua orang bisa begitu mudah menerima kematian Jaka. Karena mereka tak terlibat emosi sedalam ini dengan lelaki yang teramat berarti baginya.Nuning menggeleng. Tidak. Dia belum siap dengan ini!Akan tetapi, siapa yang betul-betul siap menghada

  • Pasutri Jadi-jadian   182. Dia Tak Boleh Pergi

    “Kamu nggak mau nungguin Dennis pulang dulu nih, Jak?”Jaka menggeleng sambil memaksakan diri menarik segaris senyum di bibirnya. Dia enggan bertemu dan berbasa-basi dengan Vincent saat suasana hatinya sedang seburuk ini. Dia masih merasa kesal dan kecewa lelaki itu menggeser posisinya di acara Father Day hari ini, momen pentingnya bersama Dennis, darah dagingnya. Meskipun dia juga paham, Vincent berhak berada di sana.Bagaimanapun Vincent juga ayah Dennis. Vincent juga malaikat mereka. Jaka tak sanggup membayangkan apa jadinya jika Nuning menghadapi kehamilannya seorang diri dengan segala kesulitannya kala itu, tanpa lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas janin yang tengah dikandungnya, yaitu dirinya!Berkat kebaikan Vincent pula Nuning dan Dennis bisa merasakan hidup yang lebih dari sekadar layak. Lelaki itulah yang telah memuliakan wanita yang dicintainya ini. Vincent mengangkat status sosial Nuning setinggi langit, sesuatu yang tak dapat J

  • Pasutri Jadi-jadian   181. Dalam Keheningan

    “Ayah, besok ada acara Father Day. Ayah mau ikut nggak?” tanya Dennis disela-sela makan siangnya di sebuah hotel bersama Nuning dan Vincent yang baru saja tiba dari Jakarta.“Ayah kan masih capek, Sayang. Dennis ajak Uncle Jack aja, ya?” sahut Nuning sambil mengusap-usap sayang rambut Dennis.“Tapi kan Ayah belum pernah ikut acara Father Day sama Dennis?” bocah tampan itu tampak merajuk.Vincent terlihat ingin mengalah dan menjawab ‘baiklah’. Namun Nuning dengan cepat menangkap kelelahan yang memenuhi wajah tampan pria itu.“Dennis, Uncle Jack pasti sedih kalau Dennis menggantikan posisinya dengan tiba-tiba kayak gini. Padahal Dennis sudah jauh-jauh hari bikin janji sama Uncle tentang acara ini. Uncle pasti sudah bersiap-siap sekarang. Dennis tega bikin Uncle Jack kecewa?”Namun Vincent dengan cepat menyanggahnya, “Nggak apa-apa, Ning. Dennis benar, kok. Aku perlu ikut acara itu seka

  • Pasutri Jadi-jadian   180. Jatuh Cinta dan Konsekuensinya

    Jaka mulai frustrasi. Tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Tenggelam dalam kekecewaan yang menggerusnya dengan sesak yang menyakitkan.Ningtyas geram melihatnya!“Kamu tahu konsekuensinya sejak awal kan, Mas? Jatuh cinta itu harus siap-siap sakit. Namanya aja jatuh cinta. ‘Jatuh’ yang artinya bisa saja nyungsep, ngglepar, nyusruk ... dan semuanya itu pasti berujung sakit. Kamu nggak bisa cuma menginginkan cinta dengan mengabaikan kemungkinan sakitnya. Sampai kapan kamu mau terus begini?” Ningtyas mengomelinya. Melihat Jaka senelangsa ini, membuat hatinya ikut nelangsa juga.Jaka menimang-nimang kotak Tiffany Blue di tangannya, yang telah begitu lama ia simpan untuk Nuning dengan segaa kesabaran dan penantiannya. “Kau betul, aku harus tahu kapan saatnya menyerah dan melepaskan mimpiku ini, dan menggantinya dengan mimpi lain yang lebih mungkin,” desahnya sambil mengecup kotak itu, kemudian membukanya.Ningtyas terbelalak

  • Pasutri Jadi-jadian   179. Kado Permintaan Dennis

    Hari ini, Jaka sedang mewujudkan kado permintaan Dennis. Bocah itu rupanya sedang belajar mendesain layangannya sendiri, tapi dia belum bisa mengeksekusi idenya tersebut menjadi sebuah layangan seperti harapannya. Kemudian meminta Jaka menciptakan untuknya sebagai kado spesial. Tentu dengan senang hati Jaka mengabulkannya.Mereka berdua pun membuat layangan di teras belakang rumah Jaka, di dekat area kolam renang pribadinya. Sebab studionya sedang dipenuhi para pekerja yang sedang memproduksi layangan untuk dijual, maupun untuk memenuhi pesanan para pelanggan.Ayah dan anak itu merakit layangan sambil berbincang santai.“Memangnya, apa sih kado yang Dennis minta dari Ayah Vincent kemarin?” selidik Jaka penasaran.“Cincin.”“Cincin?” Jaka mengerutkan kening. Permintaan yang tak lumrah.“Bukan buat Dennis kok, tapi buat Bunda.”“Loh, kok buat Bunda?”Dennis tertawa kecil

  • Pasutri Jadi-jadian   178. Cinta Pertama Mengukir Cerita

    Saat mendengar bunyi langkah kaki di belakangnya, Nuning menoleh dengan cepat. Jaka tampak tersenyum dengan buket bunga mawar merah di tangannya. Nuning mencebik saat menerimanya, tapi sambil mengendusi wanginya yang khas.“Cantik.”“Secantik kamu.”“Gombal.”“Digombalin aja aku masih aja ditolak, apalagi kalau nggak?” goda Jaka sambil mengambil alih pekerjaan Nuning mendekorasi ruang tamu yang akan digunakan untuk perayaan ulang tahun Dennis yang ke-11 secara kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga saja.“Dennis mana?” tanya Jaka sambil memompa beberapa balon.“Pergi sama Vincent.”“Ke mana?”“Beli kado.”“Beli kado?”“Dia menolak kado yang dibawa Vincent jauh-jauh dari Amerika, dan bilang mau memilih sendiri kadonya, lalu menyeret Vincent ke kota untuk membeli kado pilihannya sendiri.”

  • Pasutri Jadi-jadian   177. Untuk yang Terakhir

    Dua tahun yang lalu,Ningtyas mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa terkejut saat mendengar kabar perceraian Nuning. Tetapi, dia adalah orang yang paling ditekan rasa bersalah kala mendengarnya. Saat itu, Jaka dan Nuning masih berada di Lampung, mengurus Pak Priyo yang baru menjalani operasi jantung.Ningtyas merasa bosan dan menelepon Jaka.“Mas, kapan sih pulangnya? Lama banget? Banyak PR desain yang belum kamu beresin nih. Lagipula, nggak ada kamu di sini nggak seru!”“Main aja ke rumah Dennis.”“Loh, Dennis di Buleleng?”“Iya, dia udah balik duluan sama Helda. Soalnya dia harus sekolah.”“Wah, kalau gitu aku main ke sana deh. Kangen juga aku sama lasagna di cafenya.”“Kalau kamu lagi senggang, tolong bantuin Helda antar –jemput Dennis sekolah.”“Mas, kerjaanku di studio kita tuh udah banyak. Ini m

DMCA.com Protection Status