Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Bab 131 - Bab 140

Semua Bab Pasutri Jadi-jadian: Bab 131 - Bab 140

185 Bab

131. Dukungan Tuan Rain

Tuan Rain memang sudah mengetahui semua rencana Nuning, bahkan mendukungnya. Kala itu Tuan Rain mengajaknya bertemu di sela-sela jam makan siangnya, hanya untuk mengobrol sebagai seorang mertua dan menantu.“Kudengar, kau kesulitan menjalani kuliahmu. Sebenarnya apa masalahmu, Ning?” tanyanya hari itu, merontokkan kepercayaan diri Nuning seketika. Pertanyaan itu bagai menguliti kelemahan Nuning yang tak sanggup ditambal dengan apapun.‘Papa pasti kecewa, sebab aku terbukti tak mampu mengimbangi kecerdasan Vincent,’' pikirnya kalut.“Ning, aku ingin membantumu. Katakan saja sejujurnya apa yang ada dalam kepalamu, agar aku tahu bagaimana harus membantumu.”Senyum kebapakan dan kalimat sehalus sutera itupun meluruhkan ketakutan Nuning seketika. Sorot mata Tuan Rain yang begitu teduh menjadi oase tersendiri bagi Nuning. Sementara ia tak menemukan keteduhan seperti itu lagi di mata Nyonya Rose, yang kini lebih suka menekanny
Baca selengkapnya

132. Posisi yang Terancam

“Apa yang sedang kau rencanakan sebenarnya, Pa?” tegur Nyonya Rose tanpa mampu menyembunyikan kekesalannya sesampainya di rumah.“Tentang?” Tuan Rain melonggarkan dasinya dan meletakkannya di nakas secara asal-asalan. Sementara Nyonya Rose tampak tak sabar menodongnya dengan berbagai pertanyaan.“Kenapa tiba-tiba kau libatkan Carla untuk menggeser posisi yang seharusnya untuk Nuning, menantu kita sendiri?” cecar Nyonya Rose sambil menyilangkan kedua lengannya di depan perut. Tatapannya setajam elang, mengikuti ke mana pun suaminya bergerak.“Aku cuma kasih saran kok, Ma. Tapi, akui saja kalau sebenarnya saranku itu tepat dan masuk akal. Jangan sampai bisnis yang kau rintis dari nol hancur hanya gara-gara kau salah pilih orang. Dari segi apapun, Carla jauh lebih tepat. Kita sama-sama tahu kapasitas Nuning, ‘kan?” Tuan Rain malah menjawabnya dengan santai, mengabaikan ekspresi istrinya yang kelewat serius.
Baca selengkapnya

133. Kado Untuk Carla

Keesokan harinya, Nyonya Rose memanggil Nuning dan mengajaknya bicara empat mata. Meski kesal, dia mencoba membuka telinganya lebar-lebar. Dia mulai menyadari kalau menantunya ini ternyata tak selunak kelihatannya. “Jadi, kau malas kuliah?”“Saya tak ingin buang-buang waktu untuk melakukan hal yang tak saya sukai dan tak terjangkau oleh kapasitas otak saya. Itulah yang membuat saya malas.”“Hmm. Jadi, aku harus mengubah pertanyaanku. Apa yang kau sukai? Jawablah selain menjadi ibu rumah tangga.”“Bermain dan bersenang-senang, seperti kanak-kanak.”“Bicaralah lebih spesifik!”Nuning menelan ludah. Menghela napas, mengumpulkan tekad yang sempat mencelat akibat bentakan mertuanya yang tiba-tiba. Dia bisa merasakan amarah dari tatapan Nyonya Rose padanya. Untuk sejenak sanggup membuatnya merasa gentar, namun tiba-tiba saja suara Jaka hari itu mendesak muncul dalam kepalanya, &
Baca selengkapnya

134. Sudah Seberapa Pantas?

Ternyata Helda tak mengurus surat pengunduran dirinya dari kampus. Nuning merasa bodoh karena meminta tolong kepadanya. Dia kan tangan kanan mertuanya! Jelas saja tak akan memihaknya.Menjelang tidur, Nuning minta tolong Vincent agar membujuk Nyonya Rose, tapi Vincent justru berkata, “Percayalah pada mamaku, semua arahannya memang terlihat menyebalkan di masa kini, tapi di masa depan kamu pasti akan memetik hasilnya. Ayo, belajarlah yang rajin. Kamu pasti bisa! Tak ada alasan untuk tak kuliah. Soal pekerjaan rumah tangga, sudah ada Rumi dan Puji. Soal Dennis, sudah ada dua baby sitter dan asisten pribadi yang mengurusnya. Aku, sudah dengan pekerjaanku. Nah, kamu? Mau apa lagi kalau bukan meningkatkan kualitas diri? Bukankah kamu ingin melakukan itu agar pantas untukku?”“Aku nggak ingin jadi direktur, Vin. Apalagi CEO. Itu bukan aku banget! Aku nggak menyukai posisi itu.”Vincent tersenyum, tanpa mengalihkan tatapannya dari lapto
Baca selengkapnya

135. Bukan Pengkhianatan

Sejak Nuning mendengar ucapan Vincent yang menyakitkan, seminggu berikutnya bukanlah hari-hari yang mudah untuk dilaluinya. Saat Vincent melontarkan lelucon ringan, dia tak bisa tertawa. Kala Vincent mencoba merapatkan jarak yang mulai terbentang antara mereka, perasaan yang melingkupi Nuning jutru sedingin cerita badai salju di Devon. Mungkin karena telepon-telepon Vincent yang tak kunjung usai menginterupsi waktu kebersamaan mereka yang semakin tipis, dan di antara telepon itu tentu saja terselip Carla, Carla, dan Carla.Nuning mencoba mengabaikan suara Vincent yang sedang berbincang dengan Carla saat mereka berlibur di sebuah villa pribadi di Bandung. Sementara berbincang, Vincent memang selalu menggenggam erat tangannya, tak melepaskan Nuning barang sekejap sampai dia benar-benar selesai menelepon. “Kau dengar kan, tak ada hal pribadi yang kubicarakan dengannya. Jadi berhentilah bersikap cemburu. Memangnya kau tak lelah menekuk wajahmu terus-terusan seperti itu, hmm
Baca selengkapnya

136. Wanita Hebat

Vincent tersenyum puas menatap Nuning muncul memakai gaun satin biru kelasi yang dibelinya dari sebuah butik di Milan. Vincent jatuh cinta sejak pandangan pertama begitu melihat gaun itu dan membayangkan betapa cantiknya jika dipakai sang istri. Ternyata memang benar, Nuning muncul dengan pesona yang memenuhi ekspektasinya. Hebat, ukuran tubuh Nuning tak pernah berubah sejak dulu sampai sekarang, hingga Vincent tak repot-repot lagi memastikan ukurannya saat membeli. Ia ingat di luar kepala berapa ukuran dada, pinggang, dan pinggulnya.Vincent mendekatinya dan melingkarkan lengannya ke pinggul Nuning, lalu menunduk dan berkata kala Nuning mendongak menatapnya, “Andai saja kita belum terlambat untuk menuju jamuan makan malam Opa Daniel sekarang, aku pasti sudah mengunci kamar kita dan langsung bercinta denganmu.” Lalu lelaki itu tersenyum dengan tatapan yang menyorotkan kekaguman.Nuning tertawa kecut dalam hatinya. Dia juga ingin menerima tatapan seperti itu
Baca selengkapnya

137. Pesan Sang Konglomerat

Melihat orang-orang berbaris menyelamati Vincent dan Nuning, hati Carla semakin mendidih. Dia pun menyelinap keluar ruangan, berjalan membabi buta menuju lift, ingin kembali ke kamarnya. Dia tak ingin orang-orang melihatnya menjatuhkan air mata, terlebih dia sempat menangkap mata indah Vincent yang sempat mencuri-curi tatap kepadanya kala Carla berjalan melewatinya tanpa memberi selamat.Carla tak ingin menangisi pria beristri. Tidak boleh! Tapi air matanya berkhianat, justru mengalir deras sesampainya di kamar. Hatinya tercubit-cubit oleh rasa mendamba sekaligus melarang di detik yang sama. ‘Jangan, Carla! Dia sudah beristri,’ tegur nuraninya. Carla pun memeluk dirinya sendiri, sambil membayangkan Vincentlah yang sedang memeluknya saat ini.Sementara Vincent yang sibuk menerima ucapan selamat di sisi Nuning, mengutuk pelan dalam hatinya,‘Ke mana perginya si Carla?’ Diam-diam Vincent merasa cemas, jangan sampai wanita itu iri kepada Nuning. Vinc
Baca selengkapnya

138. Saran dari Tuan Rain

Tuan Rain tersenyum mengamati foto-foto kebersamaan Vincent dan Carla yang diam-diam kian intim saja. Orang-orang yang ditugasinya menguntit mereka kali ini betulan profesional rupanya, tak rugi Tuan Rain membayar mahal atas jasanya. “Mereka lihai mengambil gambar dengan sudut-sudut yang tepat, sehingga semua foto ini sanggup menjelaskan setiap kejadian dengan begitu gamblang,” gumamnya, kemudian menyeringai puas.“Permisi Pak, Nyonya Vincent sudah tiba,” lapor sekretaris yang sudah mengatur jadwal pertemuannya dengan Nuning di sela-sela kesibukannya. Tapi bagi Tuan Rain, pertemuan ini begitu penting hingga dia sengaja mengalahkan satu urusan lain demi mewujudkan pertemuan ini.Dengan sekali anggukan, sekretarisnya pun undur diri dan tak lama kemudian muncul sosok menantunya dari balik pintu.“Halo, Ning? Apa kabar?” sapa Tuan Rain dengan senyum kebapakan.Nuning balas tersenyum dengan tak kalah hangat lalu menjawab kab
Baca selengkapnya

139. Hadiah Mengejutkan

“Semoga kau menyukainya, Ning.”“Pa, apa ini tidak berlebihan?” Nuning masih belum percaya Tuan Rain memberinya sertifikat tanah seluas 1.200 meter persegi di Bali atas nama dirinya. Dan sudah dibangunkan pula sebuah rumah cantik dengan arsitektur yang artistik. Kolam renangnya pasti disukai Dennis. Halamannya yang luas pun terlihat menyenangkan untuk menerbangkan layangannya. Nuning mengetahuinya melalui foto-foto di tangannya. “Cantik sekali,” pujinya kagum. Pasti ini sangat mahal mengingat gilanya harga properti di sana. Tapi, Tuan Rain dengan suka cita menghadiahkannya untuknya?“Itu ucapan terima kasihku, sebab kau sudah membantu puteraku sesukses sekarang. Tanpa dukunganmu, Vincent pasti tetap berada dalam kepompongnya, kelamaan nyaman bekerja santai di rumah saja. Padahal lihat, dia sebenarnya sangat mampu melakukan lebih dari itu.”‘Tapi, aku justru merindukan Vincent yang dulu,’ batin Nuning se
Baca selengkapnya

140. Jangan Melihatnya!

Carla memainkan jemarinya dalam kelebatan rambut ikal Vincent. Sambil tak lepas memandangi wajah lelap lelaki yang teramat ia puja sekembalinya dari Devon. Mereka sudah begitu lama berteman, bisa-bisanya Carla terjatuh begitu dalam ke lubang cinta yang dibuatnya sendiri. Mestinya hubungan ‘teman tapi mesra’ itu berakhir setibanya mereka di Milan pada tanggal 26 Desember. Namun kebersamaan mereka selama dua malam di hotel kumuh itu seperti bulan madu yang tak penah ia impikan, tapi justu terasa sangat manis. “Aku mencintaimu, Vin,” bisik Carla usai mengecup bibir lelaki itu.“Jangan. Aku sudah beristri.” Tiba-tiba saja Vincent membuka mata dan membuat Carla terkejut. Ternyata lelaki itu sudah bangun dari tidurnya setelah percintaan liar yang cukup menguras tenaga. Terlihat dari pakaian mereka yang bertebaran di mana-mana, di sofa ruang tengah, di sepanjang lorong menuju kamar, dan berakhir di kaki ranjang.“Kau tahu
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
1213141516
...
19
DMCA.com Protection Status