Beranda / Romansa / Pasutri Jadi-jadian / Bab 151 - Bab 160

Semua Bab Pasutri Jadi-jadian: Bab 151 - Bab 160

185 Bab

151. Sebuah Kebetulan

“Oh. Bagaimana kondisi Tuan Vincent saat ini, Tuan?” tanya Helda sembari menata vas di meja kerjanya. Meski sedang menelepon tetapi wanita itu tetap aktif melakukan kegiatan lain.“Aku tak menyangka jika kondisinya lebih buruk dari yang kukira, Helda. Tapi syukurlah, seburuk apapun itu masih belum terlambat bagi kami untuk menolongnya. Semoga dia bisa menjalani sesi terapinya dibawah bimbingan seorang sahabat Opa Daniel yang merupakan ahli spiritual di Tiongkok. Aku bersyukur sekali Om Daniel berumur panjang sehingga bisa merangkul anak yang tak bisa kurangkul sendiri,” ujar Tuan Rain dalam telepon.“Tapi dengan begitu, Anda bisa lebih fokus mengurus Nyonya Rose.” Helda menyahut dengan bibir tersenyum memandangi bunga mawar cantik dalam vas, alih-alih tersenyum pada Tuan Rain.“Ya, lagi-lagi aku sangat bersyukur. Semoga Rose lekas membaik agar kami bisa lekas menemui Vincent ke Tiongkok.”“Semoga saja,
Baca selengkapnya

152. De' Alessio

“Tolong, satu kamar lagi,” ucap Jaka begitu selesai dengan ponselnya. “Untuk saya,” katanya sambil membuka dompet dan mengeluarkan KTP. Meletakkannya di depan Helda.Ningtyas memutar bola matanya. “Kenapa? Mas Jaka takut sekamar denganku? Aku tak bakal menerkammu!” ketusnya pada Jaka sambil mengambil KTP dari meja resepsionis. “Satu kamar saja, Mbak,” katanya.Jaka merebut KTP dari tangan Ningtyas dengan gerakan santai. “Tolong satu kamar lagi untuk saya,” katanya sambil menyodorkan kembali KTP miliknya pada Helda.Helda segera mengambil KTP dari tangan Jaka dan menginput datanya. Setelah Jaka menyelesaikan pembayaran untuk 2 kamar sekaligus, Helda pun menyerahkan 2 kunci, masing-masing untuk Jaka dan Ningtyas.Jaka mengambilnya dan berderap pergi meninggalkan meja setelah berterima kasih.“Menyebalkan,” gumam Ningtyas sambil membuntuti Jaka seperti anak itik yang ketinggalan i
Baca selengkapnya

153. Binar-Binar Cinta

Hari Sabtu, Nuning bangun pagi-pagi sekali. Penginapannya sedang ramai. Sepagi ini suara berisik anak-anak dan orang jejeritan sambil berenang telah membuatnya terbangun dari tidur nyenyaknya. Rumah pribadi Nuning dengan area penginapannya dibatasi pagar besi setinggi 2 meter yang ditanami tumbuhan hijau merambat sehingga terlihat asri.Nuning mengikat rambutnya menjadi ekor kuda. Lalu membuka tirai jendela kamarnya yang terletak di lantai dua. Kemudian melangkah ke pintu menuju balkon dan menyandarkan kedua telapak tangannya ke sebuah pagar besi. Hamparan kolam renang di area penginapannya terlihat jelas dari tempatnya berdiri saat ini. Dia tersenyum puas melihat para tamunya tampak bergembira menikmati fasilitas yang disediakan.Dari tempatnya, Nuning melihat Helda sedang sibuk mengecek sebuah kertas yang disematkan dalam sebuah papan tipis seukuran kertas folio, sepertinya daftar pekerjaan. Helda memang rajin mengecek pekerjaan semua karyawannya. Wanita itu kini sed
Baca selengkapnya

154. Festival Layang-layang

“Halo, Ning?” Jaka akhirnya bersuara beberapa detik kemudian.“Ah, De’ Alessio ... ini bisnis kalian?” Nuning mengangguk dengan seutas senyum. “De’ Alessio, Dennis Alessio,” jelasnya singkat.“De’ singkatan dari Dennis?”Nuning mengangguk.“Bagaimana kabarnya?”“Sangat baik.”“Syukurlah. Dennis di sini?”“Dia ada di rumah sebelah, mampirlah. Dia pasti senang bisa bertemu dengan Uncle Jack lagi,” ujar Nuning begitu ramah.Jaka mengangguk kecil. Nuning bisa merasakan kecanggungannya. Nuning pun menoleh kepada Ningtyas yang juga terlihat kikuk saat bertatapan dengannya. Dia pun lekas menyadari sesuatu. “Ah, selamat menikmati sarapannya. Minuman kalian akan segera datang,” ucapnya sambil mengangguk kecil dan tersenyum bergantian kepada Jaka dan Ningtyas. Lalu beranjak meninggalkan mereka.
Baca selengkapnya

155. Reuni Hati

Jaka mengawasi Dennis dan Nuning di antara para pengunjung pantai yang berseliweran, ada  yang asyik dengan layangan atau yang datang untuk sekadar menonton festival. “Tyas, tolong bantu Mr Nam mengurus layangannya. Sudah mengurus pendaftarannya kan?”“Mr Nam sudah mendaftar sendiri kok sejak kemarin.”“Oke, tolong bantu dia mempersiapkan layangannya dulu. Pakai tali yang sudah kusiapkan khusus untuk merokot,” kata Jaka sebelum menjauh dengan berlari-lari kecil. Mengabaikan desahan dongkol Ningtyas.“Ning!” panggil Jaka begitu Nuning dan Dennis sudah berada di depan matanya.Nuning terkejut melihat kemunculan Jaka yang tiba-tiba.“Halo, Dennis? Masih ingat sama Uncle Jack?” sapa lelaki itu sambil berjongkok, menyamakan ketinggiannya dengan Dennis.Dennis menatap Jaka dengan bingung lalu menoleh kepada bundanya.“Sepertinya dia sedikit lupa,” kata
Baca selengkapnya

156. Seperti Kencan

“Astaga ...,” gumam Nuning sambil tertawa, sebab sebentar-sebentar Jaka mengklakson mobilnya. Mau tak mau dia mengendurkan injakannya pada pedal gas, jika tidak ... mobil di belakang yang tak lain adalah Jaka bakal mengklaksonnya terus-menerus. “Menjengkelkan,” desahnya sambil menahan senyum.Sementara Ningtyas geleng-geleng kepala memperhatikan wajah Jaka yang nggak lagi selow sepanjang mengawal sedan Audi di depannya. “Kenapa Mas Jaka nggak menyopirinya aja sekalian sih? Biar aku yang menyetir mobil ini sendirian,” ocehnya.“Dia sudah bersuami dan saat ini suaminya sedang di luar negeri. Aku menghormati rumah tangga mereka. Jangan sampai perhatianku berbuntut kesalahpahaman bagi pihak lain.”“Tapi kan kalian cuma berteman, dan tujuanmu baik.”“Dia itu ... Nyonya VA.”“Oh.”Ningtyas pun bungkam dan lekas memahami semuanya. Sejak tadi mereka sibuk dengan fest
Baca selengkapnya

157. Menjaga Perasaan

Jaka terkekeh melihat kekonyolan Ningtyas. “Kamu kok kayak Nuning zaman dulu aja sih,” gumamnya sambil membuka ponsel. Memandangi isi galerinya yang dipenuhi foto-foto Nuning dan Dennis saat di pantai tadi. Lalu Jaka membuka daftar kontaknya, dan membuka blokirnya atas nomor Nuning. Jaka mendesah lega, sebab Nuning masih tetap memakai nomor itu, terlihat dari foto profilnya yang sedang berpose cantik dengan Dennis. Keningnya mengerut sejenak ketika menyadari Nuning menamai kontaknya dengan namanya sendiri, tanpa embel-embel Alessio lagi di belakang namanya. Tapi Jaka tak ingin berpikir banyak, tujuannya hanya ingin berbagi foto-foto ini dengan Nuning.Nuning yang baru selesai memasak di dapur cafenya, lekas membuka ponselnya yang berbunyi. Mengecek pesan yang baru saja masuk. Jantungnya bagai berayun-ayun saat menerima kiriman foto-foto dari Jaka. “Dia sudah tak memblokirku lagi?” gumamnya dengan kening berkerut, kemudian tersenyum senang. ‘Terim
Baca selengkapnya

158. Pernah Menjadi Terbaik

Dennis bangun di hari Minggu pagi dengan begitu riang, tanpa disuruh dia berinisiatif mandi. Bahkan memilih dan mengambil sendiri pakaiannya dari lemari. Lalu bocah tampan itu menyantap corn flakes sambil mengoceh ramai tentang keseruan festival layangan di Pantai Lovina, yang akan dikunjunginya lagi hari ini bersama Uncle Jack. Helda yang mendengarkan cerita Dennis tersenyum senang sambil mengunyah sandwich. Sementara Nuning sibuk meracik kopi untuk dirinya dan juga Helda.“Dennis suka ya sama Uncle Jack?” ujar Helda sambil melirik Nuning dengan cengiran usil.Nuning mencebik sambil menyeduh kopi.“Suka dong, Tante! Uncle Jack itu hebat, jago banget main layangan. Kemarin Uncle udah bikin putus banyak layangan musuh.”“Wah, Uncle Jack memang hebat ya!” sahut Helda sambil cekikikan, meledek Nuning.Helda bisa melihat gelagat CLBK, alias cinta lama bersemi kembali antara Nuning dan Jaka. Sambil bermain pi
Baca selengkapnya

159. Mendamaikan Badai

Banyak orang sukses yang ternyata diam-diam menyimpan beban berat dalam hidupnya, tak terkecuali seorang Vincent Alessio. Membuat Opa Daniel merasa kecolongan begitu mengetahui kondisi cucunya yang ternyata tengah mengalami depresi berat. Padahal selama ini ia kerap menyebarkan pesan, mewanti-wanti dalam setiap kesempatan kepada semua orang yang ditemuinya, agar memakai hatinya. Sebab ia meyakini, hanya orang-orang yang membuka hati dan menggunakan dengan baik yang dapat sukses dan bahagia, kemudian dapat membagi kebahagiaannya kepada orang-orang di sekitar mereka.“Maafkan aku, Om. Aku terlena oleh kehidupan fana ini. Sehingga mengabaikan hati nuraniku, hingga mengacaukan keluargaku sendiri. Aku yang telah merusak istri dan anakku, Om. Semoga aku belum terlambat untuk Vincent.”Tuan Rain akhirnya mengucapkan pengakuan itu di atas kesadarannya yang baru saja terbuka di depan sosok orang tua yang sangat diseganinya. Daniel Sutomo sudah seperti ayahnya sendir
Baca selengkapnya

160. Tiket Emas

Jaka memasuki sebuah studio, tempat diproduksinya berbagai layang-layang yang didesain sendiri olehnya. Usai merampungkan ide dan menggambarkan desain layang-layang di ruangannya, Jaka mempresentasikan kepada 15 orang tim produksinya yang merupakan warga lokal. Jaka memberdayakan orang-orang yang berbakat di bidang layang-layang untuk bekerja bersamanya dengan standar kualitas ekspor.Sejauh ini bisnis kreatifnya tersebut sangat menjanjikan keuntungan yang memuaskan dirinya dan juga para pekerjanya. Orang-orang yang bekerja bersamanya bagai menemukan jalan untuk mengeksekusi seni dan keterampilan mereka, namun tetap bisa mendapatkan penghasilan yang setimpal dan memuaskan. Sebab Jaka menjalankan bisnisnya dengan penuh perhitungan dan profesional.Desain Jaka pun mendapat tempat di hati para pecinta layang-layang, baik dari dalam maupun luar negeri. Layang-layang produksinya tak pernah sepi peminat. Studionya memproduksi layang-layang secara massal, juga menerima pesana
Baca selengkapnya
Sebelumnya
1
...
141516171819
DMCA.com Protection Status