Jaka terkekeh melihat kekonyolan Ningtyas. “Kamu kok kayak Nuning zaman dulu aja sih,” gumamnya sambil membuka ponsel. Memandangi isi galerinya yang dipenuhi foto-foto Nuning dan Dennis saat di pantai tadi. Lalu Jaka membuka daftar kontaknya, dan membuka blokirnya atas nomor Nuning. Jaka mendesah lega, sebab Nuning masih tetap memakai nomor itu, terlihat dari foto profilnya yang sedang berpose cantik dengan Dennis. Keningnya mengerut sejenak ketika menyadari Nuning menamai kontaknya dengan namanya sendiri, tanpa embel-embel Alessio lagi di belakang namanya. Tapi Jaka tak ingin berpikir banyak, tujuannya hanya ingin berbagi foto-foto ini dengan Nuning.
Nuning yang baru selesai memasak di dapur cafenya, lekas membuka ponselnya yang berbunyi. Mengecek pesan yang baru saja masuk. Jantungnya bagai berayun-ayun saat menerima kiriman foto-foto dari Jaka. “Dia sudah tak memblokirku lagi?” gumamnya dengan kening berkerut, kemudian tersenyum senang. ‘Terim
Dennis bangun di hari Minggu pagi dengan begitu riang, tanpa disuruh dia berinisiatif mandi. Bahkan memilih dan mengambil sendiri pakaiannya dari lemari. Lalu bocah tampan itu menyantap corn flakes sambil mengoceh ramai tentang keseruan festival layangan di Pantai Lovina, yang akan dikunjunginya lagi hari ini bersama Uncle Jack. Helda yang mendengarkan cerita Dennis tersenyum senang sambil mengunyah sandwich. Sementara Nuning sibuk meracik kopi untuk dirinya dan juga Helda.“Dennis suka ya sama Uncle Jack?” ujar Helda sambil melirik Nuning dengan cengiran usil.Nuning mencebik sambil menyeduh kopi.“Suka dong, Tante! Uncle Jack itu hebat, jago banget main layangan. Kemarin Uncle udah bikin putus banyak layangan musuh.”“Wah, Uncle Jack memang hebat ya!” sahut Helda sambil cekikikan, meledek Nuning.Helda bisa melihat gelagat CLBK, alias cinta lama bersemi kembali antara Nuning dan Jaka. Sambil bermain pi
Banyak orang sukses yang ternyata diam-diam menyimpan beban berat dalam hidupnya, tak terkecuali seorang Vincent Alessio. Membuat Opa Daniel merasa kecolongan begitu mengetahui kondisi cucunya yang ternyata tengah mengalami depresi berat. Padahal selama ini ia kerap menyebarkan pesan, mewanti-wanti dalam setiap kesempatan kepada semua orang yang ditemuinya, agar memakai hatinya. Sebab ia meyakini, hanya orang-orang yang membuka hati dan menggunakan dengan baik yang dapat sukses dan bahagia, kemudian dapat membagi kebahagiaannya kepada orang-orang di sekitar mereka.“Maafkan aku, Om. Aku terlena oleh kehidupan fana ini. Sehingga mengabaikan hati nuraniku, hingga mengacaukan keluargaku sendiri. Aku yang telah merusak istri dan anakku, Om. Semoga aku belum terlambat untuk Vincent.”Tuan Rain akhirnya mengucapkan pengakuan itu di atas kesadarannya yang baru saja terbuka di depan sosok orang tua yang sangat diseganinya. Daniel Sutomo sudah seperti ayahnya sendir
Jaka memasuki sebuah studio, tempat diproduksinya berbagai layang-layang yang didesain sendiri olehnya. Usai merampungkan ide dan menggambarkan desain layang-layang di ruangannya, Jaka mempresentasikan kepada 15 orang tim produksinya yang merupakan warga lokal. Jaka memberdayakan orang-orang yang berbakat di bidang layang-layang untuk bekerja bersamanya dengan standar kualitas ekspor.Sejauh ini bisnis kreatifnya tersebut sangat menjanjikan keuntungan yang memuaskan dirinya dan juga para pekerjanya. Orang-orang yang bekerja bersamanya bagai menemukan jalan untuk mengeksekusi seni dan keterampilan mereka, namun tetap bisa mendapatkan penghasilan yang setimpal dan memuaskan. Sebab Jaka menjalankan bisnisnya dengan penuh perhitungan dan profesional.Desain Jaka pun mendapat tempat di hati para pecinta layang-layang, baik dari dalam maupun luar negeri. Layang-layang produksinya tak pernah sepi peminat. Studionya memproduksi layang-layang secara massal, juga menerima pesana
Menyenangan sekali bisa memukui sesuatu, meskipun itu palu yang dihantamkannya ke sebuah paku. Dengan begitu, Ningtyas bisa mencegah dirinya memukul orang yang sudah membuatnya cemburu. Untungnya, engahan napas Ningtyas yang sejak tadi saling memburu teredam baik oleh bunyi aneka ketukan peralatan dari tangan para pengrajin layang-layang dalam area studio Jaka.Ningtyas tak bisa berhenti melirik ke arah teras rumah Jaka yang bersebelahan dengan studionya. Dari tempatnya berdiri, dia bisa melihat Jaka sedang tertawa dan tersenyum lebar sepanjang Nuning berbicara di depannya. Entah apa saja yang sedang mereka bicarakan sejak 2 jam yang lalu. Sepertinya kedua orang itu tak pernah kehabisan bahan pembicaraan saja.“Aww!” Ningtyas memekik sambil melempar palu yang malah mementung jempolnya sendiri. Dia pun melompat-lompat seperti kanguru, meringis memegangi jempolnya yang memerah dan tersengat sakit. Ah. Tapi ini tak ada apa-apa dibanding sakitnya cemburu dalam
Sepulangnya dari panti asuhan, Jaka ikut menuju ‘De’ Alessio Home Stay & Cafe’. Nuning sudah mempersiapkan dua kamar penginapannya untuk Jaka dan Ningtyas.Helda sudah mempersiapkan pesta kecil untuk ulang tahun Dennis di rumah mereka. Dan Jaka sangat ingin menghadirinya sebab Dennis pun sangat menginginkannya. Bahkan Dennis sampai pindah ke mobilnya demi memastikan Uncle Jack betulan menuju rumahnya.Nuning tersenyum puas melihat dekorasi ulang tahun yang sudah dipersiapkan Helda dalam rumah mungilnya. Riuhnya tepuk tangan Nuning, Jaka, Helda, dan Ningtyas bersama nyanyian ‘Happy Birthday to You’ mereka, membuat bibir Dennis terus-terusan mengembangkan senyumnya yang indah, seindah senyum sang ayah. Jaka mendampingi Dennis saat memotong kue tart lucu berkarakter Toy Story, usai bocah itu meniup lilinnya yang berangka tujuh.Di tengah gelak tawanya, tiba-tiba saja telepon Nuning berdering. Nuning buru-buru menerim
Vincent menelan ludahnya dengan susah payah mendengar jerit histeris dan tangis Nuning melalui video callnya tadi. Dennis yang semula tertawa riang seketika tersentak dan memucat takut dalam pelukan Helda yang sigap menguasai keadaan seperti biasa. Sambungan video call pun terputus.Tubuh Vincent melemas, tidak tahu harus berbuat apa. Dia membisu. Berharap bumi menelan dirinya saat itu juga ketika di ujung benaknya terngiang rintihan Nuning dulu yang memohon-mohon padanya,“Mau apa kamu? Jangan Vin, jangan ...!” Namun dia tetap mencabik pakaian terakhir yang melekat di atas tubuh lemah wanita itu demi melampiaskan nafsunya.Seketika Vincent memejamkan mata serapat-rapatnya dengan kepala tertunduk diberati sesal.“Ampunilah dirimu dengan sadar. Ampuni setiap kejadian di masa lalumu, yang menyakitimu maupun orang lain yang terlibat denganmu,” kata-kata Master Irman seketika terlintas dalam pikirannya.“Kesadaran adalah
“Apa yang sebenarnya terjadi, Helda?” desak Jaka setelah Nuning tertidur usai menelan obatnya.Jaka baru tahu jika Nuning sampai harus mengkonsumsi obat penenang dari psikiaternya. Mengetahuinya, dada Jaka bagai ditinju dengan kecemasan bertubi-tubi. Dia tak menyangka Nuning sampai harus menyembunyikan hal seserius ini darinya. Padahal Jaka berpikir mereka sudah saling nyaman. Namun nyatanya Nuning tetap saja pilih menyembunyikan luka sebesar itu darinya, bahkan juga dari keluarganya sendiri di kampung yang mengira Nuning baik-baik saja selama ini.Lalu, apa arti persahabatan mereka? Jaka merasa sedih karena belum berhasil meraih kepercayaan wanita itu seutuhnya.“Helda, tolong beritahu aku. Apa yang terjadi? Kenapa dia sampai sehisteris tadi? Apa benar karena Vincent? Tapi, kenapa?”Helda diam.Jaka menyeret kaki mendekatinya. Hatinya dipenuhi ingin tahu yang mencubiti rasa penasarannya. Dia begitu lapar akan jawaban
“Selamat pagi, Ayah Dennis?” sapa para guru yang menyambut kedatangan siswa mereka di dekat pintu gerbang sekolah setiap harinya. Kemiripan keduanya memang tak dapat disangkal oleh mata siapapun yang melihatnya. Lagipula Jaka pun pernah ikut kegiatan ‘Father Day’ bersama Dennis. Tanpa sepengetahuan Nuning, diam-diam Jaka membuat kesepakatan dengan Dennis agar selama hari itu Dennis memanggilnya Ayah saja. Tak disangka Dennis menyambutnya dengan suka cita.Jaka memeluk dan mencium Dennis dengan sepenuh rasa sayangnya. Lalu menatap bangga kepada si anak semata wayang. “Selamat bersenang-senang, Sayang! Baik-baik sama teman dan guru. Oke?” pesannya sambil mengangkat kedua tangannya menghadap bocah tampan itu, dan Dennis pun menyambut ‘hi five’-nya dengan tertawa riang.“Siap, Un---“ Tiba-tiba Dennis terdiam, lalu mengoreksi ucapannya,”Siap, Ayah!” Kemudian nyengir sambil mengedipkan sebelah matanya ke
Jaka menyematkan cincin, yang dikeluarkannya dari kotak Tiffany Blue, ke jari manis Nuning. Kemudian keduanya saling memandang penuh cinta. “Menikahlah denganku, Ning?” pinta Jaka. Nuning mengangguk cepat. Tiada keraguan lagi yang menggelayuti hatinya. Segala kegalauannya tentang pernikahan pupus sudah. Tak perlu menunduk takut menghadapi pernikahannya yang ketiga kali ini. Dia siap menikahi Jaka, pria yang sejak kecil sudah menunjukkan loyalitas persahabatannya pada Nuning. Lelaki itu menyenangkan dengan segenap kekurangan dan kelebihannya. Nuning sudah memahaminya luar-dalam, demikian pula sebaliknya, Jaka pun memahami Nuning. Mereka hanya perlu mengikat lebih erat hatinya dengan saling percaya. Kenyamanan dan kedamaian dalam jiwa yang tenang, adalah wujud nyata dari cinta sejati yang mereka rasakan. Tuan Rain dan Nyonya Rose yang mendengar rencana pernikahan mereka, berbesar hati menerimanya. Nyonya Rose menjadikan momen itu sebagai latihan
Akhirnya Nuning dapat tertidur pulas. Kesedihan, duka, dan tangis telah menguras energinya sejak kemarin. Tidur akan sangat membantu proses pemulihannya nanti.Dan ditengah tidur lelapnya, Nuning memimpikan sosok Jaka. Lelaki itu duduk di tepi ranjangnya sambil tersenyum. Mengamati dirinya sambil membelai-belai wajahnya yang bersimbah tangis.Dia masih sesosok Jaka yang tampan, tiada sedikitpun luka yang tampak dalam dirinya. Jaka tampak sehat dan baik-baik saja.“Ning? Sudah bangun?” sapanya dengan teramat lirih. Senyum tak lepas dari wajah indahnya.Nuning terdiam dan menatap lelaki itu cukup lama. Dan dalam mimpinya ini, Nuning teringat Jaka sudah mati.Nuning mengulurkan tangan. “Jak?” panggilnya. Kemudian Lelaki itu menundukkan wajahnya.Nuning membelai-belai ketampanan yang terpampang di depannya. Nuning tak peduli ini nyata atau bukan. Tak peduli lelaki itu mati atau tidak. Dia hanya ingin tetap bisa menyentuhn
Jaka meninggal.Cuma dua kata. Tapi butuh waktu dua puluh jam bagi Nuning untuk sanggup mencerna maknanya, di sela-sela pingsannya yang tak berkesudahan.Wanita itu mengedarkan pandang di saat sadarnya, dia menemukan Vincent yang tak lepas menggenggam tangannya. “Dennis lagi sama opa dan omanya. Mereka sedang menenangkan Dennis. Papa dan Mama langsung terbang ke sini begitu mengetahui kabar itu dari berita. Mereka mencemaskanmu dan Dennis. Mereka turut berduka sedalam-dalamnya, termasuk Opa Daniel,” bisik Vincent dengan kelembutan yang biasanya menenangkan, tetapi tidak dalam situasi Nuning saat ini.Ungkapan belasungkawa itu justru menambah luka dalam dada Nuning yang kian menganga lebar. Tentu semua orang bisa begitu mudah menerima kematian Jaka. Karena mereka tak terlibat emosi sedalam ini dengan lelaki yang teramat berarti baginya.Nuning menggeleng. Tidak. Dia belum siap dengan ini!Akan tetapi, siapa yang betul-betul siap menghada
“Kamu nggak mau nungguin Dennis pulang dulu nih, Jak?”Jaka menggeleng sambil memaksakan diri menarik segaris senyum di bibirnya. Dia enggan bertemu dan berbasa-basi dengan Vincent saat suasana hatinya sedang seburuk ini. Dia masih merasa kesal dan kecewa lelaki itu menggeser posisinya di acara Father Day hari ini, momen pentingnya bersama Dennis, darah dagingnya. Meskipun dia juga paham, Vincent berhak berada di sana.Bagaimanapun Vincent juga ayah Dennis. Vincent juga malaikat mereka. Jaka tak sanggup membayangkan apa jadinya jika Nuning menghadapi kehamilannya seorang diri dengan segala kesulitannya kala itu, tanpa lelaki yang seharusnya bertanggung jawab atas janin yang tengah dikandungnya, yaitu dirinya!Berkat kebaikan Vincent pula Nuning dan Dennis bisa merasakan hidup yang lebih dari sekadar layak. Lelaki itulah yang telah memuliakan wanita yang dicintainya ini. Vincent mengangkat status sosial Nuning setinggi langit, sesuatu yang tak dapat J
“Ayah, besok ada acara Father Day. Ayah mau ikut nggak?” tanya Dennis disela-sela makan siangnya di sebuah hotel bersama Nuning dan Vincent yang baru saja tiba dari Jakarta.“Ayah kan masih capek, Sayang. Dennis ajak Uncle Jack aja, ya?” sahut Nuning sambil mengusap-usap sayang rambut Dennis.“Tapi kan Ayah belum pernah ikut acara Father Day sama Dennis?” bocah tampan itu tampak merajuk.Vincent terlihat ingin mengalah dan menjawab ‘baiklah’. Namun Nuning dengan cepat menangkap kelelahan yang memenuhi wajah tampan pria itu.“Dennis, Uncle Jack pasti sedih kalau Dennis menggantikan posisinya dengan tiba-tiba kayak gini. Padahal Dennis sudah jauh-jauh hari bikin janji sama Uncle tentang acara ini. Uncle pasti sudah bersiap-siap sekarang. Dennis tega bikin Uncle Jack kecewa?”Namun Vincent dengan cepat menyanggahnya, “Nggak apa-apa, Ning. Dennis benar, kok. Aku perlu ikut acara itu seka
Jaka mulai frustrasi. Tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Tenggelam dalam kekecewaan yang menggerusnya dengan sesak yang menyakitkan.Ningtyas geram melihatnya!“Kamu tahu konsekuensinya sejak awal kan, Mas? Jatuh cinta itu harus siap-siap sakit. Namanya aja jatuh cinta. ‘Jatuh’ yang artinya bisa saja nyungsep, ngglepar, nyusruk ... dan semuanya itu pasti berujung sakit. Kamu nggak bisa cuma menginginkan cinta dengan mengabaikan kemungkinan sakitnya. Sampai kapan kamu mau terus begini?” Ningtyas mengomelinya. Melihat Jaka senelangsa ini, membuat hatinya ikut nelangsa juga.Jaka menimang-nimang kotak Tiffany Blue di tangannya, yang telah begitu lama ia simpan untuk Nuning dengan segaa kesabaran dan penantiannya. “Kau betul, aku harus tahu kapan saatnya menyerah dan melepaskan mimpiku ini, dan menggantinya dengan mimpi lain yang lebih mungkin,” desahnya sambil mengecup kotak itu, kemudian membukanya.Ningtyas terbelalak
Hari ini, Jaka sedang mewujudkan kado permintaan Dennis. Bocah itu rupanya sedang belajar mendesain layangannya sendiri, tapi dia belum bisa mengeksekusi idenya tersebut menjadi sebuah layangan seperti harapannya. Kemudian meminta Jaka menciptakan untuknya sebagai kado spesial. Tentu dengan senang hati Jaka mengabulkannya.Mereka berdua pun membuat layangan di teras belakang rumah Jaka, di dekat area kolam renang pribadinya. Sebab studionya sedang dipenuhi para pekerja yang sedang memproduksi layangan untuk dijual, maupun untuk memenuhi pesanan para pelanggan.Ayah dan anak itu merakit layangan sambil berbincang santai.“Memangnya, apa sih kado yang Dennis minta dari Ayah Vincent kemarin?” selidik Jaka penasaran.“Cincin.”“Cincin?” Jaka mengerutkan kening. Permintaan yang tak lumrah.“Bukan buat Dennis kok, tapi buat Bunda.”“Loh, kok buat Bunda?”Dennis tertawa kecil
Saat mendengar bunyi langkah kaki di belakangnya, Nuning menoleh dengan cepat. Jaka tampak tersenyum dengan buket bunga mawar merah di tangannya. Nuning mencebik saat menerimanya, tapi sambil mengendusi wanginya yang khas.“Cantik.”“Secantik kamu.”“Gombal.”“Digombalin aja aku masih aja ditolak, apalagi kalau nggak?” goda Jaka sambil mengambil alih pekerjaan Nuning mendekorasi ruang tamu yang akan digunakan untuk perayaan ulang tahun Dennis yang ke-11 secara kecil-kecilan, yang hanya dihadiri keluarga saja.“Dennis mana?” tanya Jaka sambil memompa beberapa balon.“Pergi sama Vincent.”“Ke mana?”“Beli kado.”“Beli kado?”“Dia menolak kado yang dibawa Vincent jauh-jauh dari Amerika, dan bilang mau memilih sendiri kadonya, lalu menyeret Vincent ke kota untuk membeli kado pilihannya sendiri.”
Dua tahun yang lalu,Ningtyas mungkin bukan satu-satunya orang yang merasa terkejut saat mendengar kabar perceraian Nuning. Tetapi, dia adalah orang yang paling ditekan rasa bersalah kala mendengarnya. Saat itu, Jaka dan Nuning masih berada di Lampung, mengurus Pak Priyo yang baru menjalani operasi jantung.Ningtyas merasa bosan dan menelepon Jaka.“Mas, kapan sih pulangnya? Lama banget? Banyak PR desain yang belum kamu beresin nih. Lagipula, nggak ada kamu di sini nggak seru!”“Main aja ke rumah Dennis.”“Loh, Dennis di Buleleng?”“Iya, dia udah balik duluan sama Helda. Soalnya dia harus sekolah.”“Wah, kalau gitu aku main ke sana deh. Kangen juga aku sama lasagna di cafenya.”“Kalau kamu lagi senggang, tolong bantuin Helda antar –jemput Dennis sekolah.”“Mas, kerjaanku di studio kita tuh udah banyak. Ini m