All Chapters of Stuck With Mr. Devil: Chapter 81 - Chapter 90
99 Chapters
| 81 |
Setelah selesai mengantar Zia pulang ke rumah. Zora bersiap-siap untuk pergi ke kantor lantaran waktu sudah menunjukkan pukul sembilan lewat.Gadis itu bergegas keluar kamar begitu telah rapi mengenakan setelan kemeja serta rok span hitam pendek yang sedikit di atas lutut. Ada belahan juga di sisi samping yang sebenarnya membuat Zora agak risih.Rok ini adalah rok lama yang dulu pernah Zora pakai sewaktu menjadi SPG untuk sebuah produk kosmetik. Ia tak menyangka rok ini masih muat, meski agak sempit di bagian pinggul. Zora terpaksa harus memakainya lantaran pakaian kerjanya sedang berada di laundry dan ia belum sempat pergi mengambil."Zia, Kakak pergi kerja dulu, ya?" pamit Zora kepada Zia yang saat ini tengah berada di dalam kamar.Walau sudah dinyatakan pulih dan diperbolehkan pulang, Zia masih harus banyak istirahat sampai beberapa waktu ke depan. Luka bekas operasinya pun belum sepenuhnya kering."Iya, Kak," sahut Zia, menoleh sejenak dari kegiatannya menulis sesuatu di buku.Zor
Read more
| 82 |
Sepanjang perjalanan Zora dan Nevano tak saling berbicara. Zora lebih memilih untuk membuang pandang ke jendela daripada menatap pemuda yang duduk di sampingnya itu.Ketika di pertengahan jalan, tiba-tiba Nevano membawa mobilnya berbelok ke sebuah Departemen Store. Lalu memarkirnya di basement. Ia melepas seatbelt dan kembali menatap Zora yang cuma bergeming sejak tadi."Itu dompet kamu." Sekonyong-konyong, Nevano melemparkan sesuatu ke atas pangkuan Zora.Zora tersentak dan menoleh. Dipandanginya sebuah dompet berwarna merah burgundy di atas pangkuan dengan alis bertautan. "Kenapa bisa ada sama kamu?""Nanti aja ngebahasnya." Nevano menyahut dingin. "Aku udah isi kartu kredit dan uang tunai ke dalam dompet kamu. Pake uang itu untuk beli pakaian yang bagus. Beli rok dan celana panjang sebanyak mungkin supaya kamu nggak perlu lagi pamer-pamer aurat di depan laki-laki lain."Semula, Zora hanya tertegun mendengar penuturan itu. Ia lantas buru-buru memeriksa dompet. Benar saja. Banyak se
Read more
| 83 |
Dentingan lembut piano adalah hal pertama yang menyambut kedatangan Nevano ke dalam restoran bintang 5 bergaya Prancis di bilangan pusat kota Jakarta tersebut. Pemuda itu berjalan tegap mengikuti sang manager restoran yang sedang memandunya menuju meja yang telah dipesan oleh papanya.Sepanjang perjalanan kemari, Nevano menebak-nebak apa yang sedang papanya rencanakan. Tidak mungkin ini cuma sekedar makan malam biasa. Mengingat ia sampai dijemput oleh Pak Hendris agar tidak bisa lagi menghindar. Padahal, Nevano sudah berjanji ingin menemui Zora malam ini dan terpaksa harus tertunda.Pemuda itu tertegun ketika telah sampai di salah satu meja yang terletak agak privat dari meja lain kala melihat sosok Lexa sudah duduk manis di salah satu kursi."Lexa?" gumam Nevano serta-merta. Ia mengelilingkan pandang. Tak ada papanya. Tak ada Adi Nugraha. Tak ada siapa-siapa selain mereka berdua.Apa-apaan ini?Lexa mengangkat wajah dan menatap Nevano datar. Ia menyunggingkan senyum tipis sebagai bent
Read more
| 84 |
"Tuan, Nevano! Tuan Muda!" panggil Pak Hendris ketika Nevano berjalan cepat menuju mobil sedannya yang terparkir di pelataran parkir dengan wajah kelam menahan emosi."Tuan!" panggil pria itu lagi lantaran Nevano tak menggubris. "Tu—""Mana kunci mobil?" Nevano tiba-tiba berbalik seraya mendelikkan mata. Satu tangannya menengadah di hadapan pria yang merupakan sekretaris pribadi papanya itu."Tuan Muda mau ke mana? Bukannya acara makan malamnya belum selesai?""Gue mau ketemu papa. Minta kunci mobilnya.""Tapi, Tuan—""Minta kunci mobilnya!" bentak Nevano habis kesabaran. Dicengkeramnya kerah kemeja Pak Hendris dengan kasar.Pria itu spontan mengerjap kaget, lalu dengan gugup merogoh saku celana panjangnya dan memberikan kunci mobil yang Nevano minta.Nevano dengan sigap mengambil benda itu dari tangan Pak Hendris seraya melepas cengkramannya. Sebelum masuk ke dalam mobil, pemuda itu kembali bertanya, "Di mana papa sekarang? Apa dia ada di rumah?""Ya, Tuan. Papa Tuan saat ini sedang
Read more
| 85 |
Zora mengedarkan pandang seraya membawa nampan berisi makan siangnya ke sepenjuru kafetaria kantor yang sudah dipadati hampir seluruh karyawan."Kak Zora, sini!"Panggilan itu menarik atensi Zora. Gadis itu serta merta menoleh dan mendapati sosok wanita berambut cokelat panjang bergelombang tengah melambai penuh semangat ke arahnya, Vania.Zora pun bergegas membawa nampan berisi makan siangnya menuju meja panjang dekat jendela, di mana rekan-rekan satu divisinya sudah duduk di sana."Sini, sini, Kak! Duduk di sebelahku!" kata Vania lagi seraya menepuk-nepuk kursi di sampingnya yang kosong. Zora tersenyum, lalu mendudukkan diri di sebelah wanita berambut cokelat panjang bergelombang itu."Kirain Kak Zora nggak bakal makan siang di sini."Zora mengernyitkan dahi. "Kenapa gitu?""Ya, barangkali lo makannya bareng Pak Bos, bukan sama kita," celetuk Resi yang berhasil mengundang beberapa kikikan geli.Zora menghela napas, lantas menyahut kalem, "Nggak kok. Aku makannya di sini.""Sumpah y
Read more
| 86 |
Zora nyaris tersedak membaca pesan yang Nevano kirimkan. Akhirnya setelah beberapa jam menghilang, pemuda itu mengiriminya pesan juga. Ada kelegaan yang menjalari hati Zora.Tanpa membuang-buang waktu, gadis itu pun dengan cepat membalas pesan tersebut.Zora:Aku masih di kantor. Lagi makan siang.Kamu di mana?Tak ada lagi balasan.Zora mengembuskan napas. Memandangi ponselnya dengan jantung berdebar tak beraturan. Ia baru saja akan mengetik pesan baru ketika tiba-tiba saja satu chat dari Nevano kembali masuk.Nevano:Aku baru sampe di parkiran. Kamu masih makan?Zora:Nggak kok, ini udah selesai.Nevano:Kita ketemu sekarang ya. Aku ke tempat kamu atau kamu ke sini?Zora:Kita ketemu di lobi aja.Zora buru-buru menyimpan kembali ponsel ke dalam saku dan membereskan peralatan makannya. Ia tak ingin sampai membuang-buang waktu."Mau ke mana, Ra?" Resi spontan bertanya kala melihat Zora tergesa-gesa berdiri dan meninggalkan meja."Aku mau balik duluan. Udah kenyang," sahut Zora, lalu s
Read more
| 87 |
"Tim Sar baru saja berhasil menemukan Nyonya Agnia, Tuan. Namun, Nyonya tidak selamat."Pemberitahuan yang keluar dari vokal lirih Septian membuat sekujur tubuh Rafianto lemas seketika. Pria itu nyaris ambruk jika beberapa orang yang berada di dekatnya tak buru-buru menopang tubuhnya dengan cepat.Baru saja ia tiba dari Surabaya dan ia langsung mendapat berita mengejutkan ini.Rafianto mengedarkan pandang. Jantungnya bergemuruh hebat kala menangkap sesosok tubuh sedang dibaringkan kaku di atas tandu tak jauh dari tepi pantai. Beberapa orang petugas medis terlihat mengelilinginya. Mungkin sedang membantu evakuasi yang dilakukan oleh Tim Sar. Rafianto juga melihat siluet Nevano sedang terduduk di atas pasir bersama dua orang pengasuh dan seorang petugas polisi. Separuh pakaian bocah itu sudah basah terkena air laut. Nevano terus meraung-raung tanpa henti. Menangisi sang bunda yang sudah tak bernyawa.Ya Tuhan! Rafianto semakin tak kuasa membendung perasaannya.Buru-buru pria itu berlari
Read more
| 88 |
Suara burung camar serta ombak yang berdebur-debur itu bagai sebuah ekspektasi yang terealisasi secara konstan di depan mata. Sudah lama Zora tak melihat birunya laut, desiran ombak serta semilir angin yang selalu berhasil merilekskan raga serta pikiran dari hiruk-pikuk suasana ibukota.Semula, Zora mengira Nevano akan membawanya pergi ke suatu tempat seperti rumahnya atau di mana pun yang membuat Zora sempat merasa gelisah. Namun, ia tak mengira kalau Nevano justru berbelok jauh dari ibukota hanya untuk mengajak Zora kemari."Kamu suka laut?" tanya Nevano saat pemuda itu menggandeng Zora meniti bebatuan menanjak yang membawa mereka ke puncak tebing.Dari atas sini, landscape yang ditampilkan begitu menakjubkan. Zora bisa melihat birunya laut yang membentang berlatar belakang langit biru cerah. Seperti sebuah lukisan di atas kanvas. Cantik sekali."Aku suka," jawab Zora. Netra bulatnya masih terus menatap pemandangan cantik di hadapannya.Laut dan pantai. Zora memang menyukai kedua h
Read more
| 89 |
"Jauh sebelum mereka datang, kehidupan kami dulunya baik-baik aja. Bahkan, nyaris sempurna."Jari-jemari Zora mengepal di pangkuan. Sungguh, ia baru mengetahui kenyataan ini. Meski Zora juga sudah pernah merasakan sakitnya kehilangan sang ibu. Namun, tak pernah terbayangkan kalau Nevano justru merasakan kehilangan dengan cara yang lebih mengenaskan."Kamu tahu, Zora. Papaku adalah pengusaha yang sukses dan sangat menyayangi keluarga, sementara bunda berbakat dalam menulis lagu. Banyak lagu ciptaan bunda yang sering dinyanyikan penyanyi terkenal dan selalu menjadi hits saat itu."Nevano menatap nanar gumpalan-gumpalan awan yang terlihat bergerak menutupi sebagian langit. Kepingan-kepingan berisi memori masa lalu terus berputar dalam benaknya."Kehidupan itu terlalu sempurna, sampai-sampai rasanya seperti mimpi. Sepasang suami istri yang saling menyayangi dengan seorang putra yang membanggakan, benar-benar keluarga yang ideal ...."Bibir pemuda itu melengkungkan senyum getir."Tapi, akh
Read more
| 90 |
Zora sedikit menelan ludah ketika matanya menatap bangunan dua lantai bernuansa pesisir tropis dengan aksen kayu dekoratif yang menjulang di hadapannya.Gemuruh guntur kembali terdengar ketika Nevano membuka pagar besi yang membatasi bangunan itu pada jalan aspal menanjak yang mereka lewati untuk mencapai tempat ini.Pemuda itu menatap Zora dan kembali menggandeng tangan gadis itu untuk mengikutinya masuk. Separuh pakaian mereka sudah basah tertimpa hujan."Ini villa milik bunda." Ia menjelaskan sementara Zora mengedarkan pandang ke segala arah.Halamannya yang kira-kira seluas delapan meter itu ditanami rerumputan Jepang serta pepohonan palem yang menambah kesan tropis dari bangunan ini. Di tengah-tengah terdapat jalan setapak kecil berbatu yang membawa mereka menuju serambi depan. Ada ayunan kecil dan sebuah kolam renang di sisi samping yang langsung menghadap ke arah pantai.Matahari sudah tampak bergulir ke arah barat sementara hujan kian mengguyur deras.Selesai menekan password
Read more
PREV
1
...
5678910
DMCA.com Protection Status