Beranda / Romansa / Brondong Sewaan / Bab 1 - Bab 10

Semua Bab Brondong Sewaan: Bab 1 - Bab 10

26 Bab

Jomblo Bahagia

Namaku Amanda William. Tadinya aku sudah tidak ingin di pusingkan dengan urusan laki-laki, toh hidupku sudah cukup bahagia sendiri. Karir ku bagus, aku sudah memiliki rumah sendiri meski tak mewah. Kendaraan pun aku punya meski bukan kendaraan wah.   Nyatanya saat aku menikmati kesendirianku yang ke lima tahun ini, Ibuku malah terus-menerus menanyakan kabar hatiku. Berharap ada laki-laki yang menggantikan posisi Arjuna, mantan kekasih ku.   Terlebih ocehan kedua sahabat baik ku Fitria dan Jenny yang sudah mendahuluiku berkeluarga semakin membuat kepalaku sakit. Menurutnya hidupku tak normal, sebab aku memilih untuk sendiri selamanya. Mereka ingin aku hidup normal katanya.   Aku sudah melihat seorang perempuan cantik yang duduk memangku seorang bayi. “Ya ampun Jen, anakmu lucu sekali.” pujiku saat pertama kali melihat putra Jenny mengenakan kemeja rapi bak orang dewasa.   Jenny memutar bola matanya, “
Baca selengkapnya

Hanya Kecapekan

Matahari pagi ini begitu hangat menerobos kaca jendelaku hingga tepat menyentuh wajahku. Untunglah pagi ini badanku sudah lebih baik.   Dokter Samudera memang selalu bisa di andalkan saat tubuhku rapuh.   I got new rules; I count ‘em I got new rules; I count ‘em I gotta tell them to myself I got new rules; I count ‘em I gotta tell them to myself Handphoneku berdering mendendangkan lagu New Rules milik Dua Lipa yang menjadi lagu favoritku. Nama Jenny yang nampak di layarnya.   “Ya Jen, kenapa?” sapaku seraya mencecap teh manis pertamaku pagi itu. “Man ada yang mau di bicarakan sama Samudera.” jelas Jenny di sebrang telepon. Aku terdiam beberapa detik. Heran sebab tidak biasanya Samudera ingin bicara denganku. Untuk apa pikirku? Dan hal itulah yang langsung ku tanyakan pada Jenny. “Ada apa suami mu mau bicara denganku?” “Tentang kesehatan
Baca selengkapnya

MS

I got new rules; I count 'emI got new rules; I count 'emI gotta tell them to myselfI got new rules; I count 'emI gotta tell them to myself Lagu favoritku berdering lagi, ada panggilan masuk dari Samudera. Ku biarkan handphoneku berdering beberapa detik. Aku masih butuh melakukan respirasi agar bisa tenang bicara dengan Samudera yang suaranya mendadak ku benci setengah mati. “Ya Sam.” “Amanda, hasil testnya sudah keluar. Kamu bisa ke klinik ku malam ini?” pinta Samudera bahkan tanpa basa-basi. Kalimat ini seperti perintah m
Baca selengkapnya

Keputusan [1]

Aku melihat pantulan tubuhku dari cermin besar yang ku pasang di ruang fitness. Tubuh bugarku yang di basahi keringat, yang sama sekali tak menunjukan jika di dalamnya ada penyakit langka.   Lagi ku putar tubuhku di depan cermin itu, ada pantulan tubuhku yang rapuh dan sakit-sakitan mengejutkanku. Aku terperanjat menghapus pikiran-pikiran negatif yang tiba-tiba menghantuiku.   Bukankah sejak kecil aku gadis kuat? Bukankah aku gadis mandiri? Bukankah aku juga gadis pemberani? Aku akan melewati ini dengan mudah! Mantra-mantra positif yang coba ku jejalkan di kepala. Aku tak ingin terlena dalam duka.    I got new rules; I count ‘em I got new rules; I count ‘em I gotta tell them to myself I got new rules; I count ‘em I gotta tell them to myself Handphone ku berdering en
Baca selengkapnya

Keputusan [2]

“Eh kita belum kenalan ya, saya Amanda.” kataku mengulurkan tangan. Dia melirikku lalu mengelap telapak tangannya yang berlumuran cat terburu-buru saat melihat uluran tanganku. “Saya Koswara.” senyumnya mekar dan tulus.   Koswara ini sepertinya orang baik, buktinya dia masih membantuku kemarin meski kakinya sudah ku lindas. Dia juga lucu karena selalu tersenyum. Wajahnya juga tampan, sayangnya Koswara bukan seorang pria yang peduli dengan penampilan. Buktinya, dia membiarkan permukaan wajahnya di tumbuhi berewok yang tak beraturan.  Aku jadi terpikir untuk menyewanya saja. Apa dia akan setuju?   Aku segera menyadarkan diri setelah memindai Koswara dari bawah hingga ke puncak kepalanya. Aku tak ingin tertangkap basah tengah memerhatikannya. “Kamu kerja di sini Kos?" “Iya Teh, untuk semingguan ini saya kerja di sini.” aku nya sekilas melirikku. jawaban Koswara sangat menggantung, aku jadi harus memperjelas pertanyaannku. “Emangnya sehari-
Baca selengkapnya

Kejutan

Kami pun duduk bersama di ruang tengah, aku dan Koswara duduk berdampingan, sementara ibu duduk di hadapan kami. Di antara aku dan ibu hanya tersekat meja bambu persegi panjang. “Jadi Bu, Koswara ini calon ku, kita mau menikah secepatnya, di sini."     “Loh loh loh ada apa ini Manda, gak ada angin gak ada hujan kamu tiba-tiba datang ke sini membawa lelaki lalu akan menikahnya di sini. Ibu gak mengerti ini.”   “Bu kok gak ngerti sih, kan Ibu sendiri yang selalu nanyain calon mantu. Ini aku bawa calon mantu Ibu.”   “Ya memang Ibu sengaja jengkelin kamu nanya calon mantu terus, ya itu supaya kamu cepet nikah loh Nak. Tapi ya Ibu gak terpikir akan mendadak seperti ini juga.”   “Mau nunggu sampai kapan Bu, usiaku sudah tiga puluh tahun. Jadi lebih cepat lebih baik kan?”   “Ya betul Nak. Tapi....”   “Bu, mohon maaf kalau kedatangan saya terlalu mendada
Baca selengkapnya

Kesepakatan

Ah akhirnya aku sampai di rumah. Rumah hasil keuletanku dalam bekerja, rumah bertema industrial yang aku gambar dan ku bangun sendiri, pun rumah yang menjadi saksi betapa kacaunya aku saat berpisah dengan Arjuna dulu.   Aku berlari bak hembusan angin, meninggalkan Koswara yang masih sibuk mengemas barang-barangnya dari bagasi mobilku yang tak besar. Ku banting tubuhku sembarang di atas sofa marun empuk yang membuatku sedikit terlempar di udara.   “Permisi.” suara Koswara lirih sedikit membungkukkan badannya.    Koswara melangkah kan kakinya perlahan, melirik ke kiri dan ke kanan seperti ingin menyebrang jalan. Entah apa maksudnya. Aku tak paham.   Aku mengulum senyum melihat Koswara celangak-celinguk. “Masuk Kos sini, duduk dulu! Capek banget uuuuff.” pintaku.   Ku paksa tubuhku beranjak, saat Koswara meletakan diri di atas sofa marun lainnya di sebrangku.  
Baca selengkapnya

Konsultasi

Baru saja ku buka pintu kamar tidurku, bau wangi yang menggugah selera menusuk hidungku. Jelas saja aku tau siapa pelakunya.     Aku berjalan turun dari kamar ku di lantai dua menuju dapur, penasaran rasanya apa yang di masak Koswara hingga bau nya membuat isi perut meronta seketika.    Tanganku masih sibuk mengikat arloji,    "Bau nya enak banget Kos, masak apa kamu?"   "Eh Teh Manda, selamat pagi Teh. Nih saya siapkan sarapan spesial." katanya mengulurkan sepiring penuh nasi goreng lengkap dengan kerupuknya. Sayangnya ada butiran-butiran sayur hijau dengan bau menyengat. Itu Pete. Dan aku tidak menyukainya.   "Yah Kos, aku gak suka pete. Kamu bikin nasi goreng polos gak?"   "Oh maaf Teh saya gak tau, kalau mau saya buatkan sekarang Teh."   "Gak usah Kos, setengah jam lagi saya udah harus pergi ke kantor. Gak apa-apa
Baca selengkapnya

Percobaan Pertama

Aku perhatikan dengan seksama, Koswara menunjuka gelagat asing, ada perasaan yang ia sembunyikan dariku. Entahlah. Aku hanya menerka dari jemari tangannya yang panjang ia lipat satu dengan lainnya. Matanya pun terlihat kabur tak berfokus. Ada keragu-raguan yang sangat jelas ketara di setiap gerak-geriknya yang minim.   “Kos kamu kenapa? Sejak saya bilang kita akan melakukannya, sikap kamu jadi aneh.”   Koswara melirikku sebelum menundukan kepalanya dan telapak kaki yang tak berhenti ia gerakan. Aku yang sibuk di belakang kemudi mulai merasakan kebimbangan Koswara.   “Sa-saya deg-degan Teh.” lirih Koswara yang membuatku tertawa seketika. Benar, aku tertawa jelas sekali tepat setelah Koswara mengungkapkan perasaannya, itu karena Koswara begitu polos dan lucu.    Dengan tenang aku berkata, “Kan saya udah bilang sama kamu, jangan pake perasaan. Jadi kamu sebetulnya gak ada alasan untuk gugup.”
Baca selengkapnya

Kisah Lama

Hari ini mood bekerjaku sedang tidak baik, tumpukan kertas di meja kerjaku tak tersentuh sedikitpun. Pikiranku melayang-layang, kejadian semalam seperti menamparku akan yang ku jalani saat ini. Apakah aku sedang berada di jalan yang benar atau aku sedang tersesat?   Hubunganku dengan Koswara memang hanya bertujuan untuk mencegah penyakitku mengganas karena aku tidak mungkin menyerah begitu saja dengan penyakit sialan yang datang tiba-tiba ini. Tetapi kini masalah baru muncul menyesakan kepalaku.   Bagaimana jika Koswara tidak bisa ‘melakukannya' lagi? Jika itu terjadi cepat atau lambat ibu akan mengetahui semuanya dan itu yang harus aku hindari.    Kenapa aku merasa ini jadi lebih sulit dari yang aku bayangkan. Argh! Rasanya kepalaku mau pecah memikirkannya. Membawa laki-laki ke dalam kehidupanku memang selalu berhasil membuat pening kepala.    “Astaga Manda, kamu gak kerja? Dari tadi pagi
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123
DMCA.com Protection Status