Home / Romansa / Bukan Semata Fisik / Chapter 11 - Chapter 20

All Chapters of Bukan Semata Fisik: Chapter 11 - Chapter 20

67 Chapters

Chapter 10 Pilu

Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti. Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat. Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang.  “Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah sen
Read more

Chapter 11 Rasa dan Asa

Sosok tinggi nan tegap itu kini berhadapan dengan Linara, tangannya merangkul bunga sebagai simbol bela sungkawa. Mata Linara seakaan tidak menyangka Avraam si pelanggan kedai itu berada dihadapannya. Dari mana Avraam tahu alamat rumah Linara? dan bagaimana juga Avraam mengetahui berita duka ini? Padahal berita duka ini tidak banyak orang tahu. Langkah kaki perlahan mendekat, keduanya saling berhadapan dengan jarak cukup dekat membuat Linara sedikit melangkah mundur, merasa canggung dengan jarak yang dibuat Avraam. “Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, semoga Tuhan selalu menjaganya,” ungkap belasungkawa Avraam sembari menyodorkan bunga kepada Linara. “Aamiin, Terima kasih, Tuan.” “Tapi maaf anda tahu dari mana berita ini?” tanya Linara membuat Avraam diam membisu, rasanya Avraam tidak ingin memberi tahu Linara yang sebenarnya bahwa dia mengulik informasi
Read more

Chapter 12 Jati diri sebuah Balasan

Air mata yang mengucur membasahi pipi lembutnya, tak peduli alas kepala yang mulai basah karena tetes demi tetes air haru mengalir deras. Tangannya meremas kuat kain selimut yang membalut diri, dengan bibir bawah yang digigit menahan sakit yang dirasa. Pikirnya membawa alam nostalgia.“Ayah ... kenapa kau tinggalkan Linara secepat ini! Dan Bunda ... kemana Linara harus mencari Bunda? Tuhan kemana Aku harus melangkah? Rasanya berat! Linara tidak sanggup menjalaninya!” itulah sedikit keluh kesah Linara dalam diam, penuh air mata, sesak rasanya menjalani semua. Terasa rumpang kehidupan.Suara ketuk pintu terdengar, seseorang berharap masuk kedalam. Tapi rasanya dalam benak Linara malas untuk membuka pintu tersebut, alih-alih telinga tidak mendengarnya. Mungkin si pengetuk berasumsi Linara sudah tertidur, lantas pintu yang tak terkunci itu dibuka. Kenop yang perlahan ditekan, dan si pengetuk itu masuk, berjalan mendekati Linara.Si peng
Read more

Chapter 13 Awal yang gagal

Pagi hari yang terasa damai, udaranya hangat-hangat sejuk. Apalagi saat pikiran tenang, membuat tidur lebih nyaman.  Sayang sekali, pagi itu telinga mendengar sebuah kebisingan dari mesin kendaraan, sepertinya ada seseorang yang hendak berangkat. Membuat Linara terpaksa membuka mata dan segera beranjak dari ranjangnya yang lebih menggoda untuk tidur kembali, dengan terpaksa semua harus ditinggalkan, karena bising membuat ganggu. Mengumpulkan seluruh nyawa, menguap sementara, dan meregang otot-otot yang terasa pegal. Kakinya mulai menyelipkan kedalam Sandal Rumah berwarna Peach dengan bentuk kelinci. Segera pergi meninggalkan ruangan dengan tubuh yang masih terbalut piyama. Menuruni satu persatu anak tangga, dan mendekati suara bising dari kendaraan itu. Langkahnya mengarah pada garasi rumah, benar saja dugaan Linara. Kakek Aathif yang sudah terlihat segar dan sepertinya Aathif hendak pergi. "Kak
Read more

Chapter 14 Tekanan

Rasanya sulit sekali bagi Linara menjalankan bisnis ini diusianya yang sangat muda, ditambah ilmu bisnis yang Linara garap tidak cukup untuk merajut bisnis turun temurun ini. Otak Linara hampir pecah dengan segala beban yang dipikirkannya. Masalah perusahaan yang membuat Linara tidak berhenti bagaimana caranya untuk memecahkan masalah.Zelline yang begitu kejam tega meninggalkan hutang cukup besar dan gajih karyawan yang entah kemana hilangnya, sungguh kacau keadaan saat itu. membuat Linara terpaksa menjual kembali aset terakhir perusahaan untuk menggaji karyawan sekaligus sebagai sarana pemutihan.Kini Perusahaan Atmaja mau tidak mau harus terjual pada pihak yang mampu mengelola. Hanya itu satu-satunya usaha untuk menyelesaikan masalahnya. Linara terpaksa untuk melakukan itu semua, tapi dia janji akan merebut kembali Perusahaan Atmaja. Hanya ada rumah peninggalan Ayah saja yang tersisa, Bi Inah pun terpaksa Linara berhentikan karena fina
Read more

Chapter 15 Perlahan timbul Manis

Masih berpacu pada Linara dan Avraam, Leopaard yang melaju cepat membawa mereka ke suatu tempat makanan cepat saji. Restoran yang menyediakan beberapa makanan yang bernuansa negeri sakura ini, sungguh menggugah selera.Avraam mendorong kursi untuk Linara, sedikit canggung atas reaksi yang Avraam beri itu. linara menghargainya dengan mengucapkan terima kasih dan duduk secara perlahan. Avraam memanggil salah satu Waiters dan mulai menyebutkan pesanan yang diminta. Begitupun dengan Linara.Avraam hanya fokus dengan ponselnya sedangkan Linara juga begitu, rasanya suasana saat itu terasa canggung. Tidak biasanya Linara diajak makan bersama oleh pria atau istilahnya adalah nge-Date. Dan rasanya makanan terlalu lama tersaji, apa karena kondisinya saja yang membuat waktu terasa lama.“Sudah berapa semester sekarang?” tanya Avraam memecah hening diantaranya.“Baru masuk semester tiga,” “Seben
Read more

Chapter 16 Semakin Manis

“Akhirnya selesai juga...,” hembus napas lega Linara dengan tangan yang berkacak pinggang, lega rasanya setelah membenahi bangku dan meja yang kini telah tertata rapih. Tidak sengaja Linara melirik Rayhan dan Aathif seperti membicarakan hal penting, membuat Linara ingin mendekatinya dan sedikit membenamkan rasa penasarannya. Perlahan membuka celemek yang Linara pakai dan menggantungnya, mulai mendekati antar Aathif dan Rayhan. “Sepertinya Rayhan ingin bertahan lebih lama di Kedai ini Paman.” Ucap Rayhan yang membuat Linara mulai paham inti dari percakapan. “Tapi, sayang sekali dengan gelar mu Rayhan, masih ada pekerjaan yang lebih layak untukmu diluar sana,” balas Aathif. “Tidak apa-apa, Paman. Lagipula ini bukan sembarang pekerjaan, disini Rayhan menemukan keluarga baru juga yang membuat Rayhan betah,” Ucapan Rayhan yang begitu tulus terdengar, membuat
Read more

Chapter 17 Manis menimbul Pahit

 Linara seperti seorang penagih hutang, derap langkahnya kesal apalagi dengan manusia yang terkenal ngaret. Petunjuk arah yang diberi Aathif menjadi langkah terkuatnya untuk menyusul habitat manusia ngaret itu. Kini tujuan Linara telah sampai pada titik penjemputannya, jaraknya tidak terlalu jauh hanya cukup melewati jembatan sederhana setelah mengikuti arah lurus trotoar jalanan, dan berbelok kanan menuju perumahan kasti melati yang tidak jauh setelah melawati jembatan tersebut, desain jembatannya seperti jembatan Altstadt-Hamburg, sungguh menarik bukan? Apalagi suara air mengalir yang memberi rasa damai. Linara mengecek ulang kembali alamat yang diberi Aathif itu, nomor rumah yang tertera sama jelas dengan secarik kertas yang diberi Aathif. Linara yakin betul ini rumah Rayhan, sederhana dan ada beberapa tanaman hias yang menggantung, apalagi warna rumah yang diberi cat monokrom, sungguh terlihat sederhana. 
Read more

Chapter 18 Rona Merah

Apakah rasa ini mulai dalam, hingga menimbul buih cemburu?Rayhan yang masih termenung dalam duduknya, menikmati hujan yang turun dengan deras. Dalam benaknya masih terasa sesak melihat pemandangan yang enggan dia lihat. Avraam yang merangkul bahu Linara dengan jarak mereka yang begitu dekat, berjalan bersama dalam satu payung. Semua masih terngiang dengan jelas.“Harusnya Aku yang disana, huft...,” Rayhan yang masih bergelayut dengan pikirannya yang lekat akan kondisi sesaknya itu, Rayhan menggelengkan kepalanya dan menepuk lembut pipinya. Berusaha mengusir pikiran konyolnya itu. hal kecil seperti itu saja membuat Rayhan cemburu? Yang benar saja, Ayo boy lupakanlah.Teringat akan buku yang masih Rayhan peluk itu, perlahan membuka kemasan buku yang telah dia beli, buku yang menceritakan sebuah perjalanan kisah cinta yang klasik. Dimana Ikhlas adalah sifat yang tertuai disana.Karangan yang berjudul Se
Read more

Chapter 19 Sedikit berbeda

Chapter 19 Percakapan yang cukup singkat antara Linara dan Rayhan, didalam panggilan tersebut. Linara merasakan tentram setelah mendengar Rayhan pulang dengan selamat. Mata nya sudah menagih untuk tertutup, menguap sesekali, meregangkan otot lengannya keatas, dan terakhir menarik selimbut untuk membalut diri dari semilir dinginnya angin. Baru saja Linara hendak memejamkan matanya, seketika ponselnya berdering cukup keras, terpaksa Linara bangun kembali untuk melihat siapa gerangan yang memanggilnya selarut ini? Matanya sedikit menyipit saat cahaya layar ponsel menyilau. “Nomor siapa ini?” Linara mengerutkan alisnya, nomor tidak dikenal memanggilnya.  Pemanggil yang sangat mencurigakan, membuat Linara bingung antara menerima atau menolak panggilan tersebut. “Jangan-jangan orang jahil yang ingin meneror?” Pikir Linara sedikit ketakutan, Linara masih memandangi panggilan tersebut dengan seribu asumsi yang dia serap. P
Read more
PREV
1234567
DMCA.com Protection Status