Hatinya peluh, seakan ruh hilang sebagian. Andai semua tidak terjadi, andai semua tidak dilaksanakan, mungkin tidak akan seperti ini. Apadaya setelah tanah merah sudah terbuka, terbaring lemah disana, hanya duka yang kini terdengar dan penyesalan tanpa arti.
Air matanya masih menggulir deras disamping pria tua yang merangkulnya, melihat kepergian sosok cinta pertama dalam kehidupan kini terbaring dalam tanah merah. Masih ada kebencian yang tertuai, dendam yang belum meredam, dan kehidupan yang masih terlihat cacat.
Upacara pemakaman telah usai, semua berjalan sebagaimana mestinya, para pelayat pun perlahan berhambur meninggalkan. Namun seorang gadis rapuh dan pria tua tetap disana, menatapi batu nisan yang tertancap, air matanya masih berlinang.
“Waktunya kita pulang, Linara. Ayah sudah tenang di alam sana,” Aathif berupaya mengajak Linara untuk pulang karena matahari akan tak lama lagi akan berubah senja.
“Semua salah Linara, Semua tidak akan terjadi, kalau Linara tidk menurutinya.” Sesal Linara masih dalam duka, apa yang disesalkannya? Hingga membuat luka begitu dalam?
“Sudahlah ... Kakek masih ada bersama kamu, Linara.”
***
Mata sembab berbekas, duduk disudut ruang kamar yang dulu Linara singgahi, bau ruangan yang tidak asing mencuatkan kenangan bersama Ayah. Meja belajar masih tertata rapih, begitupun dengan indahnya kenangan belajar bersama Ayah. Rasanya masih melekat hadir Ayah disana.
Sederet buku pun masih berjajar rapih, jemarinya mulai menggapai Album Foto pada deretan akhir. Lembaran demi lembaran melihatkan kenangan indah, senyuman bahagia terlihat begitu hangat. Rasanya ingin mengulang waktu itu.
Saat ruang sedang mengajak nostalgia, sesaat buyar ketika suara kenop pintu terdengar jelas. Seseorang masuk kedalam. Membuat Linara menoleh arah, siapa gerangan yang masuk kedalam kamarnya tanpa mengetuk itu?
“Mau apa kamu kesini?” tanya Linara sinis saat mendapati Zelline sedang berjalan mendekati dirinya, masuk tanpa permisi membuat sebagian orang jengkel bukan? Layaknya tidak tahu tata krama.
“Aku cuma mau kasih ini,” balas Zelline dengan melemparkan sepucuk Amplop yang tergelak tepat hadapan Linara.
Linara menatap Amplop itu, rasanya janggal apabila Zelline yang memberinya, “Bagiku isinya tidak penting, mungkin bagi mu itu penting. Kalau bukan karna harta warisan itu, aku tak sudi memberikan surat drama ini dari tua bangka tak berguna itu!” celetuk Zelline membuat api amarah Linara tersulut.
“Sekali lagi kamu panggil Ayahku seperti itu, aku tidak akan segan menjahit bibir dusta anda, nyonya Zelline!” balas Linara cukup pedas, membuat Zelline diam dan berkerut dahi.
“Kamu sudah berani melawan pada Ibu mu sendiri ya, Linara?” ungkap Zelline begitu santai dengan menengadahkan dagu Linara.
Linara menumpas tangan Zelline yang berani menyentuhnya, “Aku tidak pernah menganggap kamu Ibu, kamu itu hanya benalu yang tidak tahu malu hidup dikehidupan orang lain!” tukas Linara.
“Kurang ajar! Jaga omongan kamu!” hampir saja Zelline melayangkan tamparan pada Linara, namun layangan tangannya berhasil ditepis.
“Memang betul kamu itu, Benalu!”
Zelline tampak lebih kesal, mengepal tangannya kuat, lantas menghembus napasnya upaya untuk menenangkan hatinya.
“Kalau tidak karena warisan ini, aku sudah membuang kamu bahkan kubunuh dulu sebelumnya. Karena untuk apa kamu hidup? Kamu sudah tidak berguna ini, apalagi Cacat!” Zelline menyeringai terhadap Linara, ucapannya begitu menusuk apalagi dengan sorot mata yang mengarah pada Kaki Linara.
“Lebih baik hidup dalam kekurangan tapi tidak menjadi benalu kehidupan orang lain sepertimu, Zelline! Wanita yang tidak mampu bahagia, hingga merengut kebahagian orang lain, bukankah itu jalang?” delik mata Linara semakin memanas keadaan, Zelline benar-benar sudah diambang batas emosi.
“Kamu memang sudah tidak waras, Linara!” pekik Zelline.
“Harusnya Aku yang berbicara seperti itu, kamu itu membunuh Ayah aku, demi harta bukan? Kamu itu jalang!” balas Linara begitu santai.
“Aku bukan pembunuh Ayah mu!” tukas Zelline.
Linara tertawa sindir, “Mana mungkin ada maling ngaku? Tenang saja biar bukti yang akan berbicara, hingga kamu tidak mampu berbicara lagi!”
“Linara! kamu keterlaluan!”
“Anda yang keterlaluan, demi harta sampai segininya. Benar-benar tidak waras! Maaf ruangan ini tidak menerima orang tidak waras, jadi tolong keluar!” titah Linara dengan tangan yang menunjuk pintu keluar kamar pada Zelline.
Zelline menatap dengan sorot kekesalan pada Linara, tangannya mengepal begitu keras seperti emosinya.
“Apa kamu tuli? Cepat keluar!” perintah Linara dengan nada tinggi, Zelline tampak kalah dalam situasi ini, langkahnya langsung berbalik keluar dengan langkah yang terhentak emosi.
Pintu tertutup dengan suara hentakan cukup keras, Zelline membantingnya. Sungguh tidak sopan. Tapi disisi lain Linara berhasil membuat amarah Zelline memuncak. Linara menghembuskan napas lega, duduk kembali berhadapan dengan meja. Membuka sepucuk surat yang diberi Zelline.
‘Dear Linara,
Ayah sengaja menuliskan sepucuk surat ini padamu, Nak. Kenangan akhir yang bisa Ayah beri ada dalam kotak abu dilemari kerja Ayah. Ayah harap kamu menjaganya dengan baik.
Kamu harus tetap menjadi wanita baik ya, Nak. Kita hanya berbeda alam saja, doakan selalu Ayah ya..
Maafkan Ayah belum bisa menjadi yang terbaik untukmu, Linara..
Ayah sayang Linara’
Segelintir air mata menetes membasahi kertas terakhir Ayah, sesak sekali membaca ukiran akhir seorang yang sangat Linara sayang. Kini telah berpulang pada pangkuan Tuhan, tapi sisi lain Linara tenang, karena Ayah tidak perlu menahan sakitnya lagi.
***
Linara segera berlalu pergi ke ruangan kerja mendiang Ayahnya. Dia berusaha mencari Kotak abu pemberian akhir Ayahnya. Dan dalam hati Linara semoga Zelline tidak membuntuti dan mengganggunya lagi. Lantas Linara mengunci rapat pintu, upaya agar tidak ada orang yang mengganggunya termasuk Zelline juga.
Akhirnya Linara berhasil menemukan kotak Abu yang dimaksud Ayah. Kotak berwarna Abu dengan kondisi sedikit berdebu seperti sudah lama tidak terbuka. Linara tidak sabar membuka dan tahu isi dalam kotak tersebut. perlahan Linara mengibaskan debu yang ada dipermukaan kotak juga sedikit ditiupnya.
Perlahan Linara membukanya, kotak tersebut berisi rekaman video dan buku catatan kecil, juga bunga mawar yang sudah layu namun masih tersimpan rapih. Linara mulai dengan membaca catatan kecilnya.
‘Linara kamu benar, Ayah sangat salah dalam menilai Zelline. Dia adalah manusia yang begitu kejam, dia mempelakukan Ayah seperti binatang. Kami sering bertengkar, padahal Ayah dalam kondisi sakit tapi Zelline dengan berani selalu membawa mantan suaminya ke rumah. Sebagian harta sudah Zelline pegang, namun Ayah segera mengamankan sebagiannya lagi. Ayah sudah memalsukan beberapa berkas, setelah Ayah meninggal kamu harus segera urus-urus berkas asli dan palsunya, jangan sampai Zelline tau hal ini.’
“Dasar jalang!” Linara mengepal tangannya kesal saat membacanya, lantas membuka lembaran selanjutnya.
‘Dan Ayah juga sangat bersalah pada Bunda. Ayah ingin meminta maaf pada Bunda namun pencarian Ayah tidak berhasil. Tolong sampaikan permintaan Ayah pada Bunda dan berikan Liontin ini padanya, katakan pada Bunda bahwa Ayah sangat menyayanginya. Hanya kamu satu-satunya harapan Ayah, Linara.’
“Ayah ... kenapa kamu baru menjelaskan padaku setelah kematian mu? Kenapa kamu menyuruhku untuk tinggal bersama Kakek? Ya, Tuhan...," Linara semakin membledak tangisnya. Keadaan sangat pilu.
'Dan Ayah juga tidak ingin kamu melihat kesengsaraanku, biar Ayah menebus kesalahan Ayah. Biarkan Zelline menyiksa Ayah, tapi Ayah tidak ingin kamu tersiksa melihat kondisi Ayah. Jaga diri kamu baik-baik ya, Nak. Ayah sangat sayang pada Linara.'
Akhir dari lembaran catatan Ayah menyisakan tangis yang tersedu, rasa dendam yang ingin segera terbalaskan itulah pikir Linara pada kelakuan bejat Zelline.
Lalu Linara memutar rekaman Video, disana berisi video saat Linara kecil, dimana hangat sekali kondisinya, apalagi saat merayakan ulang tahun Linara waktu itu, membuat air mata Linara haru kembali. Namun, diakhir video terselip file dengan nama Akhir Titik temu, membuat Linara semakin penasaran dan segera memutarnya.
"Hallo, Linara. Ayah harap ayah bisa mengucapkan Ulang Tahun padamu, Ayah membuatkan Video ini takutnya Ayah tidak bisa mengucapkan ulang tahun di sisa umur Ayah. Sebelumnya Selamat Ulang Tahun ya, Linara Putri Atmaja. Gadis tangguh Ayah kini berusia dua puluh satu tahun, semoga kamu sukses ya, Nak!" Pesan singkat Ayah pada rekaman tersebut, padahal kondisi Ayah sangat terlihat lemah dengan wajah yang begitu pucat pasi.
Di rekaman video terlihat dua perawat sedang membantu Ayah dalam pembuatan rekaman, saat itu kondisi Ayah sedang sakit. Ayah meminta tolong pada perawatnya untuk membuatkan Video akhir untuk anaknya. Sungguh manis sekaligus tragis, bukan?
Video singkat yang merekam keindahan senyuman Ayah untuk terakhir kalinya. Tanggal pembuatan Video dua hari sebelum Ayah meninggal dunia, rasanya semakin pilu.
"Linara juga sayang Ayah, semoga Ayah tenang disana. I love u, Ayah!"
***
Sedikit bercerita dengan Zelline, dia adalah Ibu tiri Linara. Zelline bisa dibilang orang ketiga yang hadir dalam keluarga Linara. Zelline seorang janda yang telah bercerai dengan suami sah nya, dia bercerai dengan suaminya yang seorang pemabuk dan kasar yang akhirnya memutuskan berpisah.Lantas Zelline hadir dalam lingkup keluarga Linara, awalnya Zelline bersahabat baik dengan Bunda Linara yang bernama Adelia. Tapi, sayang sekali Zelline memberi titik hitam pada persahabatannya itu. Zelline berhasil menggoyahkan keluarga Linara. Tidak segan-segan Zelline merebut suami Adelia hanya karena harta.
Zelline berhasil menebar fitnah pada keluarga Linara, Adelia adalah orang pertama yang menjadi korban, Adelia dicampakkan begitu saja. Sampai sekarang Linara tidak tahu keberadaan Bundanya itu. Padahal sejak dulu Linara selalu ada dipihak Adelia, tapi sayang Linara gagal dalam memperkuat tatanan keluarganya.
"Aku harus segera mengurus Berkas ini," Linara segera bergegas pergi sesuai amanat akhir Ayahnya.
Kebetulan Zelline sedang keluar, mungkin dia sedang berfoya-foya diluar sana. Waktu yang tepat untuk Linara segera bertindak. Namun saat hendak pergi, Linara tertegun melihat seorang yang berdiri dihadapannya. Avraam yang memantung tepat depan pagar rumah Linara.
Avraam? Kenapa Avraam bisa mengetahui tempat tinggal Linara? Dan apa tujuannya? Apakah Linara salah Lihat? Yasudahlah... mari lanjut bercerita.
Sosok tinggi nan tegap itu kini berhadapan dengan Linara, tangannya merangkul bunga sebagai simbol bela sungkawa. Mata Linara seakaan tidak menyangka Avraam si pelanggan kedai itu berada dihadapannya. Dari mana Avraam tahu alamat rumah Linara? dan bagaimana juga Avraam mengetahui berita duka ini? Padahal berita duka ini tidak banyak orang tahu.Langkah kaki perlahan mendekat, keduanya saling berhadapan dengan jarak cukup dekat membuat Linara sedikit melangkah mundur, merasa canggung dengan jarak yang dibuat Avraam.“Saya turut berduka cita atas kepergian beliau, semoga Tuhan selalu menjaganya,” ungkap belasungkawa Avraam sembari menyodorkan bunga kepada Linara.“Aamiin, Terima kasih, Tuan.”“Tapi maaf anda tahu dari mana berita ini?” tanya Linara membuat Avraam diam membisu, rasanya Avraam tidak ingin memberi tahu Linara yang sebenarnya bahwa dia mengulik informasi
Air mata yang mengucur membasahi pipi lembutnya, tak peduli alas kepala yang mulai basah karena tetes demi tetes air haru mengalir deras. Tangannya meremas kuat kain selimut yang membalut diri, dengan bibir bawah yang digigit menahan sakit yang dirasa. Pikirnya membawa alam nostalgia.“Ayah ... kenapa kau tinggalkan Linara secepat ini! Dan Bunda ... kemana Linara harus mencari Bunda? Tuhan kemana Aku harus melangkah? Rasanya berat! Linara tidak sanggup menjalaninya!” itulah sedikit keluh kesah Linara dalam diam, penuh air mata, sesak rasanya menjalani semua. Terasa rumpang kehidupan.Suara ketuk pintu terdengar, seseorang berharap masuk kedalam. Tapi rasanya dalam benak Linara malas untuk membuka pintu tersebut, alih-alih telinga tidak mendengarnya. Mungkin si pengetuk berasumsi Linara sudah tertidur, lantas pintu yang tak terkunci itu dibuka. Kenop yang perlahan ditekan, dan si pengetuk itu masuk, berjalan mendekati Linara.Si peng
Pagi hari yang terasa damai, udaranya hangat-hangat sejuk. Apalagi saat pikiran tenang, membuat tidur lebih nyaman.Sayang sekali, pagi itu telinga mendengar sebuah kebisingan dari mesin kendaraan, sepertinya ada seseorang yang hendak berangkat. Membuat Linara terpaksa membuka mata dan segera beranjak dari ranjangnya yang lebih menggoda untuk tidur kembali, dengan terpaksa semua harus ditinggalkan, karena bising membuat ganggu.Mengumpulkan seluruh nyawa, menguap sementara, dan meregang otot-otot yang terasa pegal. Kakinya mulai menyelipkan kedalam Sandal Rumah berwarna Peach dengan bentuk kelinci. Segera pergi meninggalkan ruangan dengan tubuh yang masih terbalut piyama.Menuruni satu persatu anak tangga, dan mendekati suara bising dari kendaraan itu. Langkahnya mengarah pada garasi rumah, benar saja dugaan Linara. Kakek Aathif yang sudah terlihat segar dan sepertinya Aathif hendak pergi."Kak
Rasanya sulit sekali bagi Linara menjalankan bisnis ini diusianya yang sangat muda, ditambah ilmu bisnis yang Linara garap tidak cukup untuk merajut bisnis turun temurun ini. Otak Linara hampir pecah dengan segala beban yang dipikirkannya. Masalah perusahaan yang membuat Linara tidak berhenti bagaimana caranya untuk memecahkan masalah.Zelline yang begitu kejam tega meninggalkan hutang cukup besar dan gajih karyawan yang entah kemana hilangnya, sungguh kacau keadaan saat itu. membuat Linara terpaksa menjual kembali aset terakhir perusahaan untuk menggaji karyawan sekaligus sebagai sarana pemutihan.Kini Perusahaan Atmaja mau tidak mau harus terjual pada pihak yang mampu mengelola. Hanya itu satu-satunya usaha untuk menyelesaikan masalahnya. Linara terpaksa untuk melakukan itu semua, tapi dia janji akan merebut kembali Perusahaan Atmaja.Hanya ada rumah peninggalan Ayah saja yang tersisa, Bi Inah pun terpaksa Linara berhentikan karena fina
Masih berpacu pada Linara dan Avraam, Leopaard yang melaju cepat membawa mereka ke suatu tempat makanan cepat saji. Restoran yang menyediakan beberapa makanan yang bernuansa negeri sakura ini, sungguh menggugah selera.Avraam mendorong kursi untuk Linara, sedikit canggung atas reaksi yang Avraam beri itu. linara menghargainya dengan mengucapkan terima kasih dan duduk secara perlahan. Avraam memanggil salah satu Waiters dan mulai menyebutkan pesanan yang diminta. Begitupun dengan Linara.Avraam hanya fokus dengan ponselnya sedangkan Linara juga begitu, rasanya suasana saat itu terasa canggung. Tidak biasanya Linara diajak makan bersama oleh pria atau istilahnya adalah nge-Date. Dan rasanya makanan terlalu lama tersaji, apa karena kondisinya saja yang membuat waktu terasa lama.“Sudah berapa semester sekarang?” tanya Avraam memecah hening diantaranya.“Baru masuk semester tiga,”“Seben
“Akhirnya selesai juga...,” hembus napas lega Linara dengan tangan yang berkacak pinggang, lega rasanya setelah membenahi bangku dan meja yang kini telah tertata rapih.Tidak sengaja Linara melirik Rayhan dan Aathif seperti membicarakan hal penting, membuat Linara ingin mendekatinya dan sedikit membenamkan rasa penasarannya. Perlahan membuka celemek yang Linara pakai dan menggantungnya, mulai mendekati antar Aathif dan Rayhan.“Sepertinya Rayhan ingin bertahan lebih lama di Kedai ini Paman.” Ucap Rayhan yang membuat Linara mulai paham inti dari percakapan.“Tapi, sayang sekali dengan gelar mu Rayhan, masih ada pekerjaan yang lebih layak untukmu diluar sana,” balas Aathif.“Tidak apa-apa, Paman. Lagipula ini bukan sembarang pekerjaan, disini Rayhan menemukan keluarga baru juga yang membuat Rayhan betah,” Ucapan Rayhan yang begitu tulus terdengar, membuat
Linara seperti seorang penagih hutang, derap langkahnya kesal apalagi dengan manusia yang terkenal ngaret. Petunjuk arah yang diberi Aathif menjadi langkah terkuatnya untuk menyusul habitat manusia ngaret itu.Kini tujuan Linara telah sampai pada titik penjemputannya, jaraknya tidak terlalu jauh hanya cukup melewati jembatan sederhana setelah mengikuti arah lurus trotoar jalanan, dan berbelok kanan menuju perumahan kasti melati yang tidak jauh setelah melawati jembatan tersebut, desain jembatannya seperti jembatan Altstadt-Hamburg, sungguh menarik bukan? Apalagi suara air mengalir yang memberi rasa damai.Linara mengecek ulang kembali alamat yang diberi Aathif itu, nomor rumah yang tertera sama jelas dengan secarik kertas yang diberi Aathif. Linara yakin betul ini rumah Rayhan, sederhana dan ada beberapa tanaman hias yang menggantung, apalagi warna rumah yang diberi cat monokrom, sungguh terlihat sederhana.
Apakah rasa ini mulai dalam, hingga menimbul buih cemburu?Rayhan yang masih termenung dalam duduknya, menikmati hujan yang turun dengan deras. Dalam benaknya masih terasa sesak melihat pemandangan yang enggan dia lihat. Avraam yang merangkul bahu Linara dengan jarak mereka yang begitu dekat, berjalan bersama dalam satu payung. Semua masih terngiang dengan jelas.“Harusnya Aku yang disana, huft...,”Rayhan yang masih bergelayut dengan pikirannya yang lekat akan kondisi sesaknya itu, Rayhan menggelengkan kepalanya dan menepuk lembut pipinya. Berusaha mengusir pikiran konyolnya itu. hal kecil seperti itu saja membuat Rayhan cemburu? Yang benar saja, Ayo boy lupakanlah.Teringat akan buku yang masih Rayhan peluk itu, perlahan membuka kemasan buku yang telah dia beli, buku yang menceritakan sebuah perjalanan kisah cinta yang klasik. Dimana Ikhlas adalah sifat yang tertuai disana.Karangan yang berjudul Se
Hallo, Readers!Saya ucapkan Terima kasih banyak yang sudah membaca sampai akhir, semoga ada hikmah yang dapat dipetik di Karya sederhana Saya.Saya selalu Author Bukan Semata Fisik, Mengucapkan Terima kasih banyak!Ringkas cerita:Kini Linara mengalami Amnesia akibat tabrakan saat menyebrang dipersimpangan Jalan menuju tempat kerja. Hingga semua yang dalam ingatannya hilang. Linara seperti terlahir kembali.Dan hal ini juga membuka Ajang kompetisi baru untuk Avraam dan Rayhan menunjukan kasih sayangnya dan membantu Linara mengingat semua kejadian manis diantara mereka berdua.Lantas siapa yang akan Linara pilih ketika ingatnnya sudah kembali? Apa Avraam atau Rayhan? Semua akan terjawab di Season 2, Tapi Season 2 ini entah kapan rillisnya, dan dimana terbitnya ^^ Intinya Linara tetap hidup dan akan selalu bahagia.See You!Salam hangat,Zhia
“Benar kata Fara, Aku harus bijak dalam menentu. Memilih salah satunya atau meninggalkan keduanya.”Sepertinya gejolak hidup kini dirasakan kembali Linara, sepertinya pelangi sudah muncul setelah badai reda, pelangi yang penuh warna membias indah begitu saja dalam batin yang baru saja terkena badai yang berporak poranda.Perayaan Kelulusan mereka telah selesai, langit juga sudah mulai jingga. Hari yang begitu lelah, tapi rasanya semua kalah dengan keseruan hari ini yang penuh dengan warna. Untuk hari ini juga Linara tersenyum dengan bebas dan tertawa dengan lepas. Semua karena Fara yan berhasil mendobrak dilemanya.Hingga detik ini keputusan Linara masih abu-abu, entah dengan siapa Linara akan bersanding dikehidupan nanti, lelaki seperti apa yang Linara terima untuk menjadi pendamping hidupnya kelak. Apa Avraam? Yang tegas, memiliki segalanya bahkan terdengar sangat sempurna, meski status Avraam adalah Duda dengan anak satu?Atau R
Chapter 64 Dilema AkhirDilema yang menjadi satu padu saat gelora asmara berpadu saling bertabrak satu sama lain. Yang satu tidak ingin melepaskan, dan satunya tak ingin melukai. Saling menjaga, namun goresannya masih akan tetap ada.Pikirnya yang masih menggelorai perasaan yang tak pasti Dia labuhkan untuk siapa dan dengan siapa hati ini cocok bersanding. Rasanya terlalu rumit untuk menentukan semuanya, keduanya baik. namun, salah satu harus terpilih menjadi yang terbaik, tapi disisi itu luka akan terjadi begitu dalam satu pihak tidak terpilih.“Kenapa semua terjadi padaku? Kenapa mereka memilihku?” Bimbang Linara masih bergelayut dalam pikirnya, ketika hangatnya tubuh Rayhan masih terasa jelas ketika dada bidangnya memeluk hangat belakang punggung Linara. Butiran air mata yang menetes juga masih terasa begitu jelas basahnya saat membanjiri pilu hati.“Kenapa Kamu mengatakan hal itu Ray? Mengapa Kau mengatakan saat hatiku sedang be
Chapter 63 Bergelut Rasa.Senja yang berbalut jingga, begitu tenang memandangnya. Warna yang begitu lembut dengan sorot mentari yang hendak tenggelam. Lautan jingga seakan mengikuti perjalanan yang panjang ini. Linara masih menatap langit jingga dengan matanya yang bulat berbinar.Saat itu pula beberapa pedih merekam kembali pada pikirannya, entah sejak kapan Linara mulai mengingat hal pahit mengenal asmara. Padahal baru saja Linara secara tidak langsung menerima Avraam. Dalam batinnya juga merasa heran, mengapa Linara menerimanya? “Kenapa Aku menerimanya?” Tanya itu selalu menyangkut dalam batinnya yang berdesir. Mungkin jawabannya adalah jantung ini, setiap Linara dekat dengan Avraam rasanya berbeda sekali degupan yang Linara rasakan.Namun, satu sisi juga ada sosok Rayhan yang selalu hadir dalam harinya. Rayhan tak kalah baik dan perhatian. Bahkan tidak bisa terhitung saat mereka bersama, akibat sering bertemu. Namun hal yang b
Chapter 62Entah sejak kapan aku mencintainyaSeperti pagi biasanya, mata membuka dicuaca yang lebih dingin dari biasanya. Membuat tubuh merasa bergetar menahan dingin yang menusuk hingga tulang. “18 Celcius, pantas saja dingin seperti ini.” Ucap Linara saat melihat layar ponsel yang menyajikan informasi cuaca. Tak perlu banyak bicara lagi, Linara segera membangkitkan tubuhnya dari gelaran ranjang yang hangat, sungguh hal tersulit berpisah dengan kehangatannya. Berjalan menuju arah meja belajar, mengamatami foto yang tertancap pada mading sederhana buatannya. “Bukankah ini Taman Kota?” Linara mengerutkan alisnya.“Kenapa Aku pajang ya? Pasti ada kenangan didalamnya. Hah! Kesalnya punya memori rusak ini,” Gerutu Linara yang mengatai dirinya sendiri, lalu setelah itu Linara pergi berlalu menuju kamar mandi. Meskipun tidak ada kelas hari ini, untuk kali ini Linara berniat pe
Chapter 61Satu hari bersama RayhanRayhan mulai berkait dengan hari demi hari melihat Linara yang tampak lebih dekat dengan Avraam, apalagi Altan yang selalu saja menempel pada Linara bak Induknya. Tentu saja itu semua membuat Rayhan merasakan pergolakan api dalam hati yang tak mampu terucap, Dia hanya memilih memendam.“Apa Linara dan Avraam telah resmi menjadi sepasang kekasih?” Dalam diamnya selalu berasumsi seperti itu apabila Avraam lebih dekat dengan Linara. dalam batinnya selalu berkecamuk seperti itu.Apalagi akhir-akhir ini juga Avraam sering sekali ke Kedai, tak hanya sebagai pembeli namun sekaligus sebagai penyetor harian pinjaman yang selalu hadir. Ditambah sulitnya berkomunikasi langsung dengan Linara, pasti saja ada halangannya.“Ingin sekali Aku bersama Linara sehari full, meskipun hanya bercerita tentang hal yang tidak berguna itu sangat berguna bagiku. Tapi ... Kapan? Hah! Aku terlalu pengecut!” Batinnya berkata demi
Chapter 60Alasan demi kebaikan“Hari sudah sore, Kita pulang yuk, Altan?” Ajak Linara saat senja mulai menuai Taman Kota, mentari akan berganti dengan rembulan. Jingga menyilau dengan hangat, di Kota yang penuh dengan penghuni.Altan hanya mengangguk ajakan Linara, tangannya menggandeng jemari Linara.“Altan senang banget bisa ketemu dengan Kak Linara,” Ujar Altan ditengah perjalanan menyusuri trotoar.Linara hanya menuai senyum dengan berkata, “Kakak juga senang.”“Semoga Kak Linara cepat pulih dari sakitnya, Altan yakin Kak Linara wanita yang tangguh nan kuat, pasti bisa menghadapi semuanya.” Dalam batin Altan yang takjub dengan Linara.***Avraam yang menunggu disudut meja yang biasa dia tempati, meremas cemas menanti kedatangan Altan juga Linara yang tak kunjung memunculkan dirinya. Hingga kesabaran Avraam sampai pada titik lelahnya. Membuat Avraam segera beranjak dari Zona nyama
Chapter 59Aku harus mengingat AltanHari demi hari berjalan dengan tenang, layaknya kehangatan yang dulu kini kembali dengan lebih hangat. Bunda Adelia yang kini fokus membantu Kakek Aathif berjualan di Kedai kopi tua miliknya. Karena tidak ada lagi yang dikejar selain mempertahankan bisnis klasik yang telah berjalan belasan tahun.Disamping itu juga Linara butuh waktu istirahat 3-4 hari untuk kembali fit kebugaran tubuhnya sebelum merajut kembali kuliahnya. Sepanjang hari didalam sangkar itu sungguh mennyebalkan dan membosankan, hingga membuat Linara memutuskan untuk berkecimpung dunia Kedai kembali. Sekedar mempertajam kembali ingatannya.Kaki palsu yang dipasangnya kini telah kuat untuk berjalan, dengan langkah yang mantap Linara keluar dari ranah pribadinya. Senyum selembut sutra siap tersaji untuk para pelanggan yang berkunjung.“Lho kok Linara disini? Bukannya istirahat?” Ucap Bunda sembari sibuk dengan mengisi ulang bahan pokok.
Chapter 58Penyesalan dan gelisah“APA!” Sahut Kaivan dan Fara bersamaan tak percaya dengan ucapan yang terlontar AathifKata yang penuh dengan nada dadakan itu membuat Fara maupun Kaivan segera membabi buta membersihkan segalanya. Mungkin hanya dalam hitungan menit semua telah bersih dan kembali seperti semula, sungguh kekuatan yang hadir dalam detik akhir.Aathif terduduk sebentar setelah sedikit membantu pembersihan dapurnya yang buruk rupa itu. secangkir teh hangat memberi ketenangannya. Sedangkan Kedua kerdilnya masih membersihkan sisa kotoran yang tersisa.Kini kedua kerdil itu terduduk saling menopang punggungnya satu sama lain, noda dibaju yang tersisa juga masih jelas terlihat menodai Apronnya juga wajahnya, seakan telah perang dadakan melawan kuman.“Gue cape banget...,” Keluh Fara dengan napasnya yang terengah engah seakan telah dikejar pemburu kejam dalam hutan liar.“Lah Gue juga sama Far,” Jaw